['Would be better']

●story book Mas Bri by Ecaniwasoyo●

Win menatap resah kearah jendela rumah saat matanya mendapati jarum pendek pada jam dinding telah menunjukkan angka 1 malam.

Tidak ada tanda-tanda bahwa Bright akan pulang meskipun sudah selarut ini. Bright juga tidak mengabarinya untuk memberitahukan jika dia akan pulang larut dan terlambat. Tentu saja semuanya membuat Win takut dan gusar menunggu Bright yang tidak kunjung pulang.

Memorinya yang kembali di masa lalu membuatnya panik karena takut terjadi sesuatu kepada Bright saat di perjalanan namun sebuah suara mesin mobil di depan pagar rumah membuat Win menarik nafas lega dan memutuskan untuk membuka pintu rumah karena ingin menyambut Bright yang keluar dari mobil dengan kondisi yang kacau.

Dasinya sudah terlepas dengan beberapa kancing atas terbuka serta rambut yang tidak rapi karena di usak terus menerus oleh sang pemilik tatapan teduh dan juga senyum manis tersebut.

Seberapa lelah pun Bright dengan urusan kantornya, dia tidak akan pernah pulang untuk menghampiri keluarganya dengan ekspresi yang tertekuk dan penuh beban.

Ketika Win bertanya mengapa dia melakukan hal itu, maka Bright akan berujar lembut sambil memandang ke depan untuk menjelaskannya.

Menjelaskan bahwa waktunya bersama keluarga sudah sedikit dan terbatas karena padatnya pekerjaan yang dia lakukan dan apabila dia pulang dengan wajah yang murung ataupun lelah maka dirinya merasa menjadi orang paling egois di dunia ini.

“Waktu yang Mas punya untuk di berikan ke kalian sudah terlalu sedikit dan Mas tidak mau kalian justru mendapatkan ekspresi sedih dan lelah Mas di saat seharusnya Mas memberikan perhatian yang lebih kepada kalian”

Sebuah penjelasan yang lagi dan lagi membuat Win terdiam seribu kata tidak dapat membatah ucapannya.

“Mau mandi dulu atau makan?” Tanya Win yang telah mengambil jas dari tangan Bright untuk membuka obrolan diantara mereka berdua.

“Mandi aja, Mas udah makan di kantor tadi” jawab Bright seadanya dan hanya Win balas dengan anggukan mengerti karena kini berjalan kearah kamar ingin menyiapkan air hangat, mengabaikan Bright yang justru melangkah menuju kamar Athaya dan Abian untuk mengecheck kedua anaknya yang telah tertidur lelap di kasur dengan tenangnya.

Win yang telah selesai menyiapkan air hangat pun diam-diam memperhatikan gerak-gerik Bright yang merapikan selimut tidur Athaya dan Abian sebelum akhirnya mencium kening kedua buah hatinya tersebut dengan selembut mungkin.

“Airnya udah siap Mas”

Bright berbalik dengan cepat lalu menghampiri Win untuk mengatakan terima kasih sambil merangkulnya hangat menuntun kearah kamar mereka berdua.

Walaupun Bright tidak mengatakan apapun tentang situasinya sekarang tapi Win paham betul jika dia mempunyai banyak pikiran berat yang ingin dia coba tanggung sendiri untuk dirinya.

Ada kejadian besar yang membuat keadaan perusahaan mereka sekarang terganggu dan menjadi beban berat tak kasat mata di kedua bahu Bright yang harus mengatasi semuanya.

Adanya perjanjian yang di batalkan serta pencucian uang di perusahaan tentu saja menghadirkan beberapa investor mereka pergi dan membawa masalah menjadi besar selama beberapa pekan yang lalu.

Bright menanggungnya dan Win hanya dapat diam dan mendukungnya dari belakang sambil berharap cemas serta berdoa agar situasi ini dapat cepat berlalu sebelum tubuh Bright jatuh sakit karena tabiat buruknya yang tidak pernah berubah hingga sekarang.

Keluarga besarnya sudah berusaha membantu agar tidak adanya pemecatan massal di kantor tetapi itu tidak cukup untuk menutupi semuanya.

Win tidak pernah seresah ini sebelumnya karena memikirkan keadaan Bright yang semakin hari semakin kacau dan tidak seperti orang hidup karena pikirannya yang melayang kemana-mana.

Usapan lembut pada pipinya yang Bright lakukan berhasil mengejutkan Win sekaligus menyadarkannya dari fakta bahwa dia ternyata sedang menangis sekarang.

Dadanya terasa sesak dengan air mata yang semakin banyak turun membasahi kedua pipinya saat Bright memutuskan untuk bertumpu di kedua lututnya agar dapat memandang wajahnya yang memerah dan sembab.

“Jangan nangis. Setidaknya Mas masih punya kamu yang ga bakalan ninggalin Mas dalam keadaan apapun seperti orang lain. Mas benar kan?”

Satu kalimat lirih dan goyah yang Bright lontarkan terasa seperti Boomerang yang menusuk hatinya yang berdesir ngilu karena mendengar hal itu.

Win mengangguk untuk menjawab pertanyaan barusan.

“Kalau begitu tidak ada lagi yang harus Mas takutkan buat melangkah memperbaiki semuanya karena Mas punya kamu dan anak-anak yang bakalan selalu ada untuk mendukung Mas. Jadi kamu pun begitu, jangan khawatir. Mas bakalan baik-baik saja Win” bisik Bright yang telah menarik tubuh Win ke dalam sebuah pelukan erat dan menenangkan berharap dia akan berhenti menangis karena Bright telah meyakinkannya.

Pelukan yang terlepas serta kecupan kecil pada kening yang Bright berikan membuat Win menaikkan kepalanya agar dapat menatap wajah tampan Bright yang tetap akan selalu sama seberapa banyak pun waktu telah berlalu diantara mereka berdua.

Prianya akan selalu berusaha memberikan seluruh dunia untuk dia bawakan kepadanya meskipun semua itu akan memakan waktu yang banyak untuk mendapatkannya.

“Sekarang tidur dan biarkan Tuhan yang menilai seberapa banyak usaha yang sudah kita lakukan untuk di kabulkan karena Tuhan tidak tidur dan justru sekarang kitalah yang seharusnya terlelap untuk melupakan sejenak semuanya”

“Kalau pun nanti usaha yang Mas harapkan tidak sesuai dengan yang Mas dapatkan, Mas tau jika semuanya bukan karena usaha Mas yang kurang maksimal dan juga bukan karena Mas tidak banyak berdoa. Tapi mungkin karena semua usaha dan doa Mas bukan di tempat terbaik yang coba Tuhan siapkan untuk Mas jalani. Kamu sudah berusaha, Mas sudah berusaha, semua orang sudah berusaha, bahkan anak-anak pun sudah berusaha untuk merelakan waktu quality time mereka bersama dengan Mas karena kesibukan yang sama sekali tidak dapat Mas hindari”

“Hidup tidak selamanya harus selalu bahagia dan ada di atas Win karena kamu butuh faktor yang membuatmu dapat belajar tentang kehidupan dan juga bagaimana menjadi orang yang lebih dewasa lagi dalam menghadapi semuanya” jelas Bright yang telah menarik tangan Win untuk ia tuntun ke ranjang sebelum menidurkannya sambil mengelus surai hitam itu dengan tenang.

“Itulah kehidupan, kamu tidak tau kapan kamu akan terjatuh dan kapan kamu akan terangkat dan ketika semuanya datang, Mas bakalan selalu siap di sampingmu untuk melewati semuanya seperti janji kita di altar 12 tahun yang lalu”

Win memejamkan matanya yang terasa berat karena rasa kantuk begitu dalam menderanya saat ini.

Terakhir, dia hanya dapat mendengar lirihan kecil dari Bright yang selalu mengucapkan kata sayang di setiap kali ia menutup matanya.

Selalu.

. . .

“Ayah pergi lagi?” Tanya Athaya dengan wajah merengut menatap berkaca-kaca kearah Win yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka di pagi hari ini.

Satu senyuman tipis Win berikan sebagai balasan akan pertanyaan sang anak sebelum mengelus surai hitam panjangnya dengan lembut dan penuh sayang.

“Ayah lagi sibuk banget, ada sesuatu yang harus di urus. Tapi Ayah bilang ke Papa tadi kalau Kakak hari ini jadi anak yang baik, Ayah bakalan pulang cepat buat makan malam bareng kita”

Mata berkaca-kaca yang semula ada berubah menjadi binar bahagia yang membuat Win lega karena Athaya sama sekali tidak merengek jauh tentang kehadiran Bright yang terlalu sibuk akan pekerjaannya hingga tidak sempat untuk sarapan ataupun makan malam lagi bersama mereka.

Suara bel yang terdengar membuat Win buru-buru berjalan ke depan sambil menggendong Abian yang tadinya sibuk mengemut buah di kursi bayinya.

Pintu yang terbuka dan menunjukkan kehadiran Aroon serta Drake di hadapannya dengan sebungkus makanan berhasil mengejutkan Win.

“Ya ampun Drake! Ngapain kamu ke rumah kakak sendirian gini?” Tanya Win cepat sambil menuntunnya ke sofa agar dia duduk selagi Win mengangkat sebungkus plastik yang tadinya ia bawa untuk di letakkan di atas meja ruang tengah.

“Aku kan berdua sama Aroon kak Win, bertiga malah sama dede bayinya hehe”

Hampir saja tangan Win melayang ingin menoyor kepala itu apabila tidak ingat jika Drake tengah hamil dan mereka sedang di perhatikan oleh Athaya dan Aroon yang sibuk mengedipkan mata berulang kali berusaha untuk mengerti.

“Iya udah tau kamu lagi hamil besar, malah datang kesini tanpa ditemani orang lain. Kalau kenapa-napa gimana?” Omel Win seolah tidak ada habisnya memarahi Drake yang terlihat biasa saja karena memilih memakan beberapa cemilan yang tadinya ia bawa.

“Berantem lagi sama Frank?” Dan dengusan kecil Drake berikan untuk menanggapinya.

“Kenapa lagi memangnya sih? Udah mau punya anak dua masih aja suka kabur-kaburan begitu. Sini cerita sama kakak”

“Si Frank lagi mood cuek banget ga bisa di ganggu, bawaannya sensitif aku jadi malas makanya kabur kesini aja kan bisa main bareng Thaya dan Bian. Ihh Biannya aku gemes banget lagi makanin apel ya?? Coba sini lihat giginya mana” serbu Drake menahan gemas saat Abian tertawa riang sambil sesekali memameri gigi kecilnya yang telah tumbuh.

Kata-kata yang Drake keluarkan barusan membuat Win terdiam karena dia tau mengapa Frank begitu sensitif saat ini.

Adik iparnya itu pasti mengkhawatirkan Bright dan juga perusahaan mereka namun tidak dapat menceritakan apapun kepada Drake berhubung kandungan Drake yang sudah memasuki usia 7 bulan.

“Eits kok diem sih Kak Win”

Senyum tipis Win berikan untuk membalas ucapan tadi sebelum akhirnya mengalihkan pembicaraan tentang anak kedua dari adiknya tersebut yang ternyata berjenis kelamin laki-laki.

. . .

“Mas Bri”

Bright menaikkan kepalanya dan menemukan Frank berada di depan pintu tengah memperhatikannya yang pasti terlihat sangat kacau di antara banyaknya kertas dokumen dan juga kaleng kopi yang ada di atas meja.

“Tumben datang kemari? Bunda ya pasti yang suruh?” Tanya Bright yang tersenyum tipis menyambut kehadiran sang adik dengan senang karena sudah satu minggu belakangan dia tidak bertemu.

“Mas kok ga cerita ke aku kalau ternyata masalahnya lebih besar dari yang Mas yang ceritakan ke Bunda?” Keluh Frank yang Bright hafal betul jika dia pasti tidak akan puas apabila Bright menjawab seadanya.

Helaan nafas kasar ia keluarkan sebelum berbisik kecil.

“Karena Mas ga mau Bunda jadi sakit karena kepikiran terus. Mas ga mau Bunda nangis dan Mas ga mau kamu jadi turut khawatir sampai lupa tentang hal lainnya. Kamu punya pekerjaan dan keluargamu sendiri sekarang. Mas ga mau nyita waktu dan pikiranmu buat hal yang sudah jelas datang karena kesalahan Mas. Jadi tolong jangan marah sama Mas sekarang”

Frank menggigit bibir bawahnya dengan mata yang berkaca-kaca ketika melihat bagaimana sendunya tatapan dan suara Bright yang menjelaskan.

“Mas selalu bilang ke aku. Seberapa jauh, seberapa bertambah pun umurku, aku bakalan jadi adik kecil Mas Bri. Aku benar kan?”

“Mas punya aku dan aku ga mungkin bakalan biarin Mas buat bangkit sendirian ketika biasanya ada Mas yang bakalan selalu nuntun aku buat ngelangkah lagi”

Bright menarik kepala Frank untuk ia peluk saat melihat cowo itu mulai berlinang air mata merasa sedih dan kecewa akan keputusan Bright.

“Mas minta maaf. Mas tau Mas egois, jadi kamu jangan nangis juga. Cukup Win dan Athaya, Mas ga mau kamu dan Bunda juga nangis. Hati Mas ga kuat buat nanggung semuanya” bisik Bright berusaha tegar meskipun ia sekuat mungkin menahan semuanya dengan mengepalkan tangannya yang terbebas dari pelukan.

Ketukan pintu yang di lakukan oleh sekretarisnya membuat Bright dan Frank segera berhenti berpelukan untuk mempersilahkan perempuan itu masuk dengan salah satunya yang terlihat tidak asing di mata Frank.

“Kita bertemu kembali ya” ujar wanita tua itu kepada Frank dan membuat Frank sebaik mungkin untuk mengingat.

“Di rumah sakit 8 tahun yang lalu kita bertemu”

Frank membulatkan matanya terkejut karena teringat siapakah wanita yang ada di depannya.

Tangannya dengan cepat menepuk lengan Bright untuk menjelaskan.

“Ibu ini yang waktu itu nyamperin aku buat minta maaf sama terima kasih karena Mas udah selamatin cucunya dari kecelakaan”

Bright menoleh dengan cepat sambil mengangguk paham. Tangannya terangkat untuk menjabat tangan kedua tamunya tersebut.

“Maaf ya saya tidak langsung bertemu dengan kamu saat itu. Kebetulan waktunya tidak tepat setelah kamu selesai operasi”

Senyum hangat Bright terulas dengan mata yang memperhatikan seseorang di samping wanita itu sebelum menjabat tangannya juga.

“Terima kasih karena sudah menyelamatkan satu-satunya adik saya. Semuanya sangat berarti untuk saya”

“Sudah seharusnya saya membantu. Emm, jadi ada yang bisa saya bantu?”

“Ah benar, kedatangan kami kemari tentu saja bukan hanya untuk berterima kasih dan juga meminta maaf. Kami ingin membahas kerja sama perusahaan dengan Pak Bright tentunya”

Bright diam mematung selama beberapa detik karena mendengar ucapan barusan.

Tangannya terulur untuk mengambil kartu yang ada di hadapannya lalu kembali terdiam karena menyadari jika perusahaan tersebut tergolong besar.

Matanya menatap tidak percaya akan kehadiran dua orang yang justru memberikan sebuah senyuman hangat dan meyakinkan.

“Ya Tuhan” gumamnya tanpa sadar hampir saja menangis karena Tuhan memang tidak pernah tidur dan mendengar seluruh doanya di waktu yang tidak pernah ia pikirkan akan terjadi.

“Tapi..anda tau kan, tidak akan mudah untuk partner bisnis anda menerimanya berhubung rumor perusahaan saya tentunya sudah terdengar dimana-mana” jelas Bright lemah dan langsung di bantah oleh pria muda yang ada di hadapannya dengan santai.

“Saya tau Pak Bright tidak mungkin melakukan itu semua mengingat bahkan anda rela mempertaruhkan nyawa anda untuk adik saya tanpa meminta apapun sebagai balasannya. Kepercayaan itulah yang saya pegang hingga sekarang dan membawa saya kemari untuk menjalin kerja sama”

“Anda adalah orang yang sangat baik”

Frank menarik tangan Bright untuk merematnya pelan merasa terharu karena pada akhirnya permasalahan mereka dapat berakhir.

“Terima Kasih”

Ayah mereka benar saat pernah berkata kepada mereka dulu sewaktu kecil.

“Jangan takut untuk berbuat kebaikan, kecil ataupun besarnya kebaikan yang kalian lakukan sangat berharga untuk orang lain. Mungkin sekarang kalianlah yang memberikan kebaikan kepada orang lain, tapi bisa jadi kedepannya kalian yang mendapatkan hal itu”

Ya, Ayahnya adalah laki-laki paling hebat yang pernah ia temui hingga sekarang dan alasan mengapa dirinya bisa berada di posisi ini dengan seluruh hal yang dia ajarkan kepadanya.

. . .

“AYAH!” pekik Athaya senang dan berlari menuju Bright berada dengan tidak sabar hingga membuat Win serta Drake menoleh untuk melihat kehadiran kakak beradik yang memasang senyum manis tersebut.

“Tumben banget manja sama Ayah? Rindu ya?” Ujar Bright jahil dan mendapatkan rengutan oleh anak perempuannya itu.

“Kangen ayah banget banget”

“Ayah juga kangen Thaya banget banget”

Keduanya pun berpelukan tanpa mempedulikan Frank yang tengah membujuk Drake untuk tidak mengambek lagi ataupun Win yang berjalan menjauh untuk menjemput Abian dan juga Aroon yang menangis karena terbangun dari tidurnya.

“Aku minta maaf ya? Ya? Jangan ngambek lagi dong Drake.. aku kan kangen mau meluk masa ga boleh” rengek Frank berusaha memeluk namun langsung Drake punggungi karena masih kesal.

“Di lihatin Athaya loh, mau lomba ngambekan bareng uncle Drake ga sayang? Kayaknya sih kamu kalah” celetuk Bright usil dan berhasil membuat Athaya yang berada di gendongannya tertawa saat akhirnya Drake berbalik sambil memberikan tatapan mengintimidasi untuk Bright.

Kehadiran Win yang menggendong Abian dan juga Aroon yang telah bangun segera di sambut oleh Bright serta Frank yang mengambil alih gendong karena merasa kasihan melihat pria itu kesusahan.

“Aroonnya Daddy udah makan hm? Atau mau pergi jajan bareng Daddy?”

“Ih Frank jangan di bawa jajan mulu, ga baik”

Senyum senang terukir di wajah Frank yang bersorak dalam hati karena telah berhasil memancing Drake berbicara kembali kepadanya, mengabaikan kerlingan malas dari Bright dan juga Win yang bosan melihat mereka berdua sama sekali tidak berubah.

“Yuk makan malam bareng, anak-anak udah pada lapar kayaknya” tegur Win menjadi akhir dari segala perdebatan karena mereka memilih makan bersama.

. . .

Bright mengeratkan pelukannya pada Win ketika malam datang semakin larut dan menandakan waktunya mereka beristirahat.

“Semuanya okay Mas?”

“Heem”

Helaan nafas penuh lega Win keluarkan dengan kepala yang di sandarkan nyaman pada dada Bright.

“Makasih Win” gumam Bright pelan dan membuat Win mendongak untuk menatapnya bingung.

“Makasih karena udah selalu nunggu Mas pulang larut malam selama beberapa minggu ini dan makasih karena selalu ada di setiap waktu sulit dan bahagia Mas”

Senyuman manis yang menghiasi wajah Win akan selalu menjadi hal yang Bright kagumi hingga kapan pun karena seluruh hatinya terasa hangat saat Win melakukannya.

“Itu yang bakalan selalu pasangan lakukan Mas. Hadir ketika mereka membutuhkan dan juga tidak pergi kapan pun badai datang menghampiri. Jadi Mas ga perlu repot lagi buat nanya ke aku apa aku bakalan ninggalin Mas karena jawabanku tetap sama dari awal hingga akhir”

“Aku bakalan selalu disini untuk Mas karena aku cinta sama Mas Bri”

Elusan lembut Bright berikan pada wajah Win sebelum menciumnya dan membalas ucapan tadi dengan sama manisnya.

“Dan Mas pun mencintaimu hingga sekarang Win”

Ya, karena rasa yang ada masih sama seperti mereka dulu bertemu dan memutuskan untuk saling belajar mencintai satu sama lain.

Menarik satu per satu janji dan mimpi mereka menjadi kenyataan serta mengisi hari-hari mereka tanpa adanya penyesalan karena mereka tau semuanya akan berakhir baik jika mereka mau berusaha dan bangkit untuk melewati itu semua.

“Masih?” Bisik Win bertanya setelah mereka melepaskan ciuman manis mereka.

“Mas masih cinta kamu Win Metawin Chivaaree. Sekarang, besok dan seterusnya”

-End-

Thank you so much buat kalian yang masih selalu ada dan dukung aku hingga detik ini. Aku harap kita semua jadi pribadi yang lebih baik lagi tanpa ada penyesalan dari setiap langkah yang pernah kita ambil karena itu semua berharga untuk kita lalui.

Aku sayang kalian semua❤

-Eca