Kerja kelompok.
Levi dan Hange kini saling memandang canggung di depan pintu rumah milik Hange.
Tiba-tiba saja kedua orang tua Hange ada keperluan, hingga mau tak mau mereka harus berduaan.
“Eum.. kerjainnya di teras aja ya? gapapa kan?” ujar Hange ragu
Levi hanya mengangguk, kemudian duduk di salah satu kursi. Entah kenapa, Ia pun merasa gugup dan canggung? terutama ketika Ia menyadari ada yang berbeda dengan tampilan Hange.
Gadis itu terlihat rapih, rambutnya tergerai sempurna. Bahkan, wangi sampoonya pun tercium.
Hange itu cantik, tapi hari ini kadar cantiknya meningkat. Bahkan celana pendek dan sweater terlihat berkali-kali lipat lebih cantik ketika digunakan di tubuhnya yang tinggi. Levi berani bertaruh, jika saja gadis itu lebih memerhatikan dirinya pasti akan banyak yang mengajaknya berkencan.
“Mau minum apa?” pertanyaan Hange membuat dirinya kembali tersadar dari lamunannya
“Apa aja” balas Levi singkat
“Oke, tunggu diambilin dulu” sahut Hange lalu meninggalkan Levi sendirian.
Sepanjang waktu mereka sibuk dengan tugas masing-masing, walau kadang Levi mencuri waktu untuk sekedar memperhatikan gadis di hadapannya.
Dibalik sifatnya yang aneh -untuk ukuran Levi-, gadis itu sangat pintar dan dewasa. Pemikirannya selama diskusi membuat Levi kagum.
Levi rasanya bersyukur bisa melihat sisi lain Hange yang jarang diketahui orang lain. Anehnya, Ia tidak mau orang lain menyadari kecantikan Hange.
“Udah puas belum liatinnya?” ujar Hange memecah keheningan diantara mereka
Hange menaik-turunkan kedua alisnya sambil tersenyum menggoda Levi. Semburat merah tiba-tiba muncul di kedua pipi laki-laki itu
“IH SUMPAH LEVI PIPI LO MERAH BANGET” teriak Hange dengan tawa lepas
Dan sejak saat itu Levi tersadar bahwa gadis itu telah menyita seluruh perhatiannya.