frühlingsstimmen

#3 HOW TO BE THE BEST VERSION OF ME?

Kali ini mau bahas message yang aku dapat dari podcast andalan Realationship Podcast (@real.podcast).

Pasti setiap kita (apalagi ciwi-ciwi nih) sering berpikir kalau pingin banget dong punya pasangan hidup yang “terbaik” tanpa introspeksi diri sendiri apakah kita udah jadi yang terbaik untuk orang lain apa belum? Sebelum memulai hubungan dengan orang lain, penting banget untuk jadi the best version of ourselves alias sudah bisa jadi diri kita seutuhnya, jadi diri yang pulih dari masa lalu, dan punya kepribadian yang dewasa.

Nah, kalau diri kita belum jadi yang terbaik akibatnya apa tuh? Akibatnya cukup mengerikan karena bakal muncul bibit-bibit toxic. Kita bakal punya tendensi untuk terus menuntut orang sesuai dengan apa yang kita mau, kita jadi egois, pinginnya dimengertiiiii terus, gampang jealous, dikit-dikit ngambek. Ya itu terjadi karena diri kita lagi kosong dan kita malah cari hal yang salah (dengan cara yang salah pula) untuk mengisi diri kita.

Dari podcast ini ada 2 tips nih gimana caranya jadi the best version of me: – Temukan bagaimana caranya kita mengasihi, menerima diri sendiri. Love yourself di sini bukan berarti kita jadi orang yang narsistik dan makin egois. No, no. Maksudnya adalah bagaimana kita bisa mengasihi diri kita sendiri dengan cara menerima kekurangan dan kelebihan, mengampuni diri sendiri dari trauma dan luka masa lalu itu penting polll. Intinya kita bisa mencintai diri karena kita sudah bisa pulih dan tau dengan jelas identitas kita itu siapa.

Identitas diri kita dalam Tuhan itu juga penting, ada banyak firman Tuhan yang punya message siapa diri kita menurut pandangan-Nya. Mengasihi dan menerima diri sendiri adalah pondasi yang kuat banget untuk relationship. Kita jadi bisa mengasihi orang lain dengan cara yang benar tanpa banyak tuntutan dan no more heartbroken (asalkan kita sama orang yang tepat ya).

  • Upgrade yourself Upgrade berbagai macam area di hidup kita. Area kerohanian (ini sangat penting karena bakal berdampak buat area lainnya), upgrade skill atau hobi, upgrade penampilan, pokoknya upgrade yourself dalam hal baik.

Kalau bisa upgrade yourself, wawasan dan kapasitas diri kita jadi bertambah, hidup jadi lebih menarik, langkah hidup kita jadi jalan makin jauh makin mantap dan langkah itu yang bisa aja lho mempertemukan kita sama calon pasangan hidup (itu sih bonus ya), hal itu juga bikin kita teguh dalam panggilan Tuhan dalam hidup kita.

Waktu lagi diproses untuk upgrade yourself, jangan terlalu sering membandingkan diri sama pencapaian orang lain. Upgrade diri kita bukan serta-merta langsung berubah jadi orang hebat, tapi kita harus melalui proses step by step, pelan-pelan yang penting hasilnya pasti bikin kita jadi a better person, dan jangan lupa untuk berserah+tetap percaya sama timing-nya Tuhan, kalau kita udah berusaha upgrade diri terus kita udah ready untuk ketemu calon pasangan hidup, pasti deh kalau itu waktu-Nya Tuhan pasti akan klik! banget.

#1 THE SACRED SEARCH CHAPTER 1 NOTE: A TALE OF TWO TEARS

Jadi sambilan sharing tentang hal-hal relationship yang aku dapat dari podcast kesukaanku (@real.podcast), aku juga mau sharing tentang catatan yang aku dapat dari Relationship Mentoring Group yang aku ikuti tahun 2020 lalu. Materi RMG-nya tentu saja dari bukunya Gary Thomas “THE SACRED SEARCH” Aku share di sini tujuannya biar nggak asal lupa sih karena materi dari buku ini penting banget dalam masa pencarian jodoh di tengah dunia yang chaos ini :“)

CHAPTER 1: A TALE OF TWO TEARS

Ask yourself: “Ten years from now, what kind of tears do I want to be crying? Tears of joy, or tears of pain? Do I want to be in a marriage that lifts me up, or one that drags me down? A union marked by a shared partnership, or one where we're hiding from and hurting each other on a regular basis?”

STUDY NOTES 1. Kehidupan pernikahan yang saya hargai: pernikahan yang dasar utamanya adalah Tuhan dan firman-Nya, berkomitmen dalam Tuhan, saling mengasihi dengan kasih Tuhan, pasangan yang punya visi misi sama dalam hidup, saling menghargai pasangannya, dengan begitu pasti bisa membesarkan anak dengan penuh kasih. Pokoknya kasih-Nya Tuhan berperan besar dalam pernikahan.

  1. Gambaran ideal dari hubungan yang ingin saya miliki: Tentu saja seperti poin satu, berdasar dalam Tuhan, hubungan yang tidak egois dan tidak asal pake emosi, punya hati yang sama untuk melayani Tuhan dengan visi misi yang sama, komunikasi satu sama lain harus baik (saling terbuka).

  2. Sifat-sifat dalam hubungan yang paling ingin dihindari: gampang berantem cuma gara-gara masalah kecil, menyelesaikan masalah dengan kekerasan, membesarkan masalah kecil dan menyepelekan masalah serius, pasangan yang nggak rohani a.k.a cuma pentingin kepuasan seks/sekedar romantisan-romantisan doang, pasangan yg nggak saling terbuka apalagi kalau ada masalah. No ngambek-ngambek bestie.

  3. Pernahkah bertanya kepada diri sendiri “Mengapa saya ingin menikah?” Pernah! Sejak lahir saya tumbuh dalam keluarga kristen yg bisa dibilang nggak punya dasar Kristus yang kuat, terlebih lagi setelah papa meninggal mama bukan orang yang rohani, jadi saya ingin menikah karena pingin membangun dan benar-benar ingin merasakan gimana sih berada dalam keluarga yang sungguh-sungguh berdasar kpd Tuhan (doa bareng, ibadah bareng, pelayanan bareng, dsb).

  4. Perenungan tentang Matius 6:33 dan kaitannya dengan kehidupan sebelum pernikahan: Well, Matius 6:33 memang penting banget untuk jadi dasar kehidupan pribadi saya. Saya jadi terpacu untuk lebih semangat hidup untuk Tuhan, tetap cari Tuhan dan melayani Tuhan terutama di masa single ini, saya juga jadi lebih hati-hati (ada hikmat dari Tuhan) sehingga saya nggak gampang jatuh pada orang yang salah. Intinya harus bucinin Tuhan yang utama biar nggak dibutakan sama cinta-cinta yang salah di dunia ini.

Mengutip juga dari bacaan chapter 1 ini, kalau kita mencari dahulu Kerajaan Allah dan Kebenarannya, maka: -Selfish people become servant. Bangun hubungan artinya kita saling melayani (menguatkan, mendoakan, mengasihi, mendukung) satu sama lain. -Self-centered children grow up to become workers in God's Kingdom. Hidup itu sepenuhnya tentang Tuhan, bukan tentang diri kita sendiri. -Strangers become intimate friends. Bisa punya intimacy karena kita pakai kasih-Nya Tuhan untuk bangun hubungan ke sesama.

Refleksi: Dari chapter 1, saya diperingatkan untuk hati-hati dengan urusan tentang pasangan hidup/menikah dan juga sekarang tuh bukan lagi jamannya mikir “dengan siapa”, tapi “mengapa” saya ingin menikah, dan punya dasar hidup yang benar (Tuhan) itu penting banget di masa single!!!

#2 TOXIC RELATIONSHIP

Sepertinya blog ini akan beralih fungsi untuk sharing catatan/pengalaman seputar relationship (sambilan aku belajar juga kan ya) kan di umur segini perlu banget belajar tentang relationship biar waktu hidup tak sia-sia dalam hubungan yang salah. Catatannya bakal panjang karena topik toxic relationship bukan hanya overrated tapi emang sepenting ituuuu untuk dibagikan!!! Kali ini mau sharing tentang hal yang aku dapat setelah dengar “Realationship Podcast” di spotify, kalau mau kepoin ignya silakan cek @real.podcast ya!

TOXIC RELATIONSHIP ITU APA DAN SEPERTI APA: >> Hubungan yg mengeksploitasi kelemahan kita, bikin kita lemah dan bikin kualitas hidup kita menurun.  – >> Eksklusif secara negatif: bikin kita menarik diri dari Tuhan, prioritas hancur, menarik diri dari komunitas dan ibadah2, menarik diri dari pelayanan. Fokusnya pacaran muluuu sampai ga mao bisa ikut komsel, ibadah, kumpul keluarga, dll. Bikin hidup ga seimbang. Waktu, uang, tenaga habis dengan sia-sia.  – >> Kisah di Alkitab: Samson dan Delilah. Samson kehilangan semuanya karna luluh sama toxicnya Delilah. – >> Gambar diri jadi rusak karna insecure yang timbul dalam toxic relationship. Pengaruh lingkungan bikin hal-hal toxic itu mendem di alam bawah sadar: keluarga, circle pertemanan, masa lalu dengan mantan. Bikin standar diri kita di bawah dan gak sesuai sama cara pandang-Nya Tuhan. Efek insecure itu bahaya bikin kita bisa iri sama orang, padahal identitas diri kita masing-masing sangat unik dan berharga di mata Tuhan (kisah Saul yang insecure dgn Daud).  – >> Jangan sampai relationship dalam hidup kita tuh malah menghalangi tujuan hidup/panggilan hidup yang Tuhan udah kasi. Karna itu ga cuma ngerugiin kita dan pasangan, tapi bisa rugiin banyak orang yang seharusnya bisa terberkati lewat kerja Tuhan dalam hidup kita tapi eeeeh kita sibuk bucin sama orang yang salah LEPAS DARI TOXIC RELATIONSHIP? – >> Prinsip lepas dari toxic relationship: JANGAN pikir kalau diri kita bisa mengubah diri pasangan kita. Pasangan berubah itu karna diri dia sendiri dan Tuhan, bukan karena kita. Kalau ga bisa berubah, tinggalin.  – >> Jangan cuma judge pasangan/mantan kita toxic, diri sendiri HARUS introspeksi diri apakah toxic juga. Soalnya toxic person itu attract toxic person lainnya.  – >> Jangan takut jadi single. Single tapi bisa berbuah dan jadi berkat tuh lebih baik daripada punya doi tapi cuma asal bucin. Dunia lu ga cuma untuk galauin doi doang lho bestie.

SOLUSI: 1. Connect lagi ke Tuhan: minta tolong ke Tuhan, BERDOA >> help me to see the way God looks at me >> God loves me >> experience Father's love. Di masa single yuk bucin ke Tuhan duluuu, pasti bisa self love. Doaaa, ada kuasa dalam doa karna Tuhan melihat, Tuhan mendengar, Tuhan mengerti, Tuhan mau punya relationship sama anak-anak-Nya 2. Kalau lagi in relationship: KOMUNIKASIKAN dengan pasangan, kalau pasangan masih gak bisa punya keputusan baik, tinggalin. Jangan langsung putus tapi jangan pertahankan relationship yang gak sehat. Setelah itu benahi diri, balik ke poin no. 1.

Mengutip kata-kata kakak Sasha Tjie yang juga jadi host podcastnya, peringatan untuk para ciwi-ciwi: Please kalau kalian lagi ada di relationship saat ini dan kalian dapat perlakuan nggak baik dan selalu kalian doang yang keluar waktu, tenaga, uang, tanpa ada effort dari doi. GIRL, RUNNN!!!!!!! YOU DESERVE BETTER.

#1 JODOH NGGAK YA??????

Pernah denger beberapa orang bilang gini “Yahh kan belum tentu kamu berjodoh sama doimu yang sekarang, kalau bukan jodoh gimana?”

Lah iya emang kaga ada yang tau we never know bestie, mereka ngomong gitu udah kayak merasa jadi Tuhan kali ya. Padahal urusan jodoh atau gak itu sebenernya BISA DIUSAHAKAN kedua belah pihak yang ada di suatu relationship.

Usahanya kayak gimana? Ya tetap doakan (doa bukan paksa Tuhan utk jadiin dia jodoh saya, tapi memang pada dasarnya kita diajarkan untuk doain orang lain toh, tiap hari kan pasti kita ada doain orang lain yang ada di hidup kita even VIP list dan orang2 lain di luar sana), punya dasar relationship yang benar, bangun relationship yang sehat (saling komunikasi, saling mengenali satu sama lain, terbuka apa adanya), libatkan Tuhan dan pakai kasih-Nya Tuhan, perlu hikmat dari Tuhan, dsb. 

Seiring berjalannya waktu, kalau kita berhikmat dan pakai kasih-Nya Tuhan, kita pasti ditunjukkin kok ini hubungan bener atau kaga. Kalau bener, lanjut. Kalau gak bener ya komunikasikan dulu in mature way jangan childish juga kalau selesaiin masalah, tapi kalau udah toxic ya berhenti sampai di situ.

Jangan paksain bangun hubungan gak sehat karna alasan udah nyaman/terlanjur sayang/dll. Kita pasti aware sama red flag kalau kita connect terus sama Tuhan (balik lagi, karna kita berhikmat). 

Kita sebagai manusia ya punya freewill, kemampuan untuk memutuskan dan memilih siapa pasangan hidup kita asalkan kita libatin Tuhan dengan hati yang murni bener. Setelah itu pun kita tetap punya kemampuan untuk berhikmat bangun hubungan yang bener dan bertanggungjawab sama hubungan yang kita bangun. Jadi ingat yaaa jodoh itu bukan hal yang dipasrahkan, tapi diusahakan.

Dan...... Sebenernya nggak pernah ada yang namanya “ketemu jodoh” atau “jodoh ujug-ujug dikasi Tuhan, kita tinggal duduk manis diem di rumah.”, karena sebenernya kita sedang create our own “jodoh”, kenapa seperti itu, ya karena sebenernya jodoh datang dari orang-orang di sekitar kita dan dengan kita saling mengenal lebih dekat dan lebih dalam, itu yang namanya kita sedang create our own “jodoh.”

Mengutip KBBI: jodoh/jo·doh/ 1 n orang yang cocok menjadi suami atau istri; pasangan hidup; imbangan: berhati-hatilah dalam memilih —; 2 n sesuatu yang cocok sehingga menjadi sepasang; pasangan:

Untuk bisa jadi “sesuatu yang cocok” harus DIUSAHAKAN kedua belah pihak.  Diusahakan ya harus diusahakan dengan dasar yang benar. Kalau dasarnya gak benar bisa jadi toxic kawan.

☁ ☔ 🚌

'Apakah wajar jika aku menanyakan tentang sesuatu yang pernah ia katakan padaku bertahun-tahun yang lalu?'

'Bagaimana jika prasangkaku selama ini salah?'

Drrt... drrt....

Aku terkesiap, baru saja menyadari bahwa sejak tadi ponselku bergetar tiada henti. Sepuluh pesan belum terbaca dan tiga panggilan tak terjawab—-dari laki-laki itu.

Belum sempat aku menarik napas, ponsel bergetar lagi. Nama laki-laki itu terlihat jelas pada layar ponsel yang mulai ditetesi rintik hujan kecil. Aku berusaha menenangkan degup jantungku yang tak terkendali tiap kali menerima telepon dari semua orang, terlebih lagi dari sosok itu.

Aku menelan ludah susah payah, lalu berkata, “Halo-”

Suara baritone yang kontras dengan cuaca mendung hari ini menyela sapaanku, “Jane! Kau sudah pulang kerja, kan? Maaf, mobilku harus menginap di bengkel hari ini. Jadi, aku tidak bisa menjemputmu....”

Desahan napas kecewa diam-diam terhembus dari mulutku, padahal aku sudah berniat untuk menanyakan sesuatu pada laki-laki itu. “Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri.”

“Tidak, dengarkan aku dulu. Aku belum selesai berbicara,” kata laki-laki itu lagi. “Aku akan tetap pulang bersamamu. Busnya belum datang, kan?”

Napasku tercekat keras. Kepalaku kontan menoleh ke sekitar, lantas mendapati sosok tinggi yang tentu saja kukenali berlarian kecil menuju halte bus tempatku berpijak. Mantel cokelat lelaki itu hampir dipenuhi tetes air hujan. Aku menurunkan ponselku dan memutar badan, menyambut kedatangannya dengan senyum cerah yang tak bisa kusembunyikan.

“Kau tahu, kan aku tidak pernah mengingkari janjiku? Aku pasti tetap menjemputmu.”

Senyumku masih belum pudar. “Aku masih tidak percaya kau akan datang.”

Tawa kecil laki-laki itu terdengar. “Jadi... sekarang kita harus menunggu bus datang?”

Aku mendecih penuh gelak canda. “Kau selalu mempertanyakan hal yang sudah jelas jawabannya.”

Kami berdua tertawa, namun detik-detik berlalu dan keheningan sejenak melingkupi kami—-membiarkan bunyi rinai hujan mengisi ruang hampa.

Aku membuka mulut, tanpa suara, dengan hati yang gelisah.

'Apakah aku harus bertanya padanya sekarang?'

'Tapi bagaimana dengan ketakutan-ketakutanku akan prasangka tanpa kepastian itu?'

Aku memejamkan mata untuk beberapa saat, menarik napas dalam-dalam, lalu suaraku meluncur begitu saja.

“Mark.”

“Jane.”

Duh, gelak tawa memecah kesunyian.

“Ladies first?” ucap Mark.

Aku mendadak kehilangan keberanianku untuk menanyakan hal itu. Dasar bodoh.

Lantas aku menggeleng. “Tidak, kau saja, Mark. A-Aku lupa apa yang ingin kutanyakan....”

“Ah, kalau begitu nanti saja...,” tukasnya sambil memasukkan sebuah kotak beludru kecil ke dalam mantel cokelatnya.

“Oh... baiklah,” gumamku yang masih kebingungan dengan perasaanku sendiri. Aku tak bisa berhenti menyalahkan diriku yang masih saja terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak pasti dan aku membenci itu.

“Hari ini jangan langsung pulang. Ayo makan malam bersama.”

Kepalaku menoleh ke arah Mark tersenyum memohon padaku agar aku mau menemaninya makan malam.

Aku mengangguk kaku yang segera saja disambut seruan bahagia dari laki-laki itu.

Sementara itu, degup jantungku masih sama sejak tadi, keras dan tak terkendali. Menyadari bahwa hari ini aku masih punya kesempatan untuk bertanya pada lelaki itu, setelah makan malam.

Akhirnya, bus datang.

Oke, Jane. Persiapkan dirimu.

fin.