harayuki

Perkenalan.


“Kamu... makan bakso ya?”

Pertanyaan bodoh Jaehyun sontak mendapat lirikan tajam oleh tiga orang lainnya. Yuta sudah menatap jijik Jaehyun, berbeda dengan Mark yang cengok. Jungwoo? Jangan ditanya, dia menatap Jaehyun seolah pemuda tampan itu adalah alien.

Jelas-jelas mereka semua sedang makan siang di tukang bakso langganan Jungwoo, dan Jaehyun melempar pertanyaan yang sudah jelas seperti itu.

“Engga kok, aku lagi makan ketoprak.”

Jawaban sarkastik asal Jungwoo membuat Jaehyun terbahak, tidak tahu karena selera humor pemuda itu payah atau karena ingin mencairkan suasana aja. Jungwoo angkat bahu saja, fokus dengan baksonya yang sudah hampir habis.

“Kamu lucu ya, gemes. Jadi suka.” Ucapan Jaehyun itu sontak membuat Jungwoo tersedak kuah bakso. Ia terbatuk, memukul-mukul dadanya sendiri.

“Astaga, minum dulu.” Jaehyun langsung mengambil es teh tawar milik Jungwoo, membantu pemuda yang masih kesulitan bernapas karena tersedak itu untuk minum. Saat Jungwoo mulai menyedot cepat minumannya, Jaehyun dengan khawatir berkata. “Hati-hati makannya, gapapa pelan-pelan.”

Yuta dan Mark memandang aneh Jaehyun, dia yang membuat Jungwoo tersedak, apa pemuda itu tidak sadar?

“Lo kali yang bikin Jungwoo keselek.” Ketus Yuta. Lalu ia menambahkan. “Dasar bulol.”

Jaehyun mengerjap, tidak tahu salahnya apa. Ia 'kan hanya memuji Jungwoo dan membantunya minum.

“Aku salah apa?” tanya Jaehyun tanpa dosa. Memang dia tidak mengerti mengapa Mark dan Yuta menatapnya aneh.

Jungwoo hanya geleng-geleng, ia melihat Jaehyun yang duduk di hadapannya, pemuda itu terlihat bingung lalu memakan kembali baksonya.

Ia tidak tahu jika si playboy kampus ternyata jauh dari yang ia bayangkan; congak, suka tebar pesona, dan menyebalkan. Oke, mungkin Jaehyun menyebalkan, tapi pemuda ini sangat naif dan baik.

Baik tentu saja, teman Kim Doyoung tidak mungkin jahat 'kan?

“Kamu udah gak apa-apa?” Tanya Jaehyun lagi, khawatir tersirat jelas di nadanya. “Mau aku pesenin air lagi?”

Jaehyun tidak buruk juga, Jungwoo pikir. Anak ini sangat baik, bolehlah menjadi teman. “Gak, nanti aja aku mau beli pop ice di depan.”

Wajah Jaehyun langsung cerah. “Kamu suka pop ice juga? Suka rasa apa?”

Pertanyaan bodoh lagi. Jungwoo bahkan bisa melihat Yuta yang mengerang frustrasi dan Mark yang tertawa.

Jaehyun ternyata cupu dalam hal pendekatan.


Harayuki.

WANT.


BACA WARN DULU YA!

  • PWP
  • Bahasa kotor.
  • Mentioning of pregnancy kink

Please bijak dalam membaca.


Jungwoo kaget bukan main saat Jaehyun benar-benar datang ke rumahnya. Kekasihnya itu sangat nekat, walau dengan tubuh basah kuyup dan celana kotor akan lumpur ia masih bisa tersenyum tanpa dosa begitu di hadapan Jungwoo.

“Minta jatah,” ucap Jaehyun enteng. Jungwoo hanya bisa geleng kepala takjub dengan kelakuan kekasihnya. Ia langsung menarik Jaehyun masuk, menyuruhnya mandi dan membersihkan tubuhnya yang kotor terlebih dahulu.

Ingatkan Jungwoo jika kekasih bodohnya itu selalu serius dengan apa yang ia ucapkan, juga selalu mendapatkan apa yang ia inginkan.


Selepas itu, Jaehyun tidak lagi membuang-buang waktu. Dengan satu cumbuan penuh nafsu, ia lalu membawa Jungwoo ke dalam kamar, menguncinya dan membawa tubuh mereka ke atas kasur yang berantakan.

Jaehyun selalu serakah jika itu berkaitan dengan Jungwoo. Ia yang meminta namun pada akhirnya Jungwoo selalu terseret dalam buaian nafsu juga. Satu kecup lembut mendarat di rahang Jaehyun saat sang terkasih menyamankan Jungwoo di atas ranjang.

Jaehyun terkadang melakukannya dengan perlahan, namun tidak dengan sekarang. Deru napasnya yang tidak beraturan dan kasar membuat Jungwoo sadar bahwa Jaehyun memang sedang ditutupi hawa nafsu. Kekasihnya itu menciumnya dengan frustasi, kasar, meraih-raih rahangnya untuk mendekat, memagut lebih rakus bibir Jungwoo.

Jungwoo, di bawah kukungan Jaehyun, menahan pundak kokoh sang terkasih lalu melepaskan pangutan mereka. “Kamu kenapa sih buru-buru banget?”

“Udah dua minggu,” Jaehyun memajukan bibirnya, jika sesuatu tidak sesuai kehendaknya maka inilah yang si tampan lakukan. “Kangen banget ngewe.”

Jungwoo menampar lembut pipi Jaehyun. “Heran, punya pacar ganteng tapi sange mulu.” Goda Jungwoo. “Kangen trus ‘kan sama aku?”

Jaehyun hanya mengangguk acuh, ia mulai lagi melahap bibir merekah kekasihnya. Jungwoo sangat menyukai ciumannya dengan sang kekasih—kasar, terburu-buru dan memabukkan. Menjadi candu bagi Jungwoo tiap bibirnya didominasi oleh Jaehyun.

“Hmmh—” lagi-lagi, Jaehyun mengincar langit mulutnya, menyapu langit-langit Jungwoo dengan lidah yang lihai. Pemuda tampan itu senang buatnya gemetar karena ekstasi, karena ketidakmampuannya membalas balik Jaehyun.

Tangan besar Jaehyun merayap naik, mengelus dada Jungwoo yang berbalut kaos putih polos.

Mengusap, menarik dan mencubit.

Jungwoo meremas leher Jaehyun untuk menjauh, lalu mengerang kesal, “Pelan—”

“Pelan? Orang kamu aja nyondongin badan gini.” kekeh Jaehyun, “kamu suka, aku cuma mau buat kamu seneng. Liat, kelenjotan gini padahal cuma dimainin nenennya”

Jungwoo semakin memerah mendengarnya. “Diem.”

Jaehyun memberi usapan kasar pada puting Jungwoo sebelum bergerak dan menanggalkan kain pada tubuh Jungwoo, kemudian berpindah pada pakaiannya sendiri.

Astaga. Jungwoo menahan napas saat matanya bertemu langsung dengan tubuh sempurna kekasihnya. Ia tidak bisa memungkiri jika tubuh Jaehyun memang favoritnya. Bukan karena Jungwoo sudah berkali-kali mengecapnya, tapi bagaimana Jaehyun selalu terlihat besar dan terasa keras tiap Jungwoo menyentuhnya. Tiap lekuk sempurna yang membentuk otot mempesona, happy trails yang tak sabar Jungwoo jejaki sampai ujung jalannya.

Jungwoo meneguk ludahnya, melihat penis Jaehyun yang menegak dan memerah. Ia ingin mengulumnya, namun gengsi menahannya. Lima detik ia berpikir hingga dia menanggalkan gengsinya.

Persetan dengan gengsi.

“Aku mau kulum.”

Tanpa aba-aba, Jungwoo mendorong Jaehyun halus tapi penuh ambisi. Jari lentiknya mengelus otot perut Jaehyun yang mengunci pikirannya, kemudian turun untuk menyapa kejantanan Jaehyun.

Jaehyun menggigit bibirnya melihat raut wajah Jungwoo yang menggelap saat kejantanannya tepat di depan wajahnya. Raut wajah kekasihnya menggoda, tidak lagi fokus pada Jaehyun namun pada apa yang tersaji di hadapannya.

“Jungwoo—”

Sang empunya nama tidak menggubris, justru mencumbu ujung penis Jaehyun. Lidahnya meliuk sepanjang batang mengeras itu, menggores uratnya dengan air liur, memberikan kecupan ringan pada kulit memanas itu. Jaehyun mengerang saat ia melihat wajah Jungwoo; penuh nafsu, mata menyayu dan senyum puas tersungging di bibir semerah cherry itu.

Jaehyun menegakkan tubuhnya yang semula bersandar, mengubah posisi Jungwoo agar tubuh bagian bawahnya mudah dijangkau, tapi tetap masih mengurusi kejantanannya.

“Lanjutin aja, biar kamu lebih enak ngisepnya.” Jelas Jaehyun, napasnya sedikit terengah.

Saat sang kekasih sibuk mengulumnya, Jaehyun mulai membasahi jari-jarinya dengan air liur. Tanpa aba-aba, Jaehyun mengangkat pinggul Jungwoo dan memainkan jarinya pada lubang kekasihnya.

Jungwoo mendesah kaget, kakinya menendang sprei. Jaehyun tersenyum senang, salah satu kesenangannya adalah dengan menggoda Jungwoo. Mendorong Jungwoo sampai batasnya, menunggu kekasihnya menyerah tunduk padanya.

Telunjuk Jaehyun yang basah mulai masuk dalam lubang Jungwoo, mengeluarkannya lagi lalu menepuk keras bokong sintal kekasihnya. Jungwoo merengek saat telunjuk Jaehyun bermain di lubangnya, menekukkan jarinya seolah mencari titik nikmat Jungwoo.

Satu jari, dua jari, hingga jari ke tiga membuat Jungwoo megerang kesakitan dan melepas penis Jaehyun yang semula dikulum dalam mulutnya, keningnya menyender di sana.

“Jaehyun—”

Jaehyun mengusap rambut Jungwoo, “Suka ‘kan aku mainin? Mau aku masukin?”

Lalu Jaehyun menggiring kembali Jungwoo untuk berbaring, membiarkan surai indahnya jatuh pada bantal putih yang menyangga kepalanya. Jaehyun menyukai pemandangan ini, saat Jungwoo terkulai penuh nikmat di bawah kukungannya.

Jaehyun kembali memasukkan jarinya; kali ini langsung tiga, menjangkau jauh-jauh ke dalam Jungwoo, melebarkan lubang yang masih terlalu sempit itu. Jemari itu bergerak dengan telaten, Jaehyun mencium pelipis kekasihnya kesayangannya. Sedikit terkekeh melihat Jungwoo yang matanya tak berfokus padanya.

“Seneng ‘kan kamu aku enakin—” Jaehyun mendekatkan bibirnya pada telinga Jungwoo lalu kemudian berbisik, “—suka ‘kan aku kobelin gini.”

Jungwoo memejamkan matanya erat. Suka, sangat suka. Ia menggeleng kuat lalu mengerang. “Su—suka.”

“Kamu basah banget sih.” Jaehyun terkekeh senang, merasa tidak bersalah karena kelakuannya sendiri yang membuat sang kekasih frustrasi, “Udah longgar banget, ga sabar pengen aku masukin ‘kan?”

Jungwoo tahu jika kini Jaehyun dalam mode jahil, senang menggoda pacarnya yang haus akan buaian Jaehyun. Ucapan Jaehyun malah semakin membakar tubuh Jungwoo, membuatnya ingin memberikan semua yang ada pada dirinya untuk sang terkasih.

“Yakin mau aku masukin? Nanti hamil loh.”

Jungwoo menggelinjang mendengarnya.

Itu adalah tanda bagi Jaehyun, mengetahui kekasihnya tergoda akan lisan kotornya. “Mau ya? Kalau aku keluar di dalem nanti hamil loh. Yakin nih?”

Jungwoo menggeleng, kali ini matanya ikut basah karena stimulasi yang Jaehyun berikan pada indra perasa dan pendengarnya. Kakinya menendang lebih keras. Jungwoo berteriak putus asa, Jaehyun dengan cepat menarik tangannya lalu berpindah, membungkuk di depan kaki Jungwoo yang terbuka lebar.

Oh.

“Jaeh—ngha—astaga!”

Lidahnya yang kali ini menusuk lubang Jungwoo. Tanpa ragu menjilat rakus kerutan yang memerah karena stimulasi konstan dari jari-jari besarnya. Jungwoo merasa ia akan sampai pada pelepasannya. Lidah Jaehyun tidak menggapai begitu jauh seperti jarinya, tapi basahnya, geliangnya yang menekan dinding sensitif Jungwoo.

Dengan satu lolongan penuh kenikmatan, Jungwoo keluar. Tangannya menjambak rambut Jaehyun, menahannya di sana membuat Jaehyun tenggelam disela kakinya.

Selepasnya, Jaehyun bangkit dan melirik kearah kekasihnya yang terbaring lemas di kasur. Cantik, cantik sekali. Jaehyun mendecak kagum, “Gila kamu… cantik Jungwoo, cantik banget.”

Jungwoo membuka matanya, menatap Jaehyun yang terpaku. Ia terkekeh lalu mengusap pipi Jaehyun, bibir kekasihnya itu merekah indah, membuat Jungwoo ingin mencumbunya.

“Cantik banget pacar gue,” Jaehyun menunduk, memeluk Jungwoo dan mengecupi pelipisnya. “Aku beruntung banget sih punya kamu.”

Jaehyun memang selalu menghadiahi Jungwoo dengan kata-kata manis, terdengar seperti gombalan namun bisa membuatnya tersipu. Kecupan lembut tak hentinya Jaehyun hadiahi diseluruh wajah Jungwoo.

“Sayang, aku masuk, ya? Aku gak tahan lagi mau ngerasain kamu.”

Anggukan dari Jungwoo adalah tanda bagi Jaehyun untuk kembali menggoda kewarasan Jungwoo. Penis Jaehyun yang basah karena cairan pra-ejakulasinya masuk begitu saja, menembus urat-urat resistansi pada rektum lubang Jungwoo.

Bukan desahan, melainkan rengekan menyenangkan sarat nikmat keluar dari bibir Jungwoo. Ia berusaha untuk menahan suaranya, namun manjaan dari Jaehyun membuatnya berteriak menginginkan lebih. Jaehyun besar dimana-mana, penisnya gemuk dengan urat yang tebal. Pertama kali Jungwoo membawanya masuk ke dalam tubuhnya, Jungwoo menangis karena kewalahan dengan ukurannya yang rasanya mencabik bagian dalamnya.

Semakin lama, ia semakin terbiasa. Menginginkan lagi dan lagi dari setiap yang Jaehyun berikan padanya.

Jaehyun diam, membiarkan Jungwoo terbiasa akan kehadirannya di dalam. “Sayang, kamu gapapa?” Tangannya memegangi pinggang ramping Jungwoo, menahan dirinya untuk tidak bergerak menyakiti sang terkasih. Jungwoo begitu memabukkan sekaligus menakutkan karena penisnya terasa diremas kuat oleh lubang yang hangat itu.

Jungwoo mengangguk, dengan suara parau berucap. “Lanjutin.”

Seolah mendapat izin, Jaehyun membentur-bentur penisnya lebih dalam, menghabiskan batang penisnya untuk masuk dilahap Jungwoo. Dorongan yang awalnya perlahan dan lambat akhirnya lepas kendali. Jaehyun mengejar pelepasannya yang sudah tak tertahan sejak melihat Jungwoo berantakan karena pelepasan pertamanya.

“Sayang aku keluar ya?” geram Jaehyun, suaranya berat sarat nafsu, “Aku keluar di dalem ya? Boleh ‘kan? Biar kamu ngerasain enaknya juga.”

“Di—dalem… Jaehyun!” Jungwoo mengangguk kuat, badannya terdorong karena hentakkan kuat Jaehyun. Penisnya sudah ikut menegang kembali sejak Jaehyun melakukan penetrasi. “Please, please…” tangannya beralih pada punggung kokoh Jaehyun, jemarinya mencakar kulit putih kekasihnya, menyalurkan kenikmatan yang membuatnya melambung tinggi.

Gerakkan pinggang Jaehyun menguat, tidak secepat sebelumnya, lebih menghentakkan penisnya dalam, mencari titik nikmatnya sendiri. Jaehyun mendongkak, tangannya yang menumpu tubuhnya terasa lemas, Jungwoo di bawah kukungannya sudah mengerang tidak beraturan. Jungwoo terlihat begitu cantik.

Jaehyun membenamkan wajahnya pada pundak Jungwoo dan mengerang tertahan. Melepaskan spermanya dalam tubuh Jungwoo. “Ungh, Jungwoo—”

Merasakan hangat mengalir dalam tubuhnya, Jungwoo pun menggapai pelepasnnya sekali lagi. Jungwoo mendesah karena stimulasi berlebihan, kepalanya begitu kosong, membiarkan Jaehyun menjilat lehernya yang terpampang terbuka di depan wajahnya.

Mereka terdiam, mencerna segalanya yang terjadi, mengatur napas dan melepaskan sisa-sisa kenikmatan. Menit selanjutnya, mereka berdua tertawa.

“Tuh kamu juga sama aja sangenya,” Ejek Jaehyun, bibirnya mengecup pipi Jungwoo penuh afeksi.

Jungwoo mendengus, “Gara-gara kamu ya! Lagian jadi orang gak bisa banget nahan syahwat. Heran.”

Melihat Jungwoo yang cemberut seperti itu sangatlah menggemaskan. Jaehyun tertawa, lalu mengecup hidung Jungwoo, turun ke bibirnya. “Kalau sama kamu, aku selalu pengen terus jadinya. Gak ada duanya lah kamu ini.”

Memang keduanya saja yang tidak bisa menahan birahi.


Harayuki.

BACA WARN DULU YA!

  • PWP
  • Bahasa kotor.
  • Mentioning of pregnancy kink

Please bijak dalam membaca.


Jungwoo kaget bukan main saat Jaehyun benar-benar datang ke rumahnya. Kekasihnya itu sangat nekat, walau dengan tubuh basah kuyup dan celana kotor akan lumpur ia masih bisa tersenyum tanpa dosa begitu di hadapan Jungwoo.

“Minta jatah,” ucap Jaehyun enteng. Jungwoo hanya bisa geleng kepala takjub dengan kelakuan kekasihnya. Ia langsung menarik Jaehyun masuk, menyuruhnya mandi dan membersihkan tubuhnya yang kotor terlebih dahulu.

Ingatkan Jungwoo jika kekasih bodohnya itu selalu serius dengan apa yang ia ucapkan, juga selalu mendapatkan apa yang ia inginkan.


Selepas itu, Jaehyun tidak lagi membuang-buang waktu. Dengan satu cumbuan penuh nafsu, ia lalu membawa Jungwoo ke dalam kamar, menguncinya dan membawa tubuh mereka ke atas kasur yang berantakan.

Jaehyun selalu serakah jika itu berkaitan dengan Jungwoo. Ia yang meminta namun pada akhirnya Jungwoo selalu terseret dalam buaian nafsu juga. Satu kecup lembut mendarat di rahang Jaehyun saat sang terkasih menyamankan Jungwoo di atas ranjang.

Jaehyun terkadang melakukannya dengan perlahan, namun tidak dengan sekarang. Deru napasnya yang tidak beraturan dan kasar membuat Jungwoo sadar bahwa Jaehyun memang sedang ditutupi hawa nafsu. Kekasihnya itu menciumnya dengan frustasi, kasar, meraih-raih rahangnya untuk mendekat, memagut lebih rakus bibir Jungwoo.

Jungwoo, di bawah kukungan Jaehyun, menahan pundak kokoh sang terkasih lalu melepaskan pangutan mereka. “Kamu kenapa sih buru-buru banget?”

“Udah dua minggu,” Jaehyun memajukan bibirnya, jika sesuatu tidak sesuai kehendaknya maka inilah yang si tampan lakukan. “Kangen banget ngewe.”

Jungwoo menampar lembut pipi Jaehyun. “Heran, punya pacar ganteng tapi sange mulu.” Goda Jungwoo. “Kangen trus ‘kan sama aku?”

Jaehyun hanya mengangguk acuh, ia mulai lagi melahap bibir merekah kekasihnya. Jungwoo sangat menyukai ciumannya dengan sang kekasih—kasar, terburu-buru dan memabukkan. Menjadi candu bagi Jungwoo tiap bibirnya didominasi oleh Jaehyun.

“Hmmh—” lagi-lagi, Jaehyun mengincar langit mulutnya, menyapu langit-langit Jungwoo dengan lidah yang lihai. Pemuda tampan itu senang buatnya gemetar karena ekstasi, karena ketidakmampuannya membalas balik Jaehyun.

Tangan besar Jaehyun merayap naik, mengelus dada Jungwoo yang berbalut kaos putih polos.

Mengusap, menarik dan mencubit.

Jungwoo meremas leher Jaehyun untuk menjauh, lalu mengerang kesal, “Pelan—”

“Pelan? Orang kamu aja nyondongin badan gini.” kekeh Jaehyun, “kamu suka, aku cuma mau buat kamu seneng. Liat, kelenjotan gini padahal cuma dimainin nenennya”

Jungwoo semakin memerah mendengarnya. “Diem.”

Jaehyun memberi usapan kasar pada puting Jungwoo sebelum bergerak dan menanggalkan kain pada tubuh Jungwoo, kemudian berpindah pada pakaiannya sendiri.

Astaga. Jungwoo menahan napas saat matanya bertemu langsung dengan tubuh sempurna kekasihnya. Ia tidak bisa memungkiri jika tubuh Jaehyun memang favoritnya. Bukan karena Jungwoo sudah berkali-kali mengecapnya, tapi bagaimana Jaehyun selalu terlihat besar dan terasa keras tiap Jungwoo menyentuhnya. Tiap lekuk sempurna yang membentuk otot mempesona, happy trails yang tak sabar Jungwoo jejaki sampai ujung jalannya.

Jungwoo meneguk ludahnya, melihat penis Jaehyun yang menegak dan memerah. Ia ingin mengulumnya, namun gengsi menahannya. Lima detik ia berpikir hingga dia menanggalkan gengsinya.

Persetan dengan gengsi.

“Aku mau kulum.”

Tanpa aba-aba, Jungwoo mendorong Jaehyun halus tapi penuh ambisi. Jari lentiknya mengelus otot perut Jaehyun yang mengunci pikirannya, kemudian turun untuk menyapa kejantanan Jaehyun.

Jaehyun menggigit bibirnya melihat raut wajah Jungwoo yang menggelap saat kejantanannya tepat di depan wajahnya. Raut wajah kekasihnya menggoda, tidak lagi fokus pada Jaehyun namun pada apa yang tersaji di hadapannya.

“Jungwoo—”

Sang empunya nama tidak menggubris, justru mencumbu ujung penis Jaehyun. Lidahnya meliuk sepanjang batang mengeras itu, menggores uratnya dengan air liur, memberikan kecupan ringan pada kulit memanas itu. Jaehyun mengerang saat ia melihat wajah Jungwoo; penuh nafsu, mata menyayu dan senyum puas tersungging di bibir semerah cherry itu.

Jaehyun menegakkan tubuhnya yang semula bersandar, mengubah posisi Jungwoo agar tubuh bagian bawahnya mudah dijangkau, tapi tetap masih mengurusi kejantanannya.

“Lanjutin aja, biar kamu lebih enak ngisepnya.” Jelas Jaehyun, napasnya sedikit terengah.

Saat sang kekasih sibuk mengulumnya, Jaehyun mulai membasahi jari-jarinya dengan air liur. Tanpa aba-aba, Jaehyun mengangkat pinggul Jungwoo dan memainkan jarinya pada lubang kekasihnya.

Jungwoo mendesah kaget, kakinya menendang sprei. Jaehyun tersenyum senang, salah satu kesenangannya adalah dengan menggoda Jungwoo. Mendorong Jungwoo sampai batasnya, menunggu kekasihnya menyerah tunduk padanya.

Telunjuk Jaehyun yang basah mulai masuk dalam lubang Jungwoo, mengeluarkannya lagi lalu menepuk keras bokong sintal kekasihnya. Jungwoo merengek saat telunjuk Jaehyun bermain di lubangnya, menekukkan jarinya seolah mencari titik nikmat Jungwoo.

Satu jari, dua jari, hingga jari ke tiga membuat Jungwoo megerang kesakitan dan melepas penis Jaehyun yang semula dikulum dalam mulutnya, keningnya menyender di sana.

“Jaehyun—”

Jaehyun mengusap rambut Jungwoo, “Suka ‘kan aku mainin? Mau aku masukin?”

Lalu Jaehyun menggiring kembali Jungwoo untuk berbaring, membiarkan surai indahnya jatuh pada bantal putih yang menyangga kepalanya. Jaehyun menyukai pemandangan ini, saat Jungwoo terkulai penuh nikmat di bawah kukungannya.

Jaehyun kembali memasukkan jarinya; kali ini langsung tiga, menjangkau jauh-jauh ke dalam Jungwoo, melebarkan lubang yang masih terlalu sempit itu. Jemari itu bergerak dengan telaten, Jaehyun mencium pelipis kekasihnya kesayangannya. Sedikit terkekeh melihat Jungwoo yang matanya tak berfokus padanya.

“Seneng ‘kan kamu aku enakin—” Jaehyun mendekatkan bibirnya pada telinga Jungwoo lalu kemudian berbisik, “—suka ‘kan aku kobelin gini.”

Jungwoo memejamkan matanya erat. Suka, sangat suka. Ia menggeleng kuat lalu mengerang. “Su—suka.”

“Kamu basah banget sih.” Jaehyun terkekeh senang, merasa tidak bersalah karena kelakuannya sendiri yang membuat sang kekasih frustrasi, “Udah longgar banget, ga sabar pengen aku masukin ‘kan?”

Jungwoo tahu jika kini Jaehyun dalam mode jahil, senang menggoda pacarnya yang haus akan buaian Jaehyun. Ucapan Jaehyun malah semakin membakar tubuh Jungwoo, membuatnya ingin memberikan semua yang ada pada dirinya untuk sang terkasih.

“Yakin mau aku masukin? Nanti hamil loh.”

Jungwoo menggelinjang mendengarnya.

Itu adalah tanda bagi Jaehyun, mengetahui kekasihnya tergoda akan lisan kotornya. “Mau ya? Kalau aku keluar di dalem nanti hamil loh. Yakin nih?”

Jungwoo menggeleng, kali ini matanya ikut basah karena stimulasi yang Jaehyun berikan pada indra perasa dan pendengarnya. Kakinya menendang lebih keras. Jungwoo berteriak putus asa, Jaehyun dengan cepat menarik tangannya lalu berpindah, membungkuk di depan kaki Jungwoo yang terbuka lebar.

Oh.

“Jaeh—ngha—astaga!”

Lidahnya yang kali ini menusuk lubang Jungwoo. Tanpa ragu menjilat rakus kerutan yang memerah karena stimulasi konstan dari jari-jari besarnya. Jungwoo merasa ia akan sampai pada pelepasannya. Lidah Jaehyun tidak menggapai begitu jauh seperti jarinya, tapi basahnya, geliangnya yang menekan dinding sensitif Jungwoo.

Dengan satu lolongan penuh kenikmatan, Jungwoo keluar. Tangannya menjambak rambut Jaehyun, menahannya di sana membuat Jaehyun tenggelam disela kakinya.

Selepasnya, Jaehyun bangkit dan melirik kearah kekasihnya yang terbaring lemas di kasur. Cantik, cantik sekali. Jaehyun mendecak kagum, “Gila kamu… cantik Jungwoo, cantik banget.”

Jungwoo membuka matanya, menatap Jaehyun yang terpaku. Ia terkekeh lalu mengusap pipi Jaehyun, bibir kekasihnya itu merekah indah, membuat Jungwoo ingin mencumbunya.

“Cantik banget pacar gue,” Jaehyun menunduk, memeluk Jungwoo dan mengecupi pelipisnya. “Aku beruntung banget sih punya kamu.”

Jaehyun memang selalu menghadiahi Jungwoo dengan kata-kata manis, terdengar seperti gombalan namun bisa membuatnya tersipu. Kecupan lembut tak hentinya Jaehyun hadiahi diseluruh wajah Jungwoo.

“Sayang, aku masuk, ya? Aku gak tahan lagi mau ngerasain kamu.”

Anggukan dari Jungwoo adalah tanda bagi Jaehyun untuk kembali menggoda kewarasan Jungwoo. Penis Jaehyun yang basah karena cairan pra-ejakulasinya masuk begitu saja, menembus urat-urat resistansi pada rektum lubang Jungwoo.

Bukan desahan, melainkan rengekan menyenangkan sarat nikmat keluar dari bibir Jungwoo. Ia berusaha untuk menahan suaranya, namun manjaan dari Jaehyun membuatnya berteriak menginginkan lebih. Jaehyun besar dimana-mana, penisnya gemuk dengan urat yang tebal. Pertama kali Jungwoo membawanya masuk ke dalam tubuhnya, Jungwoo menangis karena kewalahan dengan ukurannya yang rasanya mencabik bagian dalamnya.

Semakin lama, ia semakin terbiasa. Menginginkan lagi dan lagi dari setiap yang Jaehyun berikan padanya.

Jaehyun diam, membiarkan Jungwoo terbiasa akan kehadirannya di dalam. “Sayang, kamu gapapa?” Tangannya memegangi pinggang ramping Jungwoo, menahan dirinya untuk tidak bergerak menyakiti sang terkasih. Jungwoo begitu memabukkan sekaligus menakutkan karena penisnya terasa diremas kuat oleh lubang yang hangat itu.

Jungwoo mengangguk, dengan suara parau berucap. “Lanjutin.”

Seolah mendapat izin, Jaehyun membentur-bentur penisnya lebih dalam, menghabiskan batang penisnya untuk masuk dilahap Jungwoo. Dorongan yang awalnya perlahan dan lambat akhirnya lepas kendali. Jaehyun mengejar pelepasannya yang sudah tak tertahan sejak melihat Jungwoo berantakan karena pelepasan pertamanya.

“Sayang aku keluar ya?” geram Jaehyun, suaranya berat sarat nafsu, “Aku keluar di dalem ya? Boleh ‘kan? Biar kamu ngerasain enaknya juga.”

“Di—dalem… Jaehyun!” Jungwoo mengangguk kuat, badannya terdorong karena hentakkan kuat Jaehyun. Penisnya sudah ikut menegang kembali sejak Jaehyun melakukan penetrasi. “Please, please…” tangannya beralih pada punggung kokoh Jaehyun, jemarinya mencakar kulit putih kekasihnya, menyalurkan kenikmatan yang membuatnya melambung tinggi.

Gerakkan pinggang Jaehyun menguat, tidak secepat sebelumnya, lebih menghentakkan penisnya dalam, mencari titik nikmatnya sendiri. Jaehyun mendongkak, tangannya yang menumpu tubuhnya terasa lemas, Jungwoo di bawah kukungannya sudah mengerang tidak beraturan. Jungwoo terlihat begitu cantik.

Jaehyun membenamkan wajahnya pada pundak Jungwoo dan mengerang tertahan. Melepaskan spermanya dalam tubuh Jungwoo. “Ungh, Jungwoo—”

Merasakan hangat mengalir dalam tubuhnya, Jungwoo pun menggapai pelepasnnya sekali lagi. Jungwoo mendesah karena stimulasi berlebihan, kepalanya begitu kosong, membiarkan Jaehyun menjilat lehernya yang terpampang terbuka di depan wajahnya.

Mereka terdiam, mencerna segalanya yang terjadi, mengatur napas dan melepaskan sisa-sisa kenikmatan. Menit selanjutnya, mereka berdua tertawa.

“Tuh kamu juga sama aja sangenya,” Ejek Jaehyun, bibirnya mengecup pipi Jungwoo penuh afeksi.

Jungwoo mendengus, “Gara-gara kamu ya! Lagian jadi orang gak bisa banget nahan syahwat. Heran.”

Melihat Jungwoo yang cemberut seperti itu sangatlah menggemaskan. Jaehyun tertawa, lalu mengecup hidung Jungwoo, turun ke bibirnya. “Kalau sama kamu, aku selalu pengen terus jadinya. Gak ada duanya lah kamu ini.”

Memang keduanya saja yang tidak bisa menahan birahi.


Harayuki.

BACA WARN DULU YA!

  • PWP
  • Bahasa kotor.
  • Mentioning of pregnancy kink

Please bijak dalam membaca.


Jungwoo kaget bukan main saat Jaehyun benar-benar datang ke rumahnya. Kekasihnya itu sangat nekat, walau dengan tubuh basah kuyup dan celana kotor akan lumpur ia masih bisa tersenyum tanpa dosa begitu di hadapan Jungwoo.

“Minta jatah,” ucap Jaehyun enteng. Jungwoo hanya bisa geleng kepala takjub dengan kelakuan kekasihnya. Ia langsung menarik Jaehyun masuk, menyuruhnya mandi dan membersihkan tubuhnya yang kotor terlebih dahulu.

Ingatkan Jungwoo jika kekasih bodohnya itu selalu serius dengan apa yang ia ucapkan, juga selalu mendapatkan apa yang ia inginkan.


Selepas itu, Jaehyun tidak lagi membuang-buang waktu. Dengan satu cumbuan penuh nafsu, ia lalu membawa Jungwoo ke dalam kamar, menguncinya dan membawa tubuh mereka ke atas kasur yang berantakan.

Jaehyun selalu serakah jika itu berkaitan dengan Jungwoo. Ia yang meminta namun pada akhirnya Jungwoo selalu terseret dalam buaian nafsu juga. Satu kecup lembut mendarat di rahang Jaehyun saat sang terkasih menyamankan Jungwoo di atas ranjang.

Jaehyun terkadang melakukannya dengan perlahan, namun tidak dengan sekarang. Deru napasnya yang tidak beraturan dan kasar membuat Jungwoo sadar bahwa Jaehyun memang sedang ditutupi hawa nafsu. Kekasihnya itu menciumnya dengan frustasi, kasar, meraih-raih rahangnya untuk mendekat, memagut lebih rakus bibir Jungwoo.

Jungwoo, di bawah kukungan Jaehyun, menahan pundak kokoh sang terkasih lalu melepaskan pangutan mereka. “Kamu kenapa sih buru-buru banget?”

“Udah dua minggu,” Jaehyun memajukan bibirnya, jika sesuatu tidak sesuai kehendaknya maka inilah yang si tampan lakukan. “Kangen banget ngewe.”

Jungwoo menampar lembut pipi Jaehyun. “Heran, punya pacar ganteng tapi sange mulu.” Goda Jungwoo. “Kangen trus ‘kan sama aku?”

Jaehyun hanya mengangguk acuh, ia mulai lagi melahap bibir merekah kekasihnya. Jungwoo sangat menyukai ciumannya dengan sang kekasih—kasar, terburu-buru dan memabukkan. Menjadi candu bagi Jungwoo tiap bibirnya didominasi oleh Jaehyun.

“Hmmh—” lagi-lagi, Jaehyun mengincar langit mulutnya, menyapu langit-langit Jungwoo dengan lidah yang lihai. Pemuda tampan itu senang buatnya gemetar karena ekstasi, karena ketidakmampuannya membalas balik Jaehyun.

Tangan besar Jaehyun merayap naik, mengelus dada Jungwoo yang berbalut kaos putih polos.

Mengusap, menarik dan mencubit.

Jungwoo meremas leher Jaehyun untuk menjauh, lalu mengerang kesal, “Pelan—”

“Pelan? Orang kamu aja nyondongin badan gini.” kekeh Jaehyun, “kamu suka, aku cuma mau buat kamu seneng. Liat, kelenjotan gini padahal cuma dimainin nenennya”

Jungwoo semakin memerah mendengarnya. “Diem.”

Jaehyun memberi usapan kasar pada puting Jungwoo sebelum bergerak dan menanggalkan kain pada tubuh Jungwoo, kemudian berpindah pada pakaiannya sendiri.

Astaga. Jungwoo menahan napas saat matanya bertemu langsung dengan tubuh sempurna kekasihnya. Ia tidak bisa memungkiri jika tubuh Jaehyun memang favoritnya. Bukan karena Jungwoo sudah berkali-kali mengecapnya, tapi bagaimana Jaehyun selalu terlihat besar dan terasa keras tiap Jungwoo menyentuhnya. Tiap lekuk sempurna yang membentuk otot mempesona, happy trails yang tak sabar Jungwoo jejaki sampai ujung jalannya.

Jungwoo meneguk ludahnya, melihat penis Jaehyun yang menegak dan memerah. Ia ingin mengulumnya, namun gengsi menahannya. Lima detik ia berpikir hingga dia menanggalkan gengsinya.

Persetan dengan gengsi.

“Aku mau kulum.”

Tanpa aba-aba, Jungwoo mendorong Jaehyun halus tapi penuh ambisi. Jari lentiknya mengelus otot perut Jaehyun yang mengunci pikirannya, kemudian turun untuk menyapa kejantanan Jaehyun.

Jaehyun menggigit bibirnya melihat raut wajah Jungwoo yang menggelap saat kejantanannya tepat di depan wajahnya. Raut wajah kekasihnya menggoda, tidak lagi fokus pada Jaehyun namun pada apa yang tersaji di hadapannya.

“Jungwoo—”

Sang empunya nama tidak menggubris, justru mencumbu ujung penis Jaehyun. Lidahnya meliuk sepanjang batang mengeras itu, menggores uratnya dengan air liur, memberikan kecupan ringan pada kulit memanas itu. Jaehyun mengerang saat ia melihat wajah Jungwoo; penuh nafsu, mata menyayu dan senyum puas tersungging di bibir semerah cherry itu.

Jaehyun menegakkan tubuhnya yang semula bersandar, mengubah posisi Jungwoo agar tubuh bagian bawahnya mudah dijangkau, tapi tetap masih mengurusi kejantanannya.

“Lanjutin aja, biar kamu lebih enak ngisepnya.” Jelas Jaehyun, napasnya sedikit terengah.

Saat sang kekasih sibuk mengulumnya, Jaehyun mulai membasahi jari-jarinya dengan air liur. Tanpa aba-aba, Jaehyun mengangkat pinggul Jungwoo dan memainkan jarinya pada lubang kekasihnya.

Jungwoo mendesah kaget, kakinya menendang sprei. Jaehyun tersenyum senang, salah satu kesenangannya adalah dengan menggoda Jungwoo. Mendorong Jungwoo sampai batasnya, menunggu kekasihnya menyerah tunduk padanya.

Telunjuk Jaehyun yang basah mulai masuk dalam lubang Jungwoo, mengeluarkannya lagi lalu menepuk keras bokong sintal kekasihnya. Jungwoo merengek saat telunjuk Jaehyun bermain di lubangnya, menekukkan jarinya seolah mencari titik nikmat Jungwoo.

Satu jari, dua jari, hingga jari ke tiga membuat Jungwoo megerang kesakitan dan melepas penis Jaehyun yang semula dikulum dalam mulutnya, keningnya menyender di sana.

“Jaehyun—”

Jaehyun mengusap rambut Jungwoo, “Suka ‘kan aku mainin? Mau aku masukin?”

Lalu Jaehyun menggiring kembali Jungwoo untuk berbaring, membiarkan surai indahnya jatuh pada bantal putih yang menyangga kepalanya. Jaehyun menyukai pemandangan ini, saat Jungwoo terkulai penuh nikmat di bawah kukungannya.

Jaehyun kembali memasukkan jarinya; kali ini langsung tiga, menjangkau jauh-jauh ke dalam Jungwoo, melebarkan lubang yang masih terlalu sempit itu. Jemari itu bergerak dengan telaten, Jaehyun mencium pelipis kekasihnya kesayangannya. Sedikit terkekeh melihat Jungwoo yang matanya tak berfokus padanya.

“Seneng ‘kan kamu aku enakin—” Jaehyun mendekatkan bibirnya pada telinga Jungwoo lalu kemudian berbisik, “—suka ‘kan aku kobelin gini.”

Jungwoo memejamkan matanya erat. Suka, sangat suka. Ia menggeleng kuat lalu mengerang. “Su—suka.”

“Kamu basah banget sih.” Jaehyun terkekeh senang, merasa tidak bersalah karena kelakuannya sendiri yang membuat sang kekasih frustrasi, “Udah longgar banget, ga sabar pengen aku masukin ‘kan?”

Jungwoo tahu jika kini Jaehyun dalam mode jahil, senang menggoda pacarnya yang haus akan buaian Jaehyun. Ucapan Jaehyun malah semakin membakar tubuh Jungwoo, membuatnya ingin memberikan semua yang ada [ada dirinya untuk sang terkasih.

“Yakin mau aku masukin? Nanti hamil loh.”

Jungwoo menggelinjang mendengarnya.

Itu adalah tanda bagi Jaehyun, mengetahui kekasihnya tergoda akan lisan kotornya. “Mau ya? Kalau aku keluar di dalem nanti hamil loh. Yakin nih?”

Jungwoo menggeleng, kali ini matanya ikut basah karena stimulasi yang Jaehyun berikan pada indra perasa dan pendengarnya. Kakinya menendang lebih keras. Jungwoo berteriak putus asa, Jaehyun dengan cepat menarik tangannya lalu berpindah, membungkuk di depan kaki Jungwoo yang terbuka lebar.

Oh.

“Jaeh—ngha—astaga!”

Lidahnya yang kali ini menusuk lubang Jungwoo. Tanpa ragu menjilat rakus kerutan yang memerah karena stimulasi konstan dari jari-jari besarnya. Jungwoo merasa ia akan sampai pada pelepasannya. Lidah Jaehyun tidak menggapai begitu jauh seperti jarinya, tapi basahnya, geliangnya yang menekan dinding sensitif Jungwoo.

Dengan satu lolongan penuh kenikmatan, Jungwoo keluar. Tangannya menjambak rambut Jaehyun, menahannya di sana membuat Jaehyun tenggelam disela kakinya.

Selepasnya, Jaehyun bangkit dan melirik kearah kekasihnya yang terbaring lemas di kasur. Cantik, cantik sekali. Jaehyun mendecak kagum, “Gila kamu… cantik Jungwoo, cantik banget.”

Jungwoo membuka matanya, menatap Jaehyun yang terpaku. Ia terkekeh lalu mengusap pipi Jaehyun, bibir kekasihnya itu merekah indah, membuat Jungwoo ingin mencumbunya.

“Cantik banget pacar gue,” Jaehyun menunduk, memeluk Jungwoo dan mengecupi pelipisnya. “Aku beruntung banget sih punya kamu.”

Jaehyun memang selalu menghadiahi Jungwoo dengan kata-kata manis, terdengar seperti gombalan namun bisa membuatnya tersipu. Kecupan lembut tak hentinya Jaehyun hadiahi diseluruh wajah Jungwoo.

“Sayang, aku masuk, ya? Aku gak tahan lagi mau ngerasain kamu.”

Anggukan dari Jungwoo adalah tanda bagi Jaehyun untuk kembali menggoda kewarasan Jungwoo. Penis Jaehyun yang basah karena cairan pra-ejakulasinya masuk begitu saja, menembus urat-urat resistansi pada rektum lubang Jungwoo.

Bukan desahan, melainkan rengekan menyenangkan sarat nikmat keluar dari bibir Jungwoo. Ia berusaha untuk menahan suaranya, namun manjaan dari Jaehyun membuatnya berteriak menginginkan lebih. Jaehyun besar dimana-mana, penisnya gemuk dengan urat yang tebal. Pertama kali Jungwoo membawanya masuk ke dalam tubuhnya, Jungwoo menangis karena kewalahan dengan ukurannya yang rasanya mencabik bagian dalamnya.

Semakin lama, ia semakin terbiasa. Menginginkan lagi dan lagi dari setiap yang Jaehyun berikan padanya.

Jaehyun diam, membiarkan Jungwoo terbiasa akan kehadirannya di dalam. “Sayang, kamu gapapa?” Tangannya memegangi pinggang ramping Jungwoo, menahan dirinya untuk tidak bergerak menyakiti sang terkasih. Jungwoo begitu memabukkan sekaligus menakutkan karena penisnya terasa diremas kuat oleh lubang yang hangat itu.

Jungwoo mengangguk, dengan suara parau berucap. “Lanjutin.”

Seolah mendapat izin, Jaehyun membentur-bentur penisnya lebih dalam, menghabiskan batang penisnya untuk masuk dilahap Jungwoo. Dorongan yang awalnya perlahan dan lambat akhirnya lepas kendali. Jaehyun mengejar pelepasannya yang sudah tak tertahan sejak melihat Jungwoo berantakan karena pelepasan pertamanya.

“Sayang aku keluar ya?” geram Jaehyun, suaranya berat sarat nafsu, “Aku keluar di dalem ya? Boleh ‘kan? Biar kamu ngerasain enaknya juga.”

“Di—dalem… Jaehyun!” Jungwoo mengangguk kuat, badannya terdorong karena hentakkan kuat Jaehyun. Penisnya sudah ikut menegang kembali sejak Jaehyun melakukan penetrasi. “Please, please…” tangannya beralih pada punggung kokoh Jaehyun, jemarinya mencakar kulit putih kekasihnya, menyalurkan kenikmatan yang membuatnya melambung tinggi.

Gerakkan pinggang Jaehyun menguat, tidak secepat sebelumnya, lebih menghentakkan penisnya dalam, mencari titik nikmatnya sendiri. Jaehyun mendongkak, tangannya yang menumpu tubuhnya terasa lemas, Jungwoo di bawah kukungannya sudah mengerang tidak beraturan. Jungwoo terlihat begitu cantik.

Jaehyun membenamkan wajahnya pada pundak Jungwoo dan mengerang tertahan. Melepaskan spermanya dalam tubuh Jungwoo. “Ungh, Jungwoo—”

Merasakan hangat mengalir dalam tubuhnya, Jungwoo pun menggapai pelepasnnya sekali lagi. Jungwoo mendesah karena stimulasi berlebihan, kepalanya begitu kosong, membiarkan Jaehyun menjilat lehernya yang terpampang terbuka di depan wajahnya.

Mereka terdiam, mencerna segalanya yang terjadi, mengatur napas dan melepaskan sisa-sisa kenikmatan. Menit selanjutnya, mereka berdua tertawa.

“Tuh kamu juga sama aja sangenya,” Ejek Jaehyun, bibirnya mengecup pipi Jungwoo penuh afeksi.

Jungwoo mendengus, “Gara-gara kamu ya! Lagian jadi orang gak bisa banget nahan syahwat. Heran.”

Melihat Jungwoo yang cemberut seperti itu sangatlah menggemaskan. Jaehyun tertawa, lalu mengecup hidung Jungwoo, turun ke bibirnya. “Kalau sama kamu, aku selalu pengen terus jadinya. Gak ada duanya lah kamu ini.”

Memang keduanya saja yang tidak bisa menahan birahi.


Harayuki.

Prologue.


“Aku pulang, manager sudah menjemputku.”

Jungwoo mendesah sedih, walau dia yang mengucapkan kata pamit pada kekasihnya, ia sesungguhnya masih ingin tetap tinggal.

Jaehyun ikut bangun dari duduknya, matanya menyorot kecewa, tangannya menahan pergelangan tangan Jungwoo. “Tidak bisa menginap?”

Jungwoo menggeleng, “Maaf kak, tapi besok aku masih ada latihan dengan yang lain.” Ia mendesah lelah. Akhir-akhir ini jadwalnya terlalu padat, latinan untuk comeback album terbaru mereka, rekaman reality show, menjadi MC, rekaman vokal, begitu seterusnya.

Jungwoo lelah. Ia hanya ingin menghabiskan waktunya dengan sang terkasih, bermanja-manja dan berkencan.

Tapi pekerjaannya menuntutnya untuk tetap fokus.

Jaehyun mengerti, sebagai seorang idol dari grup yang sedang naik daun memang melelahkan, ia tidak suka Jungwoo kelelahan. Tapi ia hanya bisa mendukunc Jungwoo dalam karirnya.

“Kamu hati-hati. Pakai jaket dan hoodie-mu. Kabari aku kalau sudah di mobil.” Jaehyun mengelus pipi merona Jungwoo.

Salah satu konsekuensi dari seorang idol adalah menyembunyikan hubungan romansa mereka. Seperti sekarang, disaat hati Jungwoo sudah berhasil ditaklukan oleh Jaehyun, menyandang status resmi sebagai sepasang kekasih tidak membuat mereka bebas.

Mereka bersembunyi.

Jungwoo maju selangkah, memeluk Jaehyun menyalurkan rindu dan sesal. “Maaf ya jika kencan kita tidak menyenangkan.”

“Aku senang bertemu denganmu, menghabiskan waktu bersamamu.” Jaehyun memeluk pemuda dalam dekapannya erat dan mengecup lembut pelipis Jungwoo pelipis Jungwoo. “Dan itu lebih dari cukup.”

Walau sesungguhnya Jaehyun menginginkan lebih, menginginkan dunia mengetahui bahwa Kim Jungwoo adalah miliknya, ia harus mengubur dalam-dalam keinginan itu.

Ia tidak ingin menghancurkan karir Jungwoo.

“Aku mencintaimu, Jungwoo.” ia berbisik, mencurahkan perasaannya pada sang terkasih.

Jungwoo tersenyum, senang bukan kepalang. “Aku juga, Jaehyun.”


Harayuki.

Akhir Pekan


Warning – Teacher x Student relationship – Underage sex – Age gap: JH 28 x JW 16 – Fist Time


Pada akhir pekan Jungwoo pergi ke rumah Jaehyun. Gurunya itu dengan spesial mengundangnya ke rumah untuk memeriksa nilai quiz lalu mengajaknya makan malam bersama sebagai rasa terimakasih—yang entah, terdengar seperti sebuah kencan bagi Jungwoo.

Jaehyun sendiri yang memasak untuknya, tidak disangka gurunya selain tampan juga pintar memasak. Jungwoo sedikitnya merasa menang, tidak ada murid lain yang tahu tentang keahlian Jaehyun yang satu ini, tidak ada murd-murid perempuan yang diundang makan malam ke rumah Jaehyun.

Hanya Jungwoo.

Mungkin? Jungwoo juga tidak yakin.

“Bagaimana? Enak?”

Jungwoo tersentak dengan pertanyaan itu. Ia menoleh pada Jaehyun. “Um, enak.” Ia tidak bohong, pasta buatan Jaehyun adalah salah satu yang terbaik dari semua pasta yang pernah mereka makan. “Saya gak nyangka bapak juga pinter masak.”

“Pasta itu masakan gampang, Jungwoo.” Jaehyun terkekeh, ia menatap Jungwoo lekat. “Panggil aja Jaehyun, saya cuma guru kamu kalau di sekolah.”

Ucapan itu langsung dibantah oleh Jungwoo dengan gelengan, “Rasanya kurang sopan kalau saya panggil nama, pak.” Jujurnya. “Takutnya nanti malah berdampak pada nilai rapot saya nanti, hehe.”

Jaehyun terbahak menyambut candaan Jungwoo, “Ya tentu enggak lah. Gak ada hubungannya sama nilai kamu.” Ia menaruh sendok dan garpunya di atas piring, menatap Jungwoo serius namun dengan senyum lembut terpatri di bibirnya. “Saya maksa loh.”

Jungwoo meneguk ludahnya, masih merasa gugup. Siapa juga yang tak gugup ditatap seperti itu oleh manusia tampan? “Kalau gitu… mas Jaehyun aja. Ga mungkin saya langsung nyebut nama.”

“Boleh. Saya suka panggilan itu.” Senyum puas terpatri di bibir Jaehyun. “Habiskan makanannya, saya juga tadi buat pie, buat pencuci mulut nanti.”

Makan malam mereka dilewati dengan obrolan singkat yang mengejutkannya sangat santai. Jaehyun adalah teman mengobrol yang menyenangkan, untuk sesaat Jungwoo bahkan lupa bahwa pria tampan di hadapannya merupakan gurunya. Sesekali pria tampan itu melemparkan candaan pada Jungwoo, atau bahkan—yang mengejutkan—mengamit tangan Jungwoo dan merematnya lembut.

Jungwoo berpikir, apakah Jaehyun melakukan ini pada muridnya yang lain juga?

“Pak, sudah hampir larut malam. Saya rasa saya harus pulang.”

Selepas makan malam, Jungwoo memutuskan untuk membersihkan bekas makan mereka. Merasa tidak enak hati sudah dijamu dengan baik dan tidak melakukan apapun di rumah Jaehyun. Selepasnya, ia langsung berpamitan, tidak mau mengganggu pria itu lebih lama.

“Saya bukan guru kamu, tadi sudah bisa panggil mas loh.” Ujar Jaehyun. Ia ikut berdiri di samping Jungwoo. “Lagian, ini udah kelewat malem, kamu ga mau nginep aja?”

Memang benar, jam 11 sudah terlalu larut, namun ini bukan pertama kalinya bagi Jungwoo pulang larut malam setelah bermain, orangtuanya pun tidak akan memarahinya. Opsi yang diberikan Jaehyun juga terdengar menyenangkan namun terasa ganjil.

“Gak usah, mas. Saya pulang aja, gak mau merepotkan lebih dari ini.”

“Kamu gak ngerepotin, Jungwoo. Saya loh yang nawarin.” Jaehyun menahan pergelangan tangan Jungwoo, membawa Jungwoo mendekat padanya. “Kita bisa nonton bareng, atau kalau kamu mau ada tugas yang ditanyakan juga boleh.”

Mendengar kata tugas membuat Jungwoo mengernyit, membuatnya teringat pada tugasnya yang belum rampung. Tapi Jaehyun yang menahannya lebih mengganggu pikiran Jungwoo. Jadi ia memberanikan diri untuk bertanya. “Pak Jaehyun memang selalu ngajak murid dating ke rumah bapak ya?”

Genggaman Jaehyun pad pergelangan tangan Jungwoo mengendur. “Hanya kamu yang saya ajak buat main ke rumah Jungwoo.” Nada suaranya rendah, namun Jungwoo bisa mendengarnya dengan jelas. “Dan saya rasa, kamu cukup pintar buat mengartikan semua gestur saya ke kamu.”

Tentu saja semua semakin jelas sekarang. Mana ada guru yang selalu menghubunginya, yang selalu bertukar pesan layaknya kekasih, mengundang makan malam juga selalu menggenggam tangan seolah mereka berdua memiliki hubungan khusus.

“Enggak pak, saya gak ngerti.” Jungwoo memilih berpura-pura bodoh, menginginkan kata itu keluar langsung dari mulut sang guru.

Jaehyun menghela napas berat. Ia menggenggam tangan kanan Jungwoo, membawanya pada bibirnya dan mengecupnya lama. “Saya suka sama kamu.” Mata tajam itu menatap Jungwoo tanpa berkedip. “Saya sangat suka sama kamu, Jungwoo.”

Jung Jaehyun, guru fisikanya, yang terkenal akan wajah tampan dan kebaikannya, yang disukai oleh semua orang di sekolahnya, menyatakan cinta dengan lantang tanpa keraguan. Jungwoo tersenyum, ia merasa puas dan menang.

“Saya juga suka sama bapak.” Jawab Jungwoo, ia maju dan mengecup pipi Jaehyun.

“Kalau begitu, kamu mau ‘kan menginap di sini?”


Tentu saja Jungwoo menerima tawaran itu tanpa pikir panjang lagi. Setelah mengabari sang ibu jika ia akan menginap di rumah temannya, ia langsung mematikan ponselnya dan menghabiskan waktu bersama Jaehyun.

Rencana awal untuk menonton film bersama langsung berubah haluan pada menghabiskan waktu berdua di kamar Jaehyun.

Tangan kanan Jaehyun meraih dagu Jungwoo, membawa tatapan yang lebih muda kepadanya. Jaehyun pun sedikit menunduk, mendekatkan bibirnya dan menautkannya pada milik Jungwoo, memberi lumatan pada bibir merekah Jungwoo. Jungwoo sontak hanya memejamkan matanya.

Jaehyun sibuk sendiri memberikan ciuman sembari mengamati wajah Jungwoo dari dekat. Cantik, sejak awal ia melihat muridnya yang satu ini, ia selalu berpikir bahwa Kim Jungwoo adalah sosok yang paling menawan. Netra cokelat milik Jungwoo pun terpejam dengan erat sembari menikmati setiap lumatan-lumatan yang Jaehyun beri, lenguhan dan rintihan tertahannya pun lepas dari sela-sela ciuman mereka. Erangan yang keluar dari bibir Jungwoo membuat Jaehyun mendapatkan libido berlebih.

Lidahnya memaksa untuk menerobos masuk ke dalam rongga mulut Jungwoo, mengajaknya untuk saling beradu lidah dan menghasilkan suara decapan-decapan basah. Tangan kanannya pun tak diam saja. Jaehyun mengusap punggung muridnya, kemudian mendorongnya untuk sepenuhnya berbaring pada ranjang Jaehyun. Setelah puas memberikan usapan gelitik di daerah punggung dan pinggang sang murid, usapannya kini berhenti dan tangannya kembali bergerak untuk turun, meraih pantat sintal milik Jungwoo lalu meremasnya kuat.

Ciuman dari Jaehyun begitu terburu dan tiada ampun, sama sekali tak memberi Jungwoo jeda untuk bernapas, ditambah dengan remasan kuat Jaehyun pada bokongnya, Jungwoo hanya bisa menikmatinya.

“Ahng!” Satu lolongan lolos dari mulut Jungwoo saat Jaehyun melepas lumatan mereka.

Setelahnya, Jaehyun pun menyusuri wajah Jungwoo perlahan, berikan kecupan-kecupan ringan di setiap sudut wajah yang lebih muda, mengagumi wajah Jungwoo yang begitu ayu. Tak lama bibirnya pun turun, ke daun telinga Jungwoo lalu memberikan gigitan dan membasahi daun telinga Jungwoo. Jungwoo sedikit berjengit geli, karena pada salah satu titik sensitifnya berhasil ditemukan oleh Jaehyun. Menyadari itu, Jaehyun kembali memberikan gigitan-gigitan kecil di sana lalu menjilatnya hingga tangan Jungwoo merangkul dan memeluk tengkuk yang berada di hadapannya itu.

“Kamu sensitif di sini ya,” Jaehyun terkekeh geli. Bibir ranum Jaehyun pun kembali turun, menyusuri setiap bagian leher jenjang Jungwoo. Tak lupa, ia juga memberikannya kecupan, meninggalkan banyak bekas keunguan dan gigitan samar di sana.

“P-pak...” rintihnya disela-sela hisapan Jaehyun, tangannya yang sejak tadi bertengger pada tengkuk gurunya pun turun sedikit mendorong tubuh besar Jaehyun.

“Hm? Tadi panggilnya apa, sayang?” Jaehyun bertanya tanpa menghentikan jilatannya pada masih leher Jungwoo.

“M—mas Jaehyun…” Jungwoo mengerang tertahan.

Jaehyun hanya tersenyum dalam hati, menyukai bagaimana cara Jungwoo memanggilnya. Kecupan-kecupan Jaehyun kini turun meyusuri tubuh ramping Jungwoo dan kedua tangannya menyentuh puting Jungwoo.

“Mas Jaehyun… tunggu.” Rintih Jungwoo.

“Kenapa sayang?” Jaehyun tak mengidahkannya, ia masih sibuk memilin dan menjilati setiap inchi tubuh Jungwoo.

Lalu Jungwoo berbisik, namun itu cukup membuat Jaehyun menghentikan kegiatannya sesaat. “Pelan-pelan aja, mas.”

Jaehyun mendongkak, menatap wajah Jungwoo yang terbasahi keringat dan memerah. Bahkan Jungwoo terlihat sangat indah seperti ini, bak malaikat yang membuat dadanya berdesir. Jaehyun langsung mengusap pipi Jungwoo lembut. “Is it your first time?”

Jungwoo mengangguk, menatap Jaehyun yang mengukung di atasnya lalu mengusap pipi pria itu. “Having sex, yes. Agak gugup.”

Jaehyun tersenyum lembut dan mengecup pelipis Jungwoo yang basah akan keringat. “Jangan gugup, ‘kan ada aku. Aku berusaha bikin kamu nyaman.” Lalu Jaehyun mengecup bibir Jungwoo. “Kalau kamu ngerasa gak nyaman, bilang stop ya?”

Setelah mendapat anggukan dari Jungwoo, Jaehyun lalu mengangkat tangan kanannya dan memasukkan dua jari ke dalam mulut Jungwoo, membiarkan Jungwoo untuk mengulum dua jarinya dan menciptakan desahan basah yang erotis. Tangan kiri Jaehyun yang sedari tadi sedang sibuk pada puting Jungwoo kini terhenti, fokus Jaehyun sekarang sepenuhnya pada wajah Jungwoo yang matanya terpejam dan mengulum jemari sang guru.

Jungwoo benar-benar mempesona.

“Hng...!” Jungwoo merinding geli saat merasakan tangan Jaehyun mengusap perutnya dengan lembut. Ia hendak melenguh tetapi tertahan karena mulutnya tersumpal oleh jari Jaehyun.

Tidak perlu lama merambati tubuh Jungwoo, tangan Jaehyun pun sudah berhasil tiba di bagian bawah pinggang sang murid. Ia merabanya pelan kemudian menurunkan zipper jeans milik Jungwoo yang sedari tadi ia gerayangi. Setelah ia berhasil menurunkannya, tangannya kini menelisik masuk ke balik celana dan mendapati sebuah batang yang sudah setengah mengeras. “Kamu tegang banget, sayang.” Bisik Jaehyun.

Pergerakan jemari milik Jaehyun di dalam mulut Jungwoo kini menjadi lebih cepat dan membuat saliva Jungwoo perlahan menetes membasahi sekitar dagu, sementara tangan sebelah tangan Jaehyun sedang bergerak untuk menurunkan celana jeans yang dikenakan Jungwoo. Setelah celana Jungwoo lepas, Jaehyun melepaskan jarinya yang berada pada mulut Jungwoo.

Saat Jungwoo bernapas dengan lega, Jaehyun mengangkat tubuhnya dan turun ke bawah, menjajarkan pandangannya dengan bagian bawah Jungwoo. “Buka kakinya, sayang.”

Jungwoo dengan ragu membuka kakinya, merasa malu saat mata Jaehyun menatapnya begitu lekat. Jaehyun memegang lutut Jungwoo, membantu sang murid untuk membuka kakinya lebih lebar.

“Sayang, aku masukin jariku ya?” Jaehyun meminta izin. Melihat anggukan dari Jungwoo, sang guru langsung menancapkan dua jari yang masih basah sehabis dikulum oleh Jungwoo ke dalam lubang anus milik Jungwoo.

“Ahng!” Pekik Jungwoo. “Mas, pelan-pelan!”

“Maaf, maaf. Aku akan pelan-pelan.” Jaehyun langsung meminta maaf, menciumi pelipis Jungwoo lalu turun ke hidung dan bibirnya. “Tarik napas sayang, gak akan sakit kok.” Setelah Jungwoo bernapas dengan teratur, Jaehyun mulai memainkan jarinya di dalam lubang milik Jungwoo. Jemarinya bergerak dengan irama tak teratur, membuat sang murid hanya dapat meracau tak menentu. Sakit, tapi Jungwoo juga dapat merasakan sensasi menggelitik yang nikmat.

Tak lama setelah Jungwoo merasakan sensasi itu, batang penis Jungwoo pun kini mulai tegak dan mengeras. “Angh, mas… pelan!” Rintihnya tak tahan merasakan kenikmatan di bawah sana.

Jaehyun bergumam berusaha menenangkan Jungwoo, mengecupi leher Jungwoo. Jaehyun pun beralih pada penis Jungwoo, mengocoknya dengan tempo teratur ke atas dan kebawah, meremat kuat membuat Jungwoo mengerang kenikmatan.

“Mas… lagii—hh…” Jungwoo memejamkan matanya, kepalanya bergeleng ke kanan dn ke kiri, meracau penuh kenikmatan.

Keduan tangan Jungwoo pun meraih surai hitam Jaehyun dan merematnya dengan kuat karena tak dapat menahan sensasi yang begitu memabukkan. Tanpa disadari oleh Jungwoo, Jaehyun si pemilik kini sedang tersenyum kecil, puas mengetahui fakta bahwa Jungwoo sedang tidak dapat menahan apa yang dirasakan saat ini.

Belum sampai lima menit Jaehyun memberikan stimulasi di lubang juga penis Jungwoo, tubuh Jungwoo kini melengkung ke atas, merasakan sesuatu di di bagian bawah tubuhnya mendesak untuk keluar. “Kamu mau keluar?” bisik Jaehyun.

Jungwoo mengangguk cepat, rematannya semakin kuat dan tubuhnya terasa menegang. Ia mendesah berantakan, matanya terbuka menatap Jaehyun, bibirnya tak bisa berucap lain selain lolongan desahan. Kenikmatan yang ia rasakan perlahan menjalar ke seluruh tubuh, “M-mas Jaehyun…”

Jaehyun tersenyum, tidak menghentikan kegiatan tangannya, malah mempercepat jarinya dalam lubang Jungwoo dan mengocok penisnya lebih cepat. “Keluarkan sayang,” bisiknya tepat di telinga sang murid.

Setiap deru desah Jungwoo terbata, tubuhnya pun kembali berjengit bersamaan dengan keluarnya cairan putih dari ujung batang miliknya dan membasahi tangan sang guru. Ini adalah pertama kalinya, Jungwoo merasakan kenikmatan yang luar biasa memabukkan.

Jaehyun tersenyum puas, menikmati pemandangan yang terpampang untuknya, terasa nikmat dan memabukkan. Rasanya, ia ingin memilikinya seutuhnya. Seumur hidup ingin ia simpan sendiri, dan tentunya orang lain tidak boleh melihat sosok cantik siswanya. Hanya ia seorang yang boleh melihat dan memiliki Jungwoo.

Jaehyun terdiam sebentar, menatap sosok yang kewalahan sedang terbaring di atas ranjang miliknya. Tangannya bergerak mengusap pipi Jungwoo yang basah penuh akan peluh, “Jungwoo, sayang…” gumamnya pelan. “You're always the prettiest.” Bisiknya dalam dan penuh makna.

Jaehyun tak tunggu lama untuk menarik jemari kemudian menanggalkan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya dan tubuh Jungwoo. Tangannya beralih membuka laci nakas dan mengambil sekolak kondom.

Usai memasang kondomnya, Jaehyun mulai menerobos perlahan, ancang-ancang apabila Jungwoo merasa tak nyaman. Yang netranya tangkap adalah wajah cantik penuh dengan peluh, dengan gelayut surai yang mengikuti irama ketika lehernya menjenjang, kepala menengadah, serta tubuh menggeliat tak tentu arah.

“Jungwoo, sayang,” Jaehyun menuntun Jungwoo untuk membiasakan tubuhnya. “Sayang, liat aku.”

Mata Jaehyun bertemu tatap dengan bola mata Jungwoo yang mengkilap sendu. Pria yang lebih tua itu menundukkan wajahnya, menyambar bibir Jungwoo dan melumatnya dengan penuh gairah. Tangan Jaehyun bermain dengan penisnya sendiri, mengocoknya lalu mengarahkan penisnya tepat di lubang senggama Jungwoo.

“Aku masukin ya?” Ujung tumpul penis Jaehyun menggoda lubang Jungwoo, bersentuhan lalu menariknya kembali menjauh. “Boleh ya aku masuk?”

Jungwoo mengerang frustrasi, ia bisa merasakan penis Jaehyun dan entah ia berharap sang guru segera memasukinya. “Ma-masuk mas.” Jungwoo terengah, wajah memerah karena nafsu juga malu yang memukulnya bersamaan. “Pelan...”

Yang terjadi setelahnya adalah berdasarkan insting dan nafsu mereka. Jaehyun mendorong penisnya perlahan dalam lubang hangat Jungwoo, sementara yang lebih muda melingkarkan kakinya pada pinggul Jaehyun.

“Sa-sakit… mas.” Jungwoo mencengkrang pundak Jaehyun secara refleks, berusaha menyampaikan rasa sakitnya. Jaehyun menghentikan gerakannya, ia merengkuh tubuh Jungwoo, berbisik menenangkan diiringi elusan pada punggung Jungwoo dan kecupan pada pelipisnya.

Dengan perhatian, Jaehyun mengusap paha Jungwoo lalu menuju ke penisnya. “Masih sakit sayang?”

“Sedikit,” suara parau Jungwoo menjawab. “Mas coba masukin lagi… Aku tahan sakitnya.”

Jaehyun mengecup kedua mata Jungwoo yang masih berkilau akan jejak air mata. Ia berbisik. “Kalau sakit langsung bilang, aku mau pengalaman pertama kamu berkesan bukan nyakitin.”

Pernyataan itu bisa membuat dada Jungwoo berdesir, ia mengangguk lemas, tangannya merangkul pad leher jenjang Jaehyun. Satu kecupan lembut Jungwoo hadiahkan pada bibir merekah Jaehyun, berpikir betapa gurunya sangat perhatian dan menyayanginya.

Dengan perlahan Jaehyun kembali memasukan penisnya hingga tertanam semua di dalam lubang hangat Jungwoo. Keduanya mendesah, merasakan perasaan asing pada tubuh masing-masing. Jungwoo merasa penuh, pertama kalinya lubang senggamanya terisi, seolah mengganjal namun memberikan kehangatan dan kedutan yang membuatnya mabuk penuh kenikmatan.

“Mas… penuh.” Ucapan polos Jungwoo disambut kekehan oleh Jaehyun.

“Penuh? Kamu suka?” Jaehyun menyapu poni Jungwoo yang basah akan keringat, lalu mengecup pipinya. “Di dalem kamu bener-bener enak. Kamu hangat, Jungwoo. Aku suka.”

Jaehyun berbisik, erangan rendah berdengung di telinga Jungwoo, suara berat Jaehyun yang memabukkan. Setelahnya Jaehyun mulai menggerakan penisnya di dalam Jungwoo, tumbukan demi tumbukan mengalir dengan tempo yang lambat, kemudian berangsur lebih cepat, kemudian cepat saat tubuh Jungwoo perlahan membusur indah dengan gestur mulut yang mengatup dan membuka penuh makna. Embusan nafas Jaehyun di sisi tubuhnya, sangat menggilakan. Jungwoo patuh dalam dominasi pria yang mengungkungnya dengan penuh otoritas.

“Ah—hah… mas Jae—hyun…”

Jaehyun yang mendengar semua lenguhan itu dan merasakan pijatan erat pada penisnya hanya bisa memejam kelopak mata karena nikmat. Pria itu kaget Jungwoo turut menggerakkan tubuhnya melawan gravitasi dan menghantamnya lagi. Tidak dengan tempo yang cepat, namun rasanya luar biasa memikat.

Telapak tangan Jungwoo terulur untuk mengurut tengkuk Jaehyun dan meremat sejumput rambutnya. Pinggulnya bergerak dalam satu ritme bersamaan dengan Jaehyun yang berusaha memburu titik nikmatnya sendiri.

Frekuensi tarikan dan embusan napas keduanya meningkat, seiring dengan atmosfer yang kian memanas. Dorongan penis Jaehyun dalam diri Jungwoo membuatnya berantakan, mengerang lelah. Ia tahu klimaksnya akan segera tiba.

“Jaehyun—ahh,” napas Jungwoo tersengal dan memenggal tiap kata yang ingin ia ucap menjadi beberapa silabel repetitif hingga pada akhirnya ia menyerah. Jungwoo merasa ia akan mencapai nikmatnya.

Jaehyun mengatur napasnya, tumbukan penisnya semakin cepat tak beraturan. Terasa nikmat dan memabukkan, penisnya dimanjakan oleh lubang anus Jungwoo yang memijatnya dengan nikmat, dinding rektum Jungwoo memanjanya dan menghisapnya agar masuk lebih dalam, bergerak lebih cepat mencari kenikmatan yang lebih.

“Sayang, aku keluar ya.” Sebuah pelepasan yang pertama datang dari Jaehyun. Kepalanya menengadah dengan erangan nikmat yang mengaum keluar dari tenggorokannya, merasakan Jungwoo yang memanjanya juga sperma panas yang membasahi pengamannya. Sementara Jungwoo belum mencapai klimaksnya, Jaehyun serta merta membantu sang murid tanpa ada niatan menarik tubuhnya terlebih dahulu, membiarkan penisnya terus terasa ditekan, sebab hangat yang menyalur dalam setiap kedut saraf di dalam sana membuatnya ingin terus bersemayam dalam penyatuan.

Telapak tangan Jaehyun segera memberi afeksi pada penis Jungwoo, menyentuh dan menuntunnya untuk menggapai pelepasannya sendiri. Setiap gerakan diikuti gestur yang menonjolkan kebutuhan akan hasrat yang sebentar lagi terpenuhi, dan tepat ketika klimaksnya ia dapatkan, yang Jungwoo saksikan adalah jutaan kunang-kunang memenuhi penglihatan.

“Mas Jaehyun—I’m close.” Adalah kalimat pertama yang lolos dari mulut Jungwoo bersamaan dengan pelepasan yang luar biasa memabukkan.

Is it good, Jungwoo? Do you feel better?” Sudut bibir Jaehyun tak ayal mengembang hingga dirasa sanggup menyentuh telinganya sebab Jungwoo tampak sempurna, tampak indah seperti yang selama ini bercokol dalam benaknya.

Jungwoo menganggukkan kepalanya lemah, dengan kening yang berhias peluh, dengan sisa tubuh yang meremang kelu. Ia tak pernah senikmat ini ketika bermain dengan dirinya sendiri dan mencari kenikmatan yang ia damba.

Never been this good.” Bisik Jungwoo, merasa malu mengatakan hal itu.

Jaehyun sontak tertawa mendengar jawaban itu. “Jadi, pengalaman pertama kamu sukses dong?”

“Jangan ngomong gitu—” Jungwoo langsung menutupi wajah Jaehyun dengan telapak tangannya saat sang guru menggodanya dengan tatapan jenaka, menaik turunkan alisnya. “Udah mas jangan diliatin terus akunya.”

Jaehyun menurunkan tangan Jungwoo, tatapannya pada Jungwoo penuh dengan kasih. Ia menunduk, membungkam Jungwoo dengan ciuman singkat. “Cute.” Jaehyun terkekeh dan tampak berseri-seri. Masih dalam posisi penyatuan dan keduanya tampak enggan untuk mengusaikan, justru tampak menikmati sebab intimasi terbendung tanpa aling-aling lagi.

“Emang aku lucu sih anaknya.” Jungwoo mendengus kecil. Rautnya tampak kelelahan namun sorotnya jelas menandakan kepuasan.

“Enak kan? Kamu suka ‘kan?” Jaehyun terus-terusan menggoda Jungwoo yang kemudian dibalasnya dengan pukulan kecil pada lengan.

“Sumpah, mas kayak anak kecil banget.” Jungwoo mengerang kesal, mengalihkan pandangannya kea rah lain.

“Lihat tuh, pipinya udah kayak tomat.”

“Mas Jaehyun!!”

Lalu keduanya berangsur tenggelam dalam tawa yang menerbangkan atmosfer menyenangkan di sepanjang detak jantung mereka. Sisa-sisa ekstasi yang luar biasa memabukkan turut membaur dari bagaimana cara mereka membangun setiap konversasi tanpa adanya kecanggungan yang berarti.

Perlahan, Jaehyun menarik pelan tubuhnya dari tubuh Jungwoo, mengecup lagi bibir semerah delima yang sejenak membuatnya lengah karena namanya disebut berulang dengan begitu indah. Jungwoo merasa tubuhnya begitu kosong, hampa tak bertuan ketika ia benar-benar lepas dari Jaehyun. Tangannya lantas meremat lengan Jaehyun yang hendak beranjak, kentara sekali bahwa ia ingin ditemani.

“Kamu istirahat aja ya, sayang. Pasti capek banget. Aku mau bersih-bersih sebentar, nanti aku bawain air hangat sama baju bersih buat kamu.” Kecupan pada dahi dihadiahkan oleh Jaehyun kepada Jungwoo.

Maka Jungwoo menurut. Ia sudah sepenuhnya mempercayakan diri kepada sang guru sejak ia menginjakan kakinya untuk pertama kali ke rumah ini.

Hal terakhir yang ia rasakan sebelum terlelap adalah usapan lembut dari kain yang telah dibasahi pada sekujur tubuhnya, terlampau hati-hati hingga Jungwoo mampu dibawa ke alam bawah sadar karenanya. Rasa tenang bersarang dan menyelimuti hatinya, seperti mendekapnya dan membisikkan di kedua telinganya bahwa ia akan baik-baik saja.

Malam ini, mereka menghabiskan dunia mereka dalam satu pelukan.


Harayuki.

Akhir Pekan


Warning – Teacher x Student relationship – Underage sex – Age gap: JH 28 x JW 16 – Fist Time


Pada akhir pekan Jungwoo pergi ke rumah Jaehyun. Gurunya itu dengan spesial mengundangnya ke rumah untuk memeriksa nilai quiz lalu mengajaknya makan malam bersama sebagai rasa terimakasih—yang entah, terdengar seperti sebuah kencan bagi Jungwoo.

Jaehyun sendiri yang memasak untuknya, tidak disangka gurunya selain tampan juga pintar memasak. Jungwoo sedikitnya merasa menang, tidak ada murid lain yang tahu tentang keahlian Jaehyun yang satu ini, tidak ada murd-murid perempuan yang diundang makan malam ke rumah Jaehyun.

Hanya Jungwoo.

Mungkin? Jungwoo juga tidak yakin.

“Bagaimana? Enak?”

Jungwoo tersentak dengan pertanyaan itu. Ia menoleh pada Jaehyun. “Um, enak.” Ia tidak bohong, pasta buatan Jaehyun adalah salah satu yang terbaik dari semua pasta yang pernah mereka makan. “Saya gak nyangka bapak juga pinter masak.”

“Pasta itu masakan gampang, Jungwoo.” Jaehyun terkekeh, ia menatap Jungwoo lekat. “Panggil aja Jaehyun, saya cuma guru kamu kalau di sekolah.”

Ucapan itu langsung dibantah oleh Jungwoo dengan gelengan, “Rasanya kurang sopan kalau saya panggil nama, pak.” Jujurnya. “Takutnya nanti malah berdampak pada nilai rapot saya nanti, hehe.”

Jaehyun terbahak menyambut candaan Jungwoo, “Ya tentu enggak lah. Gak ada hubungannya sama nilai kamu.” Ia menaruh sendok dan garpunya di atas piring, menatap Jungwoo serius namun dengan senyum lembut terpatri di bibirnya. “Saya maksa loh.”

Jungwoo meneguk ludahnya, masih merasa gugup. Siapa juga yang tak gugup ditatap seperti itu oleh manusia tampan? “Kalau gitu… mas Jaehyun aja. Ga mungkin saya langsung nyebut nama.”

“Boleh. Saya suka panggilan itu.” Senyum puas terpatri di bibir Jaehyun. “Habiskan makanannya, saya juga tadi buat pie, buat pencuci mulut nanti.”

Makan malam mereka dilewati dengan obrolan singkat yang mengejutkannya sangat santai. Jaehyun adalah teman mengobrol yang menyenangkan, untuk sesaat Jungwoo bahkan lupa bahwa pria tampan di hadapannya merupakan gurunya. Sesekali pria tampan itu melemparkan candaan pada Jungwoo, atau bahkan—yang mengejutkan—mengamit tangan Jungwoo dan merematnya lembut.

Jungwoo berpikir, apakah Jaehyun melakukan ini pada muridnya yang lain juga?

“Pak, sudah hampir larut malam. Saya rasa saya harus pulang.”

Selepas makan malam, Jungwoo memutuskan untuk membersihkan bekas makan mereka. Merasa tidak enak hati sudah dijamu dengan baik dan tidak melakukan apapun di rumah Jaehyun. Selepasnya, ia langsung berpamitan, tidak mau mengganggu pria itu lebih lama.

“Saya bukan guru kamu, tadi sudah bisa panggil mas loh.” Ujar Jaehyun. Ia ikut berdiri di samping Jungwoo. “Lagian, ini udah kelewat malem, kamu ga mau nginep aja?”

Memang benar, jam 11 sudah terlalu larut, namun ini bukan pertama kalinya bagi Jungwoo pulang larut malam setelah bermain, orangtuanya pun tidak akan memarahinya. Opsi yang diberikan Jaehyun juga terdengar menyenangkan namun terasa ganjil.

“Gak usah, mas. Saya pulang aja, gak mau merepotkan lebih dari ini.”

“Kamu gak ngerepotin, Jungwoo. Saya loh yang nawarin.” Jaehyun menahan pergelangan tangan Jungwoo, membawa Jungwoo mendekat padanya. “Kita bisa nonton bareng, atau kalau kamu mau ada tugas yang ditanyakan juga boleh.”

Mendengar kata tugas membuat Jungwoo mengernyit, membuatnya teringat pada tugasnya yang belum rampung. Tapi Jaehyun yang menahannya lebih mengganggu pikiran Jungwoo. Jadi ia memberanikan diri untuk bertanya. “Pak Jaehyun memang selalu ngajak murid dating ke rumah bapak ya?”

Genggaman Jaehyun pad pergelangan tangan Jungwoo mengendur. “Hanya kamu yang saya ajak buat main ke rumah Jungwoo.” Nada suaranya rendah, namun Jungwoo bisa mendengarnya dengan jelas. “Dan saya rasa, kamu cukup pintar buat mengartikan semua gestur saya ke kamu.”

Tentu saja semua semakin jelas sekarang. Mana ada guru yang selalu menghubunginya, yang selalu bertukar pesan layaknya kekasih, mengundang makan malam juga selalu menggenggam tangan seolah mereka berdua memiliki hubungan khusus.

“Enggak pak, saya gak ngerti.” Jungwoo memilih berpura-pura bodoh, menginginkan kata itu keluar langsung dari mulut sang guru.

Jaehyun menghela napas berat. Ia menggenggam tangan kanan Jungwoo, membawanya pada bibirnya dan mengecupnya lama. “Saya suka sama kamu.” Mata tajam itu menatap Jungwoo tanpa berkedip. “Saya sangat suka sama kamu, Jungwoo.”

Jung Jaehyun, guru fisikanya, yang terkenal akan wajah tampan dan kebaikannya, yang disukai oleh semua orang di sekolahnya, menyatakan cinta dengan lantang tanpa keraguan. Jungwoo tersenyum, ia merasa puas dan menang.

“Saya juga suka sama bapak.” Jawab Jungwoo, ia maju dan mengecup pipi Jaehyun.

“Kalau begitu, kamu mau ‘kan menginap di sini?”


Tentu saja Jungwoo menerima tawaran itu tanpa pikir panjang lagi. Setelah mengabari sang ibu jika ia akan menginap di rumah temannya, ia langsung mematikan ponselnya dan menghabiskan waktu bersama Jaehyun.

Rencana awal untuk menonton film bersama langsung berubah haluan pada menghabiskan waktu berdua di kamar Jaehyun.

Tangan kanan Jaehyun meraih dagu Jungwoo, membawa tatapan yang lebih muda kepadanya. Jaehyun pun sedikit menunduk, mendekatkan bibirnya dan menautkannya pada milik Jungwoo, memberi lumatan pada bibir merekah Jungwoo. Jungwoo sontak hanya memejamkan matanya.

Jaehyun sibuk sendiri memberikan ciuman sembari mengamati wajah Jungwoo dari dekat. Cantik, sejak awal ia melihat muridnya yang satu ini, ia selalu berpikir bahwa Kim Jungwoo adalah sosok yang paling menawan. Netra cokelat milik Jungwoo pun terpejam dengan erat sembari menikmati setiap lumatan-lumatan yang Jaehyun beri, lenguhan dan rintihan tertahannya pun lepas dari sela-sela ciuman mereka. Erangan yang keluar dari bibir Jungwoo membuat Jaehyun mendapatkan libido berlebih.

Lidahnya memaksa untuk menerobos masuk ke dalam rongga mulut Jungwoo, mengajaknya untuk saling beradu lidah dan menghasilkan suara decapan-decapan basah. Tangan kanannya pun tak diam saja. Jaehyun mengusap punggung muridnya, kemudian mendorongnya untuk sepenuhnya berbaring pada ranjang Jaehyun. Setelah puas memberikan usapan gelitik di daerah punggung dan pinggang sang murid, usapannya kini berhenti dan tangannya kembali bergerak untuk turun, meraih pantat sintal milik Jungwoo lalu meremasnya kuat.

Ciuman dari Jaehyun begitu terburu dan tiada ampun, sama sekali tak memberi Jungwoo jeda untuk bernapas, ditambah dengan remasan kuat Jaehyun pada bokongnya, Jungwoo hanya bisa menikmatinya.

“Ahng!” Satu lolongan lolos dari mulut Jungwoo saat Jaehyun melepas lumatan mereka.

Setelahnya, Jaehyun pun menyusuri wajah Jungwoo perlahan, berikan kecupan-kecupan ringan di setiap sudut wajah yang lebih muda, mengagumi wajah Jungwoo yang begitu ayu. Tak lama bibirnya pun turun, ke daun telinga Jungwoo lalu memberikan gigitan dan membasahi daun telinga Jungwoo. Jungwoo sedikit berjengit geli, karena pada salah satu titik sensitifnya berhasil ditemukan oleh Jaehyun. Menyadari itu, Jaehyun kembali memberikan gigitan-gigitan kecil di sana lalu menjilatnya hingga tangan Jungwoo merangkul dan memeluk tengkuk yang berada di hadapannya itu.

“Kamu sensitif di sini ya,” Jaehyun terkekeh geli. Bibir ranum Jaehyun pun kembali turun, menyusuri setiap bagian leher jenjang Jungwoo. Tak lupa, ia juga memberikannya kecupan, meninggalkan banyak bekas keunguan dan gigitan samar di sana.

“P-pak...” rintihnya disela-sela hisapan Jaehyun, tangannya yang sejak tadi bertengger pada tengkuk gurunya pun turun sedikit mendorong tubuh besar Jaehyun.

“Hm? Tadi panggilnya apa, sayang?” Jaehyun bertanya tanpa menghentikan jilatannya pada masih leher Jungwoo.

“M—mas Jaehyun…” Jungwoo mengerang tertahan.

Jaehyun hanya tersenyum dalam hati, menyukai bagaimana cara Jungwoo memanggilnya. Kecupan-kecupan Jaehyun kini turun meyusuri tubuh ramping Jungwoo dan kedua tangannya menyentuh puting Jungwoo.

“Mas Jaehyun… tunggu.” Rintih Jungwoo.

“Kenapa sayang?” Jaehyun tak mengidahkannya, ia masih sibuk memilin dan menjilati setiap inchi tubuh Jungwoo.

Lalu Jungwoo berbisik, namun itu cukup membuat Jaehyun menghentikan kegiatannya sesaat. “Pelan-pelan aja, mas.”

Jaehyun mendongkak, menatap wajah Jungwoo yang terbasahi keringat dan memerah. Bahkan Jungwoo terlihat sangat indah seperti ini, bak malaikat yang membuat dadanya berdesir. Jaehyun langsung mengusap pipi Jungwoo lembut. “Is it your first time?”

Jungwoo mengangguk, menatap Jaehyun yang mengukung di atasnya lalu mengusap pipi pria itu. “Having sex, yes. Agak gugup.”

Jaehyun tersenyum lembut dan mengecup pelipis Jungwoo yang basah akan keringat. “Jangan gugup, ‘kan ada aku. Aku berusaha bikin kamu nyaman.” Lalu Jaehyun mengecup bibir Jungwoo. “Kalau kamu ngerasa gak nyaman, bilang stop ya?”

Setelah mendapat anggukan dari Jungwoo, Jaehyun lalu mengangkat tangan kanannya dan memasukkan dua jari ke dalam mulut Jungwoo, membiarkan Jungwoo untuk mengulum dua jarinya dan menciptakan desahan basah yang erotis. Tangan kiri Jaehyun yang sedari tadi sedang sibuk pada puting Jungwoo kini terhenti, fokus Jaehyun sekarang sepenuhnya pada wajah Jungwoo yang matanya terpejam dan mengulum jemari sang guru.

Jungwoo benar-benar mempesona.

“Hng...!” Jungwoo merinding geli saat merasakan tangan Jaehyun mengusap perutnya dengan lembut. Ia hendak melenguh tetapi tertahan karena mulutnya tersumpal oleh jari Jaehyun.

Tidak perlu lama merambati tubuh Jungwoo, tangan Jaehyun pun sudah berhasil tiba di bagian bawah pinggang sang murid. Ia merabanya pelan kemudian menurunkan zipper jeans milik Jungwoo yang sedari tadi ia gerayangi. Setelah ia berhasil menurunkannya, tangannya kini menelisik masuk ke balik celana dan mendapati sebuah batang yang sudah setengah mengeras. “Kamu tegang banget, sayang.” Bisik Jaehyun.

Pergerakan jemari milik Jaehyun di dalam mulut Jungwoo kini menjadi lebih cepat dan membuat saliva Jungwoo perlahan menetes membasahi sekitar dagu, sementara tangan sebelah tangan Jaehyun sedang bergerak untuk menurunkan celana jeans yang dikenakan Jungwoo. Setelah celana Jungwoo lepas, Jaehyun melepaskan jarinya yang berada pada mulut Jungwoo.

Saat Jungwoo bernapas dengan lega, Jaehyun mengangkat tubuhnya dan turun ke bawah, menjajarkan pandangannya dengan bagian bawah Jungwoo. “Buka kakinya, sayang.”

Jungwoo dengan ragu membuka kakinya, merasa malu saat mata Jaehyun menatapnya begitu lekat. Jaehyun memegang lutut Jungwoo, membantu sang murid untuk membuka kakinya lebih lebar.

“Sayang, aku masukin jariku ya?” Jaehyun meminta izin. Melihat anggukan dari Jungwoo, sang guru langsung menancapkan dua jari yang masih basah sehabis dikulum oleh Jungwoo ke dalam lubang anus milik Jungwoo.

“Ahng!” Pekik Jungwoo. “Mas, pelan-pelan!”

“Maaf, maaf. Aku akan pelan-pelan.” Jaehyun langsung meminta maaf, menciumi pelipis Jungwoo lalu turun ke hidung dan bibirnya. “Tarik napas sayang, gak akan sakit kok.” Setelah Jungwoo bernapas dengan teratur, Jaehyun mulai memainkan jarinya di dalam lubang milik Jungwoo. Jemarinya bergerak dengan irama tak teratur, membuat sang murid hanya dapat meracau tak menentu. Sakit, tapi Jungwoo juga dapat merasakan sensasi menggelitik yang nikmat.

Tak lama setelah Jungwoo merasakan sensasi itu, batang penis Jungwoo pun kini mulai tegak dan mengeras. “Angh, mas… pelan!” Rintihnya tak tahan merasakan kenikmatan di bawah sana.

Jaehyun bergumam berusaha menenangkan Jungwoo, mengecupi leher Jungwoo. Jaehyun pun beralih pada penis Jungwoo, mengocoknya dengan tempo teratur ke atas dan kebawah, meremat kuat membuat Jungwoo mengerang kenikmatan.

“Mas… lagii—hh…” Jungwoo memejamkan matanya, kepalanya bergeleng ke kanan dn ke kiri, meracau penuh kenikmatan.

Keduan tangan Jungwoo pun meraih surai hitam Jaehyun dan merematnya dengan kuat karena tak dapat menahan sensasi yang begitu memabukkan. Tanpa disadari oleh Jungwoo, Jaehyun si pemilik kini sedang tersenyum kecil, puas mengetahui fakta bahwa Jungwoo sedang tidak dapat menahan apa yang dirasakan saat ini.

Belum sampai lima menit Jaehyun memberikan stimulasi di lubang juga penis Jungwoo, tubuh Jungwoo kini melengkung ke atas, merasakan sesuatu di di bagian bawah tubuhnya mendesak untuk keluar. “Kamu mau keluar?” bisik Jaehyun.

Jungwoo mengangguk cepat, rematannya semakin kuat dan tubuhnya terasa menegang. Ia mendesah berantakan, matanya terbuka menatap Jaehyun, bibirnya tak bisa berucap lain selain lolongan desahan. Kenikmatan yang ia rasakan perlahan menjalar ke seluruh tubuh, “M-mas Jaehyun…”

Jaehyun tersenyum, tidak menghentikan kegiatan tangannya, malah mempercepat jarinya dalam lubang Jungwoo dan mengocok penisnya lebih cepat. “Keluarkan sayang,” bisiknya tepat di telinga sang murid.

Setiap deru desah Jungwoo terbata, tubuhnya pun kembali berjengit bersamaan dengan keluarnya cairan putih dari ujung batang miliknya dan membasahi tangan sang guru. Ini adalah pertama kalinya, Jungwoo merasakan kenikmatan yang luar biasa memabukkan.

Jaehyun tersenyum puas, menikmati pemandangan yang terpampang untuknya, terasa nikmat dan memabukkan. Rasanya, ia ingin memilikinya seutuhnya. Seumur hidup ingin ia simpan sendiri, dan tentunya orang lain tidak boleh melihat sosok cantik siswanya. Hanya ia seorang yang boleh melihat dan memiliki Jungwoo.

Jaehyun terdiam sebentar, menatap sosok yang kewalahan sedang terbaring di atas ranjang miliknya. Tangannya bergerak mengusap pipi Jungwoo yang basah penuh akan peluh, “Jungwoo, sayang…” gumamnya pelan. “You're always the prettiest.” Bisiknya dalam dan penuh makna.

Jaehyun tak tunggu lama untuk menarik jemari kemudian menanggalkan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya dan tubuh Jungwoo. Tangannya beralih membuka laci nakas dan mengambil sekolak kondom.

Usai memasang kondomnya, Jaehyun mulai menerobos perlahan, ancang-ancang apabila Jungwoo merasa tak nyaman. Yang netranya tangkap adalah wajah cantik penuh dengan peluh, dengan gelayut surai yang mengikuti irama ketika lehernya menjenjang, kepala menengadah, serta tubuh menggeliat tak tentu arah.

“Jungwoo, sayang,” Jaehyun menuntun Jungwoo untuk membiasakan tubuhnya. “Sayang, liat aku.”

Mata Jaehyun bertemu tatap dengan bola mata Jungwoo yang mengkilap sendu. Pria yang lebih tua itu menundukkan wajahnya, menyambar bibir Jungwoo dan melumatnya dengan penuh gairah. Tangan Jaehyun bermain dengan penisnya sendiri, mengocoknya lalu mengarahkan penisnya tepat di lubang senggama Jungwoo.

“Aku masukin ya?” Ujung tumpul penis Jaehyun menggoda lubang Jungwoo, bersentuhan lalu menariknya kembali menjauh. “Boleh ya aku masuk?”

Jungwoo mengerang frustrasi, ia bisa merasakan penis Jaehyun dan entah ia berharap sang guru segera memasukinya. “Ma-masuk mas.” Jungwoo terengah, wajah memerah karena nafsu juga malu yang memukulnya bersamaan. “Pelan...”

Yang terjadi setelahnya adalah berdasarkan insting dan nafsu mereka. Jaehyun mendorong penisnya perlahan dalam lubang hangat Jungwoo, sementara yang lebih muda melingkarkan kakinya pada pinggul Jaehyun.

“Sa-sakit… mas.” Jungwoo mencengkrang pundak Jaehyun secara refleks, berusaha menyampaikan rasa sakitnya. Jaehyun menghentikan gerakannya, ia merengkuh tubuh Jungwoo, berbisik menenangkan diiringi elusan pada punggung Jungwoo dan kecupan pada pelipisnya.

Dengan perhatian, Jaehyun mengusap paha Jungwoo lalu menuju ke penisnya. “Masih sakit sayang?”

“Sedikit,” suara parau Jungwoo menjawab. “Mas coba masukin lagi… Aku tahan sakitnya.”

Jaehyun mengecup kedua mata Jungwoo yang masih berkilau akan jejak air mata. Ia berbisik. “Kalau sakit langsung bilang, aku mau pengalaman pertama kamu berkesan bukan nyakitin.”

Pernyataan itu bisa membuat dada Jungwoo berdesir, ia mengangguk lemas, tangannya merangkul pad leher jenjang Jaehyun. Satu kecupan lembut Jungwoo hadiahkan pada bibir merekah Jaehyun, berpikir betapa gurunya sangat perhatian dan menyayanginya.

Dengan perlahan Jaehyun kembali memasukan penisnya hingga tertanam semua di dalam lubang hangat Jungwoo. Keduanya mendesah, merasakan perasaan asing pada tubuh masing-masing. Jungwoo merasa penuh, pertama kalinya lubang senggamanya terisi, seolah mengganjal namun memberikan kehangatan dan kedutan yang membuatnya mabuk penuh kenikmatan.

“Mas… penuh.” Ucapan polos Jungwoo disambut kekehan oleh Jaehyun.

“Penuh? Kamu suka?” Jaehyun menyapu poni Jungwoo yang basah akan keringat, lalu mengecup pipinya. “Di dalem kamu bener-bener enak. Kamu hangat, Jungwoo. Aku suka.”

Jaehyun berbisik, erangan rendah berdengung di telinga Jungwoo, suara berat Jaehyun yang memabukkan. Setelahnya Jaehyun mulai menggerakan penisnya di dalam Jungwoo, tumbukan demi tumbukan mengalir dengan tempo yang lambat, kemudian berangsur lebih cepat, kemudian cepat saat tubuh Jungwoo perlahan membusur indah dengan gestur mulut yang mengatup dan membuka penuh makna. Embusan nafas Jaehyun di sisi tubuhnya, sangat menggilakan. Jungwoo patuh dalam dominasi pria yang mengungkungnya dengan penuh otoritas.

“Ah—hah… mas Jae—hyun…”

Jaehyun yang mendengar semua lenguhan itu dan merasakan pijatan erat pada penisnya hanya bisa memejam kelopak mata karena nikmat. Pria itu kaget Jungwoo turut menggerakkan tubuhnya melawan gravitasi dan menghantamnya lagi. Tidak dengan tempo yang cepat, namun rasanya luar biasa memikat.

Telapak tangan Jungwoo terulur untuk mengurut tengkuk Jaehyun dan meremat sejumput rambutnya. Pinggulnya bergerak dalam satu ritme bersamaan dengan Jaehyun yang berusaha memburu titik nikmatnya sendiri.

Frekuensi tarikan dan embusan napas keduanya meningkat, seiring dengan atmosfer yang kian memanas. Dorongan penis Jaehyun dalam diri Jungwoo membuatnya berantakan, mengerang lelah. Ia tahu klimaksnya akan segera tiba.

“Jaehyun—ahh,” napas Jungwoo tersengal dan memenggal tiap kata yang ingin ia ucap menjadi beberapa silabel repetitif hingga pada akhirnya ia menyerah. Jungwoo merasa ia akan mencapai nikmatnya.

Jaehyun mengatur napasnya, tumbukan penisnya semakin cepat tak beraturan. Terasa nikmat dan memabukkan, penisnya dimanjakan oleh lubang anus Jungwoo yang memijatnya dengan nikmat, dinding rektum Jungwoo memanjanya dan menghisapnya agar masuk lebih dalam, bergerak lebih cepat mencari kenikmatan yang lebih.

“Sayang, aku keluar ya.” Sebuah pelepasan yang pertama datang dari Jaehyun. Kepalanya menengadah dengan erangan nikmat yang mengaum keluar dari tenggorokannya, merasakan Jungwoo yang memanjanya juga sperma panas yang membasahi pengamannya. Sementara Jungwoo belum mencapai klimaksnya, Jaehyun serta merta membantu sang murid tanpa ada niatan menarik tubuhnya terlebih dahulu, membiarkan penisnya terus terasa ditekan, sebab hangat yang menyalur dalam setiap kedut saraf di dalam sana membuatnya ingin terus bersemayam dalam penyatuan.

Telapak tangan Jaehyun segera memberi afeksi pada penis Jungwoo, menyentuh dan menuntunnya untuk menggapai pelepasannya sendiri. Setiap gerakan diikuti gestur yang menonjolkan kebutuhan akan hasrat yang sebentar lagi terpenuhi, dan tepat ketika klimaksnya ia dapatkan, yang Jungwoo saksikan adalah jutaan kunang-kunang memenuhi penglihatan.

“Mas Jaehyun—I’m close.” Adalah kalimat pertama yang lolos dari mulut Jungwoo bersamaan dengan pelepasan yang luar biasa memabukkan.

Is it good, Jungwoo? Do you feel better?” Sudut bibir Jaehyun tak ayal mengembang hingga dirasa sanggup menyentuh telinganya sebab Jungwoo tampak sempurna, tampak indah seperti yang selama ini bercokol dalam benaknya.

Jungwoo menganggukkan kepalanya lemah, dengan kening yang berhias peluh, dengan sisa tubuh yang meremang kelu. Ia tak pernah senikmat ini ketika bermain dengan dirinya sendiri dan mencari kenikmatan yang ia damba.

Never been this good.” Bisik Jungwoo, merasa malu mengatakan hal itu.

Jaehyun sontak tertawa mendengar jawaban itu. “Jadi, pengalaman pertama kamu sukses dong?”

“Jangan ngomong gitu—” Jungwoo langsung menutupi wajah Jaehyun dengan telapak tangannya saat sang guru menggodanya dengan tatapan jenaka, menaik turunkan alisnya. “Udah mas jangan diliatin terus akunya.”

Jaehyun menurunkan tangan Jungwoo, tatapannya pada Jungwoo penuh dengan kasih. Ia menunduk, membungkam Jungwoo dengan ciuman singkat. “Cute.” Jaehyun terkekeh dan tampak berseri-seri. Masih dalam posisi penyatuan dan keduanya tampak enggan untuk mengusaikan, justru tampak menikmati sebab intimasi terbendung tanpa aling-aling lagi.

“Emang aku lucu sih anaknya.” Jungwoo mendengus kecil. Rautnya tampak kelelahan namun sorotnya jelas menandakan kepuasan.

“Enak kan? Kamu suka ‘kan?” Jaehyun terus-terusan menggoda Jungwoo yang kemudian dibalasnya dengan pukulan kecil pada lengan.

“Sumpah, mas kayak anak kecil banget.” Jungwoo mengerang kesal, mengalihkan pandangannya kea rah lain.

“Lihat tuh, pipinya udah kayak tomat.”

“Mas Jaehyun!!”

Lalu keduanya berangsur tenggelam dalam tawa yang menerbangkan atmosfer menyenangkan di sepanjang detak jantung mereka. Sisa-sisa ekstasi yang luar biasa memabukkan turut membaur dari bagaimana cara mereka membangun setiap konversasi tanpa adanya kecanggungan yang berarti.

Perlahan, Jaehyun menarik pelan tubuhnya dari tubuh Jungwoo, mengecup lagi bibir semerah delima yang sejenak membuatnya lengah karena namanya disebut berulang dengan begitu indah. Jungwoo merasa tubuhnya begitu kosong, hampa tak bertuan ketika ia benar-benar lepas dari Jaehyun. Tangannya lantas meremat lengan Jaehyun yang hendak beranjak, kentara sekali bahwa ia ingin ditemani.

“Kamu istirahat aja ya, sayang. Pasti capek banget. Aku mau bersih-bersih sebentar, nanti aku bawain air hangat sama baju bersih buat kamu.” Kecupan pada dahi dihadiahkan oleh Jaehyun kepada Jungwoo.

Maka Jungwoo menurut. Ia sudah sepenuhnya mempercayakan diri kepada sang guru sejak ia menginjakan kakinya untuk pertama kali ke rumah ini.

Hal terakhir yang ia rasakan sebelum terlelap adalah usapan lembut dari kain yang telah dibasahi pada sekujur tubuhnya, terlampau hati-hati hingga Jungwoo mampu dibawa ke alam bawah sadar karenanya. Rasa tenang bersarang dan menyelimuti hatinya, seperti mendekapnya dan membisikkan di kedua telinganya bahwa ia akan baik-baik saja.

Malam ini, mereka menghabiskan dunia mereka dalam satu pelukan.


Harayuki.

Akhir Pekan


Warning – Teacher x Student relationship – Underage sex – Age gap: JH 28 x JW 16 – Fist Time


Pada akhir pekan Jungwoo pergi ke rumah Jaehyun. Gurunya itu dengan spesial mengundangnya ke rumah untuk memeriksa nilai quiz lalu mengajaknya makan malam bersama sebagai rasa terimakasih—yang entah, terdengar seperti sebuah kencan bagi Jungwoo.

Jaehyun sendiri yang memasak untuknya, tidak disangka gurunya selain tampan juga pintar memasak. Jungwoo sedikitnya merasa menang, tidak ada murid lain yang tahu tentang keahlian Jaehyun yang satu ini, tidak ada murd-murid perempuan yang diundang makan malam ke rumah Jaehyun.

Hanya Jungwoo.

Mungkin? Jungwoo juga tidak yakin.

“Bagaimana? Enak?”

Jungwoo tersentak dengan pertanyaan itu. Ia menoleh pada Jaehyun. “Um, enak.” Ia tidak bohong, pasta buatan Jaehyun adalah salah satu yang terbaik dari semua pasta yang pernah mereka makan. “Saya gak nyangka bapak juga pinter masak.”

“Pasta itu masakan gampang, Jungwoo.” Jaehyun terkekeh, ia menatap Jungwoo lekat. “Panggil aja Jaehyun, saya cuma guru kamu kalau di sekolah.”

Ucapan itu langsung dibantah oleh Jungwoo dengan gelengan, “Rasanya kurang sopan kalau saya panggil nama, pak.” Jujurnya. “Takutnya nanti malah berdampak pada nilai rapot saya nanti, hehe.”

Jaehyun terbahak menyambut candaan Jungwoo, “Ya tentu enggak lah. Gak ada hubungannya sama nilai kamu.” Ia menaruh sendok dan garpunya di atas piring, menatap Jungwoo serius namun dengan senyum lembut terpatri di bibirnya. “Saya maksa loh.”

Jungwoo meneguk ludahnya, masih merasa gugup. Siapa juga yang tak gugup ditatap seperti itu oleh manusia tampan? “Kalau gitu… mas Jaehyun aja. Ga mungkin saya langsung nyebut nama.”

“Boleh. Saya suka panggilan itu.” Senyum puas terpatri di bibir Jaehyun. “Habiskan makanannya, saya juga tadi buat pie, buat pencuci mulut nanti.”

Makan malam mereka dilewati dengan obrolan singkat yang mengejutkannya sangat santai. Jaehyun adalah teman mengobrol yang menyenangkan, untuk sesaat Jungwoo bahkan lupa bahwa pria tampan di hadapannya merupakan gurunya. Sesekali pria tampan itu melemparkan candaan pada Jungwoo, atau bahkan—yang mengejutkan—mengamit tangan Jungwoo dan merematnya lembut.

Jungwoo berpikir, apakah Jaehyun melakukan ini pada muridnya yang lain juga?

“Pak, sudah hampir larut malam. Saya rasa saya harus pulang.”

Selepas makan malam, Jungwoo memutuskan untuk membersihkan bekas makan mereka. Merasa tidak enak hati sudah dijamu dengan baik dan tidak melakukan apapun di rumah Jaehyun. Selepasnya, ia langsung berpamitan, tidak mau mengganggu pria itu lebih lama.

“Saya bukan guru kamu, tadi sudah bisa panggil mas loh.” Ujar Jaehyun. Ia ikut berdiri di samping Jungwoo. “Lagian, ini udah kelewat malem, kamu ga mau nginep aja?”

Memang benar, jam 11 sudah terlalu larut, namun ini bukan pertama kalinya bagi Jungwoo pulang larut malam setelah bermain, orangtuanya pun tidak akan memarahinya. Opsi yang diberikan Jaehyun juga terdengar menyenangkan namun terasa ganjil.

“Gak usah, mas. Saya pulang aja, gak mau merepotkan lebih dari ini.”

“Kamu gak ngerepotin, Jungwoo. Saya loh yang nawarin.” Jaehyun menahan pergelangan tangan Jungwoo, membawa Jungwoo mendekat padanya. “Kita bisa nonton bareng, atau kalau kamu mau ada tugas yang ditanyakan juga boleh.”

Mendengar kata tugas membuat Jungwoo mengernyit, membuatnya teringat pada tugasnya yang belum rampung. Tapi Jaehyun yang menahannya lebih mengganggu pikiran Jungwoo. Jadi ia memberanikan diri untuk bertanya. “Pak Jaehyun memang selalu ngajak murid dating ke rumah bapak ya?”

Genggaman Jaehyun pad pergelangan tangan Jungwoo mengendur. “Hanya kamu yang saya ajak buat main ke rumah Jungwoo.” Nada suaranya rendah, namun Jungwoo bisa mendengarnya dengan jelas. “Dan saya rasa, kamu cukup pintar buat mengartikan semua gestur saya ke kamu.”

Tentu saja semua semakin jelas sekarang. Mana ada guru yang selalu menghubunginya, yang selalu bertukar pesan layaknya kekasih, mengundang makan malam juga selalu menggenggam tangan seolah mereka berdua memiliki hubungan khusus.

“Enggak pak, saya gak ngerti.” Jungwoo memilih berpura-pura bodoh, menginginkan kata itu keluar langsung dari mulut sang guru.

Jaehyun menghela napas berat. Ia menggenggam tangan kanan Jungwoo, membawanya pada bibirnya dan mengecupnya lama. “Saya suka sama kamu.” Mata tajam itu menatap Jungwoo tanpa berkedip. “Saya sangat suka sama kamu, Jungwoo.”

Jung Jaehyun, guru fisikanya, yang terkenal akan wajah tampan dan kebaikannya, yang disukai oleh semua orang di sekolahnya, menyatakan cinta dengan lantang tanpa keraguan. Jungwoo tersenyum, ia merasa puas dan menang.

“Saya juga suka sama bapak.” Jawab Jungwoo, ia maju dan mengecup pipi Jaehyun.

“Kalau begitu, kamu mau ‘kan menginap di sini?”


Tentu saja Jungwoo menerima tawaran itu tanpa pikir panjang lagi. Setelah mengabari sang ibu jika ia akan menginap di rumah temannya, ia langsung mematikan ponselnya dan menghabiskan waktu bersama Jaehyun.

Rencana awal untuk menonton film bersama langsung berubah haluan pada menghabiskan waktu berdua di kamar Jaehyun.

Tangan kanan Jaehyun meraih dagu Jungwoo, membawa tatapan yang lebih muda kepadanya. Jaehyun pun sedikit menunduk, mendekatkan bibirnya dan menautkannya pada milik Jungwoo, memberi lumatan pada bibir merekah Jungwoo. Jungwoo sontak hanya memejamkan matanya.

Jaehyun sibuk sendiri memberikan ciuman sembari mengamati wajah Jungwoo dari dekat. Cantik, sejak awal ia melihat muridnya yang satu ini, ia selalu berpikir bahwa Kim Jungwoo adalah sosok yang paling menawan. Netra cokelat milik Jungwoo pun terpejam dengan erat sembari menikmati setiap lumatan-lumatan yang Jaehyun beri, lenguhan dan rintihan tertahannya pun lepas dari sela-sela ciuman mereka. Erangan yang keluar dari bibir Jungwoo membuat Jaehyun mendapatkan libido berlebih.

Lidahnya memaksa untuk menerobos masuk ke dalam rongga mulut Jungwoo, mengajaknya untuk saling beradu lidah dan menghasilkan suara decapan-decapan basah. Tangan kanannya pun tak diam saja. Jaehyun mengusap punggung muridnya, kemudian mendorongnya untuk sepenuhnya berbaring pada ranjang Jaehyun. Setelah puas memberikan usapan gelitik di daerah punggung dan pinggang sang murid, usapannya kini berhenti dan tangannya kembali bergerak untuk turun, meraih pantat sintal milik Jungwoo lalu meremasnya kuat.

Ciuman dari Jaehyun begitu terburu dan tiada ampun, sama sekali tak memberi Jungwoo jeda untuk bernapas, ditambah dengan remasan kuat Jaehyun pada bokongnya, Jungwoo hanya bisa menikmatinya.

“Ahng!” Satu lolongan lolos dari mulut Jungwoo saat Jaehyun melepas lumatan mereka.

Setelahnya, Jaehyun pun menyusuri wajah Jungwoo perlahan, berikan kecupan-kecupan ringan di setiap sudut wajah yang lebih muda, mengagumi wajah Jungwoo yang begitu ayu. Tak lama bibirnya pun turun, ke daun telinga Jungwoo lalu memberikan gigitan dan membasahi daun telinga Jungwoo. Jungwoo sedikit berjengit geli, karena pada salah satu titik sensitifnya berhasil ditemukan oleh Jaehyun. Menyadari itu, Jaehyun kembali memberikan gigitan-gigitan kecil di sana lalu menjilatnya hingga tangan Jungwoo merangkul dan memeluk tengkuk yang berada di hadapannya itu.

“Kamu sensitif di sini ya,” Jaehyun terkekeh geli. Bibir ranum Jaehyun pun kembali turun, menyusuri setiap bagian leher jenjang Jungwoo. Tak lupa, ia juga memberikannya kecupan, meninggalkan banyak bekas keunguan dan gigitan samar di sana.

“P-pak...” rintihnya disela-sela hisapan Jaehyun, tangannya yang sejak tadi bertengger pada tengkuk gurunya pun turun sedikit mendorong tubuh besar Jaehyun.

“Hm? Tadi panggilnya apa, sayang?” Jaehyun bertanya tanpa menghentikan jilatannya pada masih leher Jungwoo.

“M—mas Jaehyun…” Jungwoo mengerang tertahan.

Jaehyun hanya tersenyum dalam hati, menyukai bagaimana cara Jungwoo memanggilnya. Kecupan-kecupan Jaehyun kini turun meyusuri tubuh ramping Jungwoo dan kedua tangannya menyentuh puting Jungwoo.

“Mas Jaehyun… tunggu.” Rintih Jungwoo.

“Kenapa sayang?” Jaehyun tak mengidahkannya, ia masih sibuk memilin dan menjilati setiap inchi tubuh Jungwoo.

Lalu Jungwoo berbisik, namun itu cukup membuat Jaehyun menghentikan kegiatannya sesaat. “Pelan-pelan aja, mas.”

Jaehyun mendongkak, menatap wajah Jungwoo yang terbasahi keringat dan memerah. Bahkan Jungwoo terlihat sangat indah seperti ini, bak malaikat yang membuat dadanya berdesir. Jaehyun langsung mengusap pipi Jungwoo lembut. “Is it your first time?”

Jungwoo mengangguk, menatap Jaehyun yang mengukung di atasnya lalu mengusap pipi pria itu. “Having sex, yes. Agak gugup.”

Jaehyun tersenyum lembut dan mengecup pelipis Jungwoo yang basah akan keringat. “Jangan gugup, ‘kan ada aku. Aku berusaha bikin kamu nyaman.” Lalu Jaehyun mengecup bibir Jungwoo. “Kalau kamu ngerasa gak nyaman, bilang stop ya?”

Setelah mendapat anggukan dari Jungwoo, Jaehyun lalu mengangkat tangan kanannya dan memasukkan dua jari ke dalam mulut Jungwoo, membiarkan Jungwoo untuk mengulum dua jarinya dan menciptakan desahan basah yang erotis. Tangan kiri Jaehyun yang sedari tadi sedang sibuk pada puting Jungwoo kini terhenti, fokus Jaehyun sekarang sepenuhnya pada wajah Jungwoo yang matanya terpejam dan mengulum jemari sang guru.

Jungwoo benar-benar mempesona.

“Hng...!” Jungwoo merinding geli saat merasakan tangan Jaehyun mengusap perutnya dengan lembut. Ia hendak melenguh tetapi tertahan karena mulutnya tersumpal oleh jari Jaehyun.

Tidak perlu lama merambati tubuh Jungwoo, tangan Jaehyun pun sudah berhasil tiba di bagian bawah pinggang sang murid. Ia merabanya pelan kemudian menurunkan zipper jeans milik Jungwoo yang sedari tadi ia gerayangi. Setelah ia berhasil menurunkannya, tangannya kini menelisik masuk ke balik celana dan mendapati sebuah batang yang sudah setengah mengeras. “Kamu tegang banget, sayang.” Bisik Jaehyun.

Pergerakan jemari milik Jaehyun di dalam mulut Jungwoo kini menjadi lebih cepat dan membuat saliva Jungwoo perlahan menetes membasahi sekitar dagu, sementara tangan sebelah tangan Jaehyun sedang bergerak untuk menurunkan celana jeans yang dikenakan Jungwoo. Setelah celana Jungwoo lepas, Jaehyun melepaskan jarinya yang berada pada mulut Jungwoo.

Saat Jungwoo bernapas dengan lega, Jaehyun mengangkat tubuhnya dan turun ke bawah, menjajarkan pandangannya dengan bagian bawah Jungwoo. “Buka kakinya, sayang.”

Jungwoo dengan ragu membuka kakinya, merasa malu saat mata Jaehyun menatapnya begitu lekat. Jaehyun memegang lutut Jungwoo, membantu sang murid untuk membuka kakinya lebih lebar.

“Sayang, aku masukin jariku ya?” Jaehyun meminta izin. Melihat anggukan dari Jungwoo, sang guru langsung menancapkan dua jari yang masih basah sehabis dikulum oleh Jungwoo ke dalam lubang anus milik Jungwoo.

“Ahng!” Pekik Jungwoo. “Mas, pelan-pelan!”

“Maaf, maaf. Aku akan pelan-pelan.” Jaehyun langsung meminta maaf, menciumi pelipis Jungwoo lalu turun ke hidung dan bibirnya. “Tarik napas sayang, gak akan sakit kok.” Setelah Jungwoo bernapas dengan teratur, Jaehyun mulai memainkan jarinya di dalam lubang milik Jungwoo. Jemarinya bergerak dengan irama tak teratur, membuat sang murid hanya dapat meracau tak menentu. Sakit, tapi Jungwoo juga dapat merasakan sensasi menggelitik yang nikmat.

Tak lama setelah Jungwoo merasakan sensasi itu, batang penis Jungwoo pun kini mulai tegak dan mengeras. “Angh, mas… pelan!” Rintihnya tak tahan merasakan kenikmatan di bawah sana.

Jaehyun bergumam berusaha menenangkan Jungwoo, mengecupi leher Jungwoo. Jaehyun pun beralih pada penis Jungwoo, mengocoknya dengan tempo teratur ke atas dan kebawah, meremat kuat membuat Jungwoo mengerang kenikmatan.

“Mas… lagii—hh…” Jungwoo memejamkan matanya, kepalanya bergeleng ke kanan dn ke kiri, meracau penuh kenikmatan.

Keduan tangan Jungwoo pun meraih surai hitam Jaehyun dan merematnya dengan kuat karena tak dapat menahan sensasi yang begitu memabukkan. Tanpa disadari oleh Jungwoo, Jaehyun si pemilik kini sedang tersenyum kecil, puas mengetahui fakta bahwa Jungwoo sedang tidak dapat menahan apa yang dirasakan saat ini.

Belum sampai lima menit Jaehyun memberikan stimulasi di lubang juga penis Jungwoo, tubuh Jungwoo kini melengkung ke atas, merasakan sesuatu di di bagian bawah tubuhnya mendesak untuk keluar. “Kamu mau keluar?” bisik Jaehyun.

Jungwoo mengangguk cepat, rematannya semakin kuat dan tubuhnya terasa menegang. Ia mendesah berantakan, matanya terbuka menatap Jaehyun, bibirnya tak bisa berucap lain selain lolongan desahan. Kenikmatan yang ia rasakan perlahan menjalar ke seluruh tubuh, “M-mas Jaehyun…”

Jaehyun tersenyum, tidak menghentikan kegiatan tangannya, malah mempercepat jarinya dalam lubang Jungwoo dan mengocok penisnya lebih cepat. “Keluarkan sayang,” bisiknya tepat di telinga sang murid.

Setiap deru desah Jungwoo terbata, tubuhnya pun kembali berjengit bersamaan dengan keluarnya cairan putih dari ujung batang miliknya dan membasahi tangan sang guru. Ini adalah pertama kalinya, Jungwoo merasakan kenikmatan yang luar biasa memabukkan.

Jaehyun tersenyum puas, menikmati pemandangan yang terpampang untuknya, terasa nikmat dan memabukkan. Rasanya, ia ingin memilikinya seutuhnya. Seumur hidup ingin ia simpan sendiri, dan tentunya orang lain tidak boleh melihat sosok cantik siswanya. Hanya ia seorang yang boleh melihat dan memiliki Jungwoo.

Jaehyun terdiam sebentar, menatap sosok yang kewalahan sedang terbaring di atas ranjang miliknya. Tangannya bergerak mengusap pipi Jungwoo yang basah penuh akan peluh, “Jungwoo, sayang…” gumamnya pelan. “You're always the prettiest.” Bisiknya dalam dan penuh makna.

Jaehyun tak tunggu lama untuk menarik jemari kemudian menanggalkan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya dan tubuh Jungwoo. Tangannya beralih membuka laci nakas dan mengambil sekolak kondom.

Usai memasang kondomnya, Jaehyun mulai menerobos perlahan, ancang-ancang apabila Jungwoo merasa tak nyaman. Yang netranya tangkap adalah wajah cantik penuh dengan peluh, dengan gelayut surai yang mengikuti irama ketika lehernya menjenjang, kepala menengadah, serta tubuh menggeliat tak tentu arah.

“Jungwoo, sayang,” Jaehyun menuntun Jungwoo untuk membiasakan tubuhnya. “Sayang, liat aku.”

Mata Jaehyun bertemu tatap dengan bola mata Jungwoo yang mengkilap sendu. Pria yang lebih tua itu menundukkan wajahnya, menyambar bibir Jungwoo dan melumatnya dengan penuh gairah. Tangan Jaehyun bermain dengan penisnya sendiri, mengocoknya lalu mengarahkan penisnya tepat di lubang senggama Jungwoo.

“Aku masukin ya?” Ujung tumpul penis Jaehyun menggoda lubang Jungwoo, bersentuhan lalu menariknya kembali menjauh. “Boleh ya aku masuk?”

Jungwoo mengerang frustrasi, ia bisa merasakan penis Jaehyun dan entah ia berharap sang guru segera memasukinya. “Ma-masuk mas.” Jungwoo terengah, wajah memerah karena nafsu juga malu yang memukulnya bersamaan. “Pelan...”

Yang terjadi setelahnya adalah berdasarkan insting dan nafsu mereka. Jaehyun mendorong penisnya perlahan dalam lubang hangat Jungwoo, sementara yang lebih muda melingkarkan kakinya pada pinggul Jaehyun.

“Sa-sakit… mas.” Jungwoo mencengkrang pundak Jaehyun secara refleks, berusaha menyampaikan rasa sakitnya. Jaehyun menghentikan gerakannya, ia merengkuh tubuh Jungwoo, berbisik menenangkan diiringi elusan pada punggung Jungwoo dan kecupan pada pelipisnya.

Dengan perhatian, Jaehyun mengusap paha Jungwoo lalu menuju ke penisnya. “Masih sakit sayang?”

“Sedikit,” suara parau Jungwoo menjawab. “Mas coba masukin lagi… Aku tahan sakitnya.”

Jaehyun mengecup kedua mata Jungwoo yang masih berkilau akan jejak air mata. Ia berbisik. “Kalau sakit langsung bilang, aku mau pengalaman pertama kamu berkesan bukan nyakitin.”

Pernyataan itu bisa membuat dada Jungwoo berdesir, ia mengangguk lemas, tangannya merangkul pad leher jenjang Jaehyun. Satu kecupan lembut Jungwoo hadiahkan pada bibir merekah Jaehyun, berpikir betapa gurunya sangat perhatian dan menyayanginya.

Dengan perlahan Jaehyun kembali memasukan penisnya hingga tertanam semua di dalam lubang hangat Jungwoo. Keduanya mendesah, merasakan perasaan asing pada tubuh masing-masing. Jungwoo merasa penuh, pertama kalinya lubang senggamanya terisi, seolah mengganjal namun memberikan kehangatan dan kedutan yang membuatnya mabuk penuh kenikmatan.

“Mas… penuh.” Ucapan polos Jungwoo disambut kekehan oleh Jaehyun.

“Penuh? Kamu suka?” Jaehyun menyapu poni Jungwoo yang basah akan keringat, lalu mengecup pipinya. “Di dalem kamu bener-bener enak. Kamu hangat, Jungwoo. Aku suka.”

Jaehyun berbisik, erangan rendah berdengung di telinga Jungwoo, suara berat Jaehyun yang memabukkan. Setelahnya Jaehyun mulai menggerakan penisnya di dalam Jungwoo, tumbukan demi tumbukan mengalir dengan tempo yang lambat, kemudian berangsur lebih cepat, kemudian cepat saat tubuh Jungwoo perlahan membusur indah dengan gestur mulut yang mengatup dan membuka penuh makna. Embusan nafas Jaehyun di sisi tubuhnya, sangat menggilakan. Jungwoo patuh dalam dominasi pria yang mengungkungnya dengan penuh otoritas.

“Ah—hah… mas Jae—hyun…”

Jaehyun yang mendengar semua lenguhan itu dan merasakan pijatan erat pada penisnya hanya bisa memejam kelopak mata karena nikmat. Pria itu kaget Jungwoo turut menggerakkan tubuhnya melawan gravitasi dan menghantamnya lagi. Tidak dengan tempo yang cepat, namun rasanya luar biasa memikat.

Telapak tangan Jungwoo terulur untuk mengurut tengkuk Jaehyun dan meremat sejumput rambutnya. Pinggulnya bergerak dalam satu ritme bersamaan dengan Jaehyun yang berusaha memburu titik nikmatnya sendiri.

Frekuensi tarikan dan embusan napas keduanya meningkat, seiring dengan atmosfer yang kian memanas. Dorongan penis Jaehyun dalam diri Jungwoo membuatnya berantakan, mengerang lelah. Ia tahu klimaksnya akan segera tiba.

“Jaehyun—ahh,” napas Jungwoo tersengal dan memenggal tiap kata yang ingin ia ucap menjadi beberapa silabel repetitif hingga pada akhirnya ia menyerah. Jungwoo merasa ia akan mencapai nikmatnya.

Jaehyun mengatur napasnya, tumbukan penisnya semakin cepat tak beraturan. Terasa nikmat dan memabukkan, penisnya dimanjakan oleh lubang anus Jungwoo yang memijatnya dengan nikmat, dinding rektum Jungwoo memanjanya dan menghisapnya agar masuk lebih dalam, bergerak lebih cepat mencari kenikmatan yang lebih.

“Sayang, aku keluar ya.” Sebuah pelepasan yang pertama datang dari Jaehyun. Kepalanya menengadah dengan erangan nikmat yang mengaum keluar dari tenggorokannya, merasakan Jungwoo yang memanjanya juga sperma panas yang membasahi pengamannya. Sementara Jungwoo belum mencapai klimaksnya, Jaehyun serta merta membantu sang murid tanpa ada niatan menarik tubuhnya terlebih dahulu, membiarkan penisnya terus terasa ditekan, sebab hangat yang menyalur dalam setiap kedut saraf di dalam sana membuatnya ingin terus bersemayam dalam penyatuan.

Telapak tangan Jaehyun segera memberi afeksi pada penis Jungwoo, menyentuh dan menuntunnya untuk menggapai pelepasannya sendiri. Setiap gerakan diikuti gestur yang menonjolkan kebutuhan akan hasrat yang sebentar lagi terpenuhi, dan tepat ketika klimaksnya ia dapatkan, yang Jungwoo saksikan adalah jutaan kunang-kunang memenuhi penglihatan.

“Mas Jaehyun—I’m close.” Adalah kalimat pertama yang lolos dari mulut Jungwoo bersamaan dengan pelepasan yang luar biasa memabukkan.

Is it good, Jungwoo? Do you feel better?” Sudut bibir Jaehyun tak ayal mengembang hingga dirasa sanggup menyentuh telinganya sebab Jungwoo tampak sempurna, tampak indah seperti yang selama ini bercokol dalam benaknya.

Jungwoo menganggukkan kepalanya lemah, dengan kening yang berhias peluh, dengan sisa tubuh yang meremang kelu. Ia tak pernah senikmat ini ketika bermain dengan dirinya sendiri dan mencari kenikmatan yang ia damba.

Never been this good.” Bisik Jungwoo, merasa malu mengatakan hal itu.

Jaehyun sontak tertawa mendengar jawaban itu. “Jadi, pengalaman pertama kamu sukses dong?”

“Jangan ngomong gitu—” Jungwoo langsung menutupi wajah Jaehyun dengan telapak tangannya saat sang guru menggodanya dengan tatapan jenaka, menaik turunkan alisnya. “Udah mas jangan diliatin terus akunya.”

Jaehyun menurunkan tangan Jungwoo, tatapannya pada Jungwoo penuh dengan kasih. Ia menunduk, membungkam Jungwoo dengan ciuman singkat. “Cute.” Jaehyun terkekeh dan tampak berseri-seri. Masih dalam posisi penyatuan dan keduanya tampak enggan untuk mengusaikan, justru tampak menikmati sebab intimasi terbendung tanpa aling-aling lagi.

“Emang aku lucu sih anaknya.” Jungwoo mendengus kecil. Rautnya tampak kelelahan namun sorotnya jelas menandakan kepuasan.

“Enak kan? Kamu suka ‘kan?” Jaehyun terus-terusan menggoda Jungwoo yang kemudian dibalasnya dengan pukulan kecil pada lengan.

“Sumpah, mas kayak anak kecil banget.” Jungwoo mengerang kesal, mengalihkan pandangannya kea rah lain.

“Lihat tuh, pipinya udah kayak tomat.”

“Mas Jaehyun!!”

Lalu keduanya berangsur tenggelam dalam tawa yang menerbangkan atmosfer menyenangkan di sepanjang detak jantung mereka. Sisa-sisa ekstasi yang luar biasa memabukkan turut membaur dari bagaimana cara mereka membangun setiap konversasi tanpa adanya kecanggungan yang berarti.

Perlahan, Jaehyun menarik pelan tubuhnya dari tubuh Jungwoo, mengecup lagi bibir semerah delima yang sejenak membuatnya lengah karena namanya disebut berulang dengan begitu indah. Jungwoo merasa tubuhnya begitu kosong, hampa tak bertuan ketika ia benar-benar lepas dari Jaehyun. Tangannya lantas meremat lengan Jaehyun yang hendak beranjak, kentara sekali bahwa ia ingin ditemani.

“Kamu istirahat aja ya, sayang. Pasti capek banget. Aku mau bersih-bersih sebentar, nanti aku bawain air hangat sama baju bersih buat kamu.” Kecupan pada dahi dihadiahkan oleh Jaehyun kepada Jungwoo.

Maka Jungwoo menurut. Ia sudah sepenuhnya mempercayakan diri kepada sang guru sejak ia menginjakan kakinya untuk pertama kali ke rumah ini.

Hal terakhir yang ia rasakan sebelum terlelap adalah usapan lembut dari kain yang telah dibasahi pada sekujur tubuhnya, terlampau hati-hati hingga Jungwoo mampu dibawa ke alam bawah sadar karenanya. Rasa tenang bersarang dan menyelimuti hatinya, seperti mendekapnya dan membisikkan di kedua telinganya bahwa ia akan baik-baik saja.

Malam ini, mereka menghabiskan dunia mereka dalam satu pelukan.


Harayuki.

Akhir Pekan


Warning – Teacher x Student relationship – Underage sex – Age gap: JH 28 x JW 16 – Fist Time


Pada akhir pekan Jungwoo pergi ke rumah Jaehyun. Gurunya itu dengan spesial mengundangnya ke rumah untuk memeriksa nilai quiz lalu mengajaknya makan malam bersama sebagai rasa terimakasih—yang entah, terdengar seperti sebuah kencan bagi Jungwoo.

Jaehyun sendiri yang memasak untuknya, tidak disangka gurunya selain tampan juga pintar memasak. Jungwoo sedikitnya merasa menang, tidak ada murid lain yang tahu tentang keahlian Jaehyun yang satu ini, tidak ada murd-murid perempuan yang diundang makan malam ke rumah Jaehyun.

Hanya Jungwoo.

Mungkin? Jungwoo juga tidak yakin.

“Bagaimana? Enak?”

Jungwoo tersentak dengan pertanyaan itu. Ia menoleh pada Jaehyun. “Um, enak.” Ia tidak bohong, pasta buatan Jaehyun adalah salah satu yang terbaik dari semua pasta yang pernah mereka makan. “Saya gak nyangka bapak juga pinter masak.”

“Pasta itu masakan gampang, Jungwoo.” Jaehyun terkekeh, ia menatap Jungwoo lekat. “Panggil aja Jaehyun, saya cuma guru kamu kalau di sekolah.”

Ucapan itu langsung dibantah oleh Jungwoo dengan gelengan, “Rasanya kurang sopan kalau saya panggil nama, pak.” Jujurnya. “Takutnya nanti malah berdampak pada nilai rapot saya nanti, hehe.”

Jaehyun terbahak menyambut candaan Jungwoo, “Ya tentu enggak lah. Gak ada hubungannya sama nilai kamu.” Ia menaruh sendok dan garpunya di atas piring, menatap Jungwoo serius namun dengan senyum lembut terpatri di bibirnya. “Saya maksa loh.”

Jungwoo meneguk ludahnya, masih merasa gugup. Siapa juga yang tak gugup ditatap seperti itu oleh manusia tampan? “Kalau gitu… mas Jaehyun aja. Ga mungkin saya langsung nyebut nama.”

“Boleh. Saya suka panggilan itu.” Senyum puas terpatri di bibir Jaehyun. “Habiskan makanannya, saya juga tadi buat pie, buat pencuci mulut nanti.”

Makan malam mereka dilewati dengan obrolan singkat yang mengejutkannya sangat santai. Jaehyun adalah teman mengobrol yang menyenangkan, untuk sesaat Jungwoo bahkan lupa bahwa pria tampan di hadapannya merupakan gurunya. Sesekali pria tampan itu melemparkan candaan pada Jungwoo, atau bahkan—yang mengejutkan—mengamit tangan Jungwoo dan merematnya lembut.

Jungwoo berpikir, apakah Jaehyun melakukan ini pada muridnya yang lain juga?

“Pak, sudah hampir larut malam. Saya rasa saya harus pulang.”

Selepas makan malam, Jungwoo memutuskan untuk membersihkan bekas makan mereka. Merasa tidak enak hati sudah dijamu dengan baik dan tidak melakukan apapun di rumah Jaehyun. Selepasnya, ia langsung berpamitan, tidak mau mengganggu pria itu lebih lama.

“Saya bukan guru kamu, tadi sudah bisa panggil mas loh.” Ujar Jaehyun. Ia ikut berdiri di samping Jungwoo. “Lagian, ini udah kelewat malem, kamu ga mau nginep aja?”

Memang benar, jam 11 sudah terlalu larut, namun ini bukan pertama kalinya bagi Jungwoo pulang larut malam setelah bermain, orangtuanya pun tidak akan memarahinya. Opsi yang diberikan Jaehyun juga terdengar menyenangkan namun terasa ganjil.

“Gak usah, mas. Saya pulang aja, gak mau merepotkan lebih dari ini.”

“Kamu gak ngerepotin, Jungwoo. Saya loh yang nawarin.” Jaehyun menahan pergelangan tangan Jungwoo, membawa Jungwoo mendekat padanya. “Kita bisa nonton bareng, atau kalau kamu mau ada tugas yang ditanyakan juga boleh.”

Mendengar kata tugas membuat Jungwoo mengernyit, membuatnya teringat pada tugasnya yang belum rampung. Tapi Jaehyun yang menahannya lebih mengganggu pikiran Jungwoo. Jadi ia memberanikan diri untuk bertanya. “Pak Jaehyun memang selalu ngajak murid dating ke rumah bapak ya?”

Genggaman Jaehyun pad pergelangan tangan Jungwoo mengendur. “Hanya kamu yang saya ajak buat main ke rumah Jungwoo.” Nada suaranya rendah, namun Jungwoo bisa mendengarnya dengan jelas. “Dan saya rasa, kamu cukup pintar buat mengartikan semua gestur saya ke kamu.”

Tentu saja semua semakin jelas sekarang. Mana ada guru yang selalu menghubunginya, yang selalu bertukar pesan layaknya kekasih, mengundang makan malam juga selalu menggenggam tangan seolah mereka berdua memiliki hubungan khusus.

“Enggak pak, saya gak ngerti.” Jungwoo memilih berpura-pura bodoh, menginginkan kata itu keluar langsung dari mulut sang guru.

Jaehyun menghela napas berat. Ia menggenggam tangan kanan Jungwoo, membawanya pada bibirnya dan mengecupnya lama. “Saya suka sama kamu.” Mata tajam itu menatap Jungwoo tanpa berkedip. “Saya sangat suka sama kamu, Jungwoo.”

Jung Jaehyun, guru fisikanya, yang terkenal akan wajah tampan dan kebaikannya, yang disukai oleh semua orang di sekolahnya, menyatakan cinta dengan lantang tanpa keraguan. Jungwoo tersenyum, ia merasa puas dan menang.

“Saya juga suka sama bapak.” Jawab Jungwoo, ia maju dan mengecup pipi Jaehyun.

“Kalau begitu, kamu mau ‘kan menginap di sini?”


Tentu saja Jungwoo menerima tawaran itu tanpa pikir panjang lagi. Setelah mengabari sang ibu jika ia akan menginap di rumah temannya, ia langsung mematikan ponselnya dan menghabiskan waktu bersama Jaehyun.

Rencana awal untuk menonton film bersama langsung berubah haluan pada menghabiskan waktu berdua di kamar Jaehyun.

Tangan kanan Jaehyun meraih dagu Jungwoo, membawa tatapan yang lebih muda kepadanya. Jaehyun pun sedikit menunduk, mendekatkan bibirnya dan menautkannya pada milik Jungwoo, memberi lumatan pada bibir merekah Jungwoo. Jungwoo sontak hanya memejamkan matanya.

Jaehyun sibuk sendiri memberikan ciuman sembari mengamati wajah Jungwoo dari dekat. Cantik, sejak awal ia melihat muridnya yang satu ini, ia selalu berpikir bahwa Kim Jungwoo adalah sosok yang paling menawan. Netra cokelat milik Jungwoo pun terpejam dengan erat sembari menikmati setiap lumatan-lumatan yang Jaehyun beri, lenguhan dan rintihan tertahannya pun lepas dari sela-sela ciuman mereka. Erangan yang keluar dari bibir Jungwoo membuat Jaehyun mendapatkan libido berlebih.

Lidahnya memaksa untuk menerobos masuk ke dalam rongga mulut Jungwoo, mengajaknya untuk saling beradu lidah dan menghasilkan suara decapan-decapan basah. Tangan kanannya pun tak diam saja. Jaehyun mengusap punggung muridnya, kemudian mendorongnya untuk sepenuhnya berbaring pada ranjang Jaehyun. Setelah puas memberikan usapan gelitik di daerah punggung dan pinggang sang murid, usapannya kini berhenti dan tangannya kembali bergerak untuk turun, meraih pantat sintal milik Jungwoo lalu meremasnya kuat.

Ciuman dari Jaehyun begitu terburu dan tiada ampun, sama sekali tak memberi Jungwoo jeda untuk bernapas, ditambah dengan remasan kuat Jaehyun pada bokongnya, Jungwoo hanya bisa menikmatinya.

“Ahng!” Satu lolongan lolos dari mulut Jungwoo saat Jaehyun melepas lumatan mereka.

Setelahnya, Jaehyun pun menyusuri wajah Jungwoo perlahan, berikan kecupan-kecupan ringan di setiap sudut wajah yang lebih muda, mengagumi wajah Jungwoo yang begitu ayu. Tak lama bibirnya pun turun, ke daun telinga Jungwoo lalu memberikan gigitan dan membasahi daun telinga Jungwoo. Jungwoo sedikit berjengit geli, karena pada salah satu titik sensitifnya berhasil ditemukan oleh Jaehyun. Menyadari itu, Jaehyun kembali memberikan gigitan-gigitan kecil di sana lalu menjilatnya hingga tangan Jungwoo merangkul dan memeluk tengkuk yang berada di hadapannya itu.

“Kamu sensitif di sini ya,” Jaehyun terkekeh geli. Bibir ranum Jaehyun pun kembali turun, menyusuri setiap bagian leher jenjang Jungwoo. Tak lupa, ia juga memberikannya kecupan, meninggalkan banyak bekas keunguan dan gigitan samar di sana.

“P-pak...” rintihnya disela-sela hisapan Jaehyun, tangannya yang sejak tadi bertengger pada tengkuk gurunya pun turun sedikit mendorong tubuh besar Jaehyun.

“Hm? Tadi panggilnya apa, sayang?” Jaehyun bertanya tanpa menghentikan jilatannya pada masih leher Jungwoo.

“M—mas Jaehyun…” Jungwoo mengerang tertahan.

Jaehyun hanya tersenyum dalam hati, menyukai bagaimana cara Jungwoo memanggilnya. Kecupan-kecupan Jaehyun kini turun meyusuri tubuh ramping Jungwoo dan kedua tangannya menyentuh puting Jungwoo.

“Mas Jaehyun… tunggu.” Rintih Jungwoo.

“Kenapa sayang?” Jaehyun tak mengidahkannya, ia masih sibuk memilin dan menjilati setiap inchi tubuh Jungwoo.

Lalu Jungwoo berbisik, namun itu cukup membuat Jaehyun menghentikan kegiatannya sesaat. “Pelan-pelan aja, mas.”

Jaehyun mendongkak, menatap wajah Jungwoo yang terbasahi keringat dan memerah. Bahkan Jungwoo terlihat sangat indah seperti ini, bak malaikat yang membuat dadanya berdesir. Jaehyun langsung mengusap pipi Jungwoo lembut. “Is it your first time?”

Jungwoo mengangguk, menatap Jaehyun yang mengukung di atasnya lalu mengusap pipi pria itu. “Having sex, yes. Agak gugup.”

Jaehyun tersenyum lembut dan mengecup pelipis Jungwoo yang basah akan keringat. “Jangan gugup, ‘kan ada aku. Aku berusaha bikin kamu nyaman.” Lalu Jaehyun mengecup bibir Jungwoo. “Kalau kamu ngerasa gak nyaman, bilang stop ya?”

Setelah mendapat anggukan dari Jungwoo, Jaehyun lalu mengangkat tangan kanannya dan memasukkan dua jari ke dalam mulut Jungwoo, membiarkan Jungwoo untuk mengulum dua jarinya dan menciptakan desahan basah yang erotis. Tangan kiri Jaehyun yang sedari tadi sedang sibuk pada puting Jungwoo kini terhenti, fokus Jaehyun sekarang sepenuhnya pada wajah Jungwoo yang matanya terpejam dan mengulum jemari sang guru.

Jungwoo benar-benar mempesona.

“Hng...!” Jungwoo merinding geli saat merasakan tangan Jaehyun mengusap perutnya dengan lembut. Ia hendak melenguh tetapi tertahan karena mulutnya tersumpal oleh jari Jaehyun.

Tidak perlu lama merambati tubuh Jungwoo, tangan Jaehyun pun sudah berhasil tiba di bagian bawah pinggang sang murid. Ia merabanya pelan kemudian menurunkan zipper jeans milik Jungwoo yang sedari tadi ia gerayangi. Setelah ia berhasil menurunkannya, tangannya kini menelisik masuk ke balik celana dan mendapati sebuah batang yang sudah setengah mengeras. “Kamu tegang banget, sayang.” Bisik Jaehyun.

Pergerakan jemari milik Jaehyun di dalam mulut Jungwoo kini menjadi lebih cepat dan membuat saliva Jungwoo perlahan menetes membasahi sekitar dagu, sementara tangan sebelah tangan Jaehyun sedang bergerak untuk menurunkan celana jeans yang dikenakan Jungwoo. Setelah celana Jungwoo lepas, Jaehyun melepaskan jarinya yang berada pada mulut Jungwoo.

Saat Jungwoo bernapas dengan lega, Jaehyun mengangkat tubuhnya dan turun ke bawah, menjajarkan pandangannya dengan bagian bawah Jungwoo. “Buka kakinya, sayang.”

Jungwoo dengan ragu membuka kakinya, merasa malu saat mata Jaehyun menatapnya begitu lekat. Jaehyun memegang lutut Jungwoo, membantu sang murid untuk membuka kakinya lebih lebar.

“Sayang, aku masukin jariku ya?” Jaehyun meminta izin. Melihat anggukan dari Jungwoo, sang guru langsung menancapkan dua jari yang masih basah sehabis dikulum oleh Jungwoo ke dalam lubang anus milik Jungwoo.

“Ahng!” Pekik Jungwoo. “Mas, pelan-pelan!”

“Maaf, maaf. Aku akan pelan-pelan.” Jaehyun langsung meminta maaf, menciumi pelipis Jungwoo lalu turun ke hidung dan bibirnya. “Tarik napas sayang, gak akan sakit kok.” Setelah Jungwoo bernapas dengan teratur, Jaehyun mulai memainkan jarinya di dalam lubang milik Jungwoo. Jemarinya bergerak dengan irama tak teratur, membuat sang murid hanya dapat meracau tak menentu. Sakit, tapi Jungwoo juga dapat merasakan sensasi menggelitik yang nikmat.

Tak lama setelah Jungwoo merasakan sensasi itu, batang penis Jungwoo pun kini mulai tegak dan mengeras. “Angh, mas… pelan!” Rintihnya tak tahan merasakan kenikmatan di bawah sana.

Jaehyun bergumam berusaha menenangkan Jungwoo, mengecupi leher Jungwoo. Jaehyun pun beralih pada penis Jungwoo, mengocoknya dengan tempo teratur ke atas dan kebawah, meremat kuat membuat Jungwoo mengerang kenikmatan.

“Mas… lagii—hh…” Jungwoo memejamkan matanya, kepalanya bergeleng ke kanan dn ke kiri, meracau penuh kenikmatan.

Keduan tangan Jungwoo pun meraih surai hitam Jaehyun dan merematnya dengan kuat karena tak dapat menahan sensasi yang begitu memabukkan. Tanpa disadari oleh Jungwoo, Jaehyun si pemilik kini sedang tersenyum kecil, puas mengetahui fakta bahwa Jungwoo sedang tidak dapat menahan apa yang dirasakan saat ini.

Belum sampai lima menit Jaehyun memberikan stimulasi di lubang juga penis Jungwoo, tubuh Jungwoo kini melengkung ke atas, merasakan sesuatu di di bagian bawah tubuhnya mendesak untuk keluar. “Kamu mau keluar?” bisik Jaehyun.

Jungwoo mengangguk cepat, rematannya semakin kuat dan tubuhnya terasa menegang. Ia mendesah berantakan, matanya terbuka menatap Jaehyun, bibirnya tak bisa berucap lain selain lolongan desahan. Kenikmatan yang ia rasakan perlahan menjalar ke seluruh tubuh, “M-mas Jaehyun…”

Jaehyun tersenyum, tidak menghentikan kegiatan tangannya, malah mempercepat jarinya dalam lubang Jungwoo dan mengocok penisnya lebih cepat. “Keluarkan sayang,” bisiknya tepat di telinga sang murid.

Setiap deru desah Jungwoo terbata, tubuhnya pun kembali berjengit bersamaan dengan keluarnya cairan putih dari ujung batang miliknya dan membasahi tangan sang guru. Ini adalah pertama kalinya, Jungwoo merasakan kenikmatan yang luar biasa memabukkan.

Jaehyun tersenyum puas, menikmati pemandangan yang terpampang untuknya, terasa nikmat dan memabukkan. Rasanya, ia ingin memilikinya seutuhnya. Seumur hidup ingin ia simpan sendiri, dan tentunya orang lain tidak boleh melihat sosok cantik siswanya. Hanya ia seorang yang boleh melihat dan memiliki Jungwoo.

Jaehyun terdiam sebentar, menatap sosok yang kewalahan sedang terbaring di atas ranjang miliknya. Tangannya bergerak mengusap pipi Jungwoo yang basah penuh akan peluh, “Jungwoo, sayang…” gumamnya pelan. “You're always the prettiest.” Bisiknya dalam dan penuh makna.

Jaehyun tak tunggu lama untuk menarik jemari kemudian menanggalkan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya dan tubuh Jungwoo. Tangannya beralih membuka laci nakas dan mengambil sekolak kondom.

Usai memasang kondomnya, Jaehyun mulai menerobos perlahan, ancang-ancang apabila Jungwoo merasa tak nyaman. Yang netranya tangkap adalah wajah cantik penuh dengan peluh, dengan gelayut surai yang mengikuti irama ketika lehernya menjenjang, kepala menengadah, serta tubuh menggeliat tak tentu arah.

“Jungwoo, sayang,” Jaehyun menuntun Jungwoo untuk membiasakan tubuhnya. “Sayang, liat aku.”

Mata Jaehyun bertemu tatap dengan bola mata Jungwoo yang mengkilap sendu. Pria yang lebih tua itu menundukkan wajahnya, menyambar bibir Jungwoo dan melumatnya dengan penuh gairah. Tangan Jaehyun bermain dengan penisnya sendiri, mengocoknya lalu mengarahkan penisnya tepat di lubang senggama Jungwoo.

“Aku masukin ya?” Ujung tumpul penis Jaehyun menggoda lubang Jungwoo, bersentuhan lalu menariknya kembali menjauh. “Boleh ya aku masuk?”

Jungwoo mengerang frustrasi, ia bisa merasakan penis Jaehyun dan entah ia berharap sang guru segera memasukinya. “Ma-masuk mas.” Jungwoo terengah, wajah memerah karena nafsu juga malu yang memukulnya bersamaan. “Pelan...”

Yang terjadi setelahnya adalah berdasarkan insting dan nafsu mereka. Jaehyun mendorong penisnya perlahan dalam lubang hangat Jungwoo, sementara yang lebih muda melingkarkan kakinya pada pinggul Jaehyun.

“Sa-sakit… mas.” Jungwoo mencengkrang pundak Jaehyun secara refleks, berusaha menyampaikan rasa sakitnya. Jaehyun menghentikan gerakannya, ia merengkuh tubuh Jungwoo, berbisik menenangkan diiringi elusan pada punggung Jungwoo dan kecupan pada pelipisnya.

Dengan perhatian, Jaehyun mengusap paha Jungwoo lalu menuju ke penisnya. “Masih sakit sayang?”

“Sedikit,” suara parau Jungwoo menjawab. “Mas coba masukin lagi… Aku tahan sakitnya.”

Jaehyun mengecup kedua mata Jungwoo yang masih berkilau akan jejak air mata. Ia berbisik. “Kalau sakit langsung bilang, aku mau pengalaman pertama kamu berkesan bukan nyakitin.”

Pernyataan itu bisa membuat dada Jungwoo berdesir, ia mengangguk lemas, tangannya merangkul pad leher jenjang Jaehyun. Satu kecupan lembut Jungwoo hadiahkan pada bibir merekah Jaehyun, berpikir betapa gurunya sangat perhatian dan menyayanginya.

Dengan perlahan Jaehyun kembali memasukan penisnya hingga tertanam semua di dalam lubang hangat Jungwoo. Keduanya mendesah, merasakan perasaan asing pada tubuh masing-masing. Jungwoo merasa penuh, pertama kalinya lubang senggamanya terisi, seolah mengganjal namun memberikan kehangatan dan kedutan yang membuatnya mabuk penuh kenikmatan.

“Mas… penuh.” Ucapan polos Jungwoo disambut kekehan oleh Jaehyun.

“Penuh? Kamu suka?” Jaehyun menyapu poni Jungwoo yang basah akan keringat, lalu mengecup pipinya. “Di dalem kamu bener-bener enak. Kamu hangat, Jungwoo. Aku suka.”

Jaehyun berbisik, erangan rendah berdengung di telinga Jungwoo, suara berat Jaehyun yang memabukkan. Setelahnya Jaehyun mulai menggerakan penisnya di dalam Jungwoo, tumbukan demi tumbukan mengalir dengan tempo yang lambat, kemudian berangsur lebih cepat, kemudian cepat saat tubuh Jungwoo perlahan membusur indah dengan gestur mulut yang mengatup dan membuka penuh makna. Embusan nafas Jaehyun di sisi tubuhnya, sangat menggilakan. Jungwoo patuh dalam dominasi pria yang mengungkungnya dengan penuh otoritas.

“Ah—hah… mas Jae—hyun…”

Jaehyun yang mendengar semua lenguhan itu dan merasakan pijatan erat pada penisnya hanya bisa memejam kelopak mata karena nikmat. Pria itu kaget Jungwoo turut menggerakkan tubuhnya melawan gravitasi dan menghantamnya lagi. Tidak dengan tempo yang cepat, namun rasanya luar biasa memikat.

Telapak tangan Jungwoo terulur untuk mengurut tengkuk Jaehyun dan meremat sejumput rambutnya. Pinggulnya bergerak dalam satu ritme bersamaan dengan Jaehyun yang berusaha memburu titik nikmatnya sendiri.

Frekuensi tarikan dan embusan napas keduanya meningkat, seiring dengan atmosfer yang kian memanas. Dorongan penis Jaehyun dalam diri Jungwoo membuatnya berantakan, mengerang lelah. Ia tahu klimaksnya akan segera tiba.

“Jaehyun—ahh,” napas Jungwoo tersengal dan memenggal tiap kata yang ingin ia ucap menjadi beberapa silabel repetitif hingga pada akhirnya ia menyerah. Jungwoo merasa ia akan mencapai nikmatnya.

Jaehyun mengatur napasnya, tumbukan penisnya semakin cepat tak beraturan. Terasa nikmat dan memabukkan, penisnya dimanjakan oleh lubang anus Jungwoo yang memijatnya dengan nikmat, dinding rektum Jungwoo memanjanya dan menghisapnya agar masuk lebih dalam, bergerak lebih cepat mencari kenikmatan yang lebih.

“Sayang, aku keluar ya.” Sebuah pelepasan yang pertama datang dari Jaehyun. Kepalanya menengadah dengan erangan nikmat yang mengaum keluar dari tenggorokannya, merasakan Jungwoo yang memanjanya juga sperma panas yang membasahi pengamannya. Sementara Jungwoo belum mencapai klimaksnya, Jaehyun serta merta membantu sang murid tanpa ada niatan menarik tubuhnya terlebih dahulu, membiarkan penisnya terus terasa ditekan, sebab hangat yang menyalur dalam setiap kedut saraf di dalam sana membuatnya ingin terus bersemayam dalam penyatuan.

Telapak tangan Jaehyun segera memberi afeksi pada penis Jungwoo, menyentuh dan menuntunnya untuk menggapai pelepasannya sendiri. Setiap gerakan diikuti gestur yang menonjolkan kebutuhan akan hasrat yang sebentar lagi terpenuhi, dan tepat ketika klimaksnya ia dapatkan, yang Jungwoo saksikan adalah jutaan kunang-kunang memenuhi penglihatan.

“Mas Jaehyun—I’m close.” Adalah kalimat pertama yang lolos dari mulut Jungwoo bersamaan dengan pelepasan yang luar biasa memabukkan.

Is it good, Jungwoo? Do you feel better?” Sudut bibir Jaehyun tak ayal mengembang hingga dirasa sanggup menyentuh telinganya sebab Jungwoo tampak sempurna, tampak indah seperti yang selama ini bercokol dalam benaknya.

Jungwoo menganggukkan kepalanya lemah, dengan kening yang berhias peluh, dengan sisa tubuh yang meremang kelu. Ia tak pernah senikmat ini ketika bermain dengan dirinya sendiri dan mencari kenikmatan yang ia damba.

Never been this good.” Bisik Jungwoo, merasa malu mengatakan hal itu.

Jaehyun sontak tertawa mendengar jawaban itu. “Jadi, pengalaman pertama kamu sukses dong?”

“Jangan ngomong gitu—” Jungwoo langsung menutupi wajah Jaehyun dengan telapak tangannya saat sang guru menggodanya dengan tatapan jenaka, menaik turunkan alisnya. “Udah mas jangan diliatin terus akunya.”

Jaehyun menurunkan tangan Jungwoo, tatapannya pada Jungwoo penuh dengan kasih. Ia menunduk, membungkam Jungwoo dengan ciuman singkat. “Cute.” Jaehyun terkekeh dan tampak berseri-seri. Masih dalam posisi penyatuan dan keduanya tampak enggan untuk mengusaikan, justru tampak menikmati sebab intimasi terbendung tanpa aling-aling lagi.

“Emang aku lucu sih anaknya.” Jungwoo mendengus kecil. Rautnya tampak kelelahan namun sorotnya jelas menandakan kepuasan.

“Enak kan? Kamu suka ‘kan?” Jaehyun terus-terusan menggoda Jungwoo yang kemudian dibalasnya dengan pukulan kecil pada lengan.

“Sumpah, mas kayak anak kecil banget.” Jungwoo mengerang kesal, mengalihkan pandangannya kea rah lain.

“Lihat tuh, pipinya udah kayak tomat.”

“Mas Jaehyun!!”

Lalu keduanya berangsur tenggelam dalam tawa yang menerbangkan atmosfer menyenangkan di sepanjang detak jantung mereka. Sisa-sisa ekstasi yang luar biasa memabukkan turut membaur dari bagaimana cara mereka membangun setiap konversasi tanpa adanya kecanggungan yang berarti.

Perlahan, Jaehyun menarik pelan tubuhnya dari tubuh Jungwoo, mengecup lagi bibir semerah delima yang sejenak membuatnya lengah karena namanya disebut berulang dengan begitu indah. Jungwoo merasa tubuhnya begitu kosong, hampa tak bertuan ketika ia benar-benar lepas dari Jaehyun. Tangannya lantas meremat lengan Jaehyun yang hendak beranjak, kentara sekali bahwa ia ingin ditemani.

“Kamu istirahat aja ya, sayang. Pasti capek banger. Aku mau bersih-bersih sebentar, nanti aku bawain air hangat sama baju bersih buat kamu.” Kecupan pada dahi dihadiahkan oleh Jaehyun kepada Jungwoo.

Maka Jungwoo menurut. Ia sudah sepenuhnya mempercayakan diri kepada sang guru sejak ia menginjakan kakinya untuk pertama kali ke rumah ini.

Hal terakhir yang ia rasakan sebelum terlelap adalah usapan lembut dari kain yang telah dibasahi pada sekujur tubuhnya, terlampau hati-hati hingga Jungwoo mampu dibawa ke alam bawah sadar karenanya. Rasa tenang bersarang dan menyelimuti hatinya, seperti mendekapnya dan membisikkan di kedua telinganya bahwa ia akan baik-baik saja.

Malam ini, mereka menghabiskan dunia mereka dalam satu pelukan.


Harayuki.

Belanja.


“Mas, aku boleh beli ini ga?” Lian mengangkat satu kotak susu matcha pada Jay, matanya berbinar penuh harap.

“Beli sayang,” Jay otomatis langsung mengiyakan. Mana mampu ia menolak keinginan Lian. “Kalau Lian mau ambil aja gapapa, nanti 'kan buat Lian makan juga.”

Setelah itu Lian tersenyum, seperti anak kecil yang baru saja diberi permen. Manis, membuat Jay ikut tersenyum juga.

“Mas mau apa?” tanya Lian, sedari tadi melihat Jay hanya membuntutinya. “Ada yang mas mau beli? Atau nanti buat makan dijalan gitu.”

“Engga, aku udah kok. Kamu aja, ini kan nanti disana pada masak juga.”

Lian terdiam sejenak, merasa tidak enak hati karena Jay harus berkeliling supermarket bersamanya. Lian itu memang selalu mengelilingi semua aisle supermarket, sekalian cuci mata dan jika ada makanan yang mau ia beli, langsung ia masukan ke keranjang. Teman-temannya saja tidak kuat jika menemani Lian berbelanja.

“Mas capek ga?” lirih Lian, bertanya dengan hati-hati. “Kalau mas capek kita langsung ambil telur sama sayur buat masak indomi ya mas.”

Jay menggeleng, “Engga kok, mas ga capek. Mas seneng temenin Lian belanja.” Jujurnya. Ucapannya membuat Lian berkedip, merasakan pipinya memanas. Jay mendekat selangkah pada Lian. “Kamu mau keliling lagi juga gapapa, siapa tau masih ada yang mau dibeli 'kan?”

Jay ini benar-benar ucapannya sangat manis, bisa-bisanya membuat Lian berdegup hanya dengan kata sederhana seperti itu.

Lian terkekeh, sedikit canggung karena jantungnya masih berdegup keras. “Ambil mi dulu, trus kita liat ke daerah daging ya mas.”

Jay mengangguk dan tersenyum, mendorong troli yang sudah hampir penuh dan berjalan berdampingan dengan Lian.

Lian tidak diam saja, dia banyak berceloteh, tentang makanan kesukaannya, brand susu favoritnya, coklat yang paling enak, dan apapun. Dan bagi Jay itu sangat menawan. Jay tak hentinya menatap Lian, mendengarkan dengan seksama tiap kata yang keluar dari mulut Lian, senyum bahkan tak pernah luntur dari bibir Jay.

“Mas aku beli ini ya?”

Dan tiap Lian menginginkan sesuatu, ia akan menatap Jay dan meminta izin. Sangat menggemaskan.

Jay merasa senang sekali, padahal hanya berbelanja bersama tapi semengasyikan ini. Jay jadi berkhayal, kalau nanti ia menikah dengan Lian, ia akan selalu menemani Lian berbelanja.

Pasti Lian akan seperti sekarang, sangat bersemangat dalam mengambil makanan Lucu.

“Lian mau apa lagi sayang?”

“Udah mas,” Lian menatap trolinya yang sudah penuh, semua sudah dibeli, tinggal kembali jalan. “Nanti dijalan kalau ketemu tukang jagung bakar berenti ya mas? Aku mau makan jagung bakar hehe.”

“Iya.” Jay mencubit lembut pipi Lian, terlampau gemas dengan sang terkasih. Ia mendorong troli dan membiarkan Lian mengekor dibelakang, berjalan sambil memegangi pundak Jay. “Yaudah ayo kita bayar ya.”

Ah betapa ia mencintai Lian.


Harayuki.