harayuki

Pertemuan.


“Loh… itu kan—” Taeyong menunjuk pemuda di samping Jungwoo dengan membola.

“Itu… dia kan—” Begitu juga dengan Jungwoo yang menunjuk dengan tatapan horor pemuda di samping sahabatnya.

“TUNANGAN GUE?”


“Kenapa lo ga bilang kalau pacar gue ini tunangan lo!” Jungwoo sudah menunjuk-nunjuk wajah sahabat terbaiknya, sahabatnya sejak mereka masih mengenakan pampers mamypoko, dengan perasaan murka.

Taeyong yang tidak terima pun membalas, “Lah elo aja ga pernah bilang kalau pacar gue ini tunangan lo!”

“Mana gue tau Lee Taeyong!” Jungwoo mengerang frustrasi, ia mengacak-acak rambutnya sendiri. Jaehyun di sampingnya sudah mengelus-elus pundaknya agar kekasihnya itu lebih tenang.

“Ya mana gue tau juga Jungwoo!” Taeyong ikut tersulut emosinya, Doyoung bahkan sudah menahan pemuda itu agar tidak mengamuk di dalam restoran. Bisa gawat kalau Jaehyun dan Doyoung tidak menahan kekasih mereka, bisa-bisa terjadi perang dunia ke tiga.

Lebay.

“Udah dong sayang, duduk duduk ayo. Itu diliatin sama yang lain.” Doyoung akhirnya buka suara, merasa pandangan orang-orang menuju kearah mereka membuatnya risih.

“Jungwoo, baby, udah ya jangan marah-marah. Nanti gemesnya ilang loh.” Jaehyun juga ikut menenangkan, memang kekasih yang baik dan idaman sejuta umat Jaehyun itu.

Namun setelahnya tindakan Jaehyun membuat Doyoung dan Taeyong lebih malu lagi. Pemuda berlesung pipit itu membawa Jungwoo ke pangkuannya. Iya, benar, ke pangkuan Jaehyun alias memangku Jungwoo. Di depan banyak orang.

Taeyong dan Doyoung melempar pandangan aneh, benar-benar tak tahu malu dua orang di depannya itu.

“Ududu, sayangku jangan marah-marah ya.” Tak berhenti sampai situ, kini Jaehyun mengecupi pipi Jungwoo. Berusaha membuat pacarnya yang sedang cemberut itu kembali tersenyum. Taeyong mengernyit geli melihatnya. “Ngomongnya baik-baik aja, ga usah teriak-teriak. Nanti orang-orang denger kan ga enak ya.”

Nasehat Jaehyun memang benar, jika saja pemuda itu tidak menggunakan nada seperti anak kecil pada Jungwoo, pasti Taeyong dan Doyoung sudah bertepuk tangan kagum.

“Lebay banget!” Taeyong menyela. “Udah lanjut lagi obrolan kita. Tapi bisa gak sih lo… iya lo Jungwoo, gak usah di pangku gitu.” Jungwoo memutar bola matanya jengah mendengar perintah Taeyong. “Geli tau, ini di restoran. Plis jangan ngelakuin PDA.”

Jungwoo tadinya hendak protes, tapi benar kata Taeyong, ini kan di tempat umum dan tidak sepatutnya mereka umbar-umbar kemesraan. Kasihan, nanti yang jomblo malah pada sirik lagi dengan Jungwoo yang punya pacar tampan dan penyayang bak Jaehyun.

Akhirnya Jungwoo turun dari pangkuan Jaehyun dan duduk di tempatnya semula. Kini keempatnya mulai diam dan saling memandang satu sama lain, sunyi dan hening, kalau dalam animasi di atas kepala mereka ada gagak yang lewat saking garingnya suasana di antara mereka.

“Ehm.” Doyoung buka suara. Sebagai orang yang memiliki kepribadiian yang—dituntut—dewasa, Doyoung berniat jadi moderator dalam pertemuan ini. “Kayaknya kita belum saling kenal. Gimana kalau kenalan dulu?”

Sebetulnya mereka secara tak langsung sudah saling kenal satu sama lain. Jaehyun yang nyatanya adalah tunangan dari Taeyong dan Doyoung yang menjadi tunangan Jungwoo.

Tunangan yang tertukar ini sih namanya.

Hidup benar-benar mempermainkan mereka, bisa-bisanya garis takdir mereka sekonyol ini, kisah cinta mereka bisa menjadi drama komedi seperti ini. Jungwoo ingin menangis saja rasanya, ia sudah menutup wajahnya dengan telapak tangan lalu mengeluarkan lolongan kesal.

Taeyong yang melihat Jungwoo jadi kasihan juga sebetulnya walau keadaan mereka sama, ya sama-sama dipermainkan oleh takdir. Ia hapal betul bagaimana Jungwoo, temannya itu sangat sensitif dan berhati lembut bak permen kapas, jarang-jarang dibuat pusing dan mau pusing kecuali hanya untuk tugas.

“Jadi, gue kan belum pernah kenalin ke lo nih…” Taeyong. “Ini pacar gue Doyoung.”

Jungwoo mendengus, “Pacar lo itu tunangan gue!”

Taeyong yang tersulut emosinya ikut membalas, “Ya pacar lo juga tunangan gue!”

“Udah, udah! Jangan bahas tunangan dulu.” Doyoung menyela, di wajahnya sudah terlihat jelas kalau ia geregetan dengan dua pemuda yang selalu beradu mulut. “Kita ngobrol baik-baik aja. Awalnya juga kalian mau ngenalin pacar masing-masing kan, bukan tunangan. Oke?”

Tidak ada jawaban. Doyoung kembali angkat suara, kali ini dengan lebih tegas. “Oke?!”

Taeyong dan Jungwoo kompak mengangguk, “Oke.”

Bagus. Doyoung tersenyum puas. Lalu ia beralih pada Jaehyun. “Lo kenapa diem aja?”

Jaehyun malah angkat bahu santai, “Gue oke aja lah kalian mau gimana atau ngomongin apa. Gue di sini cuma mau nemenin ayang Jungwoo.”

“Ayang~” Jungwoo mengeluarkan suara terharunya lalu merangkul tangan Jaehyun.

Dih bucin alay.

Doyoung berdehem keras, “Kalau gitu kenalan lagi aja.”

“Kenalin, orang alay di depan ini Jungwoo, temen aku.” Taeyong memulai dengan menunjuk Jungwoo yang dibalas dengan dengusan kesal dari sahabatnya itu. Lalu ia menunjuk Doyoung. “Ini PACAR gue, Doyoung.”

Doyoung terkekeh mendengar penekanan pada kata 'pacar' yang diucapkan Taeyong. “Gue pacarnya Taeyong. Salam kenal ya.”

Kali ini Jungwoo yang memperkenalkan diri dengan singkat, padat, dan jelas. “Jungwoo.” Lalu ia menunjuk Jaehyun. “Jaehyun. PACAR gue.”

Jaehyun senang bukan kepalang, sudah mesem-mesem dengan keposesifan Jungwoo. “Gue pacarnya Jungwoo. Salam kenal ya.”

Perkenalan tidak membuat kecanggungan diantara mereka hilang begitu saja. Kini keempatnya diam, tidak ada yang mau buka suara untuk memulai obrolan.

“Jadi....” Jaehyun angkat suara. “Mau pesen makanan apa?”


Buang Muka


Jungwoo kesal, uring-uringan, sudah delapan hari ia dibuat galau oleh satu orang yang bukan lain adalah Jaehyun.

Pemuda berlabel buaya kampus itu tadinya mengejar-ngejar Jungwoo, head over heels, gamblang sekali mengatakan suka (walau ia tidak yakin itu sungguhan atau bukan) lalu setelah itu meninggalkannya.

Jungwoo di ghosting!

“Bukan berarti gue suka ya sama Jaehyun!” serunya. Itu yang selalu dikatakan Jungwoo ketika Mark dan Haechan terus saja menanyakan perasaannya pada Jaehyun. “Aneh aja gitu ngejer-ngejer gue trus abis itu apa? Gue ditinggal!”

Jungwoo menusuk bakso di mangkok dengan garpunya, barbar dan tidak ber-pri-kebaksoan. Melahap bakso besar sekali lahap, Mark dan Haechan geleng-geleng saja.

Bagi mereka Jungwoo itu sedang dalam fase denial, alias dia sudah naksir pada Jaehyun tapi masih tidak mau mengakui.

“Yaudah kalau gitu ga usah dipikirin sih. Toh lo ga suka juga.” Mark kembali mengeluarkan balasan seperti ini, jika dihitung ini sudah ke dua puluh delapan kalinya ia mengatakan ini pada Jungwoo selama seminggu ini.

Memang seharusnya tidak usah dipikirkan saja, toh Jungwoo tidak suka pada Jaehyun jadi apa masalahnya? Tapi jauh dalam hati kecil Jungwoo selalu berbisik kalau ia merindukan presensi Jaehyun di hari-harinya.

Ia rindu.

Jungwoo langsung menggeleng kuat, menghilangkan pikiran itu dari kepalanya. Ah, kenapa semakin memusingkan saja?

“Kalau kata gue ya, Woo. Ini sebagai orang bijak gue akan bersabda,” Haechan buka mulut, tapi kata-katanya membuat Mark dan Jungwoo ingin menusuknya pakai botol kecap. “Cukup nyakitin diri lo sendiri dan kak Jaehyun. Selama sama kak Jaehyun lo selalu ngomongin kak Doyoung, dia pasti sakit hati, cemburu. Apalagi kak Doyoung temennya tuh.”

“Dan stop nyakitin diri lo dengan mikirin kak Jaehyun yang menjauh, lo jadi ga fokus dan uring-uringan belakangan ini. Kak Taemin aja sampe khawatir sama lo.” lanjut Haechan. “Sekarang, kalau lo ga ada perasaan apa-apa sama kak Jaehyun, yaudah gausah lo berusaha jelasin ke kita lagi, kita percaya aja deh 'kan hati aja hati elo, bukan punya kita. Tapi stop dipusingin. Lo mending musingin tugas deh.”

Jungwoo diam saja, menunduk sambil menatap baksonya dengan perasaan sedih. Ia mengambil napas dalam, berusaha meringankan dadanya yang terasa sesak. Ucapan Haechan memang benar, Mark juga tidak salah.

Tapi tetap saja dadanya terasa sesak.


Sehabis acara makan bakso bersama, mereka memutuskan untuk mengunjungi Dream Cafe. Pengen liat ayang, kata Haechan.

Saat tujuan mereka sudah di depan mata, langkah mereka bertiga berhenti karena seseorang yang menjadi bahan obrolan mereka tadi ada di depan mata.

Jeong Jaehyun.

Pemuda tampan itu juga mematung, berada enam meter di hadapan Jungwoo. Delapan hari ia tidak melihat Jaehyun, hanya delapan hari, tapi Jungwoo merasa itu seperti bertahun-tahun. Pemuda bercap buaya kampus itu terlihat tampan dengan kemeja putih kebesaran dan celana hitam, kacamata juga membingkai wajahnya.

Tampan.

“Itu... kak Jaehyun.” Jungwoo masih bisa mendengar bisikkan Haechan, ia hanya mengangguk bodoh tapi matanya tak lepas dari Jaehyun.

“Lo sana ngomong sama dia.” Mark menyuruhnya, Jungwoo juga ingin melakukan itu, tapi rasanya kakinya tak bisa bergerak.

Matanya dan mata Jaehyun beradu pandang, dan Jungwoo merasa waktu terhenti seketika. Jaehyun, di hadapannya, memandangnya, ah sial, kenapa jantung gue deg-degan gini? Tanpa sadar Jungwoo meremas dadanya yang berdebar kencang.

Jaehyun melangkah maju, Jungwoo tersenyum, ia ikut melangkah mendekati Jaehyun. Semakin jarak mereka dekat, semakin senyum Jungwoo menjadi lebar.

Ini adalah hari terakhir Jaehyun memberikannya silent treatment, itulah yang Jungwoo pikirkan. Saat mereka semakin dekat, Jungwoo melambaikan tangannya dan berseru, “Jae—!”

Jaehyun melengos begitu saja, berjalan melewati Jungwoo seolah ia tidak mengenalnya.

“—hyun?”

Jungwoo melotot tidak percaya, ia berbalik dengan senyum memudar, melihat Jaehyun yang semakin menjauh. Tidak berbalik, tidak menyapa balik. Pergi begitu saja.

Jungwoo mengerjap, tadi itu Jaehyun baru saja mengacuhkannya kan? Ia tidak salah kan?

Untuk satu menit Jungwoo berusaha mencerna apa yang terjadi padanya sambil memandangi kepergian Jaehyun. “Eh?” bingungnya. “Eh, eh, eh?”

Mark dan Haechan yang sama bingungnya akhirnya berdehem. “Kak Jaehyun pergi,” ucap Haechan.

Iya, itu juga Jungwoo tahu.

Tapi kenapa Jaehyun berjalan melewatinya seolah ia tidak kenal Jungwoo? Seolah mereka bukan teman. Jungwoo menegakkan tubuhnya, matanya terasa memanas, tangannya mengepal, napasnya juga memburu. Lalu ia berteriak;

“JEONG JAEHYUN SIALAN!”


harayuki

Buang Muka


Jungwoo kesal, uring-uringan, sudah delapan hari ia dibuat galau oleh satu orang yang bukan lain adalah Jaehyun.

Pemuda berlabel buaya kampus itu tadinya mengejar-ngejar Jungwoo, head over heels, gamblang sekali mengatakan suka (walau ia tidak yakin itu sungguhan atau bukan) lalu setelah itu meninggalkannya.

Jungwoo di ghosting!

“Bukan berarti gue suka ya sama Jaehyun!” serunya. Itu yang selalu dikatakan Jungwoo ketika Mark dan Haechan terus saja menanyakan perasaannya pada Jaehyun. “Aneh aja gitu ngejer-ngejer gue trus abis itu apa? Gue ditinggal!”

Jungwoo menusuk bakso di mangkok dengan garpunya, barbar dan tidak ber-pri-kebaksoan. Melahap bakso besar sekali lahap, Mark dan Haechan geleng-geleng saja.

Bagi mereka Jungwoo itu sedang dalam fase denial, alias dia sudah naksir pada Jaehyun tapi masih tidak mau mengakui.

“Yaudah kalau gitu ga usah dipikirin sih. Toh lo ga suka juga.” Mark kembali mengeluarkan balasan seperti ini, jika dihitung ini sudah ke dua puluh delapan kalinya ia mengatakan ini pada Jungwoo selama seminggu ini.

Memang seharusnya tidak usah dipikirkan saja, toh Jungwoo tidak suka pada Jaehyun jadi apa masalahnya? Tapi jauh dalam hati kecil Jungwoo selalu berbisik kalau ia merindukan presensi Jaehyun di hari-harinya.

Ia rindu.

Jungwoo langsung menggeleng kuat, menghilangkan pikiran itu dari kepalanya. Ah, kenapa semakin memusingkan saja?

“Kalau kata gue ya, Woo. Ini sebagai orang bijak gue akan bersabda,” Haechan buka mulut, tapi kata-katanya membuat Mark dan Jungwoo ingin menusuknya pakai botol kecap. “Cukup nyakitin diri lo sendiri dan kak Jaehyun. Selama sama kak Jaehyun lo selalu ngomongin Doyoung, dia pasti sakit hati, cemburu. Apalagi Doyoung temennya tuh.”

“Dan stop nyakitin diri lo dengan mikirin kak Jaehyun yang menjauh, lo jadi ga fokus dan uring-uringan belakangan ini. Kak Taemin aja sampe khawatir sama lo.” lanjut Haechan. “Sekarang, kalau lo ga ada perasaan apa-apa sama kak Jaehyun, yaudah gausah lo berusaha jelasin ke kita lagi, kita percaya aja deh 'kan hati aja hati elo, bukan punya kita. Tapi stop dipusingin. Lo mending musingin tugas deh.”

Jungwoo diam saja, menunduk sambil menatap baksonya dengan perasaan sedih. Ia mengambil napas dalam, berusaha meringankan dadanya yang terasa sesak. Ucapan Haechan memang benar, Mark juga tidak salah.

Tapi tetap saja dadanya terasa sesak.


Sehabis acara makan bakso bersama, mereka memutuskan untuk mengunjungi Dream Cafe. Pengen liat ayang, kata Haechan.

Saat tujuan mereka sudah di depan mata, langkah mereka bertiga berhenti karena seseorang yang menjadi bahan obrolan mereka tadi ada di depan mata.

Jeong Jaehyun.

Pemuda tampan itu juga mematung, berada enam meter di hadapan Jungwoo. Delapan hari ia tidak melihat Jaehyun, hanya delapan hari, tapi Jungwoo merasa itu seperti bertahun-tahun. Pemuda bercap buaya kampus itu terlihat tampan dengan kemeja putih kebesaran dan celana hitam, kacamata juga membingkai wajahnya.

Tampan.

“Itu... kak Jaehyun.” Jungwoo masih bisa mendengar bisikkan Haechan, ia hanya mengangguk bodoh tapi matanya tak lepas dari Jaehyun.

“Lo sana ngomong sama dia.” Mark menyuruhnya, Jungwoo juga ingin melakukan itu, tapi rasanya kakinya tak bisa bergerak.

Matanya dan mata Jaehyun beradu pandang, dan Jungwoo merasa waktu terhenti seketika. Jaehyun, di hadapannya, memandangnya, ah sial, kenapa jantung gue deg-degan gini? Tanpa sadar Jungwoo meremas dadanya yang berdebar kencang.

Jaehyun melangkah maju, Jungwoo tersenyum, ia ikut melangkah mendekati Jaehyun. Semakin jarak mereka dekat, semakin senyum Jungwoo menjadi lebar.

Ini adalah hari terakhir Jaehyun memberikannya silent treatment, itulah yang Jungwoo pikirkan. Saat mereka semakin dekat, Jungwoo melambaikan tangannya dan berseru, “Jae—!”

Jaehyun melengos begitu saja, berjalan melewati Jungwoo seolah ia tidak mengenalnya.

“—hyun?”

Jungwoo melotot tidak percaya, ia berbalik dengan senyum memudar, melihat Jaehyun yang semakin menjauh. Tidak berbalik, tidak menyapa balik. Pergi begitu saja.

Jungwoo mengerjap, tadi itu Jaehyun baru saja mengacuhkannya kan? Ia tidak salah kan?

Untuk satu menit Jungwoo berusaha mencerna apa yang terjadi padanya sambil memandangi kepergian Jaehyun. “Eh?” bingungnya. “Eh, eh, eh?”

Mark dan Haechan yang sama bingungnya akhirnya berdehem. “Kak Jaehyun pergi,” ucap Haechan.

Iya, itu juga Jungwoo tahu.

Tapi kenapa Jaehyun berjalan melewatinya seolah ia tidak kenal Jungwoo? Seolah mereka bukan teman. Jungwoo menegakkan tubuhnya, matanya terasa memanas, tangannya mengepal, napasnya juga memburu. Lalu ia berteriak;

“JEONG JAEHYUN SIALAN!”


harayuki

Buang Muka


Jungwoo kesal, uring-uringan, sudah delapan hari ia dibuat galau oleh satu orang yang bukan lain adalah Jaehyun.

Pemuda berlabel buaya kampus itu tadinya mengejar-ngejar Jungwoi, head over heels, gamblang sekali mengatakan suka (walau ia tidak yakin itu sungguhan atau bukan) lalu setelah itu meninggalkannya.

Jungwoo di ghosting!

“Bukan berarti gue suka ya sama Jaehyun!” serunya. Itu yang selalu dikatakan Jungwoo ketika Mark dan Haechan terus saja menanyakan perasaannya pada Jaehyun. “Aneh aja gitu ngejer-ngejer gue trus abis itu apa? Gue ditinggal!”

Jungwoo menusuk bakso di mangkok dengan garpunya, barbar dan tidak ber-pri-kebaksoan. Melahap bakso besar sekali lahap, Mark dan Haechan geleng-geleng saja.

Bagi mereka Jungwoo itu sedang dalam fase denial, alias dia sudah naksir pada Jaehyun tapi masih tidak mau mengakui.

“Yaudah kalau gitu ga usah dipikirin sih. Toh lo ga suka juga.” Mark kembali mengeluarkan balasan seperti ini, jika dihitung ini sudah ke dua puluh delapan kalinya ia mengatakan ini pada Jungwoo selama seminggu ini.

Memang seharusnya tidak usah dipikirkan saja, toh Jungwoo tidak suka pada Jaehyun jadi apa masalahnya? Tapi jauh dalam hati kecil Jungwoo selalu berbisik kalau ia merindukan presensi Jaehyun di hari-harinya.

Ia rindu.

Jungwoo langsung menggeleng kuat, menghilangkan pikiran itu dari kepalanya. Ah, kenapa semakin memusingkan saja?

“Kalau kata gue ya, Woo. Ini sebagai orang bijak gue akan bersabda,” Haechan buka mulut, tapi kata-katanya membuat Mark dan Jungwoo ingin menusuknya pakai botol kecap. “Cukup nyakitin diri lo sendiri dan kak Jaehyun. Selama sama kak Jaehyun lo selalu ngomongin Doyoung, dia pasti sakit hati, cemburu. Apalagi Doyoung temennya tuh.”

“Dan stop nyakitin diri lo dengan mikirin kak Jaehyun yang menjauh, lo jadi ga fokus dan uring-uringan belakangan ini. Kak Taemin aja sampe khawatir sama lo.” lanjut Haechan. “Sekarang, kalau lo ga ada perasaan apa-apa sama kak Jaehyun, yaudah gausah lo berusaha jelasin ke kita lagi, kita percaya aja deh 'kan hati aja hati elo, bukan punya kita. Tapi stop dipusingin. Lo mending musingin tugas deh.”

Jungwoo diam saja, menunduk sambil menatap baksonya dengan perasaan sedih. Ia mengambil napas dalam, berusaha meringankan dadanya yang terasa sesak. Ucapan Haechan memang benar, Mark juga tidak salah.

Tapi tetap saja dadanya terasa sesak.


Sehabis acara makan bakso bersama, mereka memutuskan untuk mengunjungi Dream Cafe. Pengen liat ayang, kata Haechan.

Saat tujuan mereka sudah di depan mata, langkah mereka bertiga berhenti karena seseorang yang menjadi bahan obrolan mereka tadi ada di depan mata.

Jeong Jaehyun.

Pemuda tampan itu juga mematung, berada enam meter di hadapan Jungwoo. Delapan hari ia tidak melihat Jaehyun, hanya delapan hari, tapi Jungwoo merasa itu seperti bertahun-tahun. Pemuda bercap buaya kampus itu terlihat tampan dengan kemeja putih kebesaran dan celana hitam, kacamata juga membingkai wajahnya.

Tampan.

“Itu... kak Jaehyun.” Jungwoo masih bisa mendengar bisikkan Haechan, ia hanya mengangguk bodoh tapi matanya tak lepas dari Jaehyun.

“Lo sana ngomong sama dia.” Mark menyuruhnya, Jungwoo juga ingin melakukan itu, tapi rasanya kakinya tak bisa bergerak.

Matanya dan mata Jaehyun beradu pandang, dan Jungwoo merasa waktu terhenti seketika. Jaehyun, di hadapannya, memandangnya, ah sial, kenapa jantung gue deg-degan gini? Tanpa sadar Jungwoo meremas dadanya yang berdebar kencang.

Jaehyun melangkah maju, Jungwoo tersenyum, ia ikut melangkah mendekati Jaehyun. Semakin jarak mereka dekat, semakin senyum Jungwoo menjadi lebar.

Ini adalah hari terakhir Jaehyun memberikannya silent treatment, itulah yang Jungwoo pikirkan. Saat mereka semakin dekat, Jungwoo melambaikan tangannya dan berseru, “Jae—!”

Jaehyun melengos begitu saja, berjalan melewati Jungwoo seolah ia tidak mengenalnya.

“—hyun?”

Jungwoo melotot tidak percaya, ia berbalik dengan senyum memudar, melihat Jaehyun yang semakin menjauh. Tidak berbalik, tidak menyapa balik. Pergi begitu saja.

Jungwoo mengerjap, tadi itu Jaehyun baru saja mengacuhkannya kan? Ia tidak salah kan?

Untuk satu menit Jungwoo berusaha mencerna apa yang terjadi padanya sambil memandangi kepergian Jaehyun. “Eh?” bingungnya. “Eh, eh, eh?”

Mark dan Haechan yang sama bingungnya akhirnya berdehem. “Kak Jaehyun pergi,” ucap Haechan.

Iya, itu juga Jungwoo tahu.

Tapi kenapa Jaehyun berjalan melewatinya seolah ia tidak kenal Jungwoo? Seolah mereka bukan teman. Jungwoo menegakkan tubuhnya, matanya terasa memanas, tangannya mengepal, napasnya juga memburu. Lalu ia berteriak;

“JEONG JAEHYUN SIALAN!”


harayuki

Rejection.


“Kok kak Doyoung sama kak Taeyong mesra banget sih?”

Jungwoo memekik setengah menangis saat layarnya menampilkan foto yang baru saja Taeyong unggah di twitternya.

Jungwoo sedih, menggigiti selimutnya sambil merutuk. “Mereka manis banget, gue kan sirik.”

“Kamu liat apaan sih?” Jaehyun yang kepo langsung melirik ponsel Jungwoo, melihat foto kedua temannya yang sedang pacaran. “Oh, mereka.” ucapnya santai, Jaehyun kembali memakan french fries-nya dan menonton film yang masih berjalan.

Bagi Jaehyun tak ada yang aneh dengan mereka, kedua temannya itu selalu memamerkan kemesraan bak ABG alay yang baru saja merasakan kasmaran. Padahal dua orang itu sudah berpacaran lebih dari tiga tahun.

Jungwoo mendengus, matanya masih tak lepas dari layar ponselnya. “Mereka ga ada possibility buat putus apa?” tanyanya penuh kedengkian, kepalanya ia sandarkan di pundah kokoh Jaehyun. “Gue kan iri.”

“Gue juga iri,” bisik Jaehyun.

“Hah? Lo ngomong apa?”

Jaehyun diam, tidak melirik Jungwoo sedikitpun. “Engga. Gak apa.”

Jungwoo terdiam, fokus memperhatikan wajah Jaehyun yang tertekuk, bibirnya mengerucut kebawah, alisnya bertautan. Terlihat lucu sekaligus menyeramkan di mata Jungwoo. “Muka lo serem banget tau, takut gue liatnya.”

Jaehyun diam, pikirannya terus membisikkan tentang Jungwoo yang menyukai Doyoung. Pemuda di sampingnya ini, orang yang ia sukai, masih belum bisa jatuh hati padanya.

Rasanya tentu mengesalkan. Jaehyun cemburu, ia tidak suka kalau Jungwoo selalu memberi atensinya hanya untuk Doyoung. Sementara Jaehyun sendiri merasa dia pantas untuk Jungwoo, ia yang selalu ada untuk Jungwoo, ia yang berusaha agar Jungwoo jatuh hati padanya.

“Lo emang masih suka sama Doyoung.” Ucapan itu bukan lagi pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan yang sudah jelas jawabannya.

“Gak tau.” Balas Jungwoo dengan ragu. Ia menyandarkan tubuhnya pada sofa, tidak berani menatap Jaehyun. “Tapi emang kak Doyoung ganteng banget. Baru kali ini gue naksir orang sampe sengebet ini.”

“Sama gue ga naksir?”

Tatapan keduanya terkunci, Jungwoo mau tidak mau menyelami kedua bola mata Jaehyun yang menatapnya dengan lekat. Debaran di jantungnya terdengar begitu jelas, namun Jungwoo sekuat tenaga menampiknya.

Suara dari film yang mereka tonton menjadi latar, keduanya membisu tanpa mau memecah keheningan. Jungwoo yang ragu, dan Jaehyun yang berusaha mencari jawaban yang tak pasti.

“Apaan sih lo, Jae!” Jungwoo akhirnya tertawa canggung, meninggalkan kecanggungan diantara mereka. “Udah ah, nonton lagi tuh. Filmnya belum habis.”

Rahang Jaehyun mengeras, merasa kesal dan sakit, pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban apapun tapi ia yakin jika itu adalah penolakan dari Jungwoo.

Ia merasa kecewa.


Harayuki

𝘽𝙚𝙧𝙢𝙖𝙡𝙖𝙢


“Udah lo jangan pulang ya.”

Jungwoo mengernyit, “Lah, kalau gue ga pulang gimana dong? Ngegelandang gitu di jalan?”

“Ya maksud gue, lo nginep aja gitu di sini.” Jaehyun tertawa, ia tak tahan melihat wajah Jungwoo yang mengernyit sinis. “Udah kemaleman, mending besok pagi pulangnya.”

Jungwoo terdiam mendengar tawaran Jaehyun, ia malah menyandarkan tubuhnya semakin nyaman pada sofa milik pemuda tampan itu. Ia berpikir sejenak. “Gak usah deh, baru juga jam 11, gue balik aja.”

“Yaudah kalau mau balik,” Jaehyun menelan kekecewaannya, tapi ia tetap tidak menyerah merayu Jungwoo untuk tinggal. “Tapi 'kan kalau lo besok pagi di sini, bisa ajak Oton lari pagi gitu.”

Mata Jungwoo seketika membulat dengan binar bahagia. “Iya juga ya!” pekiknya. “Aduh, gue kan mau ajak Oton jalan-jalan. Main dari tadi rasanya gak puas. Sekarang malah dia lagi tidur.”

Jaehyun tersenyum senang, merasa menang. “Makanya udah di sini aja, biar besok kita jalan-jalan sama Oton.”

Terimakasih, Oton. Lo emang penyelamat kisah cinta gue. Jaehyun membatin haru, melihat kearah anjingnya yang terlelap di bantal kesayangannya.

“Nanti gue tidur di mana?” tanya Jungwoo.

“Gampang, kamar tamu gue bersih kok. Lo tidur di sana aja.” Jaehyun tersenyum, padahal dalam hatinya ingin Jungwoo ikut tidur di kamar utama. “Ini kita mau nonton lagi atau gimana?”

Jungwoo mengangguk antusias, “Ayo, selesain Harry Potter lagi aja. Kan lo masih belom tau kan.”

“Lagi?” Jaehyun merengek penuh pedih. “Yang lain aja deh, gue pilihin. Asli gue ga paham sama ceritanya.”

Jungwoo cemberut, tangannya menarik pipi Jaehyun gemas. “Ya lo ga ngerti karena lo belom selesai nontonnya. Lo juga ga pernah baca bukunya 'kan? Lanjutin aja.”

Jaehyun terpaku, tangannya langsung mengusap pipi yang baru saja disentuh oleh Jungwoo, debaran jantungnya perlahan semakin cepat, membuat tubuhnya memanas. Satu sentuhan dari Jungwoo bisa membuatnya seperti ini.

Mata tajamnya memandang Jungwoo yang kini kembali sibuk dengan layar tivi di hadapannya, memilih film untuk mereka tonton selanjutnya.

Jaehyun berdeham, mengusap tengkuknya gugup. “Bisa-bisanya..”

“Huh? Apa?” Jungwoo sontak menoleh. “Tadi lo ngomong apa?”

Jaehyun tersenyum canggung dan mengibaskan tangannya, “Bukan apa-apa kok.” bohongnya. “Gue mau ngambil cemilan lagi di kulkas. Mainin dulu aja filmnya.”

Jaehyun menepuk pahanya sebelum bergegas bangkin dan pergi ke dapur, meninggalkan Jungwoo yang menatapnya penuh rasa heran.

“Lo beneran gapapa? Kalau sakit perut gapapa ke toilet dulu aja.” teriak Jungwoo.

Di dapur, Jaehyun menyandarkan tubuhnya pada lemari es sebelum menyahut. “Gue gak apa kok, haus aja.”

Gawat. Jaehyun mengatur napasnya. Bisa-bisanya Jungwoo membuat ia semakin jatuh cinta sementara ia saja tidak tahu apa Jungwoo sudah mulai menyukainya atau belum.


Harayuki.

𝙇𝙪𝙣𝙘𝙝


“Eh, lo juga ada di sini?”

Oh. Itu dia, Lee Taeyong—kekasih dari Doyoung—yang selalu teman-temannya dan Jaehyun bicarakan.

Tampan sekali. Jungwoo meneguk ludah, ia tidak berkedip saat menatap sosok Taeyong yang sudah berdiri di samping meja tempat mereka makan. Menawan, mempesona, manis dan rupawan. Sempurna.

Jungwoo jadi minder dibuatnya.

“Lo pada ngapain di sini?” Tanya Jaehyun ketus, raut mukanya terlihat sekali terganggu. “Pada ngintilin gue 'kan lo?”

“Pede banget lo bekicot sawah. Jelas-jelas gue di sini mau makan.” Doyoung berdecih. Ya, itu Kim Doyoung, kakak tingkat yang Jungwoo taksir selama empat bulan inj.

Gawat, jantung Jungwoo jadi berdebar kuat. Ia ingin sekali menyapa Doyoung, tapi tidak berani karena ada kekasihnya juga di sini. Taeyong... belum tahu 'kan kalau ia menyukai Doyoung? Atau sebetulnya sudah tahu? Kalau pemuda itu tahu, Jungwoo benar-benar dalam masalah besar.

“Boleh gak kita makannya bareng sama kalian?” Taeyong tiba-tiba bertanya. Dua mata bulat itu menatap kearah Jungwoo.

Jaehyun langsung menoleh pada Jungwoo dan bertanya, “Boleh mereka makan bareng kita?”

“Um...” dengan gugup Jungwoo memperhatikan Jaehyun, Taeyong dan Doyoung secara bergantian, ketiganya menatapnya, membuat ia sangat gugup. Jungwoo ingin sekali menggeleng dan berkata tidak, tapi ia juga tidak berani mengatakannya. “Iya boleh.”

Pada akhirnya mereka makan bersama. Jungwoo rasanya ingin menangis saja.

Kini kedua pasangan itu duduk di hadapan Jaehyun dan Jungwoo, menunggu pesanan mereka datang sementara Jungwoo dan Jaehyun sudah menghabiskan bakso dan mie ayam. Rasanya canggung sekali, apalagi dengan Taeyong yang duduk di hadapan Jungwoo.

“Oh nama kamu Jungwoo ya?”

Mendapat pertanyaan dari Taeyong, ia langsung duduk tegak dan mengangguk mantap—bak maba yang baru di ospek. “I-iya, aku Jungwoo.”

Jaehyun, sialnya, malah tertawa. Tentu saja itu membuat Jungwoo menatapnya nyalang lalu menendang kakinya. “Aduh sakit, Woo.” ringis Jaehyun. “Lagian kamu kenapa kaku gitu sih di depan Taeyong.”

Tentu takut. Pemuda di depannya ini adalah pacar dari Kim Doyoung. Selain takut, ia juga merasa tak percaya diri sekarang.

“Santai aja, gue ga gigit kok.” Taeyong tertawa kecil, manis sekali tawanya itu. “Gue Taeyong, salam kenal ya Jungwoo.”

“Bohong, dia orangnya ngegigit, kenceng lagi.” Doyoung menggoda, ia tertawa kecil dan menyandarkan kepala di pundak Taeyong. “Biasanya itu anak satu bawel, kayaknya gugup ketemu kamu, yang.”

Taeyong menepuk pipi Doyoung pelan lalu ia mengernyit menatap Jungwoo, “Kenapa gugup. Aku juga pengen banget ketemu sama calon pacarnya Jaehyun tau.”

Untung saja Jungwoo tidak sedang meminum apapun, kalau ia pasti ia akan menyembur wajah Taeyong. “Hah? Calon pacar?” Jungwoo memekik tidak terim. “Engga lah, gue bukan calon pacarnya Jaehyun.”

“Jangan gitu dong, babe. Kita 'kan emang goes to pacaran nih.” Jaehyun mulai mendekatkan duduknya pada Jungwoo.

“Pacaran sama buaya kampus yang punya 12 cewek? Dih ogah banget gue!” Jungwoo mendorong Jaehyun menjauh. “Ini apaan deket-deket gue, menjauh dikit dong.”

“Babe jangan gitu, liat tuh diliatin yang lain.”

“Bab beb bab beb, jangan panggil gue begitu, Jaehyun!”

Cekcok kecil dari dua insan itu sontak membuat Doyoung dan Taeyong tertawa. Jungwoo mengalihkan pandangannya pada mereka.

“Astaga! Lo bedua manis banget sih, cocok tau!” Taeyong menatap mereka gemas. “Ditunggu sampe jadian ya.”

“Nih si Jaehyun ini bukan buaya kampus, Woo. Dia cuma suka sama lo doang makanya cara pedekate dia ampas.” Doyoung menambahkan. “Tapi dia beneran suma sama lo.”

Jungwoo mengerjap dan menunjuk Jaehyun, “Tapi pacarnya dia ada dua belas.”

“Engga lah, dia tuh ga pernah punya pacar. Percaya sama gue.” Taeyong menunjukkan v-sign pada Jungwoo. “Walau banyak yang deketin, dia tuh kadang ga notis. Eh malah naksir berat sama lo.”

Doyoung mengangguk, “Baru kali ini kita liat Jaehyun ngejer-ngejer orang yang dia suka.”

Jungwoo terdiam mendengarnya, lalu ia menoleh pada Jaehyun. Pemuda tampan itu sedang menopang kepalanya dengan tangan, menatap Jungwoo dengan senyum manis, menampilkan lesung pipinya.

Deg.

Jungwoo mengerjap, merasakan getaran aneh saat Jaehyun menatapnya. Ia langsung memalingkan wajah dari Jaehyun. Tadi itu apa?

Tidak. Tidak mungkin Jungwoo berdebar hanya karena tatapan Jaehyun padanya. Ia menggeleng dan tertawa canggung. “Oh.”

“Udah ah, jangan galau gitu mukanya. Santai aja, Woo.” Jaehyun menepuk lembut punggung Jungwoo. “Abisin tuh es kelapa lo, es batunya udah cair.”

Jungwoo hanya mengangguk, menuruti apa yang diperintahkan Jaehyun. Namun pikirannya masih melayang pada ucapan Doyoung dan Taeyong tadi.

Jaehyun benar-benar menyukainya?

Ia menggeleng, tidak mau berpikir lebih jauh. Lamunannya disadarkan oleh orang yang mengantar pesanan Taeyong dan Doyoung, meletakkan dua mangkok bakso di meja lalu langsung pergi.

“Pake sambelnya jangan banyak-banyak, inget.” Doyoung mengingatkan kekasihnya.

“Iya engga, lagian kalau kepedesan 'kan bisa kamu yang makan.” Jawab Taeyong enteng.

Dengan gemas Doyoung mencubit pelan pipi kekasihnya. “Kebiasaan kalau gak suka kasih aku.”

“Itu 'kan gunanya pacar.”

Jungwoo memperhatikan interaksi sepasang kekasih di hadapannya. Manis, sikap dan perhatian mereka satu sama lain benar-benar manis.

Ini bukan kali pertama Jungwoo melihat sepasang kekasih berinteraksi, ia sering menemani Yuta dan Mark atau Haechan dan Jeno berkencan, tapi melihat Doyoung dan Taeyong rasanya berbeda.

“Makan kamu tuh belepotan banget, sayang. Pelan-pelan dong.” Doyoung dengan sigap mengambil tissue dan mengelap bibir Taeyong, ia juga menyodorkan minum pada kekasihnya.

Sangat pehatian.

Jungwoo jadi iri sekarang, berharap ia punya kekasih seperti Doyoung.

“Kenapa ngelamun?”

Jungwoo mengerjap, menatap Jaehyun yang memanggilnya. “Engga kok, ga ngelamun.”

Jaehyun terdiam menatapnya, lalu menatap dua temannya yang sedang mengobrol, berpikir jika mungkin Jungwoo cemburu melihat mereka. “Abisin es kelapanya. Abis ini kita pergi ya.”

Jungwoo hanya mengangguk menjawabnya, matanya sesekali kembali menatap pada Taeyong dan Doyoung.

Mereka serasi sekali.


Harayuki.

Missing You.

Read Me First Cerita ini hanyalah fanfiksi, semua yang ada di sini murni imajinasi author dan bukan suatu hal yang bisa di tiru.

WARNING – Canon compilant, mengambil latar saat dance practice NCT U – Bathroom Sex – Dirty Talk – Semi Public Sex


Toilet bukanlah tempat yang bagus untuk bercinta.

Atau setidaknya, hal itu tidak pernah terlintas sedikitpun di pikiran Jungwoo. Memang benar, toilet gedung latihan mereka bersih juga memiliki bilik yang besar. Tapi bukan berarti Jungwoo mempertimbangkannya sebagai tempat bercinta bersama sang kekasih.

Hari ini Jungwoo memiliki jadwal latihan bersama untuk projek besar NCT yang kesekian kalinya. Jadwalnya yang sudah padat ditambah waktu comeback yang sangat singkat tentu saja membuat Jungwoo sangat kelelahan.

Dan lagi, ia tidak punya waktu banyak dengan Jaehyun.

Jungwoo, tentu saja, sangat merindukan kekasihnya itu. Ia rindu hari-hari di mana ia hanya menghabiskan waktu di ranjang, berbaring seharian dan memeluk Jaehyun. Ia juga rindu berkencan dengan Jaehyun, walau hanya sekedar menonton film atau mengobrol dalam waktu yang lama.

Hari ini ia bertemu dengan Jaehyun, tentu saja. Namun ada 20 orang juga yang ada disekitarnya. Mana mungkin ia melepas rindu dengan Jaehyun, apalagi Taeyong sudah mewanti-wantinya;

“Tidak ada, aku tekankan sekali lagi, tidak ada yang boleh bermesraan saat latihan,” lalu Taeyong menunjuk Jungwoo dan Jaehyun. “Terutama kalian berdua. Ingat, setiap gerak gerik kita akan direkam. Oke?”

Sial. Padahal ia ingin sekali memeluk Jaehyun.

Tapi sepertinya Jaehyun acuh, pemuda tampan itu sesekali mencuri pandang pada Jungwoo tanpa berani mendekatinya. Tapi itu membuat Jungwoo sadar kalau ia sedang diperhatikan, walau mata Jaehyun hampir tidak terlihat karena tertutup oleh bucket hat yang dikenakannya.

Sangat intens.

Saat pelatih meneriakan untuk beristirahat, Jungwoo kaget bukan main saat Jaehyun menarik tangannya keluar.

Hyung?

Jaehyun bergumam, “Ikut aku, nanti aku jelaskan.”

Setelahnya, Jungwoo tidak berkata apapun lagi. Namun sepertinya member lain menyadari kalau mereka bergegas keluar.

“Kalian mau kemana?” Teriak Doyoung.

Lalu tawa terdengar, itu Johnny dan Mark. “Ada panggilan ya? Paling juga mau melakukan itu.” goda Johnny.

Jisung mengernyit, “Itu maksudnya apa?”

“Jisung tak perlu tahu, kau masih kecil.” Haechan menggelengkan kepalanya, menepuk pundak Jisung dengan prihatin.

“KEMBALI SEBELUM ISTIRAHAT BERAKHIR YA!” Taeyong berteriak. “ATAU TIDAK AKU AKAN MEMISAHKAN KALIAN!”

Jaehyun menyahut, “Tenang, kami akan kembali sebelum 20 menit!”


Jaehyun menariknya ke kamar mandi. Pemuda itu mendorong Jungwoo masuk ke dalam satu bilik kamar mandi lalu disusul dengannya.

Hyung sejak tadi menatapku begitu. Ada sesuatu yang salah?” Jungwoo bertanya, wajahnya memerah saat kekasihnya melangkah lebih dekat padanya.

Alis Jaehyun terangkat sedikit, seolah mengatakan Menatapmu dengan cara apa?, dan sudut kecil di bibirnya terangkat. Jungwoo mendengus, ia jadi lebih baik dalam membaca raut wajah Jaehyun sekarang. “Seperti kau ingin memakanku.” tambah Jungwoo.

“Aku terlihat seperti itu?” Nada menggoda Jaehyun membuat punggung Jungwoo merinding, terlebih lagi saat tubuh mereka sudah saling menghimpit.

“Y-ya,” Jungwoo tergagap, wajahnya menghadap pada Jaehyun saat gerakan kekasihnya mendekatkan bibir mereka. “Aku bisa merasakannya, aku bahkan bisa melihatnya dari cermin kalau kau selalu memperhatikanku... ah! ”

Suaranya tertahan saat Jaehyun menempelkan bibirnya yang lembut ke leher Jungwoo dan mulai mengisap, meninggalkan bekas merah di kulit yang sangat terlihat yang pasti akan memar nantinya.

“Hmm, maaf. Itu karena aku merindukanmu.” Bisik Jaehyun. “Maaf membuatmu tak nyaman. Apa yang harus aku lakukan untukmu?”

“Um, kau harus…” Respon yang tepat adalah memberitahu Jaehyun untuk menghentikannya, bahwa mereka dapat melakukan apapun yang mereka inginkan selepas latihan, tetapi cara Jaehyun meninggalkan kecupan ringan di lehernya, menggerakkan tangannya ke punggungnya lalu menangkup pinggangnya, memberi waktu bagi akal sehat Jungwoountuk melarikan diri. “...lakukan apa yang kau inginkan, hyung.”

Seringai balasannya singkat, dan Jaehyun tidak membuang waktu dengan membuka kaos putih Jungwoo dan melanjutkan memberikan kissmark pada leher Jungwoo.

Lengan Jungwoo terulur untuk mencengkeram bahu kekasihnya, erangan mengganggu usahanya untuk protes. “Tunggu hyung! Pintunya terbuka! Bagaimana jika seseorang—ah, seseorang masuk dan melihat kita?”

“Jangan panik, aku sudah mengunci pintu.”

Tunggu! Apa?

Jungwoo membuka paksa matanya untuk mengintip ke pintu dan memastikan bahwa pintu itu memang terkunci.

Sebelum Jungwoo bisa memberikan tanggapan, tangan di pinggangnya mengangkatnya, dan dia secara naluriah melingkarkan kakinya pada pinggang Jaehyun saat kekasihnya mulai menempelkannya di dinding kamar mandi.

Dari posisi baru mereka, Jungwoo bisa melihat dirinya hampir sepenuhnya di cermin yang tertempel pada dinding di atas toilet. Cahaya lampu yang remang-remang tetap menunjukkan segalanya pada Jungwoo, pemandangan di mana Jaehyun mengisap lehernya dan meninggalkan kissmark lalu turun ke dadanya yang sekarang terekspos. Semua itu mengirim getaran kenikmatan melalui Jungwoo.

“Cukup, hyung. Jangan terlalu meninggalkan banyak tanda.” Jungwoo mengingatkan. “Nanti terekam oleh kamera.”

Jungwoo bersumpah jika ia mendengar Jaehyun berdecih, “Tapi aku suka menandaimu, kau sangat cantik dengan tandaku membekas padamu.”

Jungwoo mendesah. Setelah ini, ia harus berpikir untuk menutupi tanda yang diberikan Jaehyun agar tidak tertangkap kamera.

Gerakan itu mengarah ke bagian depan celana Jungwoo yang bergesekan dengan Jaehyun, dan rasanya luar biasa.

Sudah lama Jungwoo tidak merasakan miliknya tersentuh.

Fuck,” desah Jaehyun saat merasakan penis Jungwoo menegang di balik celananya. Ia bergerak untuk menangkap bibir Jungwoo dalam ciuman untuk pertama kalinya di hari itu. Jungwoo membuka mulutnya untuk memungkinkan Jaehyun menyelipkan lidahnya, dan untuk beberapa saat mereka menikmati sensasi penis mereka yang menggosok melalui celana mereka satu sama lain dan kenikmatan dari ciuman panas mereka.

Jungwoo melepaskan satu tangan di antara mereka, memercayai Jaehyun untuk menopang berat badannya, dan mulai membuka celana mereka. Ia berhenti ketika dia merasakan gumpalan di saku celana Jaehyun, dan mengeluarkan sebotol pelumas dalam botol kecil bersama dengan kondom.

Hyung, kau benar-benar mempersiapkan semua ini, bukan?” tuduhnya, dan senyum lebar Jaehyun cukup menjawab pertanyaannya.

Jaehyun selesai menurunkan celana mereka. Jungwoo yang hendak membuka tutup pelumas di tangannya tertahan oleh suara Jaehyun. “Biarkan aku—” ciuman lembut ditekankan ke bibirnya “—mempersiapkanmu.”

Jungwoo setuju, menuangkan pelumas ke telapak tangan Jaehyun. Dengan hati-hati, Jaehyun memasukan jarinya ke dalam lubang Jungwoo, membuatnya tersentak karena sensasi dingin menyapa lubangnya.

“Ahngh...” Jungwoo mendesah, merasakan jari tengah Jaehyun yang meluncur mudah ke dalam lubangnya. Terasa mengganjal namun Jungwoo merindukan sensasi ini.

“Tahan ya, sayang.” Ciuman lain ditekankan ke bibirnya, dan Jungwoo tidak bisa menahan senyum pada perlakuan manis Jaehyun. Kekasihnya itu selalu lembut dan hati-hati, tidak mau Jungwoo merasa kesakitan dan selalu mendahulukan kenyamanan Jungwoo. Tidak ada yang membuat Jungwoo merasa lebih spesial dibanding perlakuan Jaehyun padanya.

Pikirannya terganggu oleh jari lain yang menyelinap di samping yang pertama, kali ini mendorong dalam-dalam dan memaksa erangan rendah keluar dari mulutnya. Setelah beberapa saat, Jaehyun mulai dengan gerakan menggunting dan merenggangkan lubang Jungwoo dengan sesuatu yang jauh lebih besar nantinya.

“Sudah berapa lama kita tidak bermain, hm?” Jaehyun bertanya, bibirnya mengecup helai biru Jungwoo. “Kau sangat sempit. Sebentar, aku akan merenggangkannya agar kau lebih siap dengan penisku.”

“Mhh... tidak ada waktu banyak—” Jungwoo menahan erangannya. “Yang lain... ah... akan mencari kita.”

“Tidak masalah, aku akan menjelaskan pada mereka.” Bisik Jaehyun.

Jungwoo merasa itu bukan hal baik, Jaehyun akan berkata jujur dibanding mencari alibi dengan lamanya mereka menghabiskan waktu berdua di toilet. Mungkin sebaiknya Jungwoo yang bicara dan membuat alasan.

“Ah! Hyung!”

Jaehyun menyelipkan satu jari lagi dan Jungwoo mengeluarkan erangan yang lebih keras karena sensasi penuh dalam lubangnya.

Jari-jari Jaehyun bergerak masuk dan keluar, mendorong dinding rektumnya untuk mencari sweet spot Jungwoo. Ia menemukannya setelah beberapa saat mencari, mendengar jeritan kesenangan yang dilepaskan oleh Jungwoo membuatnya tersenyum senang.

“Di sini ya, sayang?” Jaehyun terkekeh, ia kembali menekan sweet spot Jungwoo.

Mmh... lagi... enak!”

Jungwoo meracau, tidak lagi peduli tentang fakta bahwa mereka ada di dalam bilik kamar mandi, melupakan fakta bahwa siapapun bisa mendengar mereka, juga tidak lagi memikirkan bahwa mereka harus cepat kembali ke ruang latihan dan mengakhiri kesenangan mereka sebelum waktu istirahat habis.

Saat Jaehyun mengeluarkan jari-jarinya, puas dengan betapa kenikmatan tercetak jelas di wajah Jungwoo. Matanya menangkap lubang Jungwoo yang sudah dipersiapkan dengan baik, lubangnya terlihat lebih longgar, mengembang dan mengempis, mengundang Jaehyun untuk segera mengisinya dan menyumpalnya agar tetap penuh. Penisnya Jungwoo yang bergesekan dengan perutnya juga menunjukkan gairah, tegang dan mengeras, meneteskan air mani ke perutnya yang telanjang.

Baby, kau sangat menginginkanku, bukan?”

“Y-ya! Aku membutuhkanmu di dalam diriku!”

Jaehyun tidak repot-repot menjawab secara lisan, hanya mengarahkan penisnya ke pintu masuk Jungwoo, menekan penisnya dengan perlahan. Ia mengerang saat panas yang hangat menyelimutinya, memeluknya dan mengisapnya kuat. Saat Jaehyun menekan sepenuhnya ke dalam lubang hangat itu, Jungwoo menghela napas dengan senang dan menggerakkan pinggulnya dengan tidak sabar. Posisi mereka agak tidak nyaman, apa dengan Jaehyun yang menggendongnya, dan Jungwoo mencoba untuk mendorong penis Jaehyun agar masuk lebih dalam di dalam dirinya.

“Tahan, Jungwoo. Aku tidak mau kau lecet nantinya,” dengan lembut ia meremas bokong Jungwoo, salah satu yang paling ia sukai. “Kita masih harus latihan setelah ini.”

Jaehyun mengambil waktu sejenak untuk diam agar Jungwoo terbiasa dengan penisnya yang besar, tangannya mengencang di sekitar si yang lebih muda untuk membuatnya tetap diam dan bersandar di pintu. Kemudian Jaehyun mulai mendorong masuk tanpa peringatan, menarik erangan keras dari tenggorokan Jungwoo.

“Ah! Jaehyun... terlalu... ngh... dalam...”

Erangan mereka memenuhi udara saat Jaehyun mendorong tubuhnya pada Jungwoo membuat dada mereka bersentuhan. Dengan hentakan kecil, sekali lagi Jaehyun mencari prostat kekasihnya. Menghentakkan tubuh mereka berdua seirama.

“Ah! Hyung di situ! Di situ!”

Jaehyun tersenyum saat ia menemukannya, Jungwoo tersentak, kaki berkedut di pinggang yang lain dan hampir menangis karena kenikmatan. Dorongan berulang dan tak henti-hentinya terhadap prostatnya membuat Jungwoo seperti melihat bintang-bintang saat kekasihnya menumbuk prostatnya dengan penis yang mengeras, menenggelamkannya dalam kenikmatan.

Jaehyun sendiri ikut mengerang saat penisnya dipijat oleh dinding rektum Jungwoo yang hangat, menghisap penis Jaehyun untuk membawanya lebih dalam. Ia refleks menangkup bokong Jungwoo lebih kuat, dorongannya menjadi semakin ceroboh dan tak beraturan.

“Jaeh... ungh... lebih dalam lagi.” Mata Jungwoo sudah terpejam sepenuhnya, tangannya melingkar pada leher kokoh Jaehyun. Ia hanya fokus pada kenikmatan yang mengalir dalam tubuhnya, merasakan kerasnya penis Jaehyun dalam dirinya, menumbuknya dengan dalam dan membuatnya merasa penuh.

Jungwoo merindukan ini. Ia sangat merindukan di mana Jaehyun mendominasi dirinya, memberikan kenikmatan yang selalu Jungwoo inginkan.

Persetan dengan latihan, jadwal padatnya, dan apapun itu. Ia ingin selalu seperti ini dengan Jaehyun, dan ia berharap waktu berhenti sekarang jadi ia tidak perlu kembali berlatih.

Jaehyun sendiri mengerang, desahan beratnya menggelitik telinga Jungwoo. Ia mendorong tubuhnya lebih dalam, mencari kehangatan yang ia rindukan. “Jungwoo... ah...” ia mengulum cuping telinga Jungwoo. “I miss you so bad.”

Jaehyun menggeser tubuhnya, sehingga memungkinkan dirinya untuk menggenggam penis Jungwoo, menggosok kepala penisnya dengan ibu jarinya dalam gerakan yang ia tahu dinikmati oleh kekasihnya. “Keluar, sayang. Tidak apa, keluarkan semuanya di tanganku, jangan kau tahan.”

Ucapan Jaehyun bagai perintah, si yang lebih muda tersentak saat ia orgasme. “Ah! Hyung... aku keluar! Ah!”

Dinding rektum Jungwoo berkontraksi, mengencangkan dindingnya dan meremas penis Jaehyun di dalamnya. Air mata mengalir karena tidak bisa menahan kenikmatan, sperma Jungwoo membasahi perut telanjangnya dan kaos Jaehyun.

“Jungwoo... hngh... aku keluar di dalam ya.” Setelahnya, Jaehyun juga mencapai klimaksnya. Dengan satu hentakkan, ia membiarkan penisnya berada di dalam sang kekasih, merasakan pijitan nikmat yang merangsangnya untuk menyemburkan spermanya.

Mereka berdua terdiam sejenak, berusaha menetralkan perasaan nikmat yang menerbangkan keduanya. Jaehyun mengambil napas dalam lalu menarik penisnya dalam lubang Jungwoo. Matanya menangkap sperma yang keluar dari lubang Jungwoo yang masih terbuka lebar, jatuh pada pahanya yang putih dan itu membuat Jaehyun merasa tergoda. Dengan lembut menurunkan Jungwoo yang masih gemetar ke lantai, menopang tubuh kekasihnya.

“Kau sudah puas?” Jungwoo cemberut Jaehyun memakaikan kaos padanya.

Setelahnya, Jaehyun dengan lembut melingkarkan lengannya di pinggang ramping Jungwoo, meletakkan dagunya di bahu kekasihnya dan berkata, dan mengambil alih. “Maaf sayang, aku tidak bisa menahannya.” ia bersenandung, menempelkan pipinya ke pipi Jungwoo.

“Kalau kita ketahuan bisa malu, hyung! Kau tahu bagaimana seringnya Johnny-hyung dan Doyoung-hyung mengolok kita.”

Jaehyun sekali lagi mengecup pipi Jungwoo, “ Maaf, tapi aku benar-benar merindukanmu.” bisiknya. “I miss you and I want you. Kita jarang bertemu, jarang menghabiskan waktu bersama akhir-akhir ini, aku merasa kita semakin menjauh.”

Jungwoo terdiam. Perasaan bersalah kini meliputinya saat melihat wajah sendu Jaehyun dan mendengar pernyataannya. Ia menangkup wajah Jaehyun dan mengecup bibirnya. “Maaf, aku juga merindukanmu. Setelah latihan ayo kita berkencan!”

Jaehyun terkekeh, ia mengecup pelipis Jungwoo. Helai biru Jungwoo menempel pada kulitnya karena keringat. “Ayo.”

Lalu, Jaehyun membantu Jungwoo untuk membersihkan diri, dan berpakaian dengan rapi. Sepertinya 20 menit sudah lewat, namun mereka tak mau terburu-buru, dan Jaehyun juga Jungwoo harus membersihkan diri mereka, tidak mau terlihat seperti orang yang baru saja melakukan seks di kamar mandi.

Hyung, bajumu kotor karena cairanku. Bahkan terlihat basah sekarang.” Jungwoo dengan panik melihat kaos Jaehyun yang basah karena sengaja terbasuh air, membersihkan sperma Jungwoo yang menempel di sana. “Bagaimana ini?”

Jaehyun tersenyum, “Tenang saja, aku bawa cardigan, nanti bisa kututupi dengan itu.”

“Kau memang benar-benar sudah mempersiapkan segalanya bukan?” Jungwoo mendengus. “Pelumas, kondom, kardigan... Kau memang hebat.” sindirnya.

Jaehyun dengan cepat merangkul pinggang Jungwoo, “Karena aku benar-benar merindukanmu, Jungwoo.”

Sebelum mereka keluar, Jaehyun kembali menyesap bibir Jungwoo. Setelah ini, mereka harus siap menerima ejekan dari Johnny dan Doyoung. Juga omelan dari Taeyong mungkin? Oh, jangan lupakan Taeil yang juga akan menatap mereka dan tersenyum menggoda.


Harayuki.

Missing You.

Read Me First Cerita ini hanyalah fanfiksi, semua yang ada di sini murni imajinasi author dan bukan suatu hal yang bisa di tiru.

WARNING – Canon compilant, mengambil latar saat dance practice NCT U – Bathroom Sex – Dirty Talk – Semi Public Sex


Toilet bukanlah tempat yang bagus untuk bercinta.

Atau setidaknya, hal itu tidak pernah terlintas sedikitpun di pikiran Jungwoo. Memang benar, toilet gedung latihan mereka bersih juga memiliki bilik yang besar. Tapi bukan berarti Jungwoo mempertimbangkannya sebagai tempat bercinta bersama sang kekasih.

Hari ini Jungwoo memiliki jadwal latihan bersama untuk projek besar NCT yang kesekian kalinya. Jadwalnya yang sudah padat ditambah waktu comeback yang sangat singkat tentu saja membuat Jungwoo sangat kelelahan.

Dan lagi, ia tidak punya waktu banyak dengan Jaehyun.

Jungwoo, tentu saja, sangat merindukan kekasihnya itu. Ia rindu hari-hari di mana ia hanya menghabiskan waktu di ranjang, berbaring seharian dan memeluk Jaehyun. Ia juga rindu berkencan dengan Jaehyun, walau hanya sekedar menonton film atau mengobrol dalam waktu yang lama.

Hari ini ia bertemu dengan Jaehyun, tentu saja. Namun ada 20 orang juga yang ada disekitarnya. Mana mungkin ia melepas rindu dengan Jaehyun, apalagi Taeyong sudah mewanti-wantinya;

“Tidak ada, aku tekankan sekali lagi, tidak ada yang boleh bermesraan saat latihan,” lalu Taeyong menunjuk Jungwoo dan Jaehyun. “Terutama kalian berdua. Ingat, setiap gerak gerik kita akan direkam. Oke?”

Sial. Padahal ia ingin sekali memeluk Jaehyun.

Tapi sepertinya Jaehyun acuh, pemuda tampan itu sesekali mencuri pandang pada Jungwoo tanpa berani mendekatinya. Tapi itu membuat Jungwoo sadar kalau ia sedang diperhatikan, walau mata Jaehyun hampir tidak terlihat karena tertutup oleh bucket hat yang dikenakannya.

Sangat intens.

Saat pelatih meneriakan untuk beristirahat, Jungwoo kaget bukan main saat Jaehyun menarik tangannya keluar.

Hyung?

Jaehyun bergumam, “Ikut aku, nanti aku jelaskan.”

Setelahnya, Jungwoo tidak berkata apapun lagi. Namun sepertinya member lain menyadari kalau mereka bergegas keluar.

“Kalian mau kemana?” Teriak Doyoung.

Lalu tawa terdengar, itu Johnny dan Mark. “Ada panggilan ya? Paling juga mau melakukan itu.” goda Johnny.

Jisung mengernyit, “Itu maksudnya apa?”

“Jisung tak perlu tahu, kau masih kecil.” Haechan menggelengkan kepalanya, menepuk pundak Jisung dengan prihatin.

“KEMBALI SEBELUM ISTIRAHAT BERAKHIR YA!” Taeyong berteriak. “ATAU TIDAK AKU AKAN MEMISAHKAN KALIAN!”

Jaehyun menyahut, “Tenang, kami akan kembali sebelum 20 menit!”


Jaehyun menariknya ke kamar mandi. Pemuda itu mendorong Jungwoo masuk ke dalam satu bilik kamar mandi lalu disusul dengannya.

Hyung sejak tadi menatapku begitu. Ada sesuatu yang salah?” Jungwoo bertanya, wajahnya memerah saat kekasihnya melangkah lebih dekat padanya.

Alis Jaehyun terangkat sedikit, seolah mengatakan Menatapmu dengan cara apa?, dan sudut kecil di bibirnya terangkat. Jungwoo mendengus, ia jadi lebih baik dalam membaca raut wajah Jaehyun sekarang. “Seperti kau ingin memakanku.” tambah Jungwoo.

“Aku terlihat seperti itu?” Nada menggoda Jaehyun membuat punggung Jungwoo merinding, terlebih lagi saat tubuh mereka sudah saling menghimpit.

“Y-ya,” Jungwoo tergagap, wajahnya menghadap pada Jaehyun saat gerakan kekasihnya mendekatkan bibir mereka. “Aku bisa merasakannya, aku bahkan bisa melihatnya dari cermin kalau kau selalu memperhatikanku... ah! ”

Suaranya tertahan saat Jaehyun menempelkan bibirnya yang lembut ke leher Jungwoo dan mulai mengisap, meninggalkan bekas merah di kulit yang sangat terlihat yang pasti akan memar nantinya.

“Hmm, maaf. Itu karena aku merindukanmu.” Bisik Jaehyun. “Maaf membuatmu tak nyaman. Apa yang harus aku lakukan untukmu?”

“Um, kau harus…” Respon yang tepat adalah memberitahu Jaehyun untuk menghentikannya, bahwa mereka dapat melakukan apapun yang mereka inginkan selepas latihan, tetapi cara Jaehyun meninggalkan kecupan ringan di lehernya, menggerakkan tangannya ke punggungnya lalu menangkup pinggangnya, memberi waktu bagi akal sehat Jungwoountuk melarikan diri. “...lakukan apa yang kau inginkan, hyung.”

Seringai balasannya singkat, dan Jaehyun tidak membuang waktu dengan membuka kaos putih Jungwoo dan melanjutkan memberikan kissmark pada leher Jungwoo.

Lengan Jungwoo terulur untuk mencengkeram bahu kekasihnya, erangan mengganggu usahanya untuk protes. “Tunggu hyung! Pintunya terbuka! Bagaimana jika seseorang—ah, seseorang masuk dan melihat kita?”

“Jangan panik, aku sudah mengunci pintu.”

Tunggu! Apa?

Jungwoo membuka paksa matanya untuk mengintip ke pintu dan memastikan bahwa pintu itu memang terkunci.

Sebelum Jungwoo bisa memberikan tanggapan, tangan di pinggangnya mengangkatnya, dan dia secara naluriah melingkarkan kakinya pada pinggang Jaehyun saat kekasihnya mulai menempelkannya di dinding kamar mandi.

Dari posisi baru mereka, Jungwoo bisa melihat dirinya hampir sepenuhnya di cermin yang tertempel pada dinding di atas toilet. Cahaya lampu yang remang-remang tetap menunjukkan segalanya pada Jungwoo, pemandangan di mana Jaehyun mengisap lehernya dan meninggalkan kissmark lalu turun ke dadanya yang sekarang terekspos. Semua itu mengirim getaran kenikmatan melalui Jungwoo.

“Cukup, hyung. Jangan terlalu meninggalkan banyak tanda.” Jungwoo mengingatkan. “Nanti terekam oleh kamera.”

Jungwoo bersumpah jika ia mendengar Jaehyun berdecih, “Tapi aku suka menandaimu, kau sangat cantik dengan tandaku membekas padamu.”

Jungwoo mendesah. Setelah ini, ia harus berpikir untuk menutupi tanda yang diberikan Jaehyun agar tidak tertangkap kamera.

Gerakan itu mengarah ke bagian depan celana Jungwoo yang bergesekan dengan Jaehyun, dan rasanya luar biasa.

Sudah lama Jungwoo tidak merasakan miliknya tersentuh.

Fuck,” desah Jaehyun saat merasakan penis Jungwoo menegang di balik celananya. Ia bergerak untuk menangkap bibir Jungwoo dalam ciuman untuk pertama kalinya di hari itu. Jungwoo membuka mulutnya untuk memungkinkan Jaehyun menyelipkan lidahnya, dan untuk beberapa saat mereka menikmati sensasi penis mereka yang menggosok melalui celana mereka satu sama lain dan kenikmatan dari ciuman panas mereka.

Jungwoo melepaskan satu tangan di antara mereka, memercayai Jaehyun untuk menopang berat badannya, dan mulai membuka celana mereka. Ia berhenti ketika dia merasakan gumpalan di saku celana Jaehyun, dan mengeluarkan sebotol pelumas dalam botol kecil bersama dengan kondom.

Hyung, kau benar-benar mempersiapkan semua ini, bukan?” tuduhnya, dan senyum lebar Jaehyun cukup menjawab pertanyaannya.

Jaehyun selesai menurunkan celana mereka. Jungwoo yang hendak membuka tutup pelumas di tangannya tertahan oleh suara Jaehyun. “Biarkan aku—” ciuman lembut ditekankan ke bibirnya “—mempersiapkanmu.”

Jungwoo setuju, menuangkan pelumas ke telapak tangan Jaehyun. Dengan hati-hati, Jaehyun memasukan jarinya ke dalam lubang Jungwoo, membuatnya tersentak karena sensasi dingin menyapa lubangnya.

“Ahngh...” Jungwoo mendesah, merasakan jari tengah Jaehyun yang meluncur mudah ke dalam lubangnya. Terasa mengganjal namun Jungwoo merindukan sensasi ini.

“Tahan ya, sayang.” Ciuman lain ditekankan ke bibirnya, dan Jungwoo tidak bisa menahan senyum pada perlakuan manis Jaehyun. Kekasihnya itu selalu lembut dan hati-hati, tidak mau Jungwoo merasa kesakitan dan selalu mendahulukan kenyamanan Jungwoo. Tidak ada yang membuat Jungwoo merasa lebih spesial dibanding perlakuan Jaehyun padanya.

Pikirannya terganggu oleh jari lain yang menyelinap di samping yang pertama, kali ini mendorong dalam-dalam dan memaksa erangan rendah keluar dari mulutnya. Setelah beberapa saat, Jaehyun mulai dengan gerakan menggunting dan merenggangkan lubang Jungwoo dengan sesuatu yang jauh lebih besar nantinya.

“Sudah berapa lama kita tidak bermain, hm?” Jaehyun bertanya, bibirnya mengecup helai biru Jungwoo. “Kau sangat sempit. Sebentar, aku akan merenggangkannya agar kau lebih siap dengan penisku.”

“Mhh... tidak ada waktu banyak—” Jungwoo menahan erangannya. “Yang lain... ah... akan mencari kita.”

“Tidak masalah, aku akan menjelaskan pada mereka.” Bisik Jaehyun.

Jungwoo merasa itu bukan hal baik, Jaehyun akan berkata jujur dibanding mencari alibi dengan lamanya mereka menghabiskan waktu berdua di toilet. Mungkin sebaiknya Jungwoo yang bicara dan membuat alasan.

“Ah! Hyung!”

Jaehyun menyelipkan satu jari lagi dan Jungwoo mengeluarkan erangan yang lebih keras karena sensasi penuh dalam lubangnya.

Jari-jari Jaehyun bergerak masuk dan keluar, mendorong dinding rektumnya untuk mencari sweet spot Jungwoo. Ia menemukannya setelah beberapa saat mencari, mendengar jeritan kesenangan yang dilepaskan oleh Jungwoo membuatnya tersenyum senang.

“Di sini ya, sayang?” Jaehyun terkekeh, ia kembali menekan sweet spot Jungwoo.

Mmh... lagi... enak!”

Jungwoo meracau, tidak lagi peduli tentang fakta bahwa mereka ada di dalam bilik kamar mandi, melupakan fakta bahwa siapapun bisa mendengar mereka, juga tidak lagi memikirkan bahwa mereka harus cepat kembali ke ruang latihan dan mengakhiri kesenangan mereka sebelum waktu istirahat habis.

Saat Jaehyun mengeluarkan jari-jarinya, puas dengan betapa kenikmatan tercetak jelas di wajah Jungwoo. Matanya menangkap lubang Jungwoo yang sudah dipersiapkan dengan baik, lubangnya terlihat lebih longgar, mengembang dan mengempis, mengundang Jaehyun untuk segera mengisinya dan menyumpalnya agar tetap penuh. Penisnya Jungwoo yang bergesekan dengan perutnya juga menunjukkan gairah, tegang dan mengeras, meneteskan air mani ke perutnya yang telanjang.

Baby, kau sangat menginginkanku, bukan?”

“Y-ya! Aku membutuhkanmu di dalam diriku!”

Jaehyun tidak repot-repot menjawab secara lisan, hanya mengarahkan penisnya ke pintu masuk Jungwoo, menekan penisnya dengan perlahan. Ia mengerang saat panas yang hangat menyelimutinya, memeluknya dan mengisapnya kuat. Saat Jaehyun menekan sepenuhnya ke dalam lubang hangat itu, Jungwoo menghela napas dengan senang dan menggerakkan pinggulnya dengan tidak sabar. Posisi mereka agak tidak nyaman, apa dengan Jaehyun yang menggendongnya, dan Jungwoo mencoba untuk mendorong penis Jaehyun agar masuk lebih dalam di dalam dirinya.

“Tahan, Jungwoo. Aku tidak mau kau lecet nantinya,” dengan lembut ia meremas bokong Jungwoo, salah satu yang paling ia sukai. “Kita masih harus latihan setelah ini.”

Jaehyun mengambil waktu sejenak untuk diam agar Jungwoo terbiasa dengan penisnya yang besar, tangannya mengencang di sekitar si yang lebih muda untuk membuatnya tetap diam dan bersandar di pintu. Kemudian Jaehyun mulai mendorong masuk tanpa peringatan, menarik erangan keras dari tenggorokan Jungwoo.

“Ah! Jaehyun... terlalu... ngh... dalam...”

Erangan mereka memenuhi udara saat Jaehyun mendorong tubuhnya pada Jungwoo membuat dada mereka bersentuhan. Dengan hentakan kecil, sekali lagi Jaehyun mencari prostat kekasihnya. Menghentakkan tubuh mereka berdua seirama.

“Ah! Hyung di situ! Di situ!”

Jaehyun tersenyum saat ia menemukannya, Jungwoo tersentak, kaki berkedut di pinggang yang lain dan hampir menangis karena kenikmatan. Dorongan berulang dan tak henti-hentinya terhadap prostatnya membuat Jungwoo seperti melihat bintang-bintang saat kekasihnya menumbuk prostatnya dengan penis yang mengeras, menenggelamkannya dalam kenikmatan.

Jaehyun sendiri ikut mengerang saat penisnya dipijat oleh dinding rektum Jungwoo yang hangat, menghisap penis Jaehyun untuk membawanya lebih dalam. Ia refleks menangkup bokong Jungwoo lebih kuat, dorongannya menjadi semakin ceroboh dan tak beraturan.

“Jaeh... ungh... lebih dalam lagi.” Mata Jungwoo sudah terpejam sepenuhnya, tangannya melingkar pada leher kokoh Jaehyun. Ia hanya fokus pada kenikmatan yang mengalir dalam tubuhnya, merasakan kerasnya penis Jaehyun dalam dirinya, menumbuknya dengan dalam dan membuatnya merasa penuh.

Jungwoo merindukan ini. Ia sangat merindukan di mana Jaehyun mendominasi dirinya, memberikan kenikmatan yang selalu Jungwoo inginkan.

Persetan dengan latihan, jadwal padatnya, dan apapun itu. Ia ingin selalu seperti ini dengan Jaehyun, dan ia berharap waktu berhenti sekarang jadi ia tidak perlu kembali berlatih.

Jaehyun sendiri mengerang, desahan beratnya menggelitik telinga Jungwoo. Ia mendorong tubuhnya lebih dalam, mencari kehangatan yang ia rindukan. “Jungwoo... ah...” ia mengulum cuping telinga Jungwoo. “I miss you so bad.”

Jaehyun menggeser tubuhnya, sehingga memungkinkan dirinya untuk menggenggam penis Jungwoo, menggosok kepala penisnya dengan ibu jarinya dalam gerakan yang ia tahu dinikmati oleh kekasihnya. “Keluar, sayang. Tidak apa, keluarkan semuanya di tanganku, jangan kau tahan.”

Ucapan Jaehyun bagai perintah, si yang lebih muda tersentak saat ia orgasme. “Ah! Hyung... aku keluar! Ah!”

Dinding rektum Jungwoo berkontraksi, mengencangkan dindingnya dan meremas penis Jaehyun di dalamnya. Air mata mengalir karena tidak bisa menahan kenikmatan, sperma Jungwoo membasahi perut telanjangnya dan kaos Jaehyun.

“Jungwoo... hngh... aku keluar di dalam ya.” Setelahnya, Jaehyun juga mencapai klimaksnya. Dengan satu hentakkan, ia membiarkan penisnya berada di dalam sang kekasih, merasakan pijitan nikmat yang merangsangnya untuk menyemburkan spermanya.

Mereka berdua terdiam sejenak, berusaha menetralkan perasaan nikmat yang menerbangkan keduanya. Jaehyun mengambil napas dalam lalu menarik penisnya dalam lubang Jungwoo. Matanya menangkap sperma yang keluar dari lubang Jungwoo yang masih terbuka lebar, jatuh pada pahanya yang putih dan itu membuat Jaehyun merasa tergoda. Dengan lembut menurunkan Jungwoo yang masih gemetar ke lantai, menopang tubuh kekasihnya.

“Kau sudah puas?” Jungwoo cemberut Jaehyun memakaikan kaos padanya.

Setelahnya, Jaehyun dengan lembut melingkarkan lengannya di pinggang ramping Jungwoo, meletakkan dagunya di bahu kekasihnya dan berkata, dan mengambil alih. “Maaf sayang, aku tidak bisa menahannya.” ia bersenandung, menempelkan pipinya ke pipi Jungwoo.

“Kalau kita ketahuan bisa malu, hyung! Kau tahu bagaimana seringnya Johnny-hyung dan Doyoung-hyung mengolok kita.”

Jaehyun sekali lagi mengecup pipi Jungwoo, “ Maaf, tapi aku benar-benar merindukanmu.” bisiknya. “I miss you and I want you. Kita jarang bertemu, jarang menghabiskan waktu bersama akhir-akhir ini, aku merasa kita semakin menjauh.”

Jungwoo terdiam. Perasaan bersalah kini meliputinya saat melihat wajah sendu Jaehyun dan mendengar pernyataannya. Ia menangkup wajah Jaehyun dan mengecup bibirnya. “Maaf, aku juga merindukanmu. Setelah latihan ayo kita berkencan!”

Jaehyun terkekeh, ia mengecup pelipis Jungwoo. Helai biru Jungwoo menempel pada kulitnya karena keringat. “Ayo.”

Lalu, Jaehyun membantu Jungwoo untuk membersihkan diri, dan berpakaian dengan rapi. Sepertinya 20 menit sudah lewat, namun mereka tak mau terburu-buru, dan Jaehyun juga Jungwoo harus membersihkan diri mereka, tidak mau terlihat seperti orang yang baru saja melakukan seks di kamar mandi.

Hyung, bajumu kotor karena cairanku. Bahkan terlihat basah sekarang.” Jungwoo dengan panik melihat kaos Jaehyun yang basah karena sengaja terbasuh air, membersihkan sperma Jungwoo yang menempel di sana. “Bagaimana ini?”

Jaehyun tersenyum, “Tenang saja, aku bawa cardigan, nanti bisa kututupi dengan itu.”

“Kau memang benar-benar sudah mempersiapkan segalanya bukan?” Jungwoo mendengus. “Pelumas, kondom, kardigan... Kau memang hebat.” sindirnya.

Jaehyun dengan cepat merangkul pinggang Jungwoo, “Karena aku benar-benar merindukanmu, Jungwoo.”

Sebelum mereka keluar, Jaehyun kembali menyesap bibir Jungwoo. Setelah ini, mereka harus siap menerima ejekan dari Johnny dan Doyoung. Juga omelan dari Taeyong mungkin? Oh, jangan lupakan Taeil yang juga akan menatap mereka dan tersenyum menggoda.


Harayuki.

Missing You.

Read Me First Cerita ini hanyalah fanfiksi, semua yang ada di sini murni imajinasi author dan bukan suatu hal yang bisa di tiru.

WARNING – Canon compilant, mengambil latar saat dance practice NCT U – Bathroom Sex – Dirty Talk – Semi Public Sex


Toilet bukanlah tempat yang bagus untuk bercinta.

Atau setidaknya, hal itu tidak pernah terlintas sedikitpun di pikiran Jungwoo. Memang benar, toilet gedung latihan mereka bersih juga memiliki bilik yang besar. Tapi bukan berarti Jungwoo mempertimbangkannya sebagai tempat bercinta bersama sang kekasih.

Hari ini Jungwoo memiliki jadwal latihan bersama untuk projek besar NCT yang kesekian kalinya. Jadwalnya yang sudah padat ditambah waktu comeback yang sangat singkat tentu saja membuat Jungwoo sangat kelelahan.

Dan lagi, ia tidak punya waktu banyak dengan Jaehyun.

Jungwoo, tentu saja, sangat merindukan kekasihnya itu. Ia rindu hari-hari di mana ia hanya menghabiskan waktu di ranjang, berbaring seharian dan memeluk Jaehyun. Ia juga rindu berkencan dengan Jaehyun, walau hanya sekedar menonton film atau mengobrol dalam waktu yang lama.

Hari ini ia bertemu dengan Jaehyun, tentu saja. Namun ada 20 orang juga yang ada disekitarnya. Mana mungkin ia melepas rindu dengan Jaehyun, apalagi Taeyong sudah mewanti-wantinya;

“Tidak ada, aku tekankan sekali lagi, tidak ada yang boleh bermesraan saat latihan,” lalu Taeyong menunjuk Jungwoo dan Jaehyun. “Terutama kalian berdua. Ingat, setiap gerak gerik kita akan direkam. Oke?”

Sial. Padahal ia ingin sekali memeluk Jaehyun.

Tapi sepertinya Jaehyun acuh, pemuda tampan itu sesekali mencuri pandang pada Jungwoo tanpa berani mendekatinya. Tapi itu membuat Jungwoo sadar kalau ia sedang diperhatikan, walau mata Jaehyun hampir tidak terlihat karena tertutup oleh bucket hat yang dikenakannya.

Sangat intens.

Saat pelatih meneriakan untuk beristirahat, Jungwoo kaget bukan main saat Jaehyun menarik tangannya keluar.

Hyung?

Jaehyun bergumam, “Ikut aku, nanti aku jelaskan.”

Setelahnya, Jungwoo tidak berkata apapun lagi. Namun sepertinya member lain menyadari kalau mereka bergegas keluar.

“Kalian mau kemana?” Teriak Doyoung.

Lalu tawa terdengar, itu Johnny dan Mark. “Ada panggilan ya? Paling juga mau melakukan itu.” goda Johnny.

Jisung mengernyit, “Itu maksudnya apa?”

“Jisung tak perlu tahu, kau masih kecil.” Haechan menggelengkan kepalanya, menepuk pundak Jisung dengan prihatin.

“KEMBALI SEBELUM ISTIRAHAT BERAKHIR YA!” Taeyong berteriak. “ATAU TIDAK AKU AKAN MEMISAHKAN KALIAN!”

Jaehyun menyahut, “Tenang, kami akan kembali sebelum 20 menit!”


Jaehyun menariknya ke kamar mandi. Pemuda itu mendorong Jungwoo masuk ke dalam satu bilik kamar mandi lalu disusul dengannya.

Hyung sejak tadi menatapku begitu. Ada sesuatu yang salah?” Jungwoo bertanya, wajahnya memerah saat kekasihnya melangkah lebih dekat padanya.

Alis Jaehyun terangkat sedikit, seolah mengatakan Menatapmu dengan cara apa?, dan sudut kecil di bibirnya terangkat. Jungwoo mendengus, ia jadi lebih baik dalam membaca raut wajah Jaehyun sekarang. “Seperti kau ingin memakanku.” tambah Jungwoo.

“Aku terlihat seperti itu?” Nada menggoda Jaehyun membuat punggung Jungwoo merinding, terlebih lagi saat tubuh mereka sudah saling menghimpit.

“Y-ya,” Jungwoo tergagap, wajahnya menghadap pada Jaehyun saat gerakan kekasihnya mendekatkan bibir mereka. “Aku bisa merasakannya, aku bahkan bisa melihatnya dari cermin kalau kau selalu memperhatikanku... ah! ”

Suaranya tertahan saat Jaehyun menempelkan bibirnya yang lembut ke leher Jungwoo dan mulai mengisap, meninggalkan bekas merah di kulit yang sangat terlihat yang pasti akan memar nantinya.

“Hmm, maaf. Itu karena aku merindukanmu.” Bisik Jaehyun. “Maaf membuatmu tak nyaman. Apa yang harus aku lakukan untukmu?”

“Um, kau harus…” Respon yang tepat adalah memberitahu Jaehyun untuk menghentikannya, bahwa mereka dapat melakukan apapun yang mereka inginkan selepas latihan, tetapi cara Jaehyun meninggalkan kecupan ringan di lehernya, menggerakkan tangannya ke punggungnya lalu menangkup pinggangnya, memberi waktu bagi akal sehat Jungwoountuk melarikan diri. “...lakukan apa yang kau inginkan, hyung.”

Seringai balasannya singkat, dan Jaehyun tidak membuang waktu dengan membuka kaos putih Jungwoo dan melanjutkan memberikan kissmark pada leher Jungwoo.

Lengan Jungwoo terulur untuk mencengkeram bahu kekasihnya, erangan mengganggu usahanya untuk protes. “Tunggu hyung! Pintunya terbuka! Bagaimana jika seseorang—ah, seseorang masuk dan melihat kita?”

“Jangan panik, aku sudah mengunci pintu.”

Tunggu! Apa?

Jungwoo membuka paksa matanya untuk mengintip ke pintu dan memastikan bahwa pintu itu memang terkunci.

Sebelum Jungwoo bisa memberikan tanggapan, tangan di pinggangnya mengangkatnya, dan dia secara naluriah melingkarkan kakinya pada pinggang Jaehyun saat kekasihnya mulai menempelkannya di dinding kamar mandi.

Dari posisi baru mereka, Jungwoo bisa melihat dirinya hampir sepenuhnya di cermin yang tertempel pada dinding di atas toilet. Cahaya lampu yang remang-remang tetap menunjukkan segalanya pada Jungwoo, pemandangan di mana Jaehyun mengisap lehernya dan meninggalkan kissmark lalu turun ke dadanya yang sekarang terekspos. Semua itu mengirim getaran kenikmatan melalui Jungwoo.

“Cukup, hyung. Jangan terlalu meninggalkan banyak tanda.” Jungwoo mengingatkan. “Nanti terekam oleh kamera.”

Jungwoo bersumpah jika ia mendengar Jaehyun berdecih, “Tapi aku suka menandaimu, kau sangat cantik dengan tandaku membekas padamu.”

Jungwoo mendesah. Setelah ini, ia harus berpikir untuk menutupi tanda yang diberikan Jaehyun agar tidak tertangkap kamera.

Gerakan itu mengarah ke bagian depan celana Jungwoo yang bergesekan dengan Jaehyun, dan rasanya luar biasa.

Sudah lama Jungwoo tidak merasakan miliknya tersentuh.

Fuck,” desah Jaehyun saat merasakan penis Jungwoo menegang di balik celananya. Ia bergerak untuk menangkap bibir Jungwoo dalam ciuman untuk pertama kalinya di hari itu. Jungwoo membuka mulutnya untuk memungkinkan Jaehyun menyelipkan lidahnya, dan untuk beberapa saat mereka menikmati sensasi penis mereka yang menggosok melalui celana mereka satu sama lain dan kenikmatan dari ciuman panas mereka.

Jungwoo melepaskan satu tangan di antara mereka, memercayai Jaehyun untuk menopang berat badannya, dan mulai membuka celana mereka. Ia berhenti ketika dia merasakan gumpalan di saku celana Jaehyun, dan mengeluarkan sebotol pelumas dalam botol kecil bersama dengan kondom.

Hyung, kau benar-benar mempersiapkan semua ini, bukan?” tuduhnya, dan senyum lebar Jaehyun cukup menjawab pertanyaannya.

Jaehyun selesai menurunkan celana mereka. Jungwoo yang hendak membuka tutup pelumas di tangannya tertahan oleh suara Jaehyun. “Biarkan aku—” ciuman lembut ditekankan ke bibirnya “—mempersiapkanmu.”

Jungwoo setuju, menuangkan pelumas ke telapak tangan Jaehyun. Dengan hati-hati, Jaehyun memasukan jarinya ke dalam lubang Jungwoo, membuatnya tersentak karena sensasi dingin menyapa lubangnya.

“Ahngh...” Jungwoo mendesah, merasakan jari tengah Jaehyun yang meluncur mudah ke dalam lubangnya. Terasa mengganjal namun Jungwoo merindukan sensasi ini.

“Tahan ya, sayang.” Ciuman lain ditekankan ke bibirnya, dan Jungwoo tidak bisa menahan senyum pada perlakuan manis Jaehyun. Kekasihnya itu selalu lembut dan hati-hati, tidak mau Jungwoo merasa kesakitan dan selalu mendahulukan kenyamanan Jungwoo. Tidak ada yang membuat Jungwoo merasa lebih spesial dibanding perlakuan Jaehyun padanya.

Pikirannya terganggu oleh jari lain yang menyelinap di samping yang pertama, kali ini mendorong dalam-dalam dan memaksa erangan rendah keluar dari mulutnya. Setelah beberapa saat, Jaehyun mulai dengan gerakan menggunting dan merenggangkan lubang Jungwoo dengan sesuatu yang jauh lebih besar nantinya.

“Sudah berapa lama kita tidak bermain, hm?” Jaehyun bertanya, bibirnya mengecup helai biru Jungwoo. “Kau sangat sempit. Sebentar, aku akan merenggangkannya agar kau lebih siap dengan penisku.”

“Mhh... tidak ada waktu banyak—” Jungwoo menahan erangannya. “Yang lain... ah... akan mencari kita.”

“Tidak masalah, aku akan menjelaskan pada mereka.” Bisik Jaehyun.

Jungwoo merasa itu bukan hal baik, Jaehyun akan berkata jujur dibanding mencari alibi dengan lamanya mereka menghabiskan waktu berdua di toilet. Mungkin sebaiknya Jungwoo yang bicara dan membuat alasan.

“Ah! Hyung!”

Jaehyun menyelipkan satu jari lagi dan Jungwoo mengeluarkan erangan yang lebih keras karena sensasi penuh dalam lubangnya.

Jari-jari Jaehyun bergerak masuk dan keluar, mendorong dinding rektumnya untuk mencari sweet spot Jungwoo. Ia menemukannya setelah beberapa saat mencari, mendengar jeritan kesenangan yang dilepaskan oleh Jungwoo membuatnya tersenyum senang.

“Di sini ya, sayang?” Jaehyun terkekeh, ia kembali menekan sweet spot Jungwoo.

Mmh... lagi... enak!”

Jungwoo meracau, tidak lagi peduli tentang fakta bahwa mereka ada di dalam bilik kamar mandi, melupakan fakta bahwa siapapun bisa mendengar mereka, juga tidak lagi memikirkan bahwa mereka harus cepat kembali ke ruang latihan dan mengakhiri kesenangan mereka sebelum waktu istirahat habis.

Saat Jaehyun mengeluarkan jari-jarinya, puas dengan betapa kenikmatan tercetak jelas di wajah Jungwoo. Matanya menangkap lubang Jungwoo yang sudah dipersiapkan dengan baik, lubangnya terlihat lebih longgar, mengembang dan mengempis, mengundang Jaehyun untuk segera mengisinya dan menyumpalnya agar tetap penuh. Penisnya Jungwoo yang bergesekan dengan perutnya juga menunjukkan gairah, tegang dan mengeras, meneteskan air mani ke perutnya yang telanjang.

Baby, kau sangat menginginkanku, bukan?”

“Y-ya! Aku membutuhkanmu di dalam diriku!”

Jaehyun tidak repot-repot menjawab secara lisan, hanya mengarahkan penisnya ke pintu masuk Jungwoo, menekan penisnya dengan perlahan. Ia mengerang saat panas yang hangat menyelimutinya, memeluknya dan mengisapnya kuat. Saat Jaehyun menekan sepenuhnya ke dalam lubang hangat itu, Jungwoo menghela napas dengan senang dan menggerakkan pinggulnya dengan tidak sabar. Posisi mereka agak tidak nyaman, apa dengan Jaehyun yang menggendongnya, dan Jungwoo mencoba untuk mendorong penis Jaehyun agar masuk lebih dalam di dalam dirinya.

“Tahan, Jungwoo. Aku tidak mau kau lecet nantinya,” dengan lembut ia meremas bokong Jungwoo, salah satu yang paling ia sukai. “Kita masih harus latihan setelah ini.”

Jaehyun mengambil waktu sejenak untuk diam agar Jungwoo terbiasa dengan penisnya yang besar, tangannya mengencang di sekitar si yang lebih muda untuk membuatnya tetap diam dan bersandar di pintu. Kemudian Jaehyun mulai mendorong masuk tanpa peringatan, menarik erangan keras dari tenggorokan Jungwoo.

“Ah! Jaehyun... terlalu... ngh... dalam...”

Erangan mereka memenuhi udara saat Jaehyun mendorong tubuhnya pada Jungwoo membuat dada mereka bersentuhan. Dengan hentakan kecil, sekali lagi Jaehyun mencari prostat kekasihnya. Menghentakkan tubuh mereka berdua seirama.

“Ah! Hyung di situ! Di situ!”

Jaehyun tersenyum saat ia menemukannya, Jungwoo tersentak, kaki berkedut di pinggang yang lain dan hampir menangis karena kenikmatan. Dorongan berulang dan tak henti-hentinya terhadap prostatnya membuat Jungwoo seperti melihat bintang-bintang saat kekasihnya menumbuk prostatnya dengan penis yang mengeras, menenggelamkannya dalam kenikmatan.

Jaehyun sendiri ikut mengerang saat penisnya dipijat oleh dinding rektum Jungwoo yang hangat, menghisap penis Jaehyun untuk membawanya lebih dalam. Ia refleks menangkup bokong Jungwoo lebih kuat, dorongannya menjadi semakin ceroboh dan tak beraturan.

“Jaeh... ungh... lebih dalam lagi.” Mata Jungwoo sudah terpejam sepenuhnya, tangannya melingkar pada leher kokoh Jaehyun. Ia hanya fokus pada kenikmatan yang mengalir dalam tubuhnya, merasakan kerasnya penis Jaehyun dalam dirinya, menumbuknya dengan dalam dan membuatnya merasa penuh.

Jungwoo merindukan ini. Ia sangat merindukan di mana Jaehyun mendominasi dirinya, memberikan kenikmatan yang selalu Jungwoo inginkan.

Persetan dengan latihan, jadwal padatnya, dan apapun itu. Ia ingin selalu seperti ini dengan Jaehyun, dan ia berharap waktu berhenti sekarang jadi ia tidak perlu kembali berlatih.

Jaehyun sendiri mengerang, desahan beratnya menggelitik telinga Jungwoo. Ia mendorong tubuhnya lebih dalam, mencari kehangatan yang ia rindukan. “Jungwoo... ah...” ia mengulum cuping telinga Jungwoo. “I miss you so bad.”

Jaehyun menggeser tubuhnya, sehingga memungkinkan dirinya untuk menggenggam penis Jungwoo, menggosok kepala penisnya dengan ibu jarinya dalam gerakan yang ia tahu dinikmati oleh kekasihnya. “Keluar, sayang. Tidak apa, keluarkan semuanya di tanganku, jangan kau tahan.”

Ucapan Jaehyun bagai perintah, si yang lebih muda tersentak saat ia orgasme. “Ah! Hyung... aku keluar! Ah!”

Dinding rektum Jungwoo berkontraksi, mengencangkan dindingnya dan meremas penis Jaehyun di dalamnya. Air mata mengalir karena tidak bisa menahan kenikmatan, sperma Jungwoo membasahi perut telanjangnya dan kaos Jaehyun.

“Jungwoo... hngh... aku keluar di dalam ya.” Setelahnya, Jaehyun juga mencapai klimaksnya. Dengan satu hentakkan, ia membiarkan penisnya berada di dalam sang kekasih, merasakan pijitan nikmat yang merangsangnya untuk menyemburkan spermanya.

Mereka berdua terdiam sejenak, berusaha menetralkan perasaan nikmat yang menerbangkan keduanya. Jaehyun mengambil napas dalam lalu menarik penisnya dalam lubang Jungwoo. Matanya menangkap sperma yang keluar dari lubang Jungwoo yang masih terbuka lebar, jatuh pada pahanya yang putih dan itu membuat Jaehyun merasa tergoda. Dengan lembut menurunkan Jungwoo yang masih gemetar ke lantai, menopang tubuh kekasihnya.

“Kau sudah puas?” Jungwoo cemberut Jaehyun memakaikan kaos padanya.

Setelahnya, Jaehyun dengan lembut melingkarkan lengannya di pinggang ramping Jungwoo, meletakkan dagunya di bahu kekasihnya dan berkata, dan mengambil alih. “Maaf sayang, aku tidak bisa menahannya.” ia bersenandung, menempelkan pipinya ke pipi Jungwoo.

“Kalau kita ketahuan bisa malu, hyung! Kau tahu bagaimana seringnya Johnny-hyung dan Doyoung-hyung mengolok kita.”

Jaehyun sekali lagi mengecup pipi Jungwoo, “ Maaf, tapi aku benar-benar merindukanmu.” bisiknya. “I miss you and I want you. Kita jarang bertemu, jarang menghabiskan waktu bersama akhir-akhir ini, aku merasa kita semakin menjauh.”

Jungwoo terdiam. Perasaan bersalah kini meliputinya saat melihat wajah sendu Jaehyun dan mendengar pernyataannya. Ia menangkup wajah Jaehyun dan mengecup bibirnya. “Maaf, aku juga merindukanmu. Setelah latihan ayo kita berkencan!”

Jaehyun terkekeh, ia mengecup pelipis Jungwoo. Helai biru Jungwoo menempel pada kulitnya karena keringat. “Ayo.”

Lalu, Jaehyun membantu Jungwoo untuk membersihkan diri, dan berpakaian dengan rapi. Sepertinya 20 menit sudah lewat, namun mereka tak mau terburu-buru, dan Jaehyun juga Jungwoo harus membersihkan diri mereka, tidak mau terlihat seperti orang yang baru saja melakukan seks di kamar mandi.

Hyung, bajumu kotor karena cairanku. Bahkan terlihat basah sekarang.” Jungwoo dengan panik melihat kaos Jaehyun yang basah karena sengaja terbasuh air, membersihkan sperma Jungwoo yang menempel di sana. “Bagaimana ini?”

Jaehyun tersenyum, “Tenang saja, aku bawa cardigan, nanti bisa kututupi dengan itu.”

“Kau memang benar-benar sudah mempersiapkan segalanya bukan?” Jungwoo mendengus. “Pelumas, kondom, kardigan... Kau memang hebat.” sindirnya.

Jaehyun dengan cepat merangkul pinggang Jungwoo, “Karena aku benar-benar merindukanmu, Jungwoo.”

Sebelum mereka keluar, Jaehyun kembali menyesap bibir Jungwoo. Setelah ini, mereka harus siap menerima ejekan dari Johnny dan Doyoung. Juga omelan dari Taeyong mungkin? Oh, jangan lupakan Taeil yang juga akan menatap mereka dan tersenyum menggoda.


Harayuki.