Jemputan

Binar buru-buru keluar dari kamarnya setelah mendapat pesan dari Garfaldo kalau dia sudah sampai. Tangannya meraih kedua sepatunya di rak lalu memakainya.

Rumahnya hari itu kosong, orang tua maupun adiknya sama-sama sedang di luar, hanya ada dia dan ART-nya. Tanpa perlu pamit, Binar membuka pintu dan kembali menutupnya, barulah ia menghampiri Garfaldo yang tengah duduk di motornya dengan helm yang masih ia pakai.

“Kak.” tegur Binar sopan, lantas Garfaldo menoleh pada Binar yang sudah ada di dekatnya.

“Nih.” langsung saja Garfaldo menyodorkan helm yang sudah ia siapkan untuk Binar dan Binar langsung menerimanya.

“Lo cuma nganterin gue atau ikut turun Kak?” tanya Binar sembari memakai helm yang tadi Garfaldo beri, yang di tanya melirik sebentar sebelum menjawab.

“Ikut turun.”

Binar mengangguk, “emangnya lo mau ngapain disana Kak?”

“Makan es krim, apalagi?” Binar meringis, pertanyaan cukup bodoh juga sampai jawaban yang di beri Garfaldo terdengar dingin.

“Sama gue atau pisah meja?” kali ini pertanyaannya ia dasari karena ingin tahu apakah ia hanya sendiri atau harus berdua dengan Garfaldo, mengingat harus ada persiapan untuk mengobrol dengan lelaki di depannya itu.

“Sama lo lah, kan jalannya juga bareng ini.”

Garfaldo menghela nafasnya setelah menjawab pertanyaan terakhir Binar, namun sebelum mengajak Binar untuk segera jalan, ia melontarkan pertanyaan balik, “lo gak nyaman jalan bareng gue?”

“E-eh nyaman aja, cuma nanya doang kok Kak, gak bermaksud apa-apa. Siapa tau pas disana lo maunya beda meja sama gue.” Binar sedikit terkejut mendengar pertanyaan Garfaldo, rasanya menjadi tidak enak karena dia seolah-olah menolak untuk satu meja dengan Garfaldo.

“Yaudah naik.” ujar Garfaldo tanpa memperdulikan lagi obrolan tadi.

Binar duduk di atas jok kosong yang ada di belakang Garfaldo, menaruh tasnya di tengah-tengah mereka berdua, membuat batasan.

“Kalau mau pegangan, peluk aja.”

Tanpa memperdulikan saran Garfaldo, Binar memegang pegangan belakang joknya sebagai penahannya, tidak berani dan mencoba melupakan ucapan terakhir Garfaldo yang cukup membuatnya merasa malu.

Lalu motor Garfaldo meninggalkan kediaman Binar.