harayuki

Cuddle

implicit 🔞

-

“Ih akak geli tau!”

Jungwoo mencoba mendorong Jaehyun yang sedari tadi tidak mau melepaskan pelukan mereka. Pemuda itu menenggelamkan wajahnya pada leher Jungwoo.

“Lepaaaas. Akak berat tau.” Jungwoo menggoyangkan tubuhnya.

“Gak mau, meluk kamu itu enak.” Gumam Jaehyun. Ia malah mengeratkan pelukannya pada pinggang Jungwoo.

“Manja ih.” Ledek Jungwoo.

“Biarin aja. Manjanya juga ke pacarku.”

Jungwoo tersenyum, mengelus rambut Jaehyun yang menggelitik rahangnya. Jaehyun benar-benar mengukung Jungwoo dalam pelukannya. Kakinya mengait kaki Jungwoo, setengah badannya pun ia tumpukan pada tubuh Jungwoo.

Jaehyun menghirup dalam aroma tubuh kekasihnya, wangi sabun menggoda indra penciumannya.

Ia merasa menjadi pria yang paling bahagia. Jungwoo disini, dalam dekapannya, bersamanya, dan Jaehyun bisa memeluknya.

“Aku mencintaimu,” bisik Jungwoo di telinga Jaehyun, seolah dia berusaha merahasiakannya dari seluruh dunia.

Jaehyun terkejut, ia langsung mendongkak, menatap Jungwoo yang sedang memandanginya dengan tatapan teduh. Ia terkekeh dan menggigit daun telinga Jungwoo, dan berbisik. “Aku juga mencintaimu. Sangat.”

Jungwoo berbaring di bawahnya, rambut berantakan pada bantal putih dan wajah memerah. Ia bisa saja seorang malaikat, pikir Jaehyun dalam hati saat dia mencium dengan perlahan mencium bibir Jungwoo lalu pindah ke rahangnya, ke leher, memberikan kecupan singkay dan mendengarkan Jungwoo yang terengah di bawahnya.

“Milikku,” Jemari Jaehyun turun menyusuri tubuh Jungwoo, mengusap dua puting Jungwoo yang berada dibalik kaosnya. Dengan perlahan ia menyingkap kaos Jungwoo hingga sebatas leher, mengusap lembut perutnya hingga pada selangkangan.

“Kak...”

“Kalau keberatan bilang ya sayang.” Jaehyun mencium dadanya dengan lembut. Rintihan tercekat keluar dari bibir Jungwoo, ia mendorong Jaehyun untuk melangkah lebih jauh, mengulum puting kemerahan ke dalam mulutnya, memainkan lidahnya dengan gerakan menggoda.

Erangan Jungwoo pecah, telapak tangannya bermain pada rambut Jaehyun, merematnya seolah berusaha memberitahu Jaehyun rasa panas yang mengalir ditubuhnya.

“Jungwoo, “

Jaehyun berbisik tepat dibibir Jungwoo, membuat Jungwoo membuka matanya. keduanya saling memandang, terhanyut dalam kontak mata yang mereka buat. Jungwoo mengerjap, tubuhnya masih terasa panas.

“Kakak ga mau lanjutin?” Tanya Jungwoo. Kini, hidung mereka saling bersentuhan, Jungwoo bisa merasakan deru nafas Jaehyun menyapa wajahnya.

“Kalau lanjut, aku pasti gak akan bisa berhenti nantinya.” Jawabnya lirih. Dia menarik Jungwoo kedalam dekapannya.

Jungwoo menyeringai kecil, telunjuknya bermain di dada Jaehyun, membuat gerakan memutar lalu berkata. “Lanjutin. Aku mau kakak.”

Pergi.

-

“Jungwoo.”

Mark memanggilnya, disampingnya sudah ada Haechan yang tersenyum dan melambai pada mereka.

“Loh kalian udah dari tadi?” tanya Jungwoo ketika ia sudah berada dihadapan kedua temannya.

Haechan mengangguk, “Kecepetan nih kita.”

Kereta mereka akan berangkat sekitar setengah jam lagi, namun Jaehyun belum datang. Jungwoo mendesah, agak khawatir nanti jika Mark bertemu dengan Jaehyun secara langsung.

Haechan sendiri tidak masalah dengan Jaehyun, ia terlihat senang-senang saja dengan senior mereka.

“Lo sebenernya ada hubungan apa sama kak Jaehyun?”

Pertanyaan Mark tentu membuat Jungwoo tertohok. Hubungan apa? Pacar diam-diam? Selingkuhan?

Jungwoo tertawa canggung, “Ya kayak lo berdua sama kak Jaehyun aja.”

“Jungwoo, kak Jaehyun gak suka sama gue ataupun Haechan.” ujar Mark. “He obviously into you.”

“Kamu kok jadi introgasi Jungwoo begini sih, yang?” Haechan menggerutu tidak suka.

Mark mendesah lelah, “Bukan introgasi, aku cuma nanya babe.” ia menoleh pada Jungwoo. “Lo suka sama kak Jaehyun?”

Jungwoo diam, tidak berani menjawab, tidak tahu apa yang harusnya menjadi jawaban atas pertanyaan Mark.

“Suka sama kak Jaehyun? Lebih dari lo suka sama Lucas?” tanya Mark lagi.

Jika dibandingkan, tentu Jungwoo akan memilih Jaehyun. Seberapa lama hubungannya dengan Lucas telah terjalin, Jaehyun bisa mengobrak-abrik perasaan Jungwoo yang sebelumnya tertata rapi untuk Lucas.

Kakak tingkatnya itu berhasil menuliskan namanya pada dinding hati Jungwoo, dan Jungwoo tidak sadar sejak kapan Lucas telah keluar dari hatinya.

“Gue...”

“Gak usah dijawab, gue udah tau dari muka lo.” Mark memotong, ia menggeleng pelan. “Gue ga tau ada apa diantara lo sama kak Jaehyun, dan gue ga akan maksa lo buat cerita.”

Jungwoo mengulum bibirnya, “Maaf.”

Haechan mendekati Jungwoo dan mengusap punggungnya, “Jangan nangis, ini stasiun nanti pada nyangkanya lo kena bully kita lagi.” candanya.

“Woo, kita ga marah.” Mark menepuk pundak Jungwoo. “Pernah denger kalimat gini ga; kalau lo suka dua orang di waktu bersamaan, lo pilih yang kedua.”

Jungwoo mengernyit, “Maksudnya?”

“Kalau lo cinta sama orang yang pertama, lo ga mungkin jatuh cinta sama orang yang kedua.” Mark mengusak rambut Jungwoo. “Apapun pilihan lo, selesain semuanya baik-baik ya Woo?”

Jungwoo menatap Mark dan Haechan. Tidak, mereka tidak marah. Tidak pula kecewa.

“Jangan sampai ada hati yang sakit nantinya.”

Mungkin Mark benar, ia harus menyelesaikannya daripada menyembunyikannya.

Pergi.

-

“Jungwoo.”

Mark memanggilnya, disampingnya sudah ada Haechan yang tersenyum dan melambai pada mereka.

“Loh kalian udah dari tadi?” tanya Jungwoo ketika ia sudah berada dihadapan kedua temannya.

Haechan mengangguk, “Kecepetan nih kita.”

Kereta mereka akan berangkat sekitar setengah jam lagi, namun Jaehyun belum datang. Jungwoo mendesah, agak khawatir nanti jika Mark bertemu dengan Jaehyun secara langsung.

Haechan sendiri tidak masalah dengan Jaehyun, ia terlihat senang-senang saja dengan senior mereka.

“Lo sebenernya ada hubungan apa sama kak Jaehyun?”

Pertanyaan Mark tentu membuat Jungwoo tertohok. Hubungan apa? Pacar diam-diam? Selingkuhan?

Jungwoo tertawa canggung, “Ya kayak lo berdua sama kak Jaehyun aja.”

“Jungwoo, kak Jaehyun gak suka sama gue ataupun Haechan.” ujar Mark. “He obviously into you.”

“Kamu kok jadi introgasi Jungwoo begini sih, yang?” Haechan menggerutu tidak suka.

Mark mendesah lelah, “Bukan introgasi, aku cuma nanya babe.” ia menoleh pada Jungwoo. “Lo suka sama kak Jaehyun?”

Jungwoo diam, tidak berani menjawab, tidak tahu apa yang harusnya menjadi jawaban atas pertanyaan Mark.

“Suka sama kak Jaehyun? Lebih dari lo suka sama Lucas?” tanya Mark lagi.

Jika dibandingkan, tentu Jungwoo akan memilih Jaehyun. Seberapa lama hubungannya dengan Lucas telah terjalin, Jaehyun bisa mengobrak-abrik perasaan Jungwoo yang sebelumnya tertata rapi untuk Lucas.

Kakak tingkatnya itu berhasil menuliskan namanya pada dinding hati Jungwoo, dan Jungwoo tidak sadar sejak kapan Lucas telah keluar dari hatinya.

“Gue...”

“Gak usah dijawab, gue udah tau dari muka lo.” Mark memotong, ia menggeleng pelan. “Gue ga tau ada apa diantara lo sama kak Jaehyun, dan gue ga akan maksa lo buat cerita.”

Jungwoo mengulum bibirnya, “Maaf.”

Haechan mendekati Jungwoo dan mengusap punggungnya, “Jangan nangis, ini stasiun nanti pada nyangkanya lo kena bully kita lagi.” candanya.

“Woo, kita ga marah.” Mark menepuk pundak Jungwoo. “Pernah denger kalimat gini ga; kalau lo suka dua orang di waktu bersamaan, lo pilih yang kedua.”

Jungwoo mengernyit, “Maksudnya?”

“Kalau lo cinta sama orang yang pertama, lo ga mungkin jatuh cinta sama orang yang kedua.” Mark mengusak rambut Jungwoo. “Apapun pilihan lo, selesain semuanya baik-baik ya Woo?”

Jungwoo menatap Mark dan Haechan. Tidak, mereka tidak marah. Tidak pula kecewa.

“Jangan sampai ada hati yang sakit nantinya.”

Mungkin Mark benar, ia harus menyelesaikannya daripada menyembunyikannya.

Liburan.

-

Sesampainya mereka di Gyeongju benar saja Jaehyun langsung mengajak Jungwoo pergi, meninggalkan Mark dan Haechan berdua dipenginapan yang sudah Jaehyun pesankan.

“Kenapa gak bareng mereka aja sih, kak?”

Jaehyun terkekeh, tangannyaasih menggenggam Jungwoo dan menuntunnya. “Aku mau liburan sama kamu sayang, berdua aja. Kalau sama mereka bukan kencan kita namanya.”

Jaehyun sudah menyiapkan segalanya, apik dan terencana. Dari penginapan yang jauh dari lokasi Mark dan Haechan, juga tempat-tempat yang akan mereka datangi selama tiga hari sebelum akhirnya mereka harus kembali ke Seoul.

“Kamu sama aku cuma boleh seneng aja, ga usah pikirin yang lain. Aku ngelakuin ini untuk kamu.”

Itulah jawaban Jaehyun ketika Jungwoo bilang merasa tidak enak karena Jaehyun menyiapkan segalanya untuk Jungwoo.

Ia senang? Tentu.

Dibanding dengan Lucas, Jaehyun mencurahkan segala atensinya untuk Jungwoo, tidak sedikitpun Jungwoo merasa kurang dicintai oleh Jaehyun.

Jaehyun menghargainya, menyayanginya, dan itu sudah membuat Jungwoo lebih dari bahagia.

“Makan malam dulu, mau?” Tawar Jaehyun.

Jungwoo tersenyum dan mengangguk, ia mengayunkan tangannya yang digenggam oleh Jaehyun. “Boleh. Terserah kakak deh, aku ikutin.”

Jaehyun menghentikan langkahnya. “Kamu yang pilih dong, ini aku nyiapin liburan emang buat kamu, I want to paper you.”

“It's not only about me, kak. It's about us.” Jungwoo tersenyum manis, tangannya mengelus pipi Jaehyun yang memerah karena udara dingin.

“Ini liburan pertama kita, as us, a lover.” Tambahnya. Ia mengecup singkat bibir Jaehyun. “Aku juga mau kakak nikmatin liburannya.”

Us. Jaehyun mendesah lega mendengarnya, senyuman lebar terkembang. “Kita.” Jaehyun mengecup bibir Jungwoo. “Aku cinta kamu, Jungwoo.”

“Aku juga cinta kamu, kak.”

Kita. Andai saja kata kita bisa bersatu tanpa ada orang yang masih menjadi penghalang dalam hubungan mereka.

Datang.

-

“Calon mantu mama datang juga!”

Mama langsung berjalan mendekati Jay yang menyapanya dengan sopan. Tangan mama merangkul Jay dan mengusap punggung pria itu.

“Kamu ini loh, mama nunggu kamu main tapi gak datang-datang.” Mama melepas rangkulannya.

“Maaf tante, saya baru datang sekarang.”

Mama berdecak tidak suka, “Tante apa kamu ini. Panggil mama dong, nanti juga kalau kamu nikah sama Lian, mama jadi mama kamu juga.”

Mama sangat santai saat bicara dengan Jay, rasanya seperti mengobrol dengan teman. Mama juga hangat, mengingatkan Jay pada pribadi Lian yang hangat dan menyenangkan.

Bicara tentang Lian, pemuda pemilik hatinya itu masih belum terlihat. Jay sedikit kecewa saat tadi bukanlah Lian yang menyambutnya.

“Saya panggil mama gak apa?” Jay bertanya malu.

Mama mengangguk senang bukan kepalang. “Gak masalah Jay, kamu ini udah mama anggep mantu sendiri malah.”

“Ma, ini ada titipan dari bunda. Katanya mama suka banget sama bika ambon.” Jay menyerahkan satu kotak besar bika ambon untuk mama.

“Wah, bundamu inget selalu kesukaan mama. Terimakasih ya, nanti mama telfon bunda kamu.”

Jay tersenyum, “Lalu yang ini untuk Lian dari bunda, karena Lian suka sama cokelat, bunda jadi beli semua ini.”

“Astaga banyaknya.” Mama memekik terkejut saat Jay memberinya satu paper bag berisi choco dessert. “Bundamu ini bisa-bisanya manjain si adek.”

Adek. Jay menahan senyum, mengulang panggilan kecil Lian dalam hatinya.

“Lian lama banget siap-siapnya.” Mama memanggil satu pelayan lalu memintanya untuk memanggil Lian. “Jay duduk dulu ya, sebentar dibuatkan minum.”

Mama membawa Jay ke ruang tamu, disana ia mengobrol kembali dengan Jay, menanyakan kabar dan kedua orangtuanya. Kadang bercerita satu dua hal tentang Lian.

“Lian tuh seneng banget hari ini mau ketemu kamu, Jay. Gak ada dia berhenti cerita soal kamu ke mama.” Mama terkekeh. “Senang banget mama kalian makin dekat.”

Selang beberapa menit, Lian muncul dan menyapa Jay. Ia berlari kecil menuruni tangga.

“Mas udah sampai? Kenapa gak kabarin aku?”

Jay tersenyum, ia mengajak Lian duduk disampingnya. “Kejutan.”

“Kejutan apa, aku tau kok kami mau dateng.” Lian cemberut dan itu terlihat menggemaskan di mata Jay. “Mama ga ngomong macem-macem kan sama mas Jay?”

Mama tertawa, “Mama ceritain kamu yang jelek-jelek ke Jay. Cerita kalau adek ini males mandi anaknya.”

“Mama!” Lian merengek, ia menatap Jay. “Mas jangan percaya, aku mandi sehari dua kali kok.”

Jay terbahak menanggapinya. Tangannya terulur untuk mengusap pipi Lian, refleks. “Kamu ga mandi juga mas yakin kamu tetep ganteng.”

Mama malah memekik melihatnya, senang bukan main karena ini kali pertamanya ia melihat Jay dan Lian sedekat ini.

“Kita percepat pertunangannya aja ya nak?”

Usul mama membuat mereka berpandangan, tidak tahu harus merespon seperti apa.

Their story.

tw// implicit 🔞 mention of killing

-

“Sudah puas main diluar?”

Jungwoo menatap Jaehyun dengan ketakutan dimatanya, bibirnya bergetar saat ingin membalas ucapan Jaehyun.

“Jawab sayang.” Jaehyun menyapu bibir Jungwoo dengan ibu jarinya. “Puas bermain dengan mereka?”

“Maaf,” bisik Jungwoo. Badannya sudah bergetar, tdak berani menatap Jaehyun. “Maafin aku, kak. Aku melanggar ucapan kak Jaehyun.”

Jaehyun tersenyum miring, mengangkat dagu Jungwoo dan membuat pemuda itu memandang tepat pada matanya. “Aku hanya minta kamu diam, jangan pergi. Tetap di sini sampai aku kembali, Jungwoo.”

“Maaf, kak. Maaf.” Jungwoo memejamkan matanya. Selembut apapun suara Jaehyun namun ia tahu Jaehyun saat ini sedang marah padanya. Rahang pemuda itu mengeras, sentuhan Jaehyun pada wajahnya lebih kasar, dan mata ini berkilat penuh amarah.

Jaehyun, saat ini, sangatlah berbahaya.

“Aku hanya meminta kau menurut padaku, Jungwoo. Tetap berada di sini, disisiku.” Jaehyun berbisik, lidahnya menjilat telinga Jungwoo. “Mereka bisa saja mengambilmu dariku. Mereka akan membawamu pergi, membuatmu meninggalkanku.”

Jaehyun tertawa kecil, membuat Jungwoo semakin ketakutan. “Kau menyayangiku kan?” Tanyanya, mulutnya menggigit lembut telinga Jungwoo. “Jawab, Jungwoo.”

Jungwoo mengangguk, bergidik dan berusaha menjauhkan diri dari Jaehyun. “Aku... sangat menyayangimu.”

Jaehyun tersenyum senang, ia menarik Jungwoo mendekat lalu menangkup pipi Jungwoo, mengecup pelan pucuk hidungnya lalu berucap. “Ya, aku juga sangat menyayangimu.”

Jaehyun memeluk erat tubuh Jungwoo. Tangannya menyelusup ke dalam kaos Jungwoo, mengusap lembut perut hingga dada sang kekasih. Membiarkan Jungwoo mengerang akan sentuhannya.

“Jangan pernah tinggalkan aku,” bisik Jaehyun. Ia menenggelamkan wajahnya pada pundak Jungwoo. “Atau aku akan benar-benar membunuh mereka.”

Tubuh Jungwoo bergetar. Jaehyun memeluknya, dengan penuh kasih, menatapnya dengan obsesi yang besar dan ucapannya seperti sebuah janji.

“Aku tidak akan meninggalkan kak Jaehyun. Tidak akan pernah.”

Jungwoo melingkarkan tangannya pada leher Jaehyun saat kekasihnya mulai melumat bibirnya. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa lepas dari Jaehyun.

Their story.

-

“Sudah puas main diluar?”

Jungwoo menatap Jaehyun dengan ketakutan dimatanya, bibirnya bergetar saat ingin membalas ucapan Jaehyun.

“Jawab sayang.” Jaehyun menyapu bibir Jungwoo dengan ibu jarinya. “Puas bermain dengan mereka?”

“Maaf,” bisik Jungwoo. Badannya sudah bergetar, tdak berani menatap Jaehyun. “Maafin aku, kak. Aku melanggar ucapan kak Jaehyun.”

Jaehyun tersenyum miring, mengangkat dagu Jungwoo dan membuat pemuda itu memandang tepat pada matanya. “Aku hanya minta kamu diam, jangan pergi. Tetap di sini sampai aku kembali, Jungwoo.”

“Maaf, kak. Maaf.” Jungwoo memejamkan matanya. Selembut apapun suara Jaehyun namun ia tahu Jaehyun saat ini sedang marah padanya. Rahang pemuda itu mengeras, sentuhan Jaehyun pada wajahnya lebih kasar, dan mata ini berkilat penuh amarah.

Jaehyun, saat ini, sangatlah berbahaya.

“Aku hanya meminta kau menurut padaku, Jungwoo. Tetap berada di sini, disisiku.” Jaehyun berbisik, lidahnya menjilat telinga Jungwoo. “Mereka bisa saja mengambilmu dariku. Mereka akan membawamu pergi, membuatmu meninggalkanku.”

Jaehyun tertawa kecil, membuat Jungwoo semakin ketakutan. “Kau menyayangiku kan?” Tanyanya, mulutnya menggigit lembut telinga Jungwoo. “Jawab, Jungwoo.”

Jungwoo mengangguk, bergidik dan berusaha menjauhkan diri dari Jaehyun. “Aku... sangat menyayangimu.”

Jaehyun tersenyum senang, ia menarik Jungwoo mendekat lalu menangkup pipi Jungwoo, mengecup pelan pucuk hidungnya lalu berucap. “Ya, aku juga sangat menyayangimu.”

Jaehyun memeluk erat tubuh Jungwoo. Tangannya menyelusup ke dalam kaos Jungwoo, mengusap lembut perut hingga dada sang kekasih. Membiarkan Jungwoo mengerang akan sentuhannya.

“Jangan pernah tinggalkan aku,” bisik Jaehyun. Ia menenggelamkan wajahnya pada pundak Jungwoo. “Atau aku akan benar-benar membunuh mereka.”

Tubuh Jungwoo bergetar. Jaehyun memeluknya, dengan penuh kasih, menatapnya dengan obsesi yang besar dan ucapannya seperti sebuah janji.

“Aku tidak akan meninggalkan kak Jaehyun. Tidak akan pernah.”

Jungwoo melingkarkan tangannya pada leher Jaehyun saat kekasihnya mulai melumat bibirnya. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa lepas dari Jaehyun.

Drive

-

“Halo mas Je.”

Jay menoleh, badannya menegang, nafasnya tercekat saat memandang Julian yang tersenyum padanya.

Dengan canggung Jay mengusap tengkuknya dan tersenyum. “Halo, Lian.”

Ia bahkan tidak bisa menahan getaran dalam suaranya saking terpesonanya ia dengan Julian.

Jay berdehem, berusaha menormalkan suaranya. “Um, udah siap?”

Julian mengangguk, mengerjap sesaat agar menyadarkan dirinya sendiri dari lamunan singkatnya. Saat ia melihat Jay, ia tidak menyangka pria di hadapannya bisa terlihat begitu tampan dan sempurna.

“Udah mas,” jawab Julian. “Tadi mas kena macet ga?”

“Engga kok, untungnya jalanan lowong.” Jay menoleh pada gerbang yang masih terbuka dan menunjuk kedalam. “Aku masuk dulu jangan? Pamit sama mama dan papamu.”

Julian terkekeh, melihat Jay yang sepertinya tak enak hati. “Aku udah bilang kalau peegi sama mas Je. Mama seneng bukan main. Kalau mas masuk, kita ga akan bisa pergi karena mamaku pasti nahan mas.”

Jay hanya mengangguk manut. Ia tersenyum canggung dan membukakan pintu untuk Julian.

“Kalau gitu ayo jalan,” tawar Jay. “Biar aku yang nyetir.”

Julian tersenyum, ia melangkah untuk masuk ke dalam mobil. Belum sempat ia masuk, Jay menahannya, memegang pergelangan tangannya dengan lembut.

“Kenapa mas?” Tanya Julian pelan. Ia melihat tangannya lalu beralih pada wajah tampan Jay.

Ia tidak kuat jika Jay menatapnya seolah mengatakan bahwa Julian adalah dunianya.

Rasanya jantung Julian mau copot. Berdetak terlalu keras karena seorang Jayden yang terus menatapnya lekat.

“Mas?”

“Lian, kamu sangat menawan.”

Setelahnya genggaman ditangan Julian mengendur. Jay masih menatap Julian dengan senyuman tipis nan canggung, mempersilahkan Julian untuk masuk kedalam mobil tanpa membiarkan Julian membalas ucapannya.

Telinga Jay sudah memerah, ia tidak mau Julian menatapnya yang semerah kepiting rebus begini, terlalu memalukan. Jay merasa seperti anak SMA yang baru jatuh cinta.

Ah, begini rasanya jatuh cinta.

Bertemu?

“Lah sotonya ga dateng-dateng? Ini nasi gue udah mau abis.”

Deon melotot tak percaya saat menyadari nasi yang sedari tadi disantapnya hanya bersisa dua suapan saja. Ia mendengus. “Tambah nasi aja kali ya?”

Tyo hanya geleng-geleng maklum. “Yaudah tambah nasi sama lauk aja, tuh satenya Encel juga udah abis.”

“Kak Tyo pengertian banget!” Hansel memekik kegirangan, tangannya membentuk hati pada Tyo. “Minumnya juga lah.”

Baru hendak Tyo memanggil waiters, tangan Deon malah menyentuh pipi Tyo. Sontak Tyo langsung menoleh pada kekasihnya dan mengerjapkan mata bingung. “Kenapa?”

“Kamu ini by, makan belepotan kayak anak kecil. Mukamu bumbu sate semua.” Deon tidak mengomel, ia terkekeh dan menyapu sudut bibir Tyo.

“Bucin.” Dengus Hansel. “Gila ya nih orang dua mesra-mesraan mulu. Trus yang ini.” Hansel menyikut Julian. “Daritadi liat hape mulu. Gue serasa alone banget di dunia ini!”

Deon menggeleng, “Berisik bocah.”

Setelah memanggil waiters dan memesan menu tambahan, ketiganya menatp Julian yang asik dengan ponselnya sambil tersenyum.

“Lian, lo chat sama siapa sih?” Akhirnya Tyo bertanya, terlalu penasaran dengan Julian yang bisa-bisanya mengabaikan makanan.

Lian mendongkak sesaat, “Mas Je, hehe.” Jawabnya, lalu ia kembali mengetik balasan pesan untuk Jay.

“Hm pantes aja nyengir mulu.” Hansel langsung menyikut Julian dan tersenyum jahil. “Yang dichat tunangannya sih.”

“Belum jadi tunangan, masih calon.”

Ucapan Tyo menohok Julian.

“Iya calon... calon suami gue juga nih.” Julian mendengus kesal.

“Gue penasaran sama calon lo, bisa-bisanya dia bikin seorang food fighter macen Julian lebih milih chatan dibanding makan.” Ujar Deon. “Kenalin bisa kali.”

Setelah itu Julian diam. Ia menaruh ponselnya di meja dan menatap ketiga temannya yang mengernyit heran.

“Kebetulan banget!” Julian tersenyum lebar. “Mas Je mau ketemuan sama kalian semua.”

Bertemu?

“Lah sotonya ga dateng-dateng? Ini nasi gue udah mau abis.”

Deon melotot tak percaya saat menyadari nasi yang sedari tadi disantapnya hanya bersisa dua suapan saja. Ia mendengus. “Tambah nasi aja kali ya?”

Tyo hanya geleng-geleng maklum. “Yaudah tambah nasi sama lauk aja, tuh satenya Encel juga udah abis.”

“Kak Tyo pengertian banget!” Hansel memekik kegirangan, tangannya membentuk hati pada Tyo. “Minumnya juga lah.”

Baru hendak Tyo memanggil waiters, tangan Deon malah menyentuh pipi Tyo. Sontak Tyo langsung menoleh pada kekasihnya dan mengerjapkan mata bingung. “Kenapa?”

“Kamu ini by, makan belepotan kayak anak kecil. Mukamu bumbu sate semua.” Deon tidak mengomel, ia terkekeh dan menyapu sudut bibir Tyo.

“Bucin.” Dengus Hansel. “Gila ya nih orang dua mesra-mesraan mulu. Trus yang ini.” Hansel menyikut Julian. “Daritadi liat hape mulu. Gue serasa alone banget di dunia ini!”

Deon menggeleng, “Berisik bocah.”

Setelah memanggil waiters dan memesan menu tambahan, ketiganya menatp Julian yang asik dengan ponselnya sambil tersenyum.

“Lian, lo chat sama siapa sih?” Akhirnya Tyo bertanya, terlalu penasaran dengan Julian yang bisa-bisanya mengabaikan makanan.

Lian mendongkak sesaat, “Mas Je, hehe.” Jawabnya, lalu ia kembali mengetik balasan pesan untuk Jay.

“Hm pantes aja nyengir mulu.” Hansel langsung menyikut Julian dan tersenyum jahil. “Yang dichat tunangannya sih.”

“Belum jadi tunangan, masih calon.”

Ucapan Tyo menohok Julian.

“Iya calon... calon suami gue juga nih.” Julian mendengus kesal.

“Gue penasaran sama calon lo, bisa-bisanya dia bikin seorang food fighter macen Julian lebih milih chatan dibanding makan.” Ujar Deon. “Kenalin bisa kali.”

Setelah itu Julian diam. Ia menaruh ponselnya di meja dan menatap ketiga temannya yang mengernyit heran.

“Kebetulan banget!” Julian tersenyum lebar. “Mas Je mau ketemuan sama kalian semua.”