Egyptianfly

Break up

“Chan,” panggil Jaemin dengan nada lesu.

Haechan yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya pun segera mengalihkan pandangannya ke arah Jaemin. Tumben sekali anak ini lesu?

“Kenapa, na?”

Wajah Jaemin kini bersedih, suara isak tangis keluar perlahan. Haechan pun memindahkan laptopnya ke meja dan segera memeluk tubuh Jaemin.

“Kenapa nangis?” tanya Haechan lembut sesekali mengelus punggung Jaemin.

Jaemin melengkungkan bibirnya ke bawah, ia sungguh sakit hati sekali atas perkataan Jeno.

“Jeno minta putus,” setelah berkata seperti itu, isakan tangis Jaemin semakin keras dan memeluk tubuh Haechan dengan erat.

Haechan mengelus surai hitam milik Jaemin, membisikkan kata penenang.

“Dia bilang, kita berdua terlalu sibuk ngurusin pekerjaan sampe gak punya waktu buat berdua,” Jaemin mengusap air matanya. “Dia juga bilang udah gak ada rasa sama gue, channnnnn!!” Jaemin memejamkan matanya, mengeluarkan semua rasa sakit di hatinya dengan menangis.

Haechan hanya diam, dalam hatinya ia akan membalas apa yang Jeno lakukan terhadap sahabatnya.

•••

“Punya otak gak lo?” tanya Haechan penuh penekanan.

Jeno hanya diam tanpa melihat ke arah Haechan, pipinya membiru karena terkena pukulan lelaki manis itu.

“Gue gak habis pikir sama lo, jen,” ucap Haechan. “Lo pacaran sama Nana bukan sebulan atau pun setahun, tapi 8 tahun!! Dan lo bisa-bisanya minta putus karena hal itu?” tanya Haechan dengan nada tidak percaya.

Jeno mendengus pelan.

“Gue udah gak ada rasa lagi sama dia, chan!” ucap Jeno kini menatap tajam Haechan.

Haechan tertawa sarkas.

“Gue ingetin omongan lo, jen. Jangan pernah lo ngemis-ngemis cinta ke Nana. Gue yakinin ke diri lo, LO BAKAL NYESEL!!”

Haechan pun meninggalkan Jeno sendirian di dalam ruangan lelaki itu. Sedangkan Jeno kini bersandar ke sofa sambil memijat dahinya.

Apa yang ia lakukan sudah tepat kan? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Seminggu, sudah seminggu.

Jaemin kini lebih bersemangat karena selama seminggu ini Haechan benar-benar menghiburnya.

Sedangkan Jeno?

Terpuruk, walaupun ia bisa menutupi hal itu dengan baik.

Semua sosmed miliknya di block oleh Jaemin, bahkan pria manis itu pindah apartemen dengan meninggalkan semua barang pemberian Jeno.

Jeno menghela nafas, ada rasa kehilangan di hatinya. Seperti sebuah tempat yang biasanya selalu terisi, kini kosong.

Jeno menyesal? Bila diperbolehkan untuk berkata iya, Jeno akan berkata iya.

•••

Jaemin membuka lemari pendingin yang berada di supermarket, memilih beberapa minuman yang akan ia beli.

Jaemin mengambil dua botol, kemudian menutup pintu lemari pendingin tersebut. Saat ingin melanjutkan berbelanja, langkah Jaemin berhenti, Jeno berdiri tak jauh di depannya dengan tatapan tidak terbaca.

Jaemin hanya memasang wajah datar dan berjalan sambil membawa keranjang belanjaannya. Melewati tubuh tegap milik Jeno, Jaemin menahan nafas saat tercium bau parfum yang ia rindukan.

Jeno masih sama seperti dulu.

Jeno mengepalkan tangannya, rindu menggebu-gebu di hatinya. Menahan sakit saat melihat respon Jaemin.

Dan tanpa Jeno lihat, di keranjang Jaemin terdapat susu ibu hamil.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Jaemin mengelus perutnya yang kini agak menonjol, tersenyum dengan bangganya sambil melihat cermin.

Ia duduk di sofa sambil melihat sebuah katalog perumahan. Ia akan berencana pindah dari daerah ini supaya kehamilannya tidak diketahui oleh Jeno.

Jeno? Jaemin sudah tidak peduli.

Yang ia pikiran sekarang adalah anaknya, hanya anaknya.

•••

“Sebulan lagi gue kayaknya pindah,” ucap Jaemin yang kini duduk di ruang tunggu rumah sakit.

“Lama banget! Keburu Jeno nya tau!”

Jaemin memasang wajah dengkinya. “Bawel banget sih! Gaji gue belom turun tau!”

“Kan bisa pake duit gue?!”

“Emang lo emak gue? Udah chan, makasih banget. Gue udah terlalu ngerepotin elo, nanti anak gue mirip elo,” ucap Jaemin yang kini tertawa kecil.

“Bangke lo ya, na. Harus mirip gue lah! Gue bapaknya.”

“Cuci muka dulu lo, masih ngantuk otak lo,” balas Jaemin sebal.

Haechan pun tertawa diseberang sana, kemudian pamit dan mematikan panggilan.

Jaemin tersenyum melihat ponselnya, kemudian ia memasukan ke dalam tas dan duduk tenang menunggu giliran.

“Na Jaemin?”

Jaemin menoleh saat suster memanggilnya. Ia segera bangkit dan berjalan ke dalam ruangan. Ia agak gugup karena ini pertama kalinya ia periksa janin.

Tapi, saat memasuki ruangan, tubuh Jaemin seketika kaku.

Begitu pun dengan Jeno, menatap terkejut ke arah Jaemin.

“Tuh kan, udah ada pasien aku. Sono pergi,” usir sang dokter ke arah Jeno.

Jeno tetap terdiam, menatap Jaemin kemudian berpindah ke arah perut lelaki manis itu. Jaemin pun mengalihkan pandangannya, berusaha menghindar dari tatapan Jeno.

“Kak Jeno?!” ucap dokter itu sebal. “Pulang sana, nanti aku nyusul!!”

Jaemin menatap dokter itu. Oh, jadi dia kekasih baru Jeno? Cantik, pantas Jeno lebih memilih dokter itu daripada dirinya.

Jeno berjalan ke arah pintu sambil terus menatap ke arah Jaemin dengan pandangan terkejut. Sedangkan Jaemin pura-pura tidak merasa dirinya ditatap.

Dokter itu tersenyum ke arah Jaemin yang sudah duduk di kursi pasien.

“Baru pertama kali periksa ya?” tanya dokter itu ramah.

Jaemin pun mengangguk canggung.

“Perkenalan nama saya Popo.”

“Saya Jaemin.”

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Jaemin sudah menduga Jeno akan menunggunya. Ia pun segera berjalan seakan-akan tidak melihat keberadaan pria itu.

Langkah Jaemin berhenti saat lengannya ditahan oleh Jeno. Jaemin menoleh ke arah pria itu. Wajah Jeno terlihat frustasi.

“Kita perlu bicara,” ucap Jeno.

“Aku gak ada urusan sama kamu,” balas Jaemin dingin sambil menepis tangan Jeno.

Wajah Jeno kini bertambah frustasi.

“Aku mohon Jaemin, aku mohon banget,” pintanya dengan nada memelas.

Jaemin mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Ini anak kamu,” ucapan Jaemin membuat Jeno merasa batu seakan menimpanya. “Tapi dia gak butuh kamu,” lanjut Jaemin yang kini menatap ke arah Jeno.

Air mata Jeno terjatuh.

“Aku mohon, maafin aku,” pinta Jeno yang berusaha menggenggam tangan Jaemin.

Jaemin menepis kembali tangan Jeno.

“Aku udah maafin kamu, jadi tolong pergi jangan ganggu aku lagi,” ucap Jaemin sambil menunduk.

“Enggak,” Jeno menggeleng. “Aku-”

“Kita gak bisa balik lagi kayak dulu,” potong Jaemin yang membuat nafas Jeno tercekat. “Kita saling sibuk sampe gak ada waktu buat kita berdua dan kamu udah gak ada rasa sama aku.”

Jeno kalah telak, hujan pisau seakan jatuh dari atas kepalanya. Jaemin pun mengusap air matanya dan berjalan pergi. Meninggalkan Jeno yang penuh penyesalan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Gue bilang apa, jen.”

Jeno tidak peduli atas perkataan Haechan, ia tetap merokok dan sesekali meminum alkohol.

“Nana juga nangis jen setelah ketemu sama lo.”

Alkohol itu kini Jeno genggam dengan erat, hatinya masih ngilu saat mendengar nama itu.

“Nana tau dia hamil pas 3 hari kalian putus. Dia sedih? Sedih, jen. Sedih karena Nana ngerasa jahat ke anaknya. Yang suatu saat lahir gak ada ayah buat dia.”

Jeno menangis kembali, kini rokoknya terjatuh dan tentu saja Haechan langsung menginjak rokok itu supaya mati.

“Tapi Nana berusaha kuat, dia minta ke perusahaannya buat pindahin dia ke cabang yang ada di kota sebelah dan beli rumah di sana. Sampe kemarin Nana selalu mikir, gue harus hidup demi anak gue, gue harus semangat demi anak gue, Nana gak boleh nyerah, Nana itu calon ibu.”

Suara isakan tangis Jeno semakin besar.

Haechan bersandar ke kursi.

“Lo temen gue juga, jen. Walaupun elu tolol, tapi lo tetep temen gue.” Haechan mendengus. “Sekarang samperin dia,” perintah Haechan.

Jeno menatap Haechan tajam.

“Lo kira dia bakal terima gue lagi setelah apa yang gue lakuin?!” tanya Jeno naik pitam.

Haechan menatap remeh ke arah Jeno.

“Dia ngira Popo itu pacar lo, padahal dia sepupu lo,” ucap Haechan sebal.

Jeno kini terdiam, masih mencerna perkataan Haechan.

“MALAH BENGONG, SAMPERIN DIA GOBLOG!”

Jeno segara bangkit tapi ditahan oleh Haechan.

“Apaan lagi sih?!” tanya Jeno.

“Ganti baju lo, cuci muka. Wujud lo kayak gembel,” ucap Haechan yang kini mengomel.

Jeno menatap sengit ke arah Haechan walaupun akhirnya ia menurut. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Halo?”

“Jaemin.”

Jaemin yang sedang mengaduk adonan kue kini berhenti.

“Apa,” suara Jaemin begitu dingin.

“Popo itu sepupu aku.”

Jaemin terkejut tapi kemudian berusaha untuk menetralkan dirinya.

“Oh.”

“Nana, aku bodoh, bodoh banget sampe ragu akan cinta kita berdua. Aku dengan bodohnya lepasin diri kamu. Aku bodoh banget na, maafin aku. Aku mohon jangan pergi, tolong terima aku, terima aku jadi ayah dari anak yang kamu kandung, na.”

Jaemin bisa mendengar suara isakan tangis Jeno di seberang sana.

“Aku masih sakit hati, jen,” ucap Jaemin yang kini ikut menangis. “Aku benci banget sama kamu, kamu bisa-bisanya sejahat itu sama aku.”

“Maaf, na.”

“Aku gak mau anak aku punya ayah bodoh.”

“Tapi aku juga pinter.”

“Bodoh kamu lebih mendominasi, jen.”

“Terus supaya aku pinter, aku harus gimana?”

“Gak tau,” jawab Jaemin sewot.

Jaemin benar-benar tidak tau jawabannya.

“Na Jaemin,” panggil Jeno.

“Hm?” Jaemin gugup, suara Jeno terdengar menggelitik di perutnya.

“Aku bawa cincin, cincin yang aku beli udah setahun yang lalu. Cincin ini aku beli pas mau lamar kamu. Tapi kamu gak dateng, Na. Kamu sibuk kerja, dan sampe hari kita putus, kesibukan itu terus nyerang kamu dan aku pun juga punya banyak kerjaan. Hal itu buat aku frustasi sampe aku ngelakuin hal paling bodoh di dunia ini.”

Jaemin menutup mulutnya, terkejut akan pengakuan Jeno.

“Na Jaemin,” panggil Jeno kembali. “Kamu mau gak, jadi teman hidup aku untuk selamanya. Nerima aku jadi suami kamu, nerima aku jadi ayah dari anak yang kamu kandung, dan tentu aja, kamu mau gak nerima lamaran dari pria bodoh ini?”

Jaemin kehabisan kata-kata, yang ia keluarkan hanyalah suara tangisan.

“Kamu nangis berarti jawabannya iya.”

Jaemin mendengus sebal. “Tapi kamu harus jadi pinter dulu!”

“Iya Lee Jaemin.”

“Aku belum nerima lamaran kamu?????”

“Iya Lee Jaemin.”

“Gak jelas kamu!”

“Iya Lee Jaemin.”

“GAK MAU NIKAH SAMA KAMU.”

“Gak boleh Lee Jaemin.”

“Nyebelin!!!”

Kesukaan Jaemin

Bagi Jaemin, Jeno itu like a prince. Tubuhnya tinggi, wajah kayak malaikat, kalo ngomong adem banget untuk didengar. Sejuknya sampe ke hati kalo kata Haechan mah.

Sayangnya beda banget sama kelakuan Jaemin yang bisa dibilang bar-bar.

Mungkin efek samping temenan sama Haechan dan Renjun yang gacor banget mulutnya :(

Kalo Jaemin beda, dia suka banget denger musik dangdut dan bakal reflek goyang-goyang layaknya biduan.

Biasanya Jaemin dimana pun kapan pun goyang, sekarang enggak. Dia lebih was-was karena takut Jeno bakal muncul.

Coba bayangin lagi joget senggol kanan, langsung berenti karena ngeliat Jeno ╥﹏╥ RASANYA TUH GAK ENAK BANGET BAGI JAEMIN.

Tapi demi Jeno, Jaemin akan menahan rasa pinggulnya untuk goyang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Gak asik banget sih kelas ini, speaker gue mana?” tanya Jaemin yang udah bosen kelas ini hening banget rasanya.

“Dipinjem kak Jeno, buat senam katanya,” jawab Seungmin dengan ademnya.

Jaemin melotot kaget, bukankah ini sebuah kesempatan buat dia? tapi bilang nya apa? masa iya “Kak, aku mau pake speaker nya buat dangdutan.”

GAK ETIS DONG?!

“DIH MASA DIPINJEM PINJEM SEH, KAN GUE MAU DANGDUTAN?!” tanya Haechan emosi.

“Eh maaf ya dek,” ucap Jeno yang tau-taunya udah ada di depan kelas. Haechan menutup mulutnya karena malu sedangkan Jaemin bersyukur dalam hati.

Untung bukan dia yang ngomong

“Ini punya siapa tadi?” tanya Jeno yang lagi megang speaker. “Jaemin, kak,” jawab Renjun sambil nunjuk Jaemin yang lagi bengong.

Jeno masuk ke kelas dan ngasih speaker nya ke Jaemin. “Makasih ya, Jaemin,” ucap Jeno sambil senyum ramah.

Jaemin nerima itu speaker sambil ngangguk pelan, sumpah dia ambyar parah.

“Kak, kata Jaemin ada bayarannya. Minta id line lo,” celetuk Junkyu dengan watados. “Lah, emang id line? setau gue minta hatinya,” sahut Jinyoung.

Jaemin langsung melotot ke arah mereka berdua. JANGAN BIKIN JAEMIN MAU NGAMUK YA, DIA LAGI JAGA IMAGE!

“Lah, bukannya lo juga mau minta id line Jaemin ke gue, bang?” tanya Hyunjin yang ikut-ikutan.

Eh eh apa nih? hati Jaemin geter-geter sendiri.

“Mending minta hati Jaemin aja kak, hati dia sekuat musik dangdut kok,” ucap Han yang lagi nyemil cireng.

Kayaknya abis ini bakal ada pembantaian.

“Udah ish! jangan gangguin kakak kelasnya, kasian tau,” omel Seungmin dengan wajah marah tapi sayangnya gemesin.

“Yaudah-yaudah, bang Jeno pergi bang,” usir Hyunjin sambil nutupin wajah Seungmin. Gemesnya Seungmin cuma buat Hyunjin >:(

Jeno yang punya hati hasil donor dari malaikat pun hanya ketawa gemes liat kelakuan temen adik kelas yang dia kenal, si Hyunjin.

Sedangkan Jaemin melotot kecil ke arah temen-temen brengseknya ini.

“Jaemin,” panggil Jeno.

“Hm?” Jaemin langsung menoleh dengan cepat. “Denger kan tadi Hyunjin ngomong apa? malem ini kakak chat ya,” ucap Jeno. “Dah,” Jeno usap kepala Jaemin dengan gemas abis itu pergi.

Ninggalin kelas Jaemin yang langsung rame karena sorakan dan teriakan gemas, sedangkan Jaemin bengong padahal badannya udah digoyangin kesana-kesini.

Eh ini Jaemin gak mimpi kan? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Jaemin layaknya meraih cita-cita, dia bangga banget bisa jadi lebih dekat sama Jeno. walaupun masih belum dikasih kepastian.

“Eh, lo ikut kan ke acara ultah Seungmin?” tanya Haechan.

Jaemin ngangguk. “Seungmin udah janji kan, dia mau joget koplo?”

Haechan ngangguk sambil ngasih jempol.

“Paksa kalo gak mau, dia harus bisa koplo! buktinya Sanha bisa kok!” ucap Haechan.

Jaemin bales dengan tawa, walaupun dalem hati mikir, Jeno gak mungkin dateng kan? Seungmin kan gak deket sama Jeno.

•••

“Bentar ya bentar, Seungmin lagi menyiapkan diri,” ucap Seungmin yang udah deg-degkan padahal cuma mau joget koplo.

“Gampang, Min!” sahut Haechan semangat. “Cuma tinggal senggol kanan, EYAA!! senggol kiri, EYYA!!” ucap Haechan sambil goyangin pinggulnya ke kanan dan ke kiri.

Jaemin di belakang pun ikutin gerakan Haechan sambil megang bahu Haechan dari belakang.

“Senggol kanan, EYYA!! senggol kiri, EYYA!!” ucap mereka berdua barengan.

Yang lain ketawa, sama hal nya juga dengan Seungmin. mungkin dia takut karena bakal gak keliatan asik kayak yang lain. Tapi pas liat mereka berdua asik banget, Seungmin jadi percaya diri entah kenapa.

Tiba-tiba musik berhenti, Hyunjin menatap panggung penuh curiga. Terus abis itu terdengar musik koplo, yang lain langsung reflek joget, Hyunjin joget juga, tapi sambil nyari keberadaan Seungmin.

Hyunjin langsung melotot pas liat Seungmin dan kawan-kawan lagi joget di panggung.

WEHHH ASET NYA WEHHH, UDAH MANA GOYANG PINGGUL NYA MANTEP BENER.

Jaemin ambil duit dan pura-pura nyawer Seungmin, begitu juga dengan Haechan, Renjun, dan Sanha.

“ASTAGA HYUNJIN!” Seungmin kaget tiba-tiba badannya digendong layaknya karung beras.

Temen-temen Seungmin gak peduli Seungmin dibawa kemana, yang penting tuh pANTURA DIGOYANGGGGG!

Haechan yang lagi enak-enaknya nyawer Jaemin langsung melotot pas liat ada Jeno dan Yoonbin lagi liatin mereka sambil goyang-goyang malu gitu.

Haechan nabok Jaemin dan nunjuk ke arah Jeno. Jaemin yang lagi asik disawer pun menoleh dan langsung melotot.

ADA JENO LAGI GOYANGIN JEMPOL TAPI MENATAP DATAR KE ARAH JAEMIN.

ASTATANK, JAEMIN HARUS GIMANA INI?!

Jaemin turun dari panggung, rasanya udah kayak gagal meraih cita-cita, prestasi yang udah dibangun rasanya kayak hancur karena satu kesalahan.

Jaemin merasa matanya panas dan berembun, apa abis ini Jeno bakal jauhin dia?

Tadi muka Jeno gak enak banget diliat, Jeno nyesel deket sama orang bar-bar kayak dia?

Dada Jaemin nyesek, padahal dia gak pake beha.G

Jaemin mau pulang, rasanya dia udah gak ada muka buat ketemu Jeno. Gak peduli acara Seungmin belum selesai, intinya dia mau pulang.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Adek,” panggil sang mamah dari balik pintu.

“Iya mah?” sahut Jaemin dengan suara serak. “Ada temen kamu di bawah,” jawab sang mamah.

“Suruh ke atas aja mah,” balas Jaemin.

Jaemin bangun dari tempat tidurnya, ke kamar mandi untuk cuci muka sebentar. Matanya sembab abis nangis semaleman, dia gak berani nyalain hapenya. Takut ngeliat notif dari Jeno.

tok tok tok

“Masuk,” ucap Jaemin yang lagi elap wajahnya dengan handuk.

Pintu kamar Jaemin terbuka. “Kamu kenapa dichat gak dibales, ditelpon gak diangkat?”

Jaemin jatohin handuknya dan noleh ke arah pintu. “KAK JENO?!”

Iya gengs, ternyata Jeno yang berkunjung.

“Kamu kenapa?” tanya Jeno khawatir sambil menghampiri Jaemin, diusap pelan bagian bawah mata yang keliatan bengkak.

Jaemin bener-bener sawan, KENAPA ADA JENO DISINI?!

“K-kak Jeno ngapain ke sini?” tanya Jaemin yang masih syok. “Kamu ngilang tiba-tiba, aku khawatir,” jawab Jeno.

Jaemin jauhin tangan Jeno dari pipinya. “K-kak Jeno gak jijik?”

Jeno natap bingung ke arah Jaemin. “jijik? aku malah marah tau bukan jijik!”

Jaemin melotot, JADI JENO MARAH KARENA DITIPU JAEMIN?!

Jaemin tiba-tiba nangis lagi bikin Jeno panik. “Eh eh kenapa?”

“M-maaf hiks, kalo a-aku nipu kakak, aku— hiks emang gak kalem!” ucap Jaemin sambil nangis kejer. “Huhuhuhuhu,” sangat terdengar pilu.

Jeno pun meluk Jaemin dengan erat.

“Aku marah karena kamu di sawer sama Haechan bukan karena ditipu sama kamu, lagian aku tau kok kamu suka goyang-goyang kayak gitu,” bisik Jeno sambil usap-usap rambut Jaemin supaya ini anak tenang.

Jaemin tambah sawan, TERNYATA PERCUMA DONG DIA JAGA IMAGE.

“E-emangnya— hiks, kak Jeno gak ilfeel sama aku?” tanya Jaemin.

Jeno geleng-geleng kepala. “Enggak kok, aku malah suka sama sifat ceria dan apa adanya dari kamu heheh.”

Ya ampun, bener-bener malaikat.

“Dan aku sesekali mau juga nyawer kamu hehe.”

Udahlah kawan, kita tinggalkan mereka berdua dikamar, karena bakal ada adegan kecup-kecupan.

Bagi Jaemin, Jeno itu like a prince. Tubuhnya tinggi, wajah kayak malaikat, kalo ngomong adem banget kalo didenger. Sejuknya sampe ke hati kalo kata Haechan mah.

Sayangnya beda banget sama kelakuan Jaemin yang bisa dibilang bar-bar.

Mungkin efek samping temenan sama Haechan dan Renjun yang gacor banget mulutnya :(

Kalo Jaemin beda, dia suka banget denger musik dangdut dan bakal reflek goyang-goyang layaknya biduan.

Biasanya Jaemin dimana pun kapan pun goyang, sekarang enggak. Dia lebih was-was karena takut Jeno bakal muncul.

Coba bayangin lagi joget senggol kanan, langsung berenti karena ngeliat Jeno ╥﹏╥ RASANYA TUH GAK ENAK BANGET BAGI JAEMIN.

Tapi demi Jeno, Jaemin akan menahan rasa pinggulnya untuk goyang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Gak asik banget sih kelas ini, speaker gue mana?” tanya Jaemin yang udah bosen kelas ini hening banget rasanya.

“Dipinjem kak Jeno, buat senam katanya,” jawab Seungmin dengan ademnya.

Jaemin melotot kaget, bukankah ini sebuah kesempatan buat dia? tapi bilang nya apa? masa iya “Kak, aku mau pake speaker nya buat dangdutan.”

GAK ETIS DONG?!

“DIH MASA DIPINJEM PINJEM SEH, KAN GUE MAU DANGDUTAN?!” tanya Haechan emosi.

“Eh maaf ya dek,” ucap Jeno yang tau-taunya udah ada di depan kelas. Haechan nutup mulutnya karena malu sedangkan Jaemin bersyukur dalam hati.

Untung bukan dia yang ngomong

“Ini punya siapa tadi?” tanya Jeno yang lagi megang speaker. “Jaemin, kak,” jawab Renjun sambil nunjuk Jaemin yang lagi bengong.

Jeno masuk ke kelas dan ngasih speaker nya ke Jaemin. “Makasih ya, Jaemin,” ucap Jeno sambil senyum ramah.

Jaemin nerima itu speaker sambil ngangguk pelan, sumpah dia ambyar parah.

“Kak, kata Jaemin ada bayarannya. Minta id line lo,” celetuk Junkyu dengan watados. “Lah, emang id line? setau gue minta hatinya,” sahut Jinyoung.

Jaemin langsung melotot ke arah mereka berdua. JANGAN BIKIN JAEMIN MAU NGAMUK YA, DIA LAGI JAGA IMAGE!

“Lah, bukannya lo juga mau minta id line Jaemin ke gue, bang?” tanya Hyunjin yang ikut-ikutan.

Eh eh apa nih? hati Jaemin geter-geter sendiri.

“Mending minta hati Jaemin aja kak, hati dia sekuat musik dangdut kok,” ucap Han yang lagi nyemil cireng.

Kayaknya abis ini bakal ada pembantaian.

“Udah ish! jangan gangguin kakak kelasnya, kasian tau,” omel Seungmin dengan wajah marah tapi sayangnya gemesin.

“Yaudah-yaudah, bang Jeno pergi bang,” usir Hyunjin sambil nutupin wajah Seungmin. Gemesnya Seungmin cuma buat Hyunjin >:(

Jeno yang punya hati hasil donor dari malaikat pun hanya ketawa gemes liat kelakuan temen adik kelas yang dia kenal, si Hyunjin.

Sedangkan Jaemin melotot kecil ke arah temen-temen brengsek nya ini.

“Jaemin,” panggil Jeno.

“Hm?” Jaemin langsung noleh dengan cepat. “Denger kan tadi Hyunjin ngomong apa? malem ini kakak chat ya,” ucap Jeno. “dah,” Jeno usap kepala Jaemin dengan gemas abis itu pergi.

Ninggalin kelas Jaemin yang langsung rame karena sorakan dan teriakan gemas, sedangkan Jaemin bengong padahal badannya udah digoyangin kesana-kesini.

Eh ini Jaemin gak mimpi kan? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Jaemin layaknya meraih cita-cita, dia bangga banget bisa jadi lebih dekat sama Jeno. walaupun masih belum dikasih kepastian😣😣

“Eh, lo ikut kan ke acara ultah Seungmin?” tanya Haechan.

Jaemin ngangguk. “Seungmin udah janji kan, dia mau joget koplo?”

Haechan ngangguk sambil ngasih jempol.

“Paksa kalo gak mau, dia harus bisa koplo! buktinya Sanha bisa kok!” ucap Haechan.

Jaemin bales dengan tawa, walaupun dalem hati mikir, Jeno gak mungkin dateng kan? Seungmin kan gak deket sama Jeno.

•••

“Bentar ya bentar, Seungmin lagi menyiapkan diri,” ucap Seungmin yang udah deg-degkan padahal cuma mau joget koplo.

“Gampang, Min!” sahut Haechan semangat. “Cuma tinggal senggol kanan, EYAA!! senggol kiri, EYYA!!” ucap Haechan sambil goyangin pinggul nya ke kanan dan ke kiri.

Jaemin di belakang pun ikutin gerakan Haechan sambil megang bahu Haechan dari belakang.

“Senggol kanan, EYYA!! senggol kiri, EYYA!!” ucap mereka berdua barengan.

Yang lain ketawa, sama hal nya juga dengan Seungmin. mungkin dia takut karena bakal keliatan gak asik kayak yang lain. Tapi pas liat mereka berdua asik banget, Seungmin jadi percaya diri entah kenapa.

Tiba-tiba musik berhenti, Hyunjin natap panggung penuh curiga. Terus abis itu terdengar musik koplo, yang lain langsung reflek joget, Hyunjin joget juga, tapi sambil nyari keberadaan Seungmin.

Hyunjin langsung melotot pas liat Seungmin dan kawan-kawan lagi joget di panggung.

WEHHH ASET NYA WEHHH, UDAH MANA GOYANG PINGGUL NYA MANTEP BENER.

Jaemin ambil duit dan pura-pura nyawer Seungmin, begitu juga dengan Haechan, Renjun dan Sanha.

“ASTAGA HYUNJIN!” Seungmin kaget tiba-tiba badannya digendong layaknya karung beras.

Temen-temen Seungmin gak peduli Seungmin dibawa kemana, yang penting tuh pANTURA DIGOYANGGGGG!

Haechan yang lagi enak-enaknya nyawer Jaemin langsung melotot pas liat ada Jeno dan Yoonbin lagi liatin mereka sambil goyang-goyang malu gitu.

Haechan nabok Jaemin dan nunjuk ke arah changwook. Jaemin yang lagi asik disawer pun noleh dan langsung melotot.

ADA JENO LAGI GOYANGIN JEMPOL TAPI NATAP DATAR KE ARAH DONGYUN.

ASTATANK, JAEMIN HARUS GIMANA INI?!

Jaemin turun dari panggung, rasanya udah kayak gagal meraih cita-cita, prestasi yang udah dibangun rasanya kayak hancur karena satu kesalahan.

Jaemin merasa matanya panas dan berembun, apa abis ini Jeno bakal jauhin dia?

Tadi muka Jeno gak enak banget diliat, Jeno nyesel deket sama orang bar-bar kayak dia?

Dada Jaemin nyesek, padahal dia gak pake beha.G

Jaemin mau pulang, rasanya dia udah gak ada muka buat ketemu Jeno. Gak peduli acara Seungmin belum selesai, intinya dia mau pulang.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Adek,” panggil sang mamah dari balik pintu.

“Iya mah?” sahut Jaemin dengan suara serak. “Ada temen kamu di bawah,” jawab sang mamah.

“Suruh ke atas aja mah,” balas Jaemin.

Jaemin bangun dari tempat tidurnya, ke kamar mandi untuk cuci muka sebentar. Matanya sembab abis nangis semaleman, dia gak berani nyalain hapenya. Takut ngeliat notif dari Jeno.

tok tok tok

“Masuk,” ucap Jaemin yang lagi elap wajahnya dengan handuk.

Pintu kamar Jaemin terbuka. “Kamu kenapa dichat gak dibales, ditelpon gak diangkat?”

Jaemin jatohin handuknya dan noleh ke arah pintu. “KAK JENO?!”

IYa gengs, ternyata Jeno yang berkunjung.

“Kamu kenapa?” tanya Jeno khawatir sambil menghampiri Jaemin, diusap pelan bagian bawah mata yang keliatan bengkak.

Jaemin bener-bener sawan, KENAPA ADA JENO DISINI?!

“K-kak Jeno ngapain ke sini?” tanya Jaemin yang masih syok. “Kamu ngilang tiba-tiba, aku khawatir,” jawab Jeno.

Jaemin jauhin tangan Jeno dari pipinya. “K-kak Jeno gak jijik?”

Jeno natap bingung ke arah Jaemin. “jijik? aku malah marah tau bukan jijik!”

Jaemin melotot, JADI JENO MARAH KARENA DITIPU JAEMIN?!

Jaemin tiba-tiba nangis lagi bikin Jeno panik. “Eh eh kenapa?”

“M-maaf hiks, kalo a-aku nipu kakak, aku— hiks emang gak kalem!” ucap dongyun sambil nangis kejer. “huhuhuhuhu,” sangat terdengar pilu.

Jeno pun meluk Jaemin dengan erat.

“Aku marah karena kamu di sawer sama Haechan bukan karena ditipu sama kamu, lagian aku tau kok kamu suka goyang-goyang kayak gitu,” bisik Jeno sambil usap-usap rambut Jaemin supaya ini anak tenang.

Jaemin tambah sawan, TERNYATA PERCUMA DONG DIA JAGA IMAGE.

“E-emangnya— hiks, kak Jeno gak ilfeel sama aku?” tanya Jaemin.

Jeno geleng-geleng kepala. “Enggak kok, aku malah suka sama sifat ceria dan apa adanya dari kamu heheh.”

Ya ampun, bener-bener malaikat.

“Dan aku sesekali mau juga nyawer kamu hehe.”

Udahlah kawan, kita tinggalkan mereka berdua dikamar, karena bakal ada adegan kecup-kecupan.

Jaemin lagi-lagi berada di mimpinya yang selalu sama.

Bayangan hitam yang selalu bertanya.

“Kapan kita bisa bertemu lagi?”

🔞

“M-masterhh..”

Kening Jeno mengkerut bingung, ia bahkan hanya menyentuh pinggang ramping itu, benar-benar menyentuh, tak ada pergerakan lain, tapi respon Jaemin sungguh di luar ekspektasi.

Si manis dalam pangkuannya itu bergerak gelisah. dan sejujurnya sedikit mengganggu Jeno, karena belahan pantatnya terus mengusak bagian selatannya.

“Nana.. kamu kena―ngh!”

Jeno berjengit saat Jaemin melesakkan wajahnya ke arah perpotongan lehernya, mengusak-usakkan hidungnya di sana, sesekali menjilat permukaan jenjang itu.

“Master wangi, Nana suka,” bisiknya, lantas melanjutkan kegiatannya di perpotongan leher Jeno.

“Nyahh!”

Niat hati, Jeno ingin menghentikan kegiatan Jaemin dengan meremas ekor kucing itu, namun Jaemin kembali meloloskan lenguhannya.

“M-master.. m-mau.. nghh.. mau master.”

Jeno mengerutkan keningnya kembali, sepertinya ia tahu apa yang terjadi.

“Kitten, your period...”

Jaemin mengangguk di balik lehernya.

“Help me master.. uhh.. it's hurt.”

Bruk!

Tubuh Jaemin terhempas ke atas kasur, kungkungan kedua lengan Jeno pada tiap sisi tubuhnya datang menyusul.

As your wish, kitten.

“Eumphh..”

Bibir itu diraup rakus, membuat Jaemin kesenangan hingga membalas kecupan basah itu dengan berantakan.

Tangan Jeno mulai mengiringi ciumannya dengan hal jauh, meraba seluruh anggota tubuh Jaemin. Mengusap leher, punggung sempit, bahkan pinggang ramping itu dengan tergesa.

Tubuh Jaemin menggelinjang, merasa frustasi dengan sentuhan Jeno yang semakin menaikkan birahinya.

Lenguhan tertahan terus mengalun dari bibirnya yang terbungkam pangutan panas Jeno di atasnya.

Bunyi kecipak selanjutnya tercipta ketika Jeno melepaskan tautan bibir keduanya.

“Eumh.. akhh!”

Mulut kucing manis itu terbuka, menjerit saat deretan gigi sang master menancap di lehernya, memecahkan pembuluh darah untuk selanjutnya menciptakan sebuah bercak merah keunguan yang membekas kontras.

Bukan hanya satu, Jeno tak ada henti menciptakan kissmark pada tiap area leher putih itu.

Jaemin bergerak gelisah, telinga kucingnya berdiri tegak, menegang kegelian, ekornya tak pernah berhenti bergerak di antara kakinya.

“Anghhh...”

Hingga, dengan tak sengaja ekor itu menyapu gundukan besar di balik celana kain Jeno, membuat sang master menggeram rendah.

“Menggodaku, hm?”

M-master―nyahh!”

Jaemin menjerit frustasi saat Jeno mencengkram ekornya dengan cukup kuat.

Jeno tak tahan, dengan gerakan terburu melepas kaus yang ia kenakan, lantas membuangnya ke sembarang arah. hal sama pun ia lakukan pada piama kucing manisnya, hanya saja sedikit kasar, karena Jeno lebih memilih untuk merobeknya dengan tak sabaran.

“Akhh.. eumhh.. M-masterhh.

Tubuh Jaemin kembali menggelinjang ketika Jeno meraup putingnya yang mencuat minta dilahap.

Lidahnya dengan lihai bermain di atas puting pink menggemaskan itu, menjilat dan mengulumnya dengan penuh nafsu, sementara tangannya yang bebas turun untuk mengelus adik kecil di antara selangkangan kitten manisnya.

Kepala Jaemin pening rasanya, terlalu pening karena apa yang Jeno lakukan ia rasa terlalu nikmat dan menyiksa. apalagi ketika tangan brengsek itu mulai bergerak masuk ke dalam celananya, memberi remasan sensual pada miliknya yang kecil.

“AKHH!”

Kaki Jaemin meronta, mulutnya menjerit ketika tanpa aba-aba Jeno memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang kering milik Jaemin.

M-masterh.. eungh.. hiks! s-sakith..”

“Stt.. rileks kitten, hm.. rileks.”

Jeno melahap kembali bibir itu, kembali mengajak Jaemin masuk ke dalam pergumulan bibir dan lidah. Sementara di bawah, ia sibuk memaju mundurkan jarinya dalam rematan senggama milik sang kitten.

“Emphh!”

Jeno semakin menekankan bibirnya, bergerak liar memanjakan bibir manis itu, tak membiarkan Jaemin melepaskan ketika si manis tersentak karena Jeno menambah dua jarinya di bawah sana.

Lidah Jeno ia lesakkan ke dalam mulut sang kitten, memporak-porandakan isi mulut si manis miliknya.

Tak lama kemudian, sesuatu dapat Jeno rasakan di tangannya. basah dan lengket, Jaemin telah sampai pada orgasme pertamanya.

M-master..”

Yes, kitten?

Jaemin menatap Jeno dengan mata sayu dan semburat merah yang menjalar di pipi.

sungguh menggoda birahi.

I want..”

“What?”

“Your dick.”

Jeno menggeram, ketika ekor Jaemin kembali mengelus miliknya dengan nakal.

“Fuck, kitten!”

bruk!

Jaemin membalikkan posisi mereka, lantas tersenyum miring sambil menatap wajah Jeno yang terlihat sedikit frustasi karena dengan nakal Jaemin menggesekkan belahan sintalnya di atas penis Jeno.

“Shit, i'll punish you, kitten!”

“After this, yes master?”

Jaemin mengerling nakal, lantas setelahnya merangkak mundur, memposisikan wajahnya di depan kejantanan keras di balik celana itu. tangannya dengan lihai lekas menanggalkan semua yang Jeno kenakan.

Mata Jaemin berbinar takjub melihat kejantanan Jeno di depan wajahnya.

“Lahap!”

Tentu dengan senang hati Jaemin menurut. awalnya mengocoknya terlebih dahulu, menjilatinya bagai permen yang lezat, setelahnya lekas melahap kejantanan besar itu dengan rakus.

“Akh.. yes kittenhh..”

Jaemin mulai memaju-mundurkan kepalanya, menghisap kuat kejantanan Jeno yang memenuhi mulutnya.

“Lambat!”

Jeno bangkit, kedua sisi kepala Jaemin dipegang, kemudian digerakkannya untuk memaju-mundurkan kepala itu. Jaemin sama sekali tak masalah meski sempat tersedak, kejantanan Jeno amat nikmat.

“Ahh.. ahh.. yeshh, eumh!”

Jeno menengadahkan kepalanya, kini tangannya tak lagi mencengkram kepala Jaemin, membiarkan si manis bergerak dengan sendirinya.

Gerakan pada kuluman mulut Jaemin di kejantanannya semakin cepat, seiring dengan Jeno yang hampir sampai pada putihnya.

“Ahhh.. kittenhh.

Cairan putih itu melesak keluar, membasahi mulut Jaemin hingga tak dapat tertampung dan berakhir mengalih keluar dari mulut si manis, turun membasahi dagu hingga lehernya.

Jeno lekas menarik kucing manis itu ke atas pangkuannya, lantas segera kembali mencium bibir itu dengan rakusnya, menikmati cairannya sendiri dalam mulut si manis.

“Ukhh.. masterh..

Mulut Jaemin turun, menjilatin cairannya yang lain, yang membekas di area dagu dan leher Jaemin, membersihkannya tanpa sisa.

M-masterh.. a-kuhh gak tahanh..”

Cup!

Jeno tersenyum setelah mendaratkan kecupan singkat itu di atas bibir Jaemin.

“Lakukan apa yang kamu mau, sayang. aku milik kamu.”

Jaemin mengangguk, tangannya bergerak ke bawah, mencari adik Jeno di bawah sana, menggenggamnya hingga Jeno sedikit meggeram.

“A-anghh..”

Kucing manis itu mendongak, ketika tangannya mulai berusaha untuk memasukkan penis besar itu ke dalam lubangnya.

“ANGHH!!”

Karena tak sabar, Jeno ikut andil, menyentak masuk penisnya ke dalam lubang mengkerut milik si manis.

Jaemin bergerak gelisah, mencoba menyamankan penis besar Jeno dalam senggama hangat miliknya.

“A-ayoh.. kittenhh.. be-bergerakhh..”

Sang kitten mengangguk, mengulurkan tangannya untuk bertopang di atas bahu lebar sang Master, kemudian dirinya mulai bergerak menaik-turunkan bokong sintalnya di atas pangkuan Jeno.

“Anghh.. masterhh, eumhh!”

Jeno tersenyum kenikmatan, tangannya ikut terulur untuk bertengger di tiap sisi pinggul Jaemin, membantu pergerakkan si manis menaik-turunkan tubuhnya.

Yeshh, kitten―ugh! fasterhh..”

plak!

“Nyahh! masterhh.”

Jeno menampar bongkahan sintal itu, lantas beralih meremasnya dengan kuat.

Keduanya saling beradu lenguhan panas, menjerit kenikmatan diiringi suara kulit yang saling beradu dengan kuat.

Jeno melenguh, ketika ekor Jaemin bergerak menyapu punggung polosnya, menggodanya untuk melakukan sesuatu.

“Akhh!”

Kepala Jaemin menengadah ke atas, berjengit ketika Jeno meraup putingnya kembali, menghisapnya dengan kuat dan memelintirnya.

Gerakan Jaemin semakin cepat, kali ini kedua tangan mungilnya itu berpindah untuk memeluk leher Jeno dengan erat, tanpa sadar mencakar permukaan collarbone masternya demi melampiaskan kenikmatan penis Jeno yang terus menghentak di bawah sana.

Jeno paham, Jaemin sudah kewalahan. Terbukti dengan napas kucingnya yang mulai tak berarturan.

Oleh karena itu, Jeno lekas membalik posisi mereka, merebahkan tubuh Jaemin di atas kasur tanpa melepas tautan penisnya dalam lubang sang kitten.

“Gantian ya sayang, kali ini aku yang main.”

Jeno menarik penisnya dengan pelan, sangat pelan, hingga Jaemin melenguh kenikmatan.

Ketika penis besar itu hampir terlepas dari senggama hangat sang kitten―

jleb!

“AKHH MASTER!”

Jeno kembali menghentak keras penisnya untuk kembali masuk, menabrakkan ujungnya hingga menyentuh titik manis yang ia cari-cari.

“Umhh.. kitten, shh.. you're so sexy with a bitch face like this.”

Jeno tak berbohong, wajah Jaemin benar-benar menggoda saat ini. Bibir bengkak yang terbuka tanpa sekalipun absen untuk mengeluarkan desahan, mata sayunya, wajah memerah padam, juga keringat yang membanjiri kening hingga rambutnya lepek.

Di tambah, tubuh itu benar-benar mengkilap dengan keringat yang ikut membanjiri, sungguh menaikkan nafsu seorang Lee Jeno.

M-masterhh.. ughh.. a-aku gak tanah, eumh!”

“Sebentar, ya, sayang. aku mau main sebentar lagi.”

Jeno memposisikan kedua tangannya di tiap sisi pinggul Jaemin, kemudian kembali menghentakkan miliknya dengan tempo yang cepat, mengundang jeritan Jaemin untuk kembali melesak lewat mulutnya.

Pusing, kini yang sedang Jaemin rasakan. berkali-kali tubuhnya terhentak karena permainan Jeno di bawah sana. mulutnya pun tak ada lelah mendesahkan nama masternya dengan sangat menggoda. bagian bawahnya sakit, namun terasa nikmat di saat yang bersamaa.

Jaemin selalu suka sentuhan Jeno, sangat suka.

“Eungh! m-masterh..”

Jeno mengangguk, “T-togetherhh.. eumhh kittenh..”

Setelahnya, cairan putih itu menyembur banyak, membasahi perut Jeno, juga perut Jaemin hingga merembes ke kasur.

Tubuh Jeno ambruk, di samping Jasmin. ia lekas menarik kittennya itu untuk masuk ke dalam pelukan hangatnya.

“U-uhh.. master.”

“Yes, kitten?”

Jaemin menunduk.

“L-lepasin dulu.. shh.. adek masternya..”

Jeno menggeleng, sambil mulai memejamkan mata.

No, sekarang tidur!”

Berawal dari banner

“Ini beneran gapapa?” tanya Hyunjin khawatir.

Renjun menatap nyalang ke arah Hyunjin.

“Ini kan Jaemin, bukan Haechan. Udah gas aja,” balas Renjun sambil mengibaskan tangannya seakan mengatakan keadaan pasti baik-baik saja.

Jeno tersenyum senang, tertawa setan dalam hati dengan rencana jahil mereka. Sedangkan Mark agak sedikit khawatir tapi tentu saja ia tidak mau melewati kesempatan ini.

Mark menatap Jeno, Jeno pun membalas tatapan itu kemudian mengangguk.

Mereka berdua kini berjalan santai ke arah Jaemin yang sedang mengobrol dengan Haechan di pojok kelas. Posisi Jaemin sekarang tengah membelakangi papan tulis, duduk di atas meja.

Haechan melirik bingung ke arah Mark dan Jeno yang kini berjalan ke arah Jaemin dengan begitu mencurigakan.

“MMMPPPHHHHHH!!!”

Mulut Jaemin dibekap oleh tangan kekar Jeno, Jaemin reflek menyentuh tangan Jeno yang berada di mulutnya, mencoba melepaskan.

Jaemin melotot kaget saat tiba tiba badannya diangkat oleh Mark, kemudian badannya dibawa ke depan papan tulis.

Jaemin mengumpat dalam hati saat melihat banner bekas acara kelas tengah digelar di lantai yang sudah disiapkan oleh Renjun dan Hyunjin. Tubuhnya diletakkan di atas banner itu. Kemudian Renjun mendorong tubuhnya ke samping bermaksud untuk menggulung tubuhnya.

Jaemin tentu saja sudah menjerit-jerit sambil mengumpat.

Setelah tubuhnya berhasil digulung, kini Hyunjin mengambil tali dan mengikat tubuhnya.

“LEPASINNNNNN,” rengek Jaemin.

Jaemin berteriak saat merasakan tubuhnya diangkat.

Jeno, Mark, Renjun, dan Hyunjin kini membopong tubuhnya keluar kelas. Kakinya yang berada di luar gulungan kini bergoyang-goyang memberontak.

“MAMAAAAA,” ucap Jaemin yang sekarang ketakutan.

Jaemin mengumpat dalam hati karena malu saat kelas lain melihatnya dalam keadaan seperti ini.

Mereka berhenti, tubuhnya kini tergeletak di koridor. Renjun dengan biadabnya mendorong Jaemin masuk ke dalam kolong bangku panjang yang berada di depan kelas.

Mereka pun meninggalkan Jaemin dalam keadaan mengenaskan. Jaemin dengan kekuatan tersisa pun akhirnya berhasil keluar dalam jeratan banner tersebut.

Baru saja ia ingin menghampiri kelas, tapi tertahan saat melihat Jeno tersenyum jahil ke arahnya.

“Bangsat lo ya! Kurang ajar! Sebel!!!!” Jaemin terus-menerus memukul bahu Jeno dengan sebal.

Jeno hanya merintih sok kesakitan, padahal dalam hati ketagihan atas pukulan yang diberikan Jaemin.

Jaemin pun memberhentikan tindakannya, kini ia berbalik bermaksud pergi ke kelas. Membalas dendam tentu saja.

Tapi Jeno menahan tangannya.

“APAAN LAGI,” tanya Jaemin yang kini sedang mode maung.

“Ke kantin aja yuk,” jawab Jeno sambil tersenyum kalem.

Jelas sekali Jaemin menolak! “Gak!” “Gue mau bales dendam ke tiga manusia biadab itu! Gue juga belom puas siksa lo!!”

Jeno yang tidak tahan pun akhirnya mencubit pipi Jaemin. Ughh, anak ini sungguh menggemaskan saat ia marah.

“Gue traktir,” ucap Jeno dengan wajah meyakinkan.

Jaemin kini menatap tajam ke arah Jeno, berpikir sebentar atas tawaran Jeno. Hmmm, boleh juga, ia akan membalas dendam dengan membeli banyak makanan.

“Traktir gue yang banyak!” ucap Jaemin dengan wajah penuh tuntutan.

Jeno mengangguk sambil tersenyum.

Jaemin kini tersenyum manis, lalu menggandeng tangan Jeno. Berjalan bersama ke arah kantin.

“Tapi gue masih sebel sama lo ya! Gak cuma di kantin, tapi tempat lain juga,” ucap Jaemin sambil mengembungkan pipinya.

Jeno mencubit pipi itu. “Modus lu, bilang aja mau jalan berdua sama gue.”

Jaemin langsung melepaskan gandengannya.

“Idih, najis!” balas Jaemin sinis.

Jeno mendengus mengejek, kemudian ia membawa tangan Jaemin untuk menggandengnya kembali.

“Jangan dilepas, enak tau.”

Sekarang gantian Jaemin yang mendengus, sebal akan sikap Jeno yang kekanakan.

“Terobsesi banget lo sama gue,” celetuk Jaemin.

Jeno tertawa tampan saat mendengar kalimat yang dilontarkan Jaemin.

“Bukan obsesi, tapi cinta.”

Jaemin menahan diri supaya pipinya tidak merah. Kalimat yang diucapkan Jeno memang sederhana, akan tetapi efek samping untuk jantungnya sangat kuat.

“Lo tuh ya,” ucap Jaemin sambil menatap sinis ke arah Jeno. “Kalo gue baper emang mau tanggung jawab?”

Jeno tersenyum sebentar menatap Jaemin, kemudian menatap ke arah lain.

“Akhirnya baper juga, gue jadi gak baper sendirian,” guman Jeno yang masih mampu di dengar oleh Jaemin.

Jaemin reflek melepaskan gandengannya kembali.

“Gak waras lo ya!?” tanya Jaemin.

Jeno menatap Jaemin dengan tenang, suasana sangat mendukung. Sekarang bukan jam istirahat sehingga tangga sekolah sepi akan murid-murid.

“Kalo suka sama lo berarti gak waras ya?” tanya Jeno.

Mulut Jaemin terbuka lebar, shock akan kalimat yang dilontarkan Jeno.

“Jen, kalo kena ToD bilang aja langsung. Gosah kayak gini, bikin orang kaget aja lo,” ucap Jaemin sambil mendengus sebal.

Jeno menggeram dalam hati, apa yang harus ia lakukan supaya Jaemin percaya?

“Lo gak percaya banget kayaknya ya?”

“Gue gak percaya dajjal.”

Jeno reflek mengumpat, memang ya, oknum bernama Na Jaemin tidak bisa diberikan sikap lembut, nanti ngelunjak.

“Jaemin,” panggil Jeno yang sekarang berjalan mendekat ke arah Jaemin. Jaemin memundurkan badannya sampai ke dinding. Menatap takut sekaligus merona akan sikap Jeno.

Astaga, kenapa Jaemin baru sadar Jeno begitu tampan?

Iya, jarak wajah Jeno dan Jaemin hanya berbatas beberapa senti.

Jeno membawa tangan halus Jaemin ke dadanya, Jaemin terkejut saat merasakan jantung Jeno yang berdetak begitu cepat.

“Setiap deket lo, ini yang gue rasain,” ucap Jeno begitu lembut.

Jaemin rasanya ingin menghajar dan meneriaki Jeno dengan segala hujatan yang ia hafal.

Mana mungkin kan? Jeno????? Pangeran sekolah yang Jaemin beruntung bisa sekelas dengannya.

“Bercanda lo,” ucap Jaemin yang masih denial.

Jeno kini menjauh, mengacak rambutnya frustasi. Sedangkan Jaemin terdiam, berusaha menetralkan dirinya yang hampir gila.

Jeno berhenti mengacak rambutnya, ide gila muncul dibenaknya. Jeno menatap Jaemin antusias, sedangkan Jaemin tidak mengerti maksud akan tatapan itu.

“Gue bakal teriak lari keliling lapangan, teriak kalo gue suka sama lo,” ucap Jeno dengan tatapan sungguh-sungguh.

“AW!!”

Jeno terkena tabokan Jaemin.

“Gosah ngadi-ngadi lo ya!” ucap Jaemin yang melotot ke arah Jeno.

Jeno memasang wajah melas. “Sumpah Jaemin, gue suka banget sama lo. Gue harus apa biar lo percaya?”

Jaemin hanya diam, tidak merespon. Kemudian ia berjalan menuruni tangga. Jeno menghela nafas pelan, gagal sudah percobaan pertama. Harusnya ia tidak gegabah seperti tadi.

“Lo suka sama gue, tapi gak minta gue jadi pacar lo.”

Eh?

Jeno langsung menoleh ke arah Jaemin yang sudah menjauh menuruni tangga.

“TUNGGU PACAR MU JAEMIN.”

“GAK WARAS LO!”

🌼

Keadaan ruang tamu menegang, Jaemin yang marah, Jeno yang bingung. Kacau, semuanya kacau semenjak Jeno pulang dan Jaemin langsung memarahinya.

“Gila ya kamu jen?”

“Aku salah apa na?!”

Jeno murka, ia bingung dan muak disalahkan terus menerus oleh Jaemin.

“Kamu masih nanya?” tanya Jaemin dengan tatapan tidak percaya. Matanya menyorot rasa kecewa begitu ketara.

Jeno menjambak rambutnya, ia bingung harus apa.

“Jelasin ke aku dulu,” ucap Jeno yang berusaha selembut mungkin.

Jaemin menunjuk wajah Jeno.

“KAMU SELINGKUH!”

Jeno terkejut, suara Jaemin yang menggema keseluruhan ruangan membuatnya marah.

“Kamu nuduh aku?” tanya Jeno marah.

Jaemin mendengus pelan.

“Jen, aku wajarin kalo kamu pulang malem karena kerjaan. Tapi aku gak bisa wajarin saat liat kamu rangkul sekretaris kamu itu,” ucap Jaemin penuh penekanan membuat nafas Jeno tercekat. “Aku gak ngerti, dan tambah gak ngerti saat liat kemeja kamu ada cap lipstik!!!” bentak Jaemin.

Jeno menelan ludah susah payah, hatinya terasa tertusuk saat melihat mata Jaemin yang ingin mengeluarkan air mata.

“Jeno,” panggil Jaemin. “Bosen sama aku tinggal bilang, jangan kayak gini caranya.”

Jeno dengan nafas memburu mencoba merengkuh tubuh Jaemin, Jaemin dengan jelas menolak hal itu.

“Kamu mikir gak sih?” tanya Jaemin sambil menatap tak habis pikir ke arah Jeno. “Kamu udah punya anak jen, udah punya Jisung!” lanjutnya.

Jaemin mengusap air matanya. Jeno bingung, bingung harus menjelaskan darimana.

“Aku mau cerai.”

Jaemin berdiri tegak, menatap lurus ke arah Jeno saat berkata demikian. Matanya tidak menyorot ketakutan, kuat, sangat kuat sampai Jeno takut menatap mata itu.

“Na,” panggil Jeno lirih.

“Cerai,” sahut Jaemin penuh penekanan.

Jeno kini menggenggam tangan Jaemin.

“Kita omongin baik-baik ya? Kasian Jisung,” ucap Jeno dengan nada frustasi.

Jaemin menepis tangan Jeno. “Gak!” tolaknya. “Jisung gak pantes punya ayah kayak kamu!”

Jeno frustasi, ia bingung harus melakukan apa.

“Jaemin aku mohon, jangan gini,” pintanya lirih.

Jaemin tidak peduli, rasa sakit karena penghianatan lebih mendominasi.

“A-aku bisa jelasin,” ucap Jeno selembut mungkin. “Ini gak kayak yang kamu pikir,” lanjutnya dengan wajah meyakinkan.

“GAK!!!”

Air mata kini membanjiri pipi Jaemin, menangis lirih menatap Jeno penuh benci.

“Aku benci kamu! Kamu jahat! Aku salah apa?! KENAPA KAMU KAYAK GINI KE AKU JENO!!!!?”

Jeno maju, merengkuh tubuh Jaemin. Tidak peduli dengan pukulan lemah di dadanya, yang Jeno rasakan kini adalah rasa bersalah. Kebodohan terbesar nya, mengkhianati istrinya sendiri.

“Maaf,” -batin Jeno.

•••

Jisung merasakan aura yang berbeda di rumahnya. Ia memang masih kecil, tapi ia tau dari sikap kedua orangnya, hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja.

Wajah bundanya begitu datar, sedangkan wajah ayahnya begitu frustasi menatap ibunya.

Sudah seminggu keadaan kedua orang tuanya seperti ini, seperti orang yang tidak kenal satu sama lain, walaupun sebenarnya Jisung merasa bahwa bundanya lah yang memberi benteng kepada ayahnya.

“Jisung mau jalan-jalan,” pintanya ke arah bundanya.

Bundanya kini menatap Jisung lembut. “Jalan-jalan kemana?”

“Kemana aja, asalkan sama bunda dan ayah,” jawab Jisung dengan sorot wajah polos dan tulus.

Jaemin ingin menangis saat mendengar permintaan anaknya. Ia mengangguk, lalu memeluk anaknya. Meminta maaf dalam hati karena tidak tega bila Jisung mengetahui hal yang sebenernya.

Sedangkan Jeno, mengusap air matanya yang keluar. Merasa menjadi orang bodoh dan jahat karena merusak keluarganya sendiri.

. . . . . . . . . . . . . . . .

“Bunda sama ayah foto disana, Jisung yang fotoin,” ucap Jisung sambil menunjuk sebuah bangku taman dengan wajah semangat.

Jaemin dan Jeno menatap canggung satu sama lain. Kini mereka berdua duduk berdampingan di atas bangku taman. Tangan Jeno bergerak merangkul tubuh Jaemin begitu mesra.

Keduanya memasang senyum palsu, Jisung memotret mereka berdua dengan raut wajah bahagia. Anak kecil itu melihat hasil jepretannya dengan bangga dan tertawa bahagia.

Jaemin melihat itu langsung merasa hatinya menghangat, begitu juga Jeno.

“Maaf ya Jeno,” bisik Jaemin.

Jeno menoleh agak terkejut ke arah Jaemin.

“Maaf kamu harus keliatan pura-pura bahagia sama aku demi kebahagiaan Jisung.”

Bukan Jaemin, bukan seperti itu! Salah! Jeno tidak pernah merasa begitu!

•••

“Kenapa berhenti?” tanya Jaemin saat mobil berhenti di sebuah jalanan sepi.

Jeno melirik kaca spion yang memantulkan bayangan Jisung yang tertidur di belakang.

“Aku gak tau harus mulai dari mana,” ucap Jeno yang tetap menatap ke arah jalanan di depannya. “Aku minta maaf, minta maaf banget sama kamu. Aku bodoh, aku jahat, pokoknya keburukan ada di diri aku. Aku gak tau kenapa aku bisa jadi bajingan kayak gitu,” mata Jeno kini berair, menahan air mata untuk keluar.

“Aku... Aku gak tau harus gimana biar kamu maafin aku,” air mata Jeno kini jatuh, meremas rambutnya frustasi sambil menahan isak tangis.

“Maafin aku,” lirik Jeno. “Tolong maafin aku,” Jeno bersandar ke kursi pengemudi sambil menutup matanya.

Jaemin kini menatap ke arah lain, tak sudi menatap ke arah Jeno.

“Jaemin,” panggil Jeno yang sama sekali tidak terdengar sahutan dari Jaemin.

“Aku kenal kamu dari awal masuk SMA, kamu cantik, bener-bener cantik sampai aku bingung sendiri. Bingung gimana cara dapetin kamu, aku udah dapetin kamu tapi aku malah sia-siain kamu hahahaha,” tawa Jeno begitu hambar. “Aku sibuk, sibuk kerja sampai bikin aku stress, terus dia dateng, godain aku. Aku bodoh karena tergoda. Aku bodoh, aku bodoh Jaemin maafin suami kamu yang bajingan ini,” lanjut Jeno sambil memukul kepalanya terus menerus.

Jaemin langsung menoleh, menahan tangan Jeno dan menatap pria itu.

“Kamu kasih aku pelet apa?” tanya Jaemin marah. “Aku sampai sekarang gak bisa buat surat cerai buat kamu! Aku gak bisa benci kamu seutuhnya! Kamu bikin aku luluh cuma dari kata-kata kamu yang tadi! Kamu apain aku Jeno?!”

Jaemin marah, marah kepada dirinya karena begitu mencintai suaminya ini.

“Jaemin,” lagi-lagi Jeno memanggilnya dengan nada frustasi.

Jaemin menangis, menatap benci ke arah Jeno.

“Aku cinta sama kamu Jeno.”

Dada Jeno merasa begitu sesak.

“Jangan jadi jahat lagi.”

“Iya.”

“Jangan tergoda lagi.”

“Iya.”

“Kalo stress kerja bilang aku.”

“Iya.”

“Iya-iya aja, janji!”

Jeno tertawa dengan air mata yang terus membanjiri pipinya.

“Iya Lee Jaemin, aku janji.”

Jaemin tersenyum, tersenyum bahagia. Rasa sesak yang menyelimuti dirinya dari kemarin kini terlepas, tergantikan rasa bahagia.

Namun sorot wajah Jaemin berganti menjadi sinis.

“Kamu udah sampai mana sama sekretaris ganjen mu itu?”

“C-ciuman.”

Jaemin melipat tangannya di dada, menyender sambil mendengus sebal.

“Pokoknya abis pulang harus layanin aku! Hapus semua bekas cewek itu! Pecat juga cewek itu!”

Jeno tersenyum, mencubit gemas pipi istrinya ini.

“Makasih Lee Jaemin, aku cinta sama kamu.”

Pipi Jaemin memerah saat mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Jeno.

“Pulang!”

“Iya sayang, gak sabar ya dapet layanan dari aku?”

“Ish! Aku masih ngambek ya!!”

“Iya maaf. Ngomong-ngomong, gimana kalo sekalian aja proyek anak kedua?”

“JENO!”

🌼

Keadaan ruang tamu menegang, Jaemin yang marah, Jeno yang bingung. Kacau, semuanya kacau semenjak Jeno pulang dan Jaemin langsung memerahinya.

“Gila ya kamu jen?”

“Aku salah apa na?!”

Jeno murka, ia bingung dan muak disalahkan terus menerus oleh Jaemin.

“Kamu masih nanya?” tanya Jaemin dengan tatapan tidak percaya. Matanya menyorot rasa kecewa begitu ketara.

Jeno menjambak rambutnya, ia bingung harus apa.

“Jelasin ke aku dulu,” ucap Jeno yang berusaha selembut mungkin.

Jaemin menunjuk wajah Jeno.

“KAMU SELINGKUH!”

Jeno terkejut, suara Jaemin yang menggema keseluruhan ruangan membuatnya marah.

“Kamu nuduh aku?” tanya Jeno marah.

Jaemin mendengus pelan.

“Jen, aku wajarin kalo kamu pulang malem karena kerjaan. Tapi aku gak bisa wajarin saat liat kamu rangkul sekretaris kamu itu,” ucap Jaemin penuh penekanan membuat nafas Jeno tercekat. “Aku gak ngerti, dan tambah gak ngerti saat liat kemeja kamu ada cap lipstik!!!” bentak Jaemin.

Jeno menelan ludah susah payah, hatinya terasa tertusuk saat melihat mata Jaemin yang ingin mengeluarkan air mata.

“Jeno,” panggil Jaemin. “Bosen sama aku tinggal bilang, jangan kayak gini caranya.”

Jeno dengan nafas memburu mencoba merengkuh tubuh Jaemin, Jaemin dengan jelas menolak hal itu.

“Kamu mikir gak sih?” tanya Jaemin sambil menatap tak habis pikir ke arah Jeno. “Kamu udah punya anak jen, udah punya Jisung!” lanjutnya.

Jaemin mengusap air matanya. Jeno bingung, bingung harus menjelaskan darimana.

“Aku mau cerai.”

Jaemin berdiri tegak, menatap lurus ke arah Jeno saat berkata demikian. Matanya tidak menyorot ketakutan, kuat, sangat kuat sampai Jeno takut menatap mata itu.

“Na,” panggil Jeno lirih.

“Cerai,” sahut Jaemin penuh penekanan.

Jeno kini menggenggam tangan Jaemin.

“Kita omongin baik-baik ya? Kasian Jisung,” ucap Jeno dengan nada frustasi.

Jaemin menepis tangan Jeno. “Gak!” tolaknya. “Jisung gak pantes punya ayah kayak kamu!”

Jeno frustasi, ia bingung harus melakukan apa.

“Jaemin aku mohon, jangan gini,” pintanya lirih.

Jaemin tidak peduli, rasa sakit karena penghianatan lebih mendominasi.

“A-aku bisa jelasin,” ucap Jeno selembut mungkin. “Ini gak kayak yang kamu pikir,” lanjutnya dengan wajah meyakinkan.

“GAK!!!”

Air mata kini membanjiri pipi Jaemin, menangis lirih menatap Jeno penuh benci.

“Aku benci kamu! Kamu jahat! Aku salah apa?! KENAPA KAMU KAYAK GINI KE AKU JENO!!!!?”

Jeno maju, merengkuh tubuh Jaemin. Tidak peduli dengan pukulan lemah di dadanya, yang Jeno rasakan kini adalah rasa bersalah. Kebodohan terbesar nya, mengkhianati istrinya sendiri.

“Maaf,” -batin Jeno.

•••

Jisung merasakan aura yang berbeda di rumahnya. Ia memang masih kecil, tapi ia tau dari sikap kedua orangnya, hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja.

Wajah bundanya begitu datar, sedangkan wajah ayahnya begitu frustasi menatap ibunya.

Sudah seminggu keadaan kedua orang tuanya seperti ini, seperti orang yang tidak kenal satu sama lain, walaupun sebenarnya Jisung merasa bahwa bundanya lah yang memberi benteng kepada ayahnya.

“Jisung mau jalan-jalan,” pintanya ke arah bundanya.

Bundany kini menatap Jisung lembut. “Jalan-jalan kemana?”

“Kemana aja, asalkan sama bunda dan ayah,” jawab Jisung dengan sorot wajah polos dan tulus.

Jaemin ingin menangis saat mendengar permintaan anaknya. Ia mengangguk, lalu memeluk anaknya. Meminta maaf dalam hati karena tidak tega bila Jisung mengetahui hal yang sebenernya.

Sedangkan Jeno, mengusap air matanya yang keluar. Merasa menjadi orang bodoh dan jahat karena merusak keluarganya sendiri.

. . . . . . . . . . . . . . . .

“Bunda sama ayah foto disana, Jisung yang fotoin,” ucap Jisung sambil menunjuk sebuah bangku taman dengan wajah semangat.

Jaemin dan Jeno menatap canggung satu sama lain. Kini mereka berdua duduk berdampingan di atas bangku taman. Tangan Jeno bergerak merangkul tubuh Jaemin begitu mesra.

Keduanya memasang senyum palsu, Jisung memotret mereka berdua dengan raut wajah bahagia. Anak kecil itu melihat hasil jepretannya dengan bangga dan tertawa bahagia.

Jaemin melihat itu langsung merasa hatinya menghangat, begitu juga Jeno.

“Maaf ya Jeno,” bisik Jaemin.

Jeno menoleh agak terkejut ke arah Jaemin.

“Maaf kamu harus keliatan pura-pura bahagia sama aku demi kebahagiaan Jisung.”

Bukan Jaemin, bukan seperti itu! Salah! Jeno tidak pernah merasa begitu!

•••

“Kenapa berhenti?” tanya Jaemin saat mobil berhenti di sebuah jalanan sepi.

Jeno melirik kaca spion yang memantulkan bayangan Jisung yang tertidur di belakang.

“Aku gak tau harus mulai dari mana,” ucap Jeno yang tetap menatap ke arah jalanan di depannya. “Aku minta maaf, minta maaf banget sama kamu. Aku bodoh, aku jahat, pokoknya keburukan ada di diri aku. Aku gak tau kenapa aku bisa jadi bajingan kayak gitu,” mata Jeno kini berair, menahan air mata untuk keluar.

“Aku... Aku gak tau harus gimana biar kamu maafin aku,” air mata Jeno kini jatuh, meremas rambutnya frustasi sambil menahan isak tangis.

“Maafin aku,” lirik Jeno. “Tolong maafin aku,” Jeno bersandar ke kursi pengemudi sambil menutup matanya.

Jaemin kini menatap ke arah lain, tak sudi menatap ke arah Jeno.

“Jaemin,” panggil Jeno yang sama sekali tidak terdengar sahutan dari Jaemin.

“Aku kenal kamu dari awal masuk SMA, kamu cantik, bener-bener cantik sampai aku bingung sendiri. Bingung gimana cara dapetin kamu, aku udah dapetin kamu tapi aku malah sia-siain kamu hahahaha,” tawa Jeno begitu hambar. “Aku sibuk, sibuk kerja sampai bikin aku setres, terus dia dateng, godain aku. Aku bodoh karena tergoda. Aku bodoh, aku bodoh Jaemin maafin suami kamu yang bajingan ini,” lanjut Jeno sambil memukul kepalanya terus menerus.

Jaemin langsung menoleh, menahan tangan Jeno dan menatap pria itu.

“Kamu kasih aku pelet apa?” tanya Jaemin marah. “Aku sampai sekarang gak bisa buat surat cerai buat kamu! Aku gak bisa benci kamu seutuhnya! Kamu bikin aku luluh cuma dari kata-kata kamu yang tadi! Kamu apain aku Jeno?!”

Jaemin marah, marah kepada dirinya karena begitu mencintai suaminya ini.

“Jaemin,” lagi-lagi Jeno memanggilnya dengan nada frustasi.

Jaemin menangis, menatap benci ke arah Jeno.

“Aku cinta sama kamu Jeno.”

Dada Jeno merasa begitu sesak.

“Jangan jadi jahat lagi.”

“Iya.”

“Jangan tergoda lagi.”

“Iya.”

“Kalo setres kerja bilang aku.”

“Iya.”

“Iya-iya aja, janji!”

Jeno tertawa dengan air mata yang terus membanjiri pipinya.

“Iya Lee Jaemin, aku janji.”

Jaemin tersenyum, tersenyum bahagia. Rasa sesak yang menyelimuti dirinya dari kemarin kini terlepas, tergantikan rasa bahagia.

Namun sorot wajah Jaemin berganti menjadi sinis.

“Kamu udah sampai mana sama sekretaris ganjen mu itu?”

“C-ciuman.”

Jaemin melipat tangannya di dada, menyender sambil mendengus sebal.

“Pokoknya abis pulang harus layanin aku! Hapus semua bekas cewek itu! Pecat juga cewek itu!”

Jeno tersenyum, mencubit gemas pipi istrinya ini.

“Makasih Lee Jaemin, aku cinta sama kamu.”

Pipi Jaemin memerah saat mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Jeno.

“Pulang!”

“Iya sayang, gak sabar ya dapet layanan dari aku?”

“Ish! Aku masih ngambek ya!!”

“Iya maaf. Ngomong-ngomong, gimana kalo sekalian aja proyek anak kedua?”

“JENO!”

⚠⚠⚠⚠

Pria itu mengerjapkan mata, menyesuaikan matanya dengan cahaya yang masuk. Hidungnya mendengus saat mencium bau amis yang begitu menyengat.

Saat pandangannya telah kembali fokus, kini ia menyipitkan matanya karena melihat seorang pria duduk cukup jauh di depannya. Menatapnya angkuh sambil tersenyum remeh.

“Siapa anda?” tanya pria itu yang menyadari dirinya telah diikat.

Jeno mendengus, pandangannya beralih ke arah mayat yang bergantung di atas langit. Sebuah besi tertancap di leher mayat itu.

Pria yang diikat ikut menatap mayat itu, wajah mayat itu bolong. Ah, mungkin karena pistol yang kini digenggam oleh Jeno.

“Na Jaemin, pria paling cantik yang saya temui,” ucap Jeno yang membuat pria itu menggeram. “Jangan beraninya anda sentuh dia!” balas pria itu penuh penekanan.

Jeno kini menatap tajam pria itu, menghampirinya sambil membawa sebuah pisau.

“ARGHH!”

Sebuah pisau tertancap di pahanya.

“Saya ingin potong lidah anda, ancurin mata anda dengan bor, potong jari-jari anda perlahan mengunakan gergaji karatan, ingin merobek bibir anda, ingin mengeluarkan isi perut buncit anda ini. Intinya, saya ingin siksa anda.”

Tubuh pria itu merinding. Jeno mengucapkan kalimat itu dengan wajah antusias yang begitu menyeramkan.

Wajah sumringah Jeno kini terganti dengan wajah sedih.

“Tapi saya harus nahan hal itu,” ucapnya sedih.

Tapi, tak lama kemudian Jeno menatap pria yang terikat itu dengan mata melebar antusias. “Tapi saya tetap bisa siksa anda dengan cara lain,” ucap Jeno yang kini mengambil sebuah tongkat.

Buk

Pipi pria itu terbentur oleh sebuah kayu yang keras.

Buk

Pipi yang lain pun ikut terbentur.

Jeno tersenyum senang saat melihat darah yang keluar, membuatnya tambah semangat melakukan aktivitasnya yang sekarang.

Jeno menghantam wajah pria itu dengan tongkat. Terus melakukannya sampai ia puas.

Darah kini menciprat baju dan wajah Jeno, sedangkan Jeno tertawa begitu keras, terus memukuli wajah pria itu yang sudah tidak berbentuk.

Jeno memasuki ruangan sambil menaikkan lengan kemeja sampai siku, menatap tajam ke arah wanita yang diikat di kursi dengan mulut tersumpal kain.

Mata itu menatap takut ke arah jeno, tubuhnya bergetar hebat membuat Jeno tertawa sinis.

Jeno meregangkan ototnya lalu menghampiri wanita itu. Menyentuh rambutnya perlahan, mengusapnya lembut lalu menariknya dengan kasar.

Wanita itu menjerit, Jeno terus menarik rambut wanita itu sambil mengingat sebuah kata yang pernah ia baca.

Rambut ku terus dijambak sama dia.

Jeno melepaskan tarikan tangannya dengan kasar, kini ia menghadap ke arah wanita itu. Tangannya terulur untuk mengelus lembut pipi yang basah karena air mata.

PLAKK!

Jeno menampar pipi itu dengan keras, Jeno tersenyum puas saat melihat darah yang menyatu dengan kain putih di bibir wanita itu.

Pipi ku ditampar juga, keras banget.

Jeno kini menampar kembali pipi yang lain dengan lebih keras, lagi-lagi ia tersenyum puas karena melihat kain putih yang tersumpal di mulut wanita itu berganti warna menjadi merah.

Kini Jeno berjalan ke arah meja, memilih benda apa yang akan ia pakai. Ia tersenyum saat melihat sebuah tang. Ia pun mengambilnya dan menghampiri wanita itu.

Wanita itu membelalakkan matanya saat melihat apa yang akan Jeno lakukan, lalu ia menjerit kesakitan saat kukunya dipaksa dicabut oleh tang tersebut.

Tangan ku bakal dicakar kalau aku gak ngerjain tugas dia.

Jeno mencabut semua kuku di jari wanita itu.

Jeno menatap mata gadis itu yang berair, ia kini mengarahkan tang tersebut ke bola mata orang yang di depannya ini lalu menariknya sampai keluar.

Mata ku pernah iritasi karena semprotan yang ia kasih.

Gadis itu terus menjerit, rasanya sakit, sangat sakit.

Jeno beranjak ke arah meja kembali, mengambil gergaji karatan yang sangat ia sukai itu. “Dilihat dari wajah anda, anda itu wanita gak tau diri. Saya yakin di sekolah anda, banyak murid yang anda bully,” ucap Jeno dengan nada tenang sambil mendengus sinis.

Jeno berbalik, berjalan perlahan ke arah wanita itu.

“Gak ada yang nyuruh saya lakuin ini ke anda, ini memang keinginan saya.”

Tubuh wanita itu bergetar dengan hebat.

“Anda salah cari sasaran, harusnya anda lihat-lihat dulu siapa yang anda bully,” bisik Jeno di depan wajah wanita itu.

Wanita itu kini berpikir keras, siapa yang ia bully sampai lelaki ini marah?

“Gak usah cari tau namanya,” ucap Jeno yang kini berjongkok, menatap kaki milik wanita itu. “Karena gak bakal sempat,” lanjut Jeno menatap tajam ke arah mata yang telah kehilangan pasangannya.

Wanita itu menjerit-jerit saat merasakan kakinya bergesekan dengan benda tajam, sedangkan Jeno terus melakukan pekerjaannya dengan senyum puas.

Kaki ku tersandung karena ulah wanita itu, sampai aku gak bisa jalan 3 hari.

Jaemin pasti senang, pasti.