harayuki

“Lah sotonya ga dateng-dateng? Ini nasi gue udah mau abis.”

Deon melotot tak percaya saat menyadari nasi yang sedari tadi disantapnya hanya bersisa dua suapan saja. Ia mendengus. “Tambah nasi aja kali ya?”

Tyo hanya geleng-geleng maklum. “Yaudah tambah nasi sama lauk aja, tuh satenya Encel juga udah abis.”

“Kak Tyo pengertian banget!” Hansel memekik kegirangan, tangannya membentuk hati pada Tyo. “Minumnya juga lah.”

Baru hendak Tyo memanggil waiters, tangan Deon malah menyentuh pipi Tyo. Sontak Tyo langsung menoleh pada kekasihnya dan mengerjapkan mata bingung. “Kenapa?”

“Kamu ini by, makan belepotan kayak anak kecil. Mukamu bumbu sate semua.” Deon tidak mengomel, ia terkekeh dan menyapu sudut bibir Tyo.

“Bucin.” Dengus Hansel. “Gila ya nih orang dua mesra-mesraan mulu. Trus yang ini.” Hansel menyikut Julian. “Daritadi liat hape mulu. Gue serasa alone banget di dunia ini!”

Deon menggeleng, “Berisik bocah.”

Setelah memanggil waiters dan memesan menu tambahan, ketiganya menatp Julian yang asik dengan ponselnya sambil tersenyum.

“Lian, lo chat sama siapa sih?” Akhirnya Tyo bertanya, terlalu penasaran dengan Julian yang bisa-bisanya mengabaikan makanan.

Lian mendongkak sesaat, “Mas Je, hehe.” Jawabnya, lalu ia kembali mengetik balasan pesan untuk Jay.

“Hm pantes aja nyengir mulu.” Hansel langsung menyikut Julian dan tersenyum jahil. “Yang dichat tunangannya sih.”

“Belum jadi tunangan, masih calon.”

Ucapan Tyo menohok Julian.

“Iya calon... calon suami gue juga nih.” Julian mendengus kesal.

“Gue penasaran sama calon lo, bisa-bisanya dia bikin seorang food fighter macen Julian lebih milih chatan dibanding makan.” Ujar Deon. “Kenalin bisa kali.”

Setelah itu Julian diam. Ia menaruh ponselnya di meja dan menatap ketiga temannya yang mengernyit heran.

“Kebetulan banget!” Julian tersenyum lebar. “Mas Je mau ketemuan sama kalian semua.”

Kiss.

-

“Mau langsung gue anter pulang apa gimana dek?”

Jungwoo menggeleng. “Masih sore kak, males balik.”

Kekehan keluar dari bibir Jaehyun, ia merangkul Jungwoo dan membawa pemuda itu duduk lebih dekat dengannya.

“Malatang mau?” Tawar Jaehyun. “Kita makan malem aja dulu ya sebelum gue anter lo balik.”

“Mau dong!” Balas Jungwoo antusias. Ia menenggelamkan wajahnya pada pundak Jaehyun, memejamkan matanya sambil mencium parfum yang masih menempel di kakak tingkatnya.

Sialnya, dadanya berdegup dengan keras.

Saat Jungwoo membuka matanya, ia mendongkak untuk melihat wajah Jaehyun. Si tampan pujaan banyak mahasiswa itu juga menatap Jungwoo dengan seutas senyum lembut dibibirnya.

“Kenapa kamu liatin aku gitu, dek?”

Suaranya berat, namun saat Jaehyun bicara dengan Jungwoo, ia selalu melembut. Jaehyun selalu memperlakukan Jungwoo seperti apa yang Jungwoo harapkan; penuh kasih sayang, lembut, perhatian.

Telapak tangan Jaehyun mengusap pipi lembab Jungwoo. “Capek banget kayaknya aku ajak nge-gym.” Jaehyun terkekeh. “Mau makan sekarang aja?”

Rasanya setiap perlakuan lembut Jaehyun padanya membuat Jungwoo ingin menangis.

Jungwoo menggeleng, memanggil Jaehyun dengan lirih. “Kak Jaehyun.”

“Iya?”

Kalau aku suka kakak, gimana?

Tapi Jungwoo memilih diam, bibirnya terkatup rapat walau matanya masih menatap Jaehyun dalam.

Perasaan itu tidak bisa dibohongi, dan Jungwoo tahu betul ia sudah bermain terlalu jauh. Rasa nyaman yang selalu ada saat ia bersama Jaehyun berubah menjadi rasa suka, semakin besar dan semakin dalam.

Jungwoo ingin mentertawakan dirinya saat ini.

“Cium.”

Jaehyun sedikit terlonjak dengan ucapan Jungwoo. Ia meneguk ludahnya. “Maksudnya?”

“Cium aku kak.” Jungwoo sekali lagi meminta. Kini ia mendekatkan wajahnya pada Jaehyun.

Jaehyun bisa merasakan hembusan nafas Jungwoo menyentuh wajahnya. Mata indah itu sayu menatap Jaehyun, tangannya memegang sepasang pundak kokoh Jaehyun.

Saat itu, Jaehyun tahu bahwa dirinya sudah menang.

Dengan lembut ibu jarinya menyapu bibir Jungwoo. “Boleh?”

Jungwoo hanya mengangguk, ia mulai memejamkan matanya, membiarkan Jaehyun membawanya dalam ciuman pertama mereka.

Tidak ada jarak lagi diantara mereka, Jaehyun mulai menyesap bibir Jungwoo, melumatnya lembut dan membiarkan Jungwoo melenguh dalam ciuman mereka.

Tangan Jungwoo melingkar pada leher Jaehyun, membawa ciuman mereka lebih dalam. Ia membiarkan Jaehyun menyentuhnya, ia membiarkan Jaehyun memeluknya, ia membiarkan dirinya sendiri untuk jatuh pada Jung Jaehyun.

Makan Malem

“Wah, calon mantu bunda dateng juga.”

Julian mematung, bibirnya menyunggingkan senyum kaku saat ibunda dari Jay berdiri dan langsung merentangkan tangan untuk memeluk Julian.

“Ayah, lihat ini calon mantu aku dateng. Aduh ganteng banget calon menantu.” Bunda Candi mengusap-usap punggung Julian. “Ayok kita ke dapur sayang.”

“Terimakasih sudah mau datang ya nak.” Martinーayah Jayーikut menyambut Julian, menepuk punggungnya dan tertawa.

Jay merasa jadi anak terbuang sekarang.

“Ehem! Anaknya gak disambut nih?”

Rasanya lucu melihat Jay yang merajuk karena Ayah dan Bunda lebih menyambut Julian dengan meriah. Baru kali ini Julian melihat Jay yang cemberut.

“Begitu tuh anaknya dia, Lian. Mudah ngambek. Pusing bunda.” Bunda geleng kepala, terkekeh melihat putranya.

“Pernah lihat Jay ngambek gini gak, Lian? Dia tuh orangnya gak mau kalah saing.” Ujar Ayah.

Julian menggeleng, matanya melirik Jay. “Belum om, tante.”

Pekikan langsung keluar dari mulut Bunda saat mendengar apa yang diucapkan Julian.

“Lian sayang, panggilnya jangan gitu dong. Panggil aja Bunda.”

“Masa calon mantu panggil om, ini Ayah loh.”

Jay rasanya mau sembunyi saja di kolong meja makan melihat kelakuan orangtuanya yang berlebihan. Ia mengusap kasar wajahnya.

“Malu banget, Tuhan.” Lirihnya. Tidak menyangka kedatangan Julian menambah ramai keluarganya.

Di ruang makan sudah terhidang banyak makanan, orangtua Jay tidak main-main menyambut datangnya Julian ke rumah. Pelayan sudah menyambut mereka, menarik kursi dan mempersilahkan mereka untuk duduk.

“Mamamu bilang kamu suka sekali seafood, jadi Bunda sudah siapkan dari appetizer main course kesukaan Lian semua.” Bunda tampak bahagia sekali, tidak henti-hentinya menaruh atensi pada Julian. “Bunda harap kamu suka, chef di sini masakannya juara loh.”

Julian mengangguk saja menanggapi, “Lian suka semua makanan kok, Bun. Pasti Lian suka.”

Melihat betapa akrabnya orangtuanya dengan Julian membuat Jay tersenyum sedikit lebih lebar. Ini kali pertamanya sang bunda seheboh ini menyambut kedatangan seseorang. Bunda tidak bohong saat ia ingin Julian jadi menantunya.

“Lian,” Jay mendekatkan sedikit tubuhnya pada Julian, berbisik pelan saat orangtuanya sedang sibuk mengobrol. “Maaf ya kalau gak nyaman sama Ayah dan Bundaku.”

Lian tersenyum manis, cukup membuat hati Jay berdesir. “Gak masalah, mas. Ini pengalaman baru buat aku juga. Ayah sama Bunda nyambut aku kayak presiden gini.”

“Hayo, bisik-bisik apa ini dua kesayangan bunda?” Mereka langsung duduk tegak saat mendengar suara bunda. “Duh kalian ini serasi sekali, Bunda jadi mau cepat-cepat nikahin kalian deh.”

Mereka berpandangan. Lalu tawa canggung keluar.

Jay sih tidak masalah. Ia siap menikahi Lian.

Basket

“Udah dibilang 'kan gue ga bisa main basket!”

Jungwoo mendengus kesal, namun tangannya mengusap lembut pelipis Jaehyun yang baru saja terlempar bola basket.

Jaehyun malah tertawa, seolah tidak merasa sakit. Lebih menikmati sentuhan jemari Jungwoo dikulitnya. “Gue gak apa-apa, cuma kelempar bola sih biasa.”

Tidak sakit darimana, jelas-jelas pelipis Jaehyun memerah. Jungwoo kesal, Jaehyun masih bisa tersenyum lebar menampakkan lesung pipinya disaat Jungwoo khawatir dan merasa bersalah.

“Apaan gak apa-apa? Ini merah tau kak.” Jungwoo masih mengusap pelipis Jaehyun, mendekatkan wajahnya untuk melihat lebih jelas apa ada luka dipelipis seniornya. “Tuh 'kan, ini pasti sakit banget. Kak, maafin gue yaー”

Jungwoo menghentikan usapannya saat merasakan tangan Jaehyun yang menangkup tangannya. Ia baru menyadari kalau wajahnya dan Jaehyun sudah sedekat ini; sampai ia bisa merasakan hembusan nafas Jaehyun.

“Macem-macem gue tabok ya lo, kak!” Ancam Jungwoo. Gertakannya tidak membuat Jaehyun takut, malah membuat pemuda itu tertawa.

Karena ia bisa mendengar getaran dalam gertakan Jungwoo. Karena ia bisa melihat wajah Jungwoo yang sudah memerah, sama seperti wajahnya.

“Udah dibilangin gue gak apa, dek. Cuma kelempar bola, gue gak gegar otak.”

Jaehyun menurunkan telapak tangan Jungwoo pada pelipisnya, ia tidak melepas genggaman pada tangan Jungwoo, malah menautkan jemarinya pada jemari Jungwoo dan menggenggam tangannya erat.

Harusnya Jungwoo melepas tangan Jaehyun, harusnya ia menjauh dan tidak membiarkan Jaehyun menyentuhnya dan membuat dadanya bergemuruh.

Seharusnya ia tidak mengiyakan ajakan Jaehyun. Tapi siapa peduli, dengan Jaehyun ia merasa senang, dengan Jaehyun ia merasakan sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.

Jungwoo tertawa, menggoyangkan lengan Jaehyun yang menggenggam tangannya. “Kak pulang yuk, gue lapar nih.”

Jaehyun bernafas lega saat tidak ada penolakan dari Jungwoo. Ia tersenyum pada pemuda yang sudah mengambil hatinya. “Dakgalbi mau?”

“Mau!” Jungwoo mengangguk antusias.

Baru kali ini Jaehyun melihat sisi menggemaskan dari Jungwoo, biasanya ia lebih memilih menunjukkan wajah garangnya pada Jaehyun. Tapi dengan begini Jaehyun tahu bahwa Jungwoo sudah lebih nyaman dengannya.

Jaehyun meremat tangan Jungwoo yang digenggamnya, menghela nafas lega dan tanpa sadar mendekatkan tubuhnya dengan Jungwoo.

“Jangan deket-deket gue kak, ini gue lagi bau.” Jungwoo merengek, mengambil beberapa langkah menjauh dari Jaehyun.

Jaehyun tertawa, ia menarik kembali Jungwoo mendekat padanya. “Gue juga sama kok bau, ngapain malu sih lo?”

Jungwoo menjulurkan lidahnya mengejek. Malah dibalas cubitan di hidung bangirnya oleh Jaehyun. “Dih bau kok bangga? Aneh lo!”

“Gue bau juga masih tetep ganteng.” Ujar Jaehyun. “Jadi jalan gak nih?”

“Ayo!”

Malam itu mereka habiskan dengan tawa, lebih banyak bercanda, dan obrolan yang membuat mereka semakin dekat. Malam itu untuk pertama kalinya Jungwoo lebih membuka dirinya untuk Jaehyun, membiarkan Jaehyun menggandengnya, membiarkan Jaehyun membuatnya lebih nyaman.

Di malam itu juga Jungwoo mengabaikan panggilan dari Lucas yang menanyakan keberadaannya.

Basket

“Udah dibilang 'kan gue ga bisa main basket!”

Jungwoo mendengus kesal, namun tangannya mengusap lembut pelipis Jaehyun yang baru saja terlempar bola basket.

Jaehyun malah tertawa, seolah tidak merasa sakit. Lebih menikmati sentuhan jemari Jungwoo dikulitnya. “Gue gak apa-apa, cuma kelempar bola sih biasa.”

Tidak sakit darimana, jelas-jelas pelipis Jaehyun memerah. Jungwoo kesal, Jaehyun masih bisa tersenyum lebar menampakkan lesung pipinya disaat Jungwoo khawatir dan merasa bersalah.

“Apaan gak apa-apa? Ini merah tau kak.” Jungwoo masih mengusap pelipis Jaehyun, mendekatkan wajahnya untuk melihat lebih jelas apa ada luka dipelipis seniornya. “Tuh 'kan, ini pasti sakit banget. Kak, maafin gue yaー”

Jungwoo menghentikan usapannya saat merasakan tangan Jaehyun yang menangkup tangannya. Ia baru menyadari kalau wajahnya dan Jaehyun sudah sedekat ini; sampai ia bisa merasakan hembusan nafas Jaehyun.

“Macem-macem gue tabok ya lo, kak!” Ancam Jungwoo. Gertakannya tidak membuat Jaehyun takut, malah membuat pemuda itu tertawa.

Karena ia bisa mendengar getaran dalam gertakan Jungwoo. Karena ia bisa melihat wajah Jungwoo yang sudah memerah, sama seperti wajahnya.

“Udah dibilangin gue gak apa, dek. Cuma kelempar bola, gue gak gegar otak.”

Jaehyun menurunkan telapak tangan Jungwoo pada pelipisnya, ia tidak melepas genggaman pada tangan Jungwoo, malah menautkan jemarinya pada jemari Jungwoo dan menggenggam tangannya erat.

Harusnya Jungwoo melepas tangan Jaehyun, harusnya ia menjauh dan tidak membiarkan Jaehyun menyentuhnya dan membuat dadanya bergemuruh.

Seharusnya ia tidak mengiyakan ajakan Jaehyun. Tapi siapa peduli, dengan Jaehyun ia merasa senang, dengan Jaehyun ia merasakan sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.

Jungwoo tertawa, menggoyangkan lengan Jaehyun yang menggenggam tangannya. “Kak pulang yuk, gue lapar nih.”

Jaehyun bernafas lega saat tidak ada penolakan dari Jungwoo. Ia tersenyum pada pemuda yang sudah mengambil hatinya. “Dakgalbi mau?”

“Mau!” Jungwoo mengangguk antusias.

Baru kali ini Jaehyun melihat sisi menggemaskan dari Jungwoo, biasanya ia lebih memilih menunjukkan wajah garangnya pada Jaehyun. Tapi dengan begini Jaehyun tahu bahwa Jungwoo sudah lebih nyaman dengannya.

Jaehyun meremat tangan Jungwoo yang digenggamnya, menghela nafas lega dan tanpa sadar mendekatkan tubuhnya dengan Jungwoo.

“Jangan deket-deket gue kak, ini gue lagi bau.” Jungwoo merengek, mengambil beberapa langkah menjauh dari Jaehyun.

Jaehyun tertawa, ia menarik kembali Jungwoo mendekat padanya. “Gue juga sama kok bau, ngapain malu sih lo?”

Jungwoo menjulurkan lidahnya mengejek. Malah dibalas cubitan di hidung bangirnya oleh Jaehyun. “Dih bau kok bangga? Aneh lo!”

“Gue bau juga masih tetep ganteng.” Ujar Jaehyun. “Jadi jalan gak nih?”

“Ayo!”

Malam itu mereka habiskan dengan tawa, lebih banyak bercanda, dan obrolan yang membuat mereka semakin dekat. Malam itu untuk pertama kalinya Jungwoo lebih membuka dirinya untuk Jaehyun, membiarkan Jaehyun menggandengnya, membiarkan Jaehyun membuatnya lebih nyaman.

Di malam itu juga Jungwoo mengabaikan panggilan dari Lucas yang menanyakan keberadaannya.

Pertemuan Pertama.

“Mas Putra?”

Jay tertawa canggung dan mengibaskan tangannya, “Aduh jangan dipanggil Putra. Panggil aja Jay.”

“Jay?” Ulang Lian dengan sedikit bingung. “Dari Jayden ya?”

“Iya.” Angguk Jay. “Dulu lagi sekolah di luar, temen-temen manggilnya Jay jadi ngerasa keren aja gitu.”

Jay sedikit canggung, tawanya bahkan tertahan. Ia gugup bukan main saat pria dengan paras manis di hadapannya menatap Jay dengan senyum manis.

“Aku panggil mas Jay dong? Ini fusion sekali ya, rasanya bule banget.” Lian tertawa saat sekali lagi ia memanggil nama Jay. “Tapi keren mas namanya, hehe.”

Jay, bukan main lagi, merona. Pipinya panas, telinganya sudah memerah. “Bener nih? Waduh jadi malu.” Anggukan dari Lian membuat Jay mengusap pipinya yang memanas. “Trus, aku harus panggil kamu apa nih? Ananda? Nanda?”

“Lian aja mas.”

“Lian ya?” Jay mengangguk. “Lian, Lian, Lian. Namanya bagus, mempesona, sama seperti orangnya.”

Lian yang duduk di sana menahan diri untuk tidak menjerit.

Sejak orangtua mereka memberi kesempatan agar Jay dan Lian bisa berduaan, Lian sangat gugup, jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.

Rasanya bodoh dan memalukan, Lian belum pernah seperti iniーjatuh cinta pada pandangan pertama. Semakin dilihat, semakin ia terpesona dengan Jay.

“Kalau aku panggilnya mas Je boleh ga?” Lian bertanya, mengalihkan pembicaraan. Ia tidak tahu harus membalas gombalan Jay dengan apa.

Alis Jay terangkat heran, “Boleh aja sih. Tapi kenapa?”

Lian tersenyum, lebar, gigi kelincinya menambah pesona Lian dan membuat Jay semakin jatuh hati. “Biar beda sama yang lain, mas.”

Kalau sudah begini, Jay mau menikah dengan Lian. Ia ingin menghabiskan seluruh hidupnya dengan melihat senyuman manis Lian setiap harinya.

Their story.

“Sudah puas main diluar?”

Jungwoo menatap Jaehyun dengan ketakutan dimatanya, bibirnya bergetar saat ingin membalas ucapan Jaehyun.

“Jawab sayang.” Jaehyun menyapu bibir Jungwoo dengan ibu jarinya. “Puas bermain dengan mereka?”

“Maaf,” bisik Jungwoo. “Maafin aku, kak. Aku melanggar ucapan kak Jaehyun.”

Jaehyun tersenyum, mengangkat dagu Jungwoo dan membuat pemuda itu memandang tepat pada matanya. “Aku hanya minta kamu diam, jangan pergi. Tetap di sini sampai aku kembali, Jungwoo.”

“Maaf, kak. Maaf.” Jungwoo memejamkan matanya. Selembut apapun suara Jaehyun namun ia tahu Jaehyun saat ini sedang marah padanya. Rahang pemuda itu mengeras, sentuhan Jaehyun pada wajahnya lebih kasar, dan mata ini berkilat penuh amarah.

Jaehyun, saat ini, sangatlah berbahaya.

“Aku hanya meminta kau menurut padaku, Jungwoo. Tetap berada di sini, disisiku.” Jaehyun berbisik, lidahnya menjilat telinga Jungwoo. “Mereka bisa saja mengambilmu dariku. Mereka akan membawamu pergi, membuatmu meninggalkanku.”

Jaehyun tertawa kecil, membuat Jungwoo semakin ketakutan. “Kau menyayangiku kan?” Tanyanya. “Jawab, Jungwoo.”

Jungwoo mengangguk, “Aku... sangat menyayangimu.”

Jaehyun tersenyum senang, ia menangkup pipi Jungwoo, mengecup pelan pucuk hidung Jungwoo lalu berucap. “Ya, aku juga sangat menyayangimu.” Jaehyun memeluk erat tubuh Jungwoo. “Jangan pernah tinggalkan aku atau aku akan benar-benar membunuh mereka.”

Tubuh Jungwoo bergetar. Jaehyun memeluknya, dengan penuh kasih, menatapnya dengan obsesi yang besar dan ucapannya seperti sebuah janji.

“Aku tidak akan meninggalkan kak Jaehyun. Tidak akan pernah.”

Jungwoo melingkarkan tangannya pada leher Jaehyun saat kekasihnya mulai melumat bibirnya. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa lepas dari Jaehyun.