Egyptianfly

Jaemin with baby ♡´・ᴗ・`♡

“APAANSIH NJUN, COK TAWU BANGET!”

“ECHAN YANG COK TAWU!!”

Jaemin pusing, melihat Renjun dan Haechan yang adu mulut karena memperdebatkan makanan kesukaan Jeno.

“Anak-anak” ucap Jaemin menenangkan keadaan sambil menggendong baby Jisung di pangkuannya.

“AYO CINI!!! ECHAN NDAK TAKUT CAMA NJUN!!” ucap Haechan sambil menendang-nendang tidak jelas yang badan gembulnya ditahan oleh Jeno.

“APA?! APAAA?!?!!!” balas Renjun sambil melotot.

Begitulah Renjun, bahkan hari pertama datang ke tempat penitipan anak saja sudah membuat Chenle menangis karena Renjun marah kepadanya.

“Bwa bwa bwa,” celoteh baby Jisung sambil bermain dengan kincringannya, sepertinya ia bahagia melihat para kakaknya berkelahi.

Jaemin pun agak berdiri dengan bertumpu pada kedua lututnya. “Kakak telpon mama papa ya????” ancamnya dengan nada setenang mungkin.

Haechan dan Renjun pun langsung terdiam sambil memanyunkan bibirnya.

“ECHAN DULUAN KAK!” tunjuk Renjun dengan wajah sinis menatap Haechan. Jeno menghela nafas karena ia bisa memprediksi akan ada perang ke dua.

Haechan yang dituduh pun jelas-jelas tidak terima.

“NJUN YANG DULUAN! NJUN COK TAWU!” balas Haechan tidak mau kalah.

Haechan memajukan badannya dengan wajah merah karena marah, sedangkan Renjun pun ikut memajukan badannya.

Chenle yang berada di sudut ruangan melirik hal itu sebentar, setelah itu fokus kembali pada kertas berisikan angka.

Saat ditanya sedang apa, ia menjawab. “Lagi menghitung caham.”

Maklum sih ya :)

Jaemin pun meletakkan baby Jisung di pangkuan Jeno, tersenyum menatap anak kecil tampan itu sambil berkata. “Jagain bentar ya,” ucap Jaemin.

Jeno dengan wajah memerah pun langsung mengangguk, memangku Jisung yang tidak bisa diam dengan susah payah. Amanah Kak Nana harus ia jaga!!

Jaemin menghampiri Haechan dan Renjun yang masih melotot satu sama lain.

“Kalo kalian berantem, Kak Nana sedih loh,” ucap Nana sambil cemberut.

Jeno menoleh dengan wajah terkejut, Baby Jisung menjatuhkan mainannya dengan dramatis, pensil Chenle pun langsung patah seketika.

“NDAKK BOLEHH!” protes Renjun dan Haechan.

Jeno kini mengambil mainan Baby Jisung dan memberikannya kembali ke Baby Jisung.

Jaemin dalam hati tersenyum licik karena rencananya berhasil, kelemahan mereka adalah dirinya.

Haechan dan Renjun langsung memeluk tubuh Jaemin.

“KAK NANA NDAK BOLEH CEDIHH HUWAAA.”

“MAAPIN NJUNNN HUHUHUHU.”

Jaemin memijat dahinya, kini dua bocah yang beradu mulut tadi menangis sambil memeluknya.

Jeno ingin ikut memeluk Jaemin tapi sayangnya karena Jisung masih di pangkuannya, ia jadi susah bergerak.

Sedangkan Chenle sedang perang batin, meraih serutan lalu melanjutkan pekerjaannya atau meninggalkan pekerjaannya lalu menghampiri Jaemin.

Akhirnya pilihannya adalah serutan.

Jaemin kini tersenyum, mengelus pucuk kepala dua bocah gemas yang memeluknya, dengan lembut ia berkata. “Kalian jangan berantem lagi ya, kan kalian teman, jadi teman gak boleh gitu.”

Haechan dan Renjun ingin protes, tapi mengingat kalau Jaemin akan sedih bila mereka berkelahi lagi akhirnya mereka mengangguk.

Jaemin pun memeluk mereka berdua dan lagi-lagi Jeno meraung-raung karena iri.

Jaemin melepaskan pelukannya, menatap kedua bocah di depannya. “Sekarang baikkan, minta maaf satu sama lain.”

Renjun dan Haechan saling lirik, agak lama dan akhirnya mereka menghela nafas. Sama-sama mengulurkan tangan lalu menerima tautan tangan satu sama lain.

“Echan minta maap.”

“Njun juga minta maap.”

Permohonan maaf dengan suara begitu datar dan mimik wajah tidak rela.....

Jaemin bertepuk tangan yang langsung diikuti oleh Jeno, Jisung, dan Chenle.

“Sekarang pelukan,” ucap Jaemin.

Haechan menarik tubuh Renjun kencang sampai berbunyi buk! Renjun menahan ekspresi wajahnya, dengan keras dia menepuk-nepuk punggung Haechan sambil tersenyum manis.

Jaemin yang melihat itu langsung segera memisahkan mereka dengan senyum andalannya supaya mereka luluh.

“Kak Nana,” tiba-tiba Chenle menghampirinya sambil membawa kertas.

Jaemin pun menoleh ke arah Chenle dan menatap kertas yang dibawa bocah China itu.

“Ini apa?” tanya Jaemin yang bingung menatap kertas di depannya.

Penuh coret-coretan pensil yang hanya berisikan angka-angka tidak jelas.

“Lele cudah menghitung biaya pernikahan kita, jadi Kak Nana mau nikah kapan?” tanya Chenle dengan polos.

Baby Jisung dengan wajah marah langsung melempar mainannya ke arah kepala Chenle, dan berhasil kena....

Chenle langsung menangis, Jaemin pun memeluk tubuh Chenle dan mengelus kepala bocah itu sambil membisikkan kata-kata lembut supaya ia tidak menangis.

Akan tetapi, tiba-tiba para bocah yang lainnya ikut menangis. Mereka menangis karena mengira Jaemin menerima lamaran bocah China itu dengan memeluknya.

“NDAK BOLEH! KAK NANA BOLEHNYA NIKAH CAMA ECHAN!”

Renjun yang menangis kini berhenti, menatap Haechan sengit. “KATANYA ECHAN CAMA BULE BULE YANG NAMANYA MAK MAK ITU!”

Haechan pun berhenti menangis dan menatap Renjun tajam.

“NJUN JANGAN NUDUH YA!”

“KEMARIN ECHAN BILANG DIA GANTENG????”

“ECHAN SUKANYA YANG MANIS KAYAK KAK NANA!!!”

“DIH NDAK BOLEH, KAK NANA PUNYA NJUN!”

Akhirnya mereka bergelut di lantai.

Jaemin ingin menengahi tapi Chenle terus menangis sambil memeluknya dengan erat sehingga ia tidak tega.

Padahal sebenarnya Chenle hanya modus.....

Sedangkan Jeno terus menangis sambil memangku Baby Jisung yang bernasib sama sepertinya.

Sudahlah, Jaemin lelah ಥ_ಥ

Classmate

Sekarang kelas Jaemin sedang melakukan pembagian kelompok drama bahasa inggris untuk ujian praktek.

Kelas ramai, Jaemin hanya bercanda bersama teman-temannya di dekat papan tulis. Tidak peduli dengan ketua kelas berceloteh sambil menunjuk papan tulis bersama teman-temannya yang lain.

Jaemin tertawa sambil memukul bahu Haechan yang tidak bisa diam, lalu menyadari ada seseorang yang meliriknya. Akhirnya Jaemin menoleh ke orang itu.

Jeno, yang duduk di atas meja dengan jaket berada di bahunya. Melotot ke arahnya. Jaemin itu gak suka dipelototin kayak gitu, serem bagi Jaemin.

Akhirnya Jaemin maju, menutupi wajah Jeno menggunakan jaket yang berada dibahu pria itu. Menarik kebelakang sampai kepala Jeno mendongak.

“Ngapain lo melotot melotot ke gue?” tanya Jaemin galak. Sedangkan Jeno menyentuh wajahnya yang tertutupi oleh jaket.

Setelah puas akhirnya Jaemin menjauhkan jaket itu dari wajah Jeno dan kabur. Jeno pun langsung bangkit dan mengejar Jaemin.

Jaemin kalah karena Jeno menyentuh tengkuknya, salah satu kelemahan Jaemin.

“JENO LEPASSSS, GELIIIIIIII.”

Jeno tertawa setelah itu menjauhkan tangannya dan kabur, Jaemin pun mengejar pria itu.

Seperti itu terus-menerus, bercanda seakan-akan di kelas hanya milik mereka berdua. . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . .

Sekarang Jaemin dan kelompoknya sedang ingin membahas praktek bahasa indonesia. Sehingga Jaemin masih berada di kelas sampai sekarang.

Jaemin duduk di pojok kelas, berada di bawah AC. Menaruh kepala di atas meja, menatap malas kelas yang biasanya ramai, sekarang sepi.

Jaemin menegakkan badannya saat melihat Jeno lewat memakai tas serut dengan jaket yang ia taruh di bahunya. Berjalan menghampiri teman kelas yang berada di belakang Jaemin.

“Eh lix, jadi—”

Jaemin bosan, ia pun usil dengan menarik jaket Jeno. Jeno yang melihat itu pun langsung menarik kembali jaketnya.

Jaemin menyerah, tangannya memerah.

“SAKITTTT,” ucap Jaemin mengeluh. “Lagian ngapain sih narik-narik jaket gue?” tanya Jeno.

Jaemin cemberut. “Dinginnnn.”

“Dingin!” balas Jeno sambil tertawa dan melanjutkan mengobrol dengan Felix. Jaemin yang melihat kesempatan itu langsung menarik kembali jaket Jeno.

Tapi, Jeno diam. Membiarkan Jaemin mengambil jaketnya. Jaemin yang bingung pun akhirnya memakai jaket itu ke lengannya saja. Sedangkan Jeno yang sudah selesai urusannya dengan Felix pun langsung pergi.

Meninggalkan jaketnya bersama Jaemin.

“Wangi,” -batin Jaemin.

. . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . .

Jaemin menangis menenggelamkan wajahnya di pelukan Renjun, meluapkan semua keresahannya selama ini tentang ujian yang begitu menakutkan baginya.

Jaemin sengaja menangis di luar kelas sehingga teman kelasnya tidak ada yang tau. Tapi beberapa murid yang baru naik ke atas pun menghampiri Haechan yang duduk di sebelah Renjun dan Jaemin. “Chan padus—”

Ucapan mereka berhenti saat melihat Jaemin menangis.

“Ih Jaemin kenapa?”

“Jaemin jangan nangis.”

“Pasti elo pelakunya kan jun?!”

Renjun menyuruh diam tanpa menjelaskan keadaan sebenarnya. Sedangkan Jaemin tetap melanjutkan menangis. Para murid itu pun mengelus bahu Jaemin memberi kekuatan, lalu pergi ke bawah kembali ke tempat padus.

Lalu keluar lah Jeno dan Hyunjin dari kelas, mereka langsung kaget melihat Jaemin yang menangis.

“Jaemin kenapa,” tanya Jeno dengan wajah serius. Sedangkan Hyunjin hanya planga-plongo.

“Kepo banget lo,” balas Haechan sewot.

Jeno menoleh ke arah Haechan. “Yaa, gue sebagai temen harus tau.”

Jaemin terdiam sebentar, mendengar nada lembut dari Jeno yang sangat jarang lelaki itu keluarkan.

Jaemin menyentuh dadanya, jantungnya berdetak dengan kencang.

. . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . .

“Lo ada hubungan spesial ya sama Jeno?” tanya Haechan. Jaemin pun melirik pria di sebelahnya bingung.

“Dia gak pernah kasar ke elu njir, gue aja dicubitin mulu sama dia,” celoteh Haechan sambil cemberut.

Jaemin juga bingung, bingung sekali sampai ia malas berpikir.

Apakah Jeno mempunyai rasa dengannya?

•••

Jaemin sedang berada di belakang kelas, mengguncang badan Jeno dengan keras. Sedangkan Jeno hanya pasrah diperlakukan Jaemin seperti itu.

“NYEBELIN!” teriak Jaemin melepaskan tangannya dari bahu Jeno. Jeno tertawa atas perlakuan Jaemin. Lalu kembali berkata. “Tiffany.”

Iya, Jaemin dari tadi emosi karena Jeno terus memanggil nama ibunya.

“DONGHAE!!” balas Jaemin sambil menabok Jeno. Jeno pun menutupi badannya berlindung diri. Jaemin yang tidak puas pun mengambil bantal bekas praktek drama untuk memukul badan Jeno.

Jeno pun mengambil bantal itu, Jaemin pun mundur takut dipukul. Tapi nyatanya Jeno malah memukul murid yang baru melewati mereka berdua.

“Jaemin awas, nanti kena,” ucap Jeno menyuruh Jaemin minggir. Akhirnya Jaemin menjauh dengan bingung menatap Jeno yang memukul teman kelasnya menggunakan bantal.

“Jeno, jangan kasar!” ucap Jaemin yang kasian melihat teman kelasnya dipukuli bantal terus. Jeno menoleh ke arah Jaemin. “Ini lembut, kan bantal,” jawab Jeno dengan wajah polos.

Sudahlah, Jaemin capek.

. . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . Jaemin rasanya ingin menangis karena ia lelah dengan Hyunjin dan Junkyu yang menjahilinya.

Hyunjin mengambil parfum miliknya dan menyemprotkannya keliling kelas. Membuat Jaemin kesal dan mengambil tas Hyunjin lalu mengeluarkan isi dari tas itu dan meninggalkan di lantai.

Kemudian Junkyu yang mengambil totebag miliknya dengan tertawa puas karena Jaemin tidak berhasil mengejarnya. Jaemin yang kesal pun mengambil tempat pensil sapi milik lelaki itu, mengancam akan membakarnya.

Jaemin akhirnya memeluk Haechan, merengek meminta bantuan. Haechan yang sedang mengerjakan tugas hanya mengelus bahu Jaemin memberi kekuatan.

Jaemin menghela nafas lelah, tak membayangkan bagaimana bila Jeno ikut serta menjahilinya.

Jeno? Jaemin menoleh ke arah pria itu.

Jeno sedang duduk di belakang sambil mengerjakan tugas dengan wajah dingin.

Hmm, tumben.

•••

“DONGHAE!”

Jeno tertawa melihat wajah marah Jaemin saat ia memanggil nama ibu pria manis itu.

“Donghae, Donghae, Donghae!” dumel Jaemin.

Jeno perlahan memberhentikan tawanya, lalu tersenyum. “Bapak gue kan udah meninggal,” ucapnya.

Jaemin terdiam di tangga sekolah dimana hanya ada mereka berdua.

“Papa Donghae?” tanya Jaemin dengan wajah polos memastikan.

Jeno mengangguk. “Ayoloh, didatengin,” ledek Jeno.

Jaemin menabok pria itu.

“Jangan gitu ih!!” ucap Jaemin merajuk. “Boong pasti!” lanjut Jaemin yang masih tidak percaya.

Dengan wajah serius Jeno mengangguk. “Seriusssss.”

Jaemin menatap memelas ke arah Jeno.

“Maaf....” cicit Jaemin.

“Gak,” balas Jeno menggelengkan kepalanya. “Tiffany,” ucap Jeno setelah itu langsung kabur menuruni tangga.

“IHH TUHKAN, GUE GAK TAU NAMA EMAK LO IHHH!!”

Akhirnya mereka kejar-kejaran di kawasan sekolah seakan-akan sekolah milik mereka berdua.

. . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . .

Jeno menatap dingin ke arah Jaemin yang sedang mengobrol dengan Baejin di parkiran.

Jeno menghela nafas dan mengeluarkan rokok dari kantung celananya, menyalakan korek dan mulai membakar ujung rokok yang dia apit dibibirnya, menghisap lalu menghembuskannya.

Jaemin melihat itu, tapi ia diam dan tetap berjalan ke arah motor milik Baejin.

Jeno mendengus melihat Baejin pulang menggunakan motor dengan Jaemin yang diboncenginya.

“Bos, anak sekolah depan ngajak ribut,” lapor salah satu teman sekolah Jeno.

Jeno membuang abu rokoknya. “Gas lah, lagi pengen nonjok orang.”

Jeno beranjak dan berjalan ke arah motornya, diikuti oleh yang lainnya di belakang.

. . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . .

“Jeno?” panggil Jaemin sambil menghampiri lelaki itu.

Jaemin yang baru pulang dari indoapril terkejut melihat Jeno berdiri di depan rumahnya dengan wajah penuh lebam.

“Lo kenapa?” tanya Jaemin khawatir sambil mengelus pipi Jeno lembut.

“Gue suka sama lo,” ucap Jeno yang menatap lurus ke arah Jaemin.

Elusan di pipi Jeno berhenti. Jaemin menjauhkan tangannya menatap bingung ke arah Jeno.

“Gue benci liat lo bercanda bareng Hyunjin sama Junkyu,” ucap Jeno sambil mendengus. “Gue juga benci liat lo pulang bareng sama Baejin,” lanjutnya penuh penekanan.

“Gue gak tau gue kenapa Jaemin, ngeliat lo senyum, ketawa, ngambek karena gue itu bikin gue seneng,” Jeno menunduk sambil tertawa sarkas mengacak rambutnya. “Intinya gue suka sama lo,” lanjutnya sambil menatap ke arah lain.

Jaemin terus terdiam, membuat Jeno akhirnya melirik pria manis itu. Wajahnya terkejut melihat pipi Jaemin yang memerah.

“Jaemin?” panggil Jeno.

Mata Jaemin melebar lucu, terdiam dengan wajah merah dan jantung berdetak dengan cepat. Belum lagi perut yang bergerak dengan aneh seakan-akan ada kupu-kupu yang berterbangan.

“Lo gapapa?”

Jaemin langsung tersadar atas pertanyaan itu. Ia ingin marah karena Jeno masih menanyakan keadaannya setelah apa yang ia katakan?!

“Jae—”

Tubuh Jeno membeku, matanya melebar terkejut, bibirnya terkunci oleh bibir mungil milik Jaemin.

Jaemin pun memberi jarak bibir keduanya.

“Gue tanya sekarang ke elo, apa lo baik-baik aja setelah gue cium?!” tanya Jaemin galak sedangkan Jeno masih memproses apa yang sebenarnya terjadi.

“Gue gak baik-baik aja setelah ucapan yang lo bilang tadi! Tanggung jawab!!!” ucap Jaemin menatap marah dengan pipi mengembung lucu.

Rasanya ingin Jeno gigit pipi itu.

“Gue tanggung jawabnya sebagai pacar lo boleh gak?” tanya Jeno dengan wajah jahil.

“Pake nanya lagi, BOLEH LAH,” balas Jaemin dengan wajah memerah.

Jeno tertawa lembut, merengkuh tubuh Jaemin dan memberikan kecupan manis di bibir mungil itu. Jaemin tersenyum dalam kecupan yang diberi Jeno. Ikut membalasnya dengan lembut.

Dan lagi-lagi, dunia seakan-akan milik mereka berdua.

Jeno dan Jaemin

Selama di perjalanan, Jaemin hanya menatap ke arah keluar kaca mobil, merenungkan tentang apa sebenarnya hubungan Jeno dengan dirinya.

“Jaemin, kita udah sampai,”

Jaemin menoleh ke arah Mamanya lalu mengangguk, keluar mobil dan menatap rumah sakit yang begitu Jaemin hafal.

Rumah sakit dimana tempat dirinya dirawat saat koma karena kecelakaan.

Jaemin melangkah bersama mamanya memasuki area rumah sakit. Berjalan ke tempat resepsionis, Jaemin tetap diam menatap sekeliling saat mamanya sedang berbicara dengan resepsionis.

“Tiffany?” sapa seorang wanita kepada ibunya, Jaemin berpikir sebentar siapa wania di depannya ini.

Tiffany— mama Jaemin, terkejut dan tersenyum membalas sapaan wanita di depannya ini. “Yoona?” Tiffany maju untuk memeluk Yoona.

Yoona pun membalas pelukan Tiffany, Yoona membuat jarak lalu tersenyum. “Gimana rumah ku?” tanyanya jahil.

Tiffany tertawa mendengar pertanyaan itu.

“Nyaman banget! Luas abis itu, makasih loh. Aku sama suamiku bingung nyari rumah dimana lagi,” ucap Tiffany.

Jaemin mendengus, kalau saja bukan karena pekerjaan papanya yang harus pergi kesana kesini, pasti kedua orang tuanya tidak perlu repot pindah rumah terus.

Yoona tersenyum lembut mendengar hal itu, lalu menatap ke arah Jaemin.

“Jaemin masih sakit?” tanya Yoona ke arah Tiffany. Tiffany menggelengkan kepalanya. “Setelah koma 2 tahun, dia harus tetep diperiksa sampai keadaannya dinyatakan stabil,” jawab Tiffany.

Jaemin menghela nafas, kecelakaan yang membuatnya tertidur selama 2 tahun dan membuatnya lupa akan masa kecilnya.

Sebentar— masa kecilnya?

Jaemin menatap ke arah Yoona. “Tante—”

“Yoona, keadaan Jeno gimana?”

Jaemin merasakan otot dalam tubuhnya melemas saat mamanya bertanya dengan menyebutkan nama Jeno.

Yoona hanya tersenyum sebagai respon.

Jaemin menggelengkan kepalanya, pikiran buruk masuk ke dalam otaknya saat melihat respon Yoona.

“Mah, aku pergi dulu,” pamit Jaemin yang langsung berbalik dan berlari pergi. Meninggalkan mamanya yang terus meneriakkan namanya.

Jantung Jaemin berdetak dengan kencang, pikirannya kacau, rasa ketakutan menyerang seluruh tubuhnya. Jaemin berlari dengan mata terus melirik ke arah nomor pintu kamar pasien. Rasanya ingin menangis saat hal yang ia cari, belum ditemukan.

Akhirnya Jaemin berhenti.

Berhenti di depan kamar dengan nomor 367.

Jaemin menarik nafas menenangkan dirinya, lalu menekan gagang pintu dan mendorongnya.

Air mata Jaemin jatuh saat melihat kamar ini kosong, Jaemin mengusap air matanya lalu berjalan memasuki kamar.

Saat Jaemin melangkah satu pijakan kaki, sebuah memori masa lalu terekam kembali di kepalanya.

Dimana Jeno dan dirinya bermain bersama di rumah yang sekarang ia tempati.

Dimana Jaemin menangis saat melihat Jeno tiba-tiba pingsan.

Dimana Jeno tersenyum kepada Jaemin dengan infus di tangannya.

Dimana Jaemin berteriak histeris saat Jeno harus pergi keluar negeri untuk pengobatan.

Dimana Jaemin mengalami kecelakaan karena mobilnya tertabrak.

Jaemin menangis histeris mengingat itu semua, dadanya tambah merasakan sesak setiap ia melangkah menuju kasur pasien di kamar ini.

Jaemin menemukan sebuah surat, mengambilnya dengan tangan gemetar, membacanya dalam hati dengan sekuat tenaga.

“Doa nono terkabul na, kita sama-sama sembuh.”

Jaemin menatap kertas yang ia genggam dengan tatapan tak terbaca. Mengulas senyum bahagia yang ia jarang keluarkan selama ini.

“Nana?”

Tubuh Jaemin menegang saat mendengar suara yang begitu familiar.

Tubuhnya berbalik, netra coklat miliknya bertabrakan dengan netra hitam milik seseorang yang dirindukan Jaemin selama ini.

Orang di depannya tersenyum, merentangkan tangannya seakan-akan mengizinkan Jaemin untuk memeluknya.

Jaemin mengusap air matanya, lalu berjalan menghampiri Jeno, memeluknya dengan erat.

“Jen, balik, ya!”

Jeno mengangguk ketika Baejin berseru sambil mulai kembali memakai jas kantornya.

“Oh, iya.”

Baejin menyiku lengan Jeno, membuat lelaki itu menoleh padanya. Mendapat tatapan tanya dari si Lee, Baejin mengedikkan dagunya ke arah depan mereka, berniat menunjukkan sesuatu.

Jeno mengikuti arah pandang sahabat karibnya itu.

“Kayanya lo kudu berhentiin sekretaris lo itu. Udah sakaw banget, tuh.”

Baejin terkekeh, lantas menepuk pundak Jeno.

“Pulang dulu bos.”

Setelah kepergian Jeno dari ruang privat di salah satu bar mewah itu, Jeno memilih untuk melangkahkan tungkainya menuju sosok manis yang kini terlihat masih sibuk dengan sebuah minuman di tangannya.

Ia duduk di sampingnya, memperhatikan side profile si manis yang wajahnya terlihat sangat lusuh.

“Jaemin.”

“eum?”

Yang dipanggil tak menoleh, meski begitu tetap menyahut, sebelum kembali meminum minuman merah itu dengan sekali tenggak.

“Udah minumnya, kamu kacau banget.”

Jaemin, akhirnya menoleh. Si manis itu tertawa, dengan wajah memerahnya, mata sayu itu menatap Jeno.

“Yang bikin kacau saya kan anda, pak,” katanya.

Si manis yang terlihat sudah mabuk berat itu mendengus sebal, membaringkan kepalanya di atas meja bar yang penuh dengan botol-botol bir kosong.

“Bapak kalo ngasih kerjaan kira-kira aja lah, pak. tangan saya cuma―hik! dua.”

Bibir merah itu mengerucut lucu, “saya capek tau, ga? salah dikit dimarahin. kalo saya salah banyak diapain? ditampol kali,” gerutunya.

“Baru kerja dua minggu aja saya udah stress, pak. Lah ini kontrak saya masih sisa dua tahun lagi, apa gak gila nanti saya? haha!”

Jeno hanya diam, memperhatikan rakauan Jaemin yang terus mengalun dari bibir merah menggodanya.

Sesekali, Jeno selalu dibuat salah fokus dengan penampilan Jaemin kali ini.

Wajah memerah mabuk dan mata sayunya, rambut acak-acakannya, juga dua kancing kemeja atas yang tak dikancing, memperlihatkan tulang selangkanya yang terlihat putih dan mulus.

“Bapak jadi orang jangan galak-galak lah, pak. Ck, gak asik!”

Jaemin, baru akan meraih gelas berisi birnya di atas meja, akan tetapi tangannya sudah lebih dulu Jeno tahan pergerakannya.

Hal itu membuat Jaemin bingung, lantas lekas menoleh ke arah bos di perusahaan tempatnya bekerja itu.

Jaemin, baru akan membuka suaranya, tapi Jeno sudah lebih dulu membungkam bibir plumnya itu dengan sebuah raupan lapar dari bibir sang atasan.

Si manis tentu membulatkan matanya, merasa tak percaya dengan apa yang kini atasannya lakukan.

Meski begitu, Jaemin sama sekali tak meronta. Ada gejolak aneh dalam dirinya hingga membuatnya menerima lumatan intens dari Jeno.

Bahkan, ketika tubuh kecilnya diangkat, kemudian digendong untuk berpindah ke arah sofa di ujung ruangan, Jaemin masih tetap diam, malah mengalungkan kedua tangannya di area leher jenjang itu, bahkan mulai menyamankan duduknya di atas paha Jeno.

Bunyi kecipak berbunyi kala Jeno melepas ciuman itu.

Mata elangnya menelisik, menatap wajah mabuk sekretaris manisnya itu.

Jeno menjilat bibir bawahnya, ketika tatapan sayu menggoda itu tertangkap matanya.

“Na Jaemin?”

“hm?”

Ah, bahkan hanya dengan gumaman, mampu menaikkan hasrat seorang Lee Jeno.

“You're so.. sexy.”

Satu kekehan lolos dari bibir si manis Na itu, sebelum tubuhnya mulai mencondong ke depan, merapatkan dirinya pada Jeno, lantas tersenyum miring.

“Thank you, sir.”

Oh, god.

Jeno terheran-heran dengan sikap Jaemin yang seperti ini. Lelaki yang ia ketahui amat lugu dan polos itu... menatapnya dengan tatapan mengundang, plus dengan sebelah tangannya yang kini mulai sibuk memainkan dasi milik Jeno dengan gerakan manis.

“Jaemin.”

“Yes?”

Tangan Jeno terangkat ke atas, mengusap pipi tirus sang sekretaris dalam pangkuannya dengan lembut, mengundang raut kenyamanan dari si empu.

“Want to play with me?”

“Huh?”

Wajah Jeno mendekat, lalu berhenti tepat di hadapan wajah manis itu.

“Want to having sex with me?”

Tanpa diduga, Jaemin menyunggingkan senyum miringnya, mengusap dada bidang sang atasan dengan sensual.

“Let's get it, sir―unghh..”

Dan Jaemin, tak dapat menahan lenguhan sialan itu ketika kedua tangan besar Jeno meremas pantatnya.

.....

“Anghh.. sir!”

Jaemin menengadahkan kepalanya ke atas, menutup matanya rapat-rapat, sambil tak hentinya melenguh kenikmatan ketika mulut itu bermain di atas putingnya yang mencuat tegang.

Si manis itu tak dapat melakukan banyak hal, hanya terus melenguh tiap menerima sentuhan bosnya tanpa bisa melakukan apa-apa. Ia hanya mampu berharap Jeno dapat berbaik hati membuka ikatan dasi pada kedua pergelangan tangannya. Karena sungguh, Jaemin tak dapat melampiaskan hasratnya saat ini.

“Uhh.. sir..”

“Yes, baby?”

“b-buka..”

Jeno menghentikan kegiatannya, melirik pada ikatan tangan Jaemin yang ia gantung pada kepala ranjang di atas.

“No.”

“Sirr, please―akh!”

Tubuh Jaemin menggelinjang ketika tangan biadab Jeno meremas bagian selatannya yang masih terbungkus celana dengan lengkap.

“No, baby.”

Jeno berucap mutlak, setelahnya lekas menarik celana Jaemin, menanggalkannya satu persatu hingga tak ada yang tersiksa.

Terdiam sebentar, Jeno memperhatikan penampilan tubuh sekretarisnya saat ini.

Leher itu sungguh penuh dengan ruam merah keunguan. Keringat membasahi tubuh kecil itu hingga permukaannya terlihat mengkilap dan kemeja navy yang masih terpasang tak terkancing itu basah.

Shit, kenapa Jeno baru sadar Jaemin semenggoda ini? tau begini, sedari dulu ia lakukan hal seperti ini dengannya.

“Akhh.. it's hurt!”

Jaemin berjengit, sedikit berteriak ketika tanpa aba-aba jari tengah Jeno menerobos lubangnya. ini pertama kali untuk Jaemin, wajar saja ia terlihat sangat kesakitan meski itu hanya sebuah jari tengah yang memaksa masuk.

“Hey.. don't cry.”

Sebelah tangan Jeno mengusap air mata yang terjun dari pelupuk mata sipit itu.

“Sir.. hiks, it's hurt―eumphh..”

Jeno lekas menyambar bibir yang sudah membengkak itu, melahapnya dengan penuh nafsu sedangkan jarinya di bawah masih bermain dengan lubang sempit Jaemin.

Bunyi kecipak berisik kembali menggema, ketika keduanya saling membalas lumatan, bermain bersama bibir dan lidah dengan panas, tak ada yang ingin kalah.

Sambil bibir keduanya terus bergumul, jari Jeno di bawah terus bergerak di dalam senggama milik Jaemin, bahkan menambah dua jarinya yang lain dan semakin menggerakkannya dengan cepat.

Sementra Jaemin, terus mendesah, melenguh dalam pertarungan bibir keduanya, mati-matian menahan sakit ketika jari Jeno memporak-porandakan lubang sempitnya.

“Eummahh..”

Pergumulan kedua bibir itu Jeno putuskan kontaknya, bersamaan dengan jarinya yang juga mulai ia keluarkan dari dalam lubang milik Jaemin.

“Na..” panggil Jeno dengan suara rendahnya.

“Kamu.. siap?”

Entah karena efek alkohol yang menguasainya, Jaemin hanya mengangguk pasrah, mengiyakan pertanyaan Jeno.

“Masukin, shhh...”

Tangan Jaemin bergerak tak nyaman dalam ikatannya, hal yang membuat Jeno tertarik untuk lekas melepaskan ikatan itu, kemudian menuntun kedua tangan Jaemin untuk melingkar di lehernya.

“Ini mungkin akan sakit buat virgin kaya kamu, it's okay?”

Jaemin lagi-lagi mengangguk lemah, “No problem, sudah sejauh ini.”

Jeno mengulas senyum tipisnya, “Na Jaemin.”

“Yes, sir?”

cup!

Satu kecupan mendarat di atas bibir merah Jaemin.

“I love you.”

“H-huh―AAKKHHH!”

Jaemin berteriak kecang, refleks mencakar bahu Jeno, kala bosnya itu tanpa ia ketahui lekas melesakkan penis besarnya ke dalam lubang milik Jaemin.

Ia berani bersumpah, rasanya sakit sekali di bawah sana, tubuhnya terasa remuk, terbelah dua, saking sakitnya.

“Hey.. jangan digigit bibirnya.”

Jeno mengusap bibir itu dengan ibu jarinya, sedang matanya menatap iris sayu Jaemin dengan lembut.

“Hurt?”

Masih saja bertanya!

“Really hurt, sir, ahhh..”

Jaemin mencengkram surai hitam Jeno, ketika lelaki di atasnya semakin melesakkan masuk miliknya yang besar.

“Aku janji, sakitnya gak akan lama. percaya sama aku, hm?”

“I-iya.. anghh!”

Jeno, sebisa mungkin menggerakkan pinggulnya dengan lembut, tak membiarkan Jaemin kesakitan di bawahnya meski itu tidak mungkin tak akan sakit.

“Ouhh.. shh.. sir―eumhh.”

Jaemin, mulai merakau, memejamkan kedua matanya dengan erat sambil mendesah.

Benar kata Jeno, awalnya memang sakit sekali, tapi lama kelamaan Jaemin sangat menikmatinya, terbukti dengan suara desahannya yang makin terdengar keenakan.

“Ahhh.. sir―”

“Call my name, baby.”

“Eungh.. J-jeno..”

“Good baby.”

“AKHH JENO!!”

Jeno langsung mempercepat hentakannya, membiarkan Jaemin bernyanyi dengan lenguhan dan desahan sambil memanggil-manggil namanya di bawah sana.

“Umhhh.. ahhh, Jenohh.. fasterhh, angh!”

Bahkan, Jaemin ikut menggerakkan pinggulnya, berlawanan arah dari pergerakan Jeno.

“akhh.. Jaeminhh, j-janganhh.. errhhh..”

Jeno menggeram, menutup matanya dengan frustasi ketika lubang milik Jaemin meremat miliknya. bukan salah Jaemin juga, si manis itu tak sengaja mengeratkan lubangnya.

“J-jenohh.. eumhh.. i-ini enakhh.. yeah..”

Jaemin menengadahkan kepalanya, makin mendesah kenikmatan ketika Jeno beralih memompa penis kecilnya.

“Yeah, i k-know, babe. shh.. c'mon, moan for me, ukhh..”

Keduanya bergumul dengan nafsu tinggi yang menguasai diri masing-masing, pergumulan mereka semakin panas ketika tanda-tanda orgasme semakin mendekat, terbukti dengan lenguhan Jaemin yang semakin kencang.

“J-jenohh..”

“Yes, Jaemin. together..”

Jeno memegang kedua pinggul Jaemin, lantas mempercepat pergerakannya di bawah sana. hingga akhirnya, keduanya telah sampai pada klimaks yang ditunggu-tunggu.

Cairan Jaemin keluar begitu banyak, bahkan sampai mengotori perut Jeno.

Dan Jeno, dengan tak sengajanya, mengeluarkan spermanya di dalam senggama hangat milik Jaemin.

“Jen, balik, ya!”

Jeno mengangguk ketika Baejin berseru sambil mulai kembali memakai jas kantornya.

“Oh, iya.”

Baejin menyiku lengan Jeno, membuat lelaki itu menoleh padanya. Mendapat tatapan tanya dari si Lee, Baejin mengedikkan dagunya ke arah depan mereka, berniat menunjukkan sesuatu.

Jeno mengikuti arah pandang sahabat karibnya itu.

“Kayanya lo kudu berhentiin sekretaris lo itu. Udah sakaw banget, tuh.”

Baejin terkekeh, lantas menepuk pundak Jeno.

“Pulang dulu bos.”

Setelah kepergian Jeno dari ruang privat di salah satu bar mewah itu, Jeno memilih untuk melangkahkan tungkainya menuju sosok manis yang kini terlihat masih sibuk dengan sebuah minuman di tangannya.

Ia duduk di sampingnya, memperhatikan side profile si manis yang wajahnya terlihat sangat lusuh.

“Jaemin.”

“eum?”

Yang dipanggil tak menoleh, meski begitu tetap menyahut, sebelum kembali meminum minuman merah itu dengan sekali tenggak.

“Udah minumnya, kamu kacau banget.”

Jaemin, akhirnya menoleh. Si manis itu tertawa, dengan wajah memerahnya, mata sayu itu menatap Jeno.

“Yang bikin kacau saya kan anda, pak,” katanya.

Si manis yang terlihat sudah mabuk berat itu mendengus sebal, membaringkan kepalanya di atas meja bar yang penuh dengan botol-botol bir kosong.

“Bapak kalo ngasih kerjaan kira-kira aja lah, pak. tangan saya cuma―hik! dua.”

Bibir merah itu mengerucut lucu, “saya capek tau, ga? salah dikit dimarahin. kalo saya salah banyak diapain? ditampol kali,” gerutunya.

“Baru kerja dua minggu aja saya udah stress, pak. Lah ini kontrak saya masih sisa dua tahun lagi, apa gak gila nanti saya? haha!”

Jeno hanya diam, memperhatikan rakauan Jaemin yang terus mengalun dari bibir merah menggodanya.

Sesekali, Jeno selalu dibuat salah fokus dengan penampilan Jaemin kali ini.

Wajah memerah mabuk dan mata sayunya, rambut acak-acakannya, juga dua kancing kemeja atas yang tak dikancing, memperlihatkan tulang selangkanya yang terlihat putih dan mulus.

“Bapak jadi orang jangan galak-galak lah, pak. Ck, gak asik!”

Jaemin, baru akan meraih gelas berisi birnya di atas meja, akan tetapi tangannya sudah lebih dulu Jeno tahan pergerakannya.

Hal itu membuat Jaemin bingung, lantas lekas menoleh ke arah bos di perusahaan tempatnya bekerja itu.

Jaemin, baru akan membuka suaranya, tapi Jeno sudah lebih dulu membungkam bibir plumnya itu dengan sebuah raupan lapar dari bibir sang atasan.

Si manis tentu membulatkan matanya, merasa tak percaya dengan apa yang kini atasannya lakukan.

Meski begitu, Jaemin sama sekali tak meronta. Ada gejolak aneh dalam dirinya hingga membuatnya menerima lumatan intens dari Jeno.

Bahkan, ketika tubuh kecilnya diangkat, kemudian digendong untuk berpindah ke arah sofa di ujung ruangan, Jaemin masih tetap diam, malah mengalungkan kedua tangannya di area leher jenjang itu, bahkan mulai menyamankan duduknya di atas paha Jeno.

Bunyi kecipak berbunyi kala Jeno melepas ciuman itu.

Mata elangnya menelisik, menatap wajah mabuk sekretaris manisnya itu.

Jeno menjilat bibir bawahnya, ketika tatapan sayu menggoda itu tertangkap matanya.

“Na Jaemin?”

“hm?”

Ah, bahkan hanya dengan gumaman, mampu menaikkan hasrat seorang Lee Jeno.

“You're so.. sexy.”

Satu kekehan lolos dari bibir si manis Na itu, sebelum tubuhnya mulai mencondong ke depan, merapatkan dirinya pada Jeno, lantas tersenyum miring.

“Thank you, sir.”

Oh, god.

Jeno terheran-heran dengan sikap Jaemin yang seperti ini. Lelaki yang ia ketahui amat lugu dan polos itu... menatapnya dengan tatapan mengundang, plus dengan sebelah tangannya yang kini mulai sibuk memainkan dasi milik Jeno dengan gerakan manis.

“Jaemin.”

“Yes?”

Tangan Jeno terangkat ke atas, mengusap pipi tirus sang sekretaris dalam pangkuannya dengan lembut, mengundang raut kenyamanan dari si empu.

“Want to play with me?”

“Huh?”

Wajah Jeno mendekat, lalu berhenti tepat di hadapan wajah manis itu.

“Want to having sex with me?”

Tanpa diduga, Jaemin menyunggingkan senyum miringnya, mengusap dada bidang sang atasan dengan sensual.

“Let's get it, sir―unghh..”

Dan Jaemin, tak dapat menahan lenguhan sialan itu ketika kedua tangan besar Jeno meremas pantatnya.

.....

“Anghh.. sir!”

Jaemin menengadahkan kepalanya ke atas, menutup matanya rapat-rapat, sambil tak hentinya melenguh kenikmatan ketika mulut itu bermain di atas putingnya yang mencuat tegang.

Si manis itu tak dapat melakukan banyak hal, hanya terus melenguh tiap menerima sentuhan bosnya tanpa bisa melakukan apa-apa. Ia hanya mampu berharap Jeno dapat berbaik hati membuka ikatan dasi pada kedua pergelangan tangannya. Karena sungguh, Jaemin tak dapat melampiaskan hasratnya saat ini.

“Uhh.. sir..”

“Yes, baby?”

“b-buka..”

Jeno menghentikan kegiatannya, melirik pada ikatan tangan Jaemin yang ia gantung pada kepala ranjang di atas.

“No.”

“Sirr, please―akh!”

Tubuh Jaemin menggelinjang ketika tangan biadab Jeno meremas bagian selatannya yang masih terbungkus celana dengan lengkap.

“No, baby.”

Jeno berucap mutlak, setelahnya lekas menarik celana Jaemin, menanggalkannya satu persatu hingga tak ada yang tersiksa.

Terdiam sebentar, Jeno memperhatikan penampilan tubuh sekretarisnya saat ini.

Leher itu sungguh penuh dengan ruam merah keunguan. Keringat membasahi tubuh kecil itu hingga permukaannya terlihat mengkilap dan kemeja navy yang masih terpasang tak terkancing itu basah.

Shit, kenapa Jeno baru sadar Jaemin semenggoda ini? tau begini, sedari dulu ia lakukan hal seperti ini dengannya.

“Akhh.. it's hurt!”

Jaemin berjengit, sedikit berteriak ketika tanpa aba-aba jari tengah Jeno menerobos lubangnya. ini pertama kali untuk Jaemin, wajar saja ia terlihat sangat kesakitan meski itu hanya sebuah jari tengah yang memaksa masuk.

“Hey.. don't cry.”

Sebelah tangan Jeno mengusap air mata yang terjun dari pelupuk mata sipit itu.

“Sir.. hiks, it's hurt―eumphh..”

Jeno lekas menyambar bibir yang sudah membengkak itu, melahapnya dengan penuh nafsu sedangkan jarinya di bawah masih bermain dengan lubang sempit Jaemin.

Bunyi kecipak berisik kembali menggema, ketika keduanya saling membalas lumatan, bermain bersama bibir dan lidah dengan panas, tak ada yang ingin kalah.

Sambil bibir keduanya terus bergumul, jari Jeno di bawah terus bergerak di dalam senggama milik Jaemin, bahkan menambah dua jarinya yang lain dan semakin menggerakkannya dengan cepat.

Sementra Jaemin, terus mendesah, melenguh dalam pertarungan bibir keduanya, mati-matian menahan sakit ketika jari Jeno memporak-porandakan lubang sempitnya.

“Eummahh..”

Pergumulan kedua bibir itu Jeno putuskan kontaknya, bersamaan dengan jarinya yang juga mulai ia keluarkan dari dalam lubang milik Jaemin.

“Na..” panggil Jeno dengan suara rendahnya.

“Kamu.. siap?”

Entah karena efek alkohol yang menguasainya, Jaemin hanya mengangguk pasrah, mengiyakan pertanyaan Jeno.

“Masukin, shhh...”

Tangan Jaemin bergerak tak nyaman dalam ikatannya, hal yang membuat Jeno tertarik untuk lekas melepaskan ikatan itu, kemudian menuntun kedua tangan Jaemin untuk melingkar di lehernya.

“Ini mungkin akan sakit buat virgin kaya kamu, it's okay?”

Jaemin lagi-lagi mengangguk lemah, “No problem, sudah sejauh ini.”

Jeno mengulas senyum tipisnya, “Na Jaemin.”

“Yes, sir?”

cup!

Satu kecupan mendarat di atas bibir merah Jaemin.

“I love you.”

“H-huh―AAKKHHH!”

Jaemin berteriak kecang, refleks mencakar bahu Jeno, kala bosnya itu tanpa ia ketahui lekas melesakkan penis besarnya ke dalam lubang milik Jaemin.

Ia berani bersumpah, rasanya sakit sekali di bawah sana, tubuhnya terasa remuk, terbelah dua, saking sakitnya.

“Hey.. jangan digigit bibirnya.”

Jeno mengusap bibir itu dengan ibu jarinya, sedang matanya menatap iris sayu Jaemin dengan lembut.

“Hurt?”

Masih saja bertanya!

“Really hurt, sir, ahhh..”

Jaemin mencengkram surai hitam Jeno, ketika lelaki di atasnya semakin melesakkan masuk miliknya yang besar.

“Aku janji, sakitnya gak akan lama. percaya sama aku, hm?”

“I-iya.. anghh!”

Jeno, sebisa mungkin menggerakkan pinggulnya dengan lembut, tak membiarkan Jaemin kesakitan di bawahnya meski itu tidak mungkin tak akan sakit.

“Ouhh.. shh.. sir―eumhh.”

Jaemin, mulai merakau, memejamkan kedua matanya dengan erat sambil mendesah.

Benar kata Jeno, awalnya memang sakit sekali, tapi lama kelamaan Jaemin sangat menikmatinya, terbukti dengan suara desahannya yang makin terdengar keenakan.

“Ahhh.. sir―”

“Call my name, baby.”

“Eungh.. J-jeno..”

“Good baby.”

“AKHH JENO!!”

Jeno langsung mempercepat hentakannya, membiarkan Jaemin bernyanyi dengan lenguhan dan desahan sambil memanggil-manggil namanya di bawah sana.

“Umhhh.. ahhh, Jenohh.. fasterhh, angh!”

Bahkan, Jaemin ikut menggerakkan pinggulnya, berlawanan arah dari pergerakan Jeno.

“akhh.. Jaeminhh, j-janganhh.. errhhh..”

Jeno menggeram, menutup matanya dengan frustasi ketika lubang milik Jaemin meremat miliknya. bukan salah Jaemin juga, si manis itu tak sengaja mengeratkan lubangnya.

“J-jenohh.. eumhh.. i-ini enakhh.. yeah..”

Jaemin menengadahkan kepalanya, makin mendesah kenikmatan ketika Jeno beralih memompa penis kecilnya.

“Yeah, i k-know, babe. shh.. c'mon, moan for me, ukhh..”

Keduanya bergumul dengan nafsu tinggi yang menguasai diri masing-masing, pergumulan mereka semakin panas ketika tanda-tanda orgasme semakin mendekat, terbukti dengan lenguhan Jaemin yang semakin kencang.

“J-jenohh..”

“Yes, Jaemin. together..”

Jeno memegang kedua pinggul Jaemin, lantas mempercepat pergerakannya di bawah sana. hingga akhirnya, keduanya telah sampai pada klimaks yang ditunggu-tunggu.

Cairan Jaemin keluar begitu banyak, bahkan sampai mengotori perut Jeno.

Dan Jeno, dengan tak sengajanya, mengeluarkan spermanya di dalam senggama hangat milik Jaemin.

🔞

Jaemin masuk ke dalam rumahnya, menaruh belanjaan di sofa dan langsung menghampiri kamar tamu.

𝙏𝙤𝙠 𝙩𝙤𝙠 𝙩𝙤𝙠

Jaemin mundur beberapa langkah saat mendengar balasan dari Jeno dari dalam. Suara kunci diputar berbunyi kemudian pintu terbuka menampilkan raut wajah Jeno yang bisa dibilang tidak baik-baik saja.

Mata memerah dan sembab karena menangis, bibir pucat dan bau alkohol bisa Jaemin hirup.

Jaemin maju mendorong Jeno hingga masuk ke kamar, menyatukan kedua bibir mereka dan menyesapnya dengan lembut. Jeno merengkuh pinggang Jaemin sambil memproses apa yang sebenarnya terjadi

Jaemin menjauhkan wajahnya.

“Aku minta maaf udah jahat sama kamu,” ucap Jaemin dengan mata berair menatap Jeno dengan rasa bersalah.

Tangan Jeno terulur untuk menyentuh pipi Jaemin lalu mengelusnya dengan lembut.

“Kamu maafin aku?” tanya Jeno dengan tatapan berbinar.

Jaemin mengangguk sambil mengelus tangan Jeno di pipinya.

Jeno langsung menggendong tubuh Jaemin ala koala, mengecup pipi Jaemin lalu mencium bibirnya dengan lembut, menyalurkan rasa rindu yang tertahan selama ini. Jaemin membalas ciuman Jeno sambil tersenyum kecil, dengan jahil dirinya menjilat bibir Jeno dan mengeluarkan sebuah lenguhan. Jeno yang terpancing pun membalas dengan lumatan.

“𝘊𝘢𝘯 𝘐?” bisik Jeno dengan suara yang menahan napsu.

Jaemin mengangguk dan mendongak, memberi Jeno akses akan lehernya, Jeno pun membawa Jaemin ke atas kasur. Menindihnya lalu menghirup perpotongan leher Jaemin, menciumi kulit sehalus dan seharum bayi itu dengan sensual. Bibirnya bergerak, mulai mencium, menggigit kemudian menghisap kulit putih itu dengan kencang. Sampai pada saat ia lepas, terciptalah sebuah warna merah keunguan yang sangat kontras dan akan berbekas cukup lama.

“Hghhh.... J-jeno.”

Jeno terkekeh kecil melihat respon Jaemin. Tangannya terulur membuka kancing Jaemin satu persatu.

“Coba sebutkan,” bisik Jeno menggigit bibirnya menahan hasrat saat dada Jaemin akan terpampang jelas setelah kancing terakhir terbuka. “Kamu milik siapa?” tanya Jeno sambil mengecup dada putih Jaemin dengan sensual.

“J-jeno-hghhh,” balas Jaemin dengan susah payah sambil meremas sprei sebagai pelampiasan. Jeno dengan wajah polos mendekat ke arah wajah Jaemin. “Aku gak denger, na,” ucapnya.

“A-akuh hghh, milik J-jeno,” ucap Jaemin dengan wajah memerah menahan napsunya. “Hm?” Jeno mengelus pelan puting sebelah kanan milik Jaemin.

Jaemin menggigit bibirnya menahan desahan, Jeno yang melihat itu langsung melumat bibir Jaemin dengan lembut.

“Jangan digigit sayang, nanti berdarah,” ucap Jeno yang tetap bermain dengan puting Jaemin.

Jaemin mengerang. “J-jeno... Jangan disitu,” bisik Jaemin sambil menatap Jeno memohon.

Jeno tersenyum menggoda.

“Terus dimana sayang?” tanya Jeno yang sekarang sedang menenggelamkan wajahnya di curuk leher Jaemin. Mengulang kembali menyesap leher Jaemin sampai meninggalkan tanda.

Jaemin terus mengerang sedangkan tangan Jeno perlahan turun. Mengusap sensual dari dada hingga ke bawah bagian tubuh Jaemin. Meremas gundukan bagian bawah membuat Jaemin mendesah dengan keras.

Jeno menjauhkan wajahnya, membuka dengan tergesa-gesa bajunya, wajah Jaemin semakin memerah saat melihat tubuh berotot yang dimiliki Jeno.

Jeno menarik pelan celana Jaemin sampai terpampang paha putih nan mulus milik istrinya. Dikecup dari dada hingga paha lalu mendekatkan lagi wajahnya untuk melumat bibir sang istri.

Dengan cekatan Jeno membuka celana dalam milik istrinya, satu jari ia masukan ke dalam lubang milik Jaemin. Jaemin langsung melepaskan tautan bibir keduanya karena menjerit kesakitan.

“S-sakit hghhh.” erang Jaemin dengan air mata yang menumpuk di kelopak matanya.

Jeno kembali mencium bibir Jaemin dengan lembut, membantu agar Jaemin melupakan rasa sakit itu. Sedangkan tangan Jeno terus bermain di dalam lubang milik istrinya.

Jaemin mendesah tertahan, Jeno pun mengeluarkan jarinya disaat ia merasa cukup 'lebar'. Jeno mengarahkan penisnya ke lubang Jaemin, menggesek perlahan membuat Jaemin menjerit sambil mencengkram rambut milik sang suami.

Penis Jeno perlahan masuk, Jaemin berteriak kencang, refleks mencakar bahu Jeno, Jeno maju mengunci bibir Jaemin dengan lumatan. Jeno sebisa mungkin menggerakkan pinggulnya dengan lembut, tak membiarkan Jaemin kesakitan di bawahnya meski ia tau itu tidak mungkin tak akan sakit.

“Heyy, jangan digigit bibirnya,” ucap Jeno yang mengusap bibir Jaemin. Jaemin pun melepaskan gigitnya, mengeluarkan suara desahannya yang ia tahan tadi.

“Ouhh.. shh.. Jen―eumhh.”

“Call my name.”

“Hghhh, Jeno.”

“Again.”

“J-JENOO HGHH.”

Jeno langsung mempercepat hentakannya, membiarkan Jaemin bernyanyi dengan lenguhan dan desahan sambil memanggil-manggil namanya di bawah sana.

“Umhhh.. ahhh, Jenohh.. fasterhh, angh!”

Bahkan, Jaemin ikut menggerakkan pinggulnya, berlawanan arah dari pergerakan Jeno.

Jeno menggeram, menutup matanya dengan frustasi ketika lubang milik Jaemin meremat miliknya. bukan salah Jaemin juga, si manis itu tak sengaja mengeratkan lubangnya.

“Akhh.. Jaeminhh, j-janganhh.. errhhh..”

Jaemin menengadahkan kepalanya, makin mendesah kenikmatan ketika Jeno beralih memompa penis kecilnya.

“J-jenohh.. eumhh.. i-ini enakhh.. yeah..”

“Yeah, i k-know, babe. shh.. c'mon, moan for me, ukhh..”

Keduanya bergumul dengan nafsu tinggi yang menguasai diri masing-masing, pergumulan mereka semakin panas ketika tanda-tanda orgasme semakin mendekat, terbukti dengan lenguhan Jaemin yang semakin kencang.

Jeno memegang kedua pinggul Jaemin, lantas mempercepat pergerakannya di bawah sana. hingga akhirnya, keduanya telah sampai pada klimaks yang ditunggu-tunggu.

Cairan Jaemin keluar begitu banyak, bahkan sampai mengotori perut Jeno.

Jeno terjatuh di sebelah Jaemin, memeluknya dengan erat dan mengecup beberapa kali lalu membisikkan kata-kata cinta. Jaemin yang kelelahan pun hanya tersenyum dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Jeno.

𝐀𝐥𝐚𝐫𝐦

Padahal alarm tanda berbahaya sudah berbunyi kencang sampai sekarang.

Akan tetapi Jeno enggan untuk menghentikan gerakan pinggulnya, sedangkan Jaemin sudah memukul Jeno untuk menghentikan hentakan pemuda Lee itu.

“J-jenoo—ahh! alarm b-berbunyi!!” ucap Jaemin dengan susah payah.

Bukannya menjawab, Jeno malah mempercepat hentakannya membuat Jaemin tambah mendesah dengan kencang.

BRAKKK!!!

“Jeno—— BAJINGAN KAU HYUNG!!”

Jeno menghentikan gerakannya dan menoleh kebelakang, Jisung membawa pistol menatapnya tajam dan heran dari arah pintu.

“Nanti aku menyusul,” ucap Jeno setelah itu melanjutkan gerakannya.

Jisung memutar bola matanya malas, heran kenapa hyungnya satu ini begitu mesum.

“Yak! cepat keluar!! kau modus ingin melihat tubuh Jaemin?!” tanya Jeno marah saat Jisung tak kunjung keluar dari kamarnya.

“Bajingan,” desis Jisung. “aku sudah puas dengan punya Chenle!” balas Jisung setelah itu membanting pintu.

Jeno pun menatap kembali Jaemin yang ternyata sudah kewalahan, bagaimana tidak? sudah 3 jam Jeno menghajarnya.

“Hghhhh.....” desis Jeno saat cairannya keluar dalam lubang Jaemin sedangkan Jaemin langsung bernapas lega.

Jeno bangkit dari kasur dan memakai bathrobe. Mengambil senjata di dalam nakas.

“Mau apa?” tanya Jeno saat melihat Jaemin ingin beranjak.

“Mau bantu,” jawab Jaemin dengan wajah polos.

“Kau tak sempat berpakaian,” balas Jeno yang sedang memasukkan peluru. “aku akan pakai bathrobe!” ucap Jaemin.

Jeno beranjak dan mendorong tubuh Jaemin hingga berbaring kembali di ranjang. “Kau lelah, lebih baik tidur dan aku tak sudi berbagi pahamu dengan orang lain.”

Jaemin memutar bola matanya dengan malas. Jeno si posesif yang egois.

“Aku akan kembali dan melanjutkan yang tadi,” ucap Jeno di ambang pintu.

“KAU BELUM PUAS?!” tanya Jaemin pada Jeno akan tetapi Jeno sudah keluar kamar untuk membantu Jisung.

𝐒𝐞𝐜𝐫𝐞𝐭 𝐀𝐝𝐦𝐢𝐫𝐞𝐫

Saat hari terakhir MOS, para anak kelas 10 diperintahkan meminta tanda tangan anak osis. Tapi sayangnya harus memakai nama samaran, sehingga para murid harus menebak dulu.

Nah, sekarang Win lagi diam di koridor, beda sama temannya yang lain, sedang mengerubungi beberapa anak osis. Sayangnya anak osis yang lagi dikerubungi itu udah Win minta tanda tangannya. Sambil menghela nafas, Win pun berjalan ke arah lain.

Win berhenti berjalan saat tidam sengaja bertatap muka dengan salah satu anak osis.

“Ihh kak namanya siapa?” tanya Win dengan nada antusias.

Anak osis itu tertawa ganteng. “Kakak musuhnya spiderman.”

Win memasang wajah polos dan mengecek daftar nama. Gak ada perasaan....

“Tau gak?” tanya anak osis itu dengan wajah jenaka.

Wim agak melebarkan matanya saat menemukan suatu nama.

“Hgh... Joker?” cicit Win menatap kakak osis itu berharap jawabannya benar.

Anak osis itu pun mengangguk sambil tersenyum dan meminta kertas Win untuk ditanda tangani.

Win langsung reflek memasang wajah berbinar, bangga karena bisa menebak. “Ini kak,” ucapnya sambil memberikan kertas itu.

Dengan gagahnya anak osis itu berjongkok dan memberi tanda tangan menggunakan pahanya sebagai alas.

Anak osis itu berdiri dan memberikan kertas tersebut. “Ini, udah ya Win.”

Win dengan wajah memerah menerima kertas tersebut. IH KOK KAKAK OSISNYA TAU NAMA DIA?!

Mulai saat itu, Wim menjadi secret admirer kak Joker. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Win selalu memanggil kakak osis itu dengan kata kak Joker. Dia sih diam-diam aja jadi fansnya Kak Joker, gak ngumbar-ngumbar kayak murid yang lain.

Karena Win tau malu dan takut kak joker ilfeel sama dia.

“Wehh Win! Sini dong, sendirian aja. Ayok sini sayangkuh,” ajak salah satu kakel yang Win kenal banget.

Mike adalah murid kelas 12 IPS 2, sepupu Win paling bangsat.

“Ini udah mau ke atas,” tolak Win.

MALU SOALNYA MIKE SAMA KAK JOKER ITU SATU GENG!

“Napasih?! Ada Joss disini! Most wanted sekolah. Katanya demen?” tanya Mike heran.

Win melempar kotak tisu ke arah Mike. “Gak usah ngarang ih!!”

Mike cuma tertawa begitu juga dengan teman yang lainnya. Wajah Win itu sangat menggemaskan.

“Ada apaan nih?” tanya seseorang yang tiba-tiba ikut nimbrung.

Muka Win langsung memerah saat tau siapa orang yang datang.

𝘏𝘪𝘴 𝘤𝘳𝘶𝘴𝘩.

“Ini si Win suka sama Joss, padahal Joss sukanya sama lo,” jawab Mike dengan asal nyeletuk.

Bright langsung menatap Mike sinis. “Etaa gelo, gay dong anjing.”

Frank yang dari tadi fokus memakan mie pun langsung menoleh. “Lah lah lah, Gulf apa dong?”

Temen-temennya Mike pun langsung menyoraki Bright sambil menyenggol menyenggol tidak jelas.

Sedangkan Win yang dari tadi gak berarti, langsung pergi perlahan. Menahan air mata saat tau sebuah fakta bahwa Kak Joker dekat sama Gulf.

Keliatan lebay tapi sakit banget bagi Win.

Lagian selama ini Win gak pernah tuh chat Bright. Bahkan follow instagram Bright pake akun palsu. Paling berani ngomong secara anon, kirim menfess ke akun jurnal sekolah.

Sedih banget kisah cinta dia. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Win kan?”

Win yang mau pulang langsung mundur Ke belakang saat tau siapa yang memanggilnya.

“I-iya.”

Bright tersenyum sambil menyender ke pintu. “Gue mau kerumah Mike, mau bareng gak sama gue?” tawarnya.

Win langsung melongo, ini kak Joker ajak dia pulang bareng?!

“M-mau naik bus,” jawab Win.

Senyum Bright luntur perlahan. “Ayoklah, gak baik loh nolak kebaikan.”

Win menundukkan kepalanya.

“Nanti Gulf cemburu,” cicit Win. Bright memajukan kepalanya. “Hah Gulf? Dia mah sepupu gue.”

Win mendongak dan pipinya langsung memerah otomatis.

“Ohh, kirain,” balas Win dengan malu-malu.

Bright mengepalkan tangannya, menahan diri untuk tidak mencubit pipi jihoon. Dengan senyuman, Bright mengangguk sebagai respon.

•••

Akhirnya Win pulang bersama Bright menuju rumah Mike. Win mau memegang jaket Bring, tapi segan banget rasanya. Dia takut jatuh kalo gak pegangan.

“Pegang aja gapapa,” ucap Bright tiba-tiba, membuat Win tersentak.

Win pun memegang jaket Bright dengan gugup, semburat samar terlihat di kedua pipinya.

“Gak usah segan sama gue Win, lo kan adeknya Mike. Berarti adek gue juga,” celetuk Bright sambil senyum ganteng.

Win tersentak sebentar lalu tersenyum kecil.

Udah dia duga cinta pertamanya gak seindah itu. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Makasih ya kak,” ucap Win sambil menunduk.

Bright menaruh helmnya di kaca spion. “Iya sama-sama Win, kok nunduk?”

“Gapapa, pusing mau langsung ke rumah. Duluan ya kak,” pamit Win yang langsung masuk ke rumahnya sambil menundukkan kepala.

Bright menatap heran kepergian Win. Ini dia salah apa gimana?

Sedangkan Win menahan air mata supaya tidak jatuh, sesek banget rasanya, padahal Win udah bilang ke diri dia sendiri. Dia itu cuma penggemar, harusnya Win tau diri.

•••

“Kata emaknya anaknya nangis anjir, lo apain bangsat?!” tanya Mike yang udah emosi.

Yang lain menahan badan Mike sedangkan Bright memasang wajah cengo gak tau apa-apa.

“Jelasin ke gue anjir! Gue gak tau apa-apa?!” balas Bright ikut emosi.

Mike menghela nafas pelan.

“Emaknya Win ngadu ke gue, kok pulang sekolah anaknnya nangis. Terus yang nganterin dia kan elo anjir, ya pantes gue curiga???!” jelas Mike.

Bright diam sementara.

“Dia suka sama gue?” tanya Bright dengan polos.

Mike tambah memajukan badannya ingin menampol Bright. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Win.”

“ASTAGA!”

Win menoleh kaget ke arah suara yang memanggilnya.

“K-kak Bright?”

Win awalnya ingin ke belakang sekolah untuk menaruh bangku yang rusak, eh malah ketemu kak Joker.....

“Kak joker,” ucap Bright.

Win melotot kaget. “H-hah?”

“Panggil gue kak joker,” ucap Bright.

Win menundukkan kepalanya. “Tau darimana?”

Bright senyum ganteng.

“Suka susu strawberry, suka pelajaran kimia, suka banget film kartun, suka popcorn caramel, gak suka film horor, benci banget makanan pedes, suka hewan berbulu, dan yang terakhir itu suka sama gue,” ucap Bright panjang lebar.

Win?

Diem kaku kek orang abis lihat setan.

SETANNYA ITU SI BRIGHT!!!

“T-tau darimana?!” tanya Win galak.

Bright memajukan badannya membuat Win mundur perlahan.

“Karena gue secret admirer lo,” jawab Bright sambil tersenyum tipis.

?????????

“Tapi kalo mau yang secret admirer itu kan aku??” tanya Win heran.

“Akhirnya ngaku.”

“IH BUKAN GITU!” sanggah Win yang langsung menabok Bright.

Bright tertawa pelan, setelah itu menggenggam tangan Win. “Gue tau lo suka sama gue, dan sekarang lo tau gue suka sama lo. Pacaran mulai sekarang ya.”

KOK KESANNYA MAKSA YA?

Tapi Win akhirnya mengangguk dengan malu-malu, membuat Bright gemas dan langsung meluknya.

Ternyata cinta pertamanya gak semenyedihkan itu.

𝐏𝐫𝐞𝐦𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡

Di sekolah Jaemin, ada satu murid yang sering disebut sebagai preman sekolah.

Pembawaan datar dan aura 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘤𝘦𝘮-𝘮𝘢𝘤𝘦𝘮 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘨𝘶𝘦 itu terasa banget, membuat Jaemin seberusaha mungkin untuk menghindar dari orang itu.

Tapi sialnya saat kelas 12, Jaemin sekelas dengan preman itu.

Semoga Jaemin baik-baik aja.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“H-hah?”

Jaemin gak salah denger kan?

“Gue mau sekelompok sama lo,” ucap Jeno seakan tidak mau dibantah.

Ini Jeno mau sekelompok sama dia buat dijadiin babu? Biar Jaemin doang yang kerja?

Biasanya kan Jeno sekelompok sama satu gengnya. Ngapain sama Jaemin?!

“T-tapi—”

“Siapa yang mau sekelompok sama lo emang? Yang mana anaknya, biar gue yang kasih tau,” potong Jeno dengan wajah dinginnya.

Jeno menatap sekeliling kelas, sedangkan para murid pun langsung menunduk takut ditatap oleh Jeno.

“E-eh gak ada hehehe,” sahut Jaemin dengan cepat.

Jeno mengangguk dan pergi menjauh dari meja Jaemin, sedangkan para murid menatap Jaemin prihatin.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Kenapa lo ngerjain tugas ini sendiri?” tanya Jeno menahan amarah.

Pasalnya, tanpa dia ketahui. Tiba-tiba Jaemin memberikan makalah tugas sekolah yang harusnya mereka berdua kerjakan.

“Y-ya elo sibuk....” jawab Jaemin dengan suara kecil.

Jeno berdecak, mau marah lagi tapi gak tega.

Masalahnya, 𝘪𝘯𝘪 𝘑𝘢𝘦𝘮𝘪𝘯.

“Pulang sekolah gue traktir sebagai imbalannya. Gue gak suka ngutang,” ucap Jeno setelah itu pergi meninggalkan Jaemin.

Jaemin melotot menatap kepergian Jeno.

PLEASE DEH YA PALING INI MAKALAH GAK SAMPE 10RB?!?!

Jaemin harus mencari alasan untuk menolak.

•••

“Gue anterin.”

“Kalo naik motor, takutnya masuk angin.”

“Gue pake mobil.”

“L-lebih suka naik b-bus.”

Sumpah ya, Jaemin udah kayak minta izin ke bapaknya buat nonton konser.

“Gak, lo sama gue,” ucap Jeno maksa tidak mau dibantah.

Akhirnya Jaemin pasrah, daripada dibunuh? Dia pun mengikuti Jeno dari belakang menuju parkiran.

“EAAA EAAA, MAS JENO SAMA GEBETAN NYA EAAA!!” ledek salah satu teman Jeno.

“Hah gebetan? Calon istri!” sahut anak cowok lainnya yang sedang merokok.

Sedangkan yang sedang meminum es doger pun menoleh dengan wajah polos. “Itu Jaemin yang Jeno maksud?”

Rasanya mau Jeno banting satu-satu.

Jaemin memasang wajah bingung, tidak mengerti akan maksud temen Jeno itu apa. Lagian ngawur banget ngomongnya.

“Loh Jeno, tumben jam segini udah mau pulang,” tiba-tiba ada salah satu anak murid perempuan menghampiri Jeno.

Jaemin mundur dua langkah, dia gak boleh ganggu moment ratu dan raja.

Tapi badannya langsung ditarik ke depan oleh Jeno. “Mau nganterin Jaemin, sekalian ngedate.”

Muka Jaemin langsung melongo.

Perempuan itu menatap Jaemin sekilas. “Oh... Yaudah deh, have fun!”

Jeno mengangguk singkat dan menggenggam tangan Jaemin, menuntun menuju parkiran mobil.

Jaemin menatap Jeno. Mungkin aja yang tadi itu mantan Jeno dan dia hanya dijadikan alat untuk membuat perempuan itu cemburu.

Positif thinking aja na, gak mungkin banget Jeno lebih memilih dirinya daripada perempuan tadi.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Banyak amat....” guman Jaemin saat melihat pesanan yang datang.

Jeno cuma mengangkat alisnya sebelah. “Kata Haechan porsi lo itu banyak.”

IYA BANYAK TAPI GAK SEGINI JUGA JENO!!

Jaemin melirik ke arah meja dimana banyak menu makanan yang kira-kira bisa untuk satu keluarga makan bersama. DIKIRA JAEMIN KULI?!

“Ini banyak banget ihhh,” Jaemin tanpa sadar merengek, tambah sebal setelah melihat warna hijau di salah satu piring.

Jeno tersenyum kecil. “Sayurannya gue makan kok, kalo gak abis nanti minta bungkusin.”

Jaemin berbinar menatap Jeno penuh haru. “Makasih Jeno!!”

𝘿𝙚𝙜 𝙙𝙚𝙜 𝙙𝙚𝙜.

TOLONG YA JAEMIN, KEUWUANNYA PENDING DULU, JENO MAU MAKAN!

Jeno menatap Jaemin yang sedang makan dengan lahap, sedangkan Jaemin tidak menyadari karena fokus dengan makanannya.

Uwu parah (●♡∀♡)

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Semenjak kejadian itu, mereka berdua jadi semakin dekat.

Jaemin bilang mereka cuma teman, sedangkan Jeno gak bilang apa-apa.

Kalo ditanya kenal sama Jaemin atau enggak, Jeno hanya jawab kenal doang.

Jaemin sih seneng-seneng aja temenan sama pentolan sekolah, kalo dia diganggu bakal ditebas sama Jeno.

Tapi rasanya ada yang beda, saat Jaemin melihat seseorang yang bercanda gemes bersama Jeno.

Jaemin liatnya kesel, kan biasanya Jeno bercanda sama dia ngapain itu orang ikut-ikutan?!

Jaemin setelah melihat hal itu langsung mogok berbicara dengan Jeno.

Jeno terlalu peka sayangnya :)

“Kenapa?” tanya Jeno.

Jaemin menoleh. “Apanya?”

“Lo lagi musuhin gue?”

Jaemin menggelengkan kepala.

“Kasih tau dong kalo mau musuhin gue, biar gue gak bingung,” ucap Jeno.

Jaemin langsung mendelik. “Mana bisa kayak gitu???”

Jeno menatap Jaemin meledek. “Yang suka teriak-teriak ke gue katanya mulai saat ini kita musuhan itu siapa? Satpam sekolah?”

“Tukang kebon,” jawab Jaemin kesal.

Jeno mengacak rambutnya setelah itu berjongkok menoleh ke atas menatap Jaemin. “Kenapa lagi gue?” tanyanya sambil memegang tangan Jaemin.

“Gak tau,” jawab Jaemin judes.

Jeno menaruh tangan Jaemin di pipinya. “Tangan lo dingin kek sikap lo.”

Jaemin hanya diam.

Jeno yang tidak tahan pun langsung berdiri. “Kenapa sih, na???”

“Sono deh! Sama temen baru lo tuh. Tadi akrab banget,” ucap Jaemin sewot.

Jeno berpikir sebentar. “Renjun??”

“Iya kali, gak kenal,” jawab Jaemin judes.

Jeno tertawa, setelah itu mencubit pipi Jaemin kencang membuat Jaemin menjerit dan langsung menabok Jeno.

“Sakit!” ucap Jaemin sambil mengusap pipinya.

“Dia sepupu gue weh, gosah cemburuan gitu dong,” ledek Jeno.

Jaemin melotot kecil.

“O-oh gitu!” balas Jaemin berusaha menjadi judes.

Jeno pun balas dengan senyum tampan.

“Na.”

“Apaan sih?”

“Pacaran yuk.”

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“KAWAN-KAWAN BESOK KITA DITRAKTIR MIE AYAM SAMA JENO!!”

𝐂𝐨𝐧𝐭𝐚𝐜𝐭 𝐍𝐚𝐦𝐞

Jaemin dan Jeno baru menjadi teman kelas setelah kenaikan kelas 12. Mereka sebelumnya belum pernah mengobrol ataupun berinteraksi satu sama lain.

“Lo kelas IPA 1 ya dulu?” tanya Jeno yang melihat Jaemin sedang memasang sepatu.

Jaemin menoleh dan menganggukkan kepala. “Pantes pernah liat,” celetuk Jeno.

PASTI PERNAH LIAT LAH, ORANG SATU SEKOLAH?!?!

Jaemin cuma senyum kalem setelah itu pergi duluan menghampiri Haechan yang sudah menunggu dia daritadi.

“Lo kenal Jeno, chan?” tanya Jaemin.

Haechan mengangguk. “Dia itu orang paling SKSD di dunia ini,” jawab Haechan.

Jaemin pun mengangguk setuju, walaupun perasaannya agak aneh saat Jeno mengajak ngobrol dirinya.

. . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . .

Jaemin setuju dengan perkataan Haechan, Jeno benar-benar orang yang SKSD. Tapi untung saja jeno itu tidak annoying, malah lucu karena suka menyeletuk aneh.

Bikin nyaman

“Eh, lo beli buku king ya?” tanya Jeno.

Jaemin mengangguk. “Kenapa, lo mau plagiat?”

Jeno langsung mendelik.

“Lo beli king, nanti buku gue namanya queen,” balas Jeno tengil.

MANA ADA BUKU SBM NAMANYA QUEEN?!

Jaemin yang kesal pun menabok bahu Jeno, sedangkan Jeno hanya tertawa sebagai respon.

“WEHH JENO, AC MATI!!” teriak salah satu teman kelas Jaemin.

Jeno langsung berdiri dan memasang wajah galak. “Bangsat lo ya! Kalo AC mati nyuruhnya gue. Dikira gue tukang AC?!”

Walaupun ngedumel ujung-ujungnya Jeno keluar untuk menyalakan saklar yang dimatikan oleh orang iseng.

Bahkan saat selesai pelajaran olah raga, Jeno pernah keluar kelas hanya menggunakan boxer ke tempat saklar AC.

Bener-bener gak punya malu.

Itu lah yang membuat Jaemin menamakan Jeno 'Tukang Ac' dikontaknya.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Na, pinjem hape dong buat telpon hape gue. Dibawa sama Haechan anjir buat foto-foto,” ucap Jeno sambil menghampiri Jaemin.

Kamera handphone Jeno itu bagus, sehingga banyak orang yang meminjam untuk foto. Walaupun ujung-ujungnya Jeno jadi repot sendiri.

Jaemin pun membuka WA dan mencari kontak Jeno.

“Wahh batu, tukang AC dinamainnya anjir,” ucap Jeno saat melihat nama kontaknya di handphone Jaemin.

Jaemin tertawa pelan. “Emang lo tukang AC kok.”

Jeno menatap Jaemin seperti ayah menatap anaknya yang berbuat nakal. “Ckckckck, batu kamu ya Nana.”

“Gak gue kasih hapenya nih,” ancam Jaemin. “Utututututu Nana,” bujuk Jeno dengan wajah menjijikkan membuat Jaemin langsung memberikan handphonenya.

Jeno pun menelpon dan langsung diangkat oleh Haechan.

“Weh! Bayar lo ya semua, hape gue mana anjir???” tanya Jeno agak emosi.

Tanggung!”

“Nenek lo tanggung! Gue tau ya masih 67 pose lagi yang belom lo lakuin??!” sahut Jeno.

Nenek gue kpoper bukan tanggung.”

“Balikin sekarang!” ucap Jeno setelah itu mematikan panggilan sepihak.

Jeno pun menyerahkan handphone Jaemin. “Makasih, na.”

Jaemin hanya mengangguk, setelah itu lanjut memainkan handphonenya.

Entah kenapa beda rasanya saat memegang handphonenya, mungkin karena setelah disentuh Jeno? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

“Jeno, pinjem hape dong, mau nyari materi bahasa,” pinta Jaemin sambil menghampiri Jeno yang tidur dibelakang.

“Hm?” Jeno membuka matanya sedikit. “Itu ada di atas meja,” jawabnya dengan suara agak serak.

“Kata sandinya?” tanya Jaemin sekali lagi.

“Nama wali kelas kita,” jawab Jeno.

Jaemin pun mengangguk dan mengetikkan kata sandi. Berhasil dan langsung membuka google untuk mencari materi.

Setelah mencari, Jaemin pun ingin mengirim materi tersebut ke kontaknya.

Jaemin mencari namanya di kontak WA Jeno, tapi tidak ketemu. Waduh, Jaemin pun curiga dinamain aneh-aneh oleh Jeno.

Akhirnya Jaemin menscroll WA Jeno.

Jaemin melotot saat melihat nama kontaknya.

'Istrinya tukang ac'

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Jaemin tidak pernah mau mengakui bahwa dirinya suka dengan Jeno.

Jeno itu baik ke semua orang, jadi untuk baper? kayaknya itu bodoh banget, apalagi mereka gak pernah mengobrol di chat layaknya gebetan.

Tapi maksud Jeno apa menamakan kontaknya kayak gitu?

“Na.”

Jaemin menoleh dan agak terkejut saat melihat Jeno datang dengan nafas terengah-engah.

“K-kenapa?” tanya Jaemin heran.

“Nama kontak lo itu— aduh gimana ya jelasinnya. Itu....” Jeno bingung sendiri harus jelasin seperti apa ke Jaemin.

“Tukang AC nya bukan elo kan maksudnya? Tukang AC beneran kan maksud lo?” tanya Jaemin sambil tersenyum tulus walaupun terlihat terluka.

Jeno mengatupkan bibir dan tidak membalas perkataan Jaemin.

“Iya ngerti kok, gak mungkin banget lo suka sama gue hahaha,” lanjut Jaemin tertawa paksa.

Jaemin berdiri dari duduknya.

“Udah gak usah dipikirin, laper nih mau ke kantin. Dah,” pamit Jaemin sambil melambaikan tangan.

Jaemin berjalan perlahan membelakangi Jeno, menahan air mata supaya tidak keluar.

“Gue suka sama lo.”

Jaemin berhenti di depan pintu, dia berharap telinganya tidak salah mendengar.

“Sekali lagi gue ngomong, gue suka sama lo.”

Jaemin menoleh kearah Jeno dengan mata berair.

“K-kok bisa?” tanya Jaemin.

Jeno tertawa karena pertanyaan Jaemin itu lucu.

“Bisa lah, gimana gak bisa gue gak suka sama lo?”

Jaemin menatap Jeno marah karena jawaban Jeno itu aneh.

“Gak jelas lo,” ucap Jaemin galak.

Jeno pun tersenyum. “Mau jadi pacar gue gak?”

“Gak tau.”

“Dih yaudah, gue mau rebut istrinya tukang AC aja lah,” ucap Jeno sambil masang wajah judes.

“IHH GAK JELAAASSS,” ucap Jaemin merajuk.

“Mau pacaran sama gue gak?”

“Gak tau!”

Jeno menghampiri Jaemin yang menatapnya tajam. “Kalo gak mau jadi pacar gue, gue cium bibir lo.”

Jaemin langsung menabok pipi Jeno. “Sembarangan!”

Jeno mengadu kecil sambil memegang pipinya. “Kalo lo mau jadi pacar gue, lo yang cium bibir gue.”

“Gila lo!”

Jeno tertawa melihat reaksi Jaemin.

Tapi setelah itu membeku karena tiba-tiba Jaemin maju dan mencium bibirnya.

“MAU KE KANTIN, LAPER.”

Jaemin pun kabur.