Herfreespace

Ucapan selamat untuk Annabel; Gemini cantik yang telah mengulang 30 Mei ke 18.

Pertama-tama, maaf ya? Telat banget ngucapinnya. 30 Mei kemarin hari yang hectic.

Selamat ulang tahun! Selamat tahun baru! Panjang umur, sehat selalu. Semoga do'a yang pernah dilangitkan dapat terkabul. Semoga dunia selalu ada di pihak Abel, Semoga tuhan semakin sayang.

Sayangku, sayangku. Selamat datang dalam fase baru yang akan jadi awal dari semua, ya? Semoga bisa sampai akhir dilewati. Selamat, selamat! karena sudah punya tempat baru, Tempat yang semoga bawa kabar baik untuk semua. Tempat yang nantinya jadi wadah untuk ber-ekspresi.

Abel, Kalau udah jadi anak 'Depok' jangan sombong-sombong, kalau sombong nanti Fikaa cekek. Jangan macem-macem, harus jadi anak baik.

Abel, Semoga hidupnya selalu diiringi do'a baik, Semoga apa yang dikehendaki selalu berakhir baik. Semoga selalu dapat kasih yang seluas langit.

Abel, aku mau pesan; Nantinya kalau ada beban tolong jangan ditanggung sendiri. Cerita sama Tuhan, cerita sama tempat nyamannya Abel. Atau, bisa ketuk grup LINE 'AMIRA ON COBA' dijamin semuanya bisa jadi pendengar yang baik. Semoga membantu.

Abel; Puan cantik banyak bakat. Semoga di tahun ini selalu bahagia, usahakan ya? Semoga selalu dalam lindungan Tuhan. Selamat sudah sejauh ini bisa menikmati dunia!

Maaf kalau selama ini ada banyak salah, Maaf ngucapinnya jauh dari tanggal lahir lu.

Sekali lagi, Dirgahayu puan cantik, Selalu ada tempat untuk nama 'Abel' dalam litani yang diucap.

Your fellow gemini, Fikaa

Rumah Kita

Hujan membungkus malam itu, jam menunjukkan pukul sembilan malam. Keisha duduk di kursi penumpang dengan Hugo dipangkuannya, tertidur.

Setelah menghabiskan waktu bersama berkeliling kota, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang.

“Ngga pegel Kei mangku Hugo gitu? Kalau pegel pindahin aja ke belakang” ujar Harsa. Sejenak Harsa menoleh ke arah Keisha, memastikan. Lalu ia kembali fokus menatap jalanan.

“Engga kok, santai..” jawab Keisha diselingi senyum lembut.

“Okee, bentar lagi sampe kok”

Keisha mengerutkan dahi, jelas-jelas ini masih setengah jalan untuk sampai ke rumahnya maupun rumah Harsa.

“Tapi rumah gue kan masih jauh, sa?” tanya Keisha, menatap Harsa bingung.

“Kata siapa tujuannya rumah lu?”

“Terus ini mau ke mana?” tanda tanya di pikiran Keisha semakin membesar, penasaran.

“Ke rumah, rumah kita. Lu santai aja.. nanti bakal ngerti”

Keisha mengangguk asal, ia lalu memerhatikan jalan dengan rasa penasaran juga bingung.

mau dibawa kemana gua kali ini? batin Keisha

Tak butuh waktu lama untuk menjawab setengah dari rasa penasaran dan bingung Keisha, kurang lebih sepuluh menit kemudian mereka sampai di rumah yang cukup besar. Harsa memarkirkan mobilnya.

“Udah sampe, sebentar gua ambil payung dulu ya, lu tunggu sini” Harsa berlari menuju bagasi mobil mengambil payung berukuran besar. Menuntun Keisha dengan Hugo digendongannya menuju rumah tersebut.

klek

Pintu rumah terbuka, manampilkan interior rumah dengan dominasi warna putih, warna kesukaan Keisha.

“Sa, ini bagus banget.. ini rumah siapa?” tanya Keisha menelusuri seisi rumah, indah, tak ada cacat sama sekali.

“Rumah kita Kei.. Ini rumah kita, suka gak?” Harsa menatap lekat netra perempuannya

“Suka Sa, suka banget”

I knew it! Udah sekarang tidurin Hugo di kamar aja”

Setelah memindahkan Hugo ke kamar yang dimaksud Harsa, Keisha berjalan menyusul Harsa di ruang keluarga.

“Sini duduk dulu, udah gua buatin teh manis hangat” Keisha mengangguk, duduk di samping Harsa, lalu menyesap teh manisnya.

“Lu beli rumah ini kapan? Kok gak bilang gua?” Keisha mengawali percakapan malam ini.

“Satu tahun lalu Kei, gua beli tanah ini, design rumah ini, sampe akhirnya jadi deh” jawab Harsa enteng. Sang perempuan tidak terima, menuntut penjelasan.

“Sendiri? Kenapa gak bilang sih? Kan bisa gua bantu, Sa”

“Kei, ini emang hadiah buat lu. Udah gak usah dipikirin lagi. Yang penting suka, kan?”

Keisha buru-buru mengangguk, tanda ia suka.

“Makasih banyak Harsa sayang!” Keisha peluk Harsa erat.


Keduanya kini tengah bercakap sambil menikmati teh manis hangat buatan Harsa, sesekali tertawa ringan karena lawakan yang dilontar. Hujan masih berlanjut, semakin malam semakin deras.

“Kei.. gua mau ngomong” ujar Harsa di tengah percakapan mereka.

“Iya.. ngomong aja”

“Makasih ya? Makasih udah mau nerima gua, makasih udah mau nerima Hugo juga. Makasih juga udah mau jadi paca-tunangan gua? Hehhe. Makasih banyak ya Kei, gua sayang lo, sayang banget”

Keisha tersenyum tipis, lembut.

“Sama-sama Harsa, kan gua udah bilang gak akan pernah ninggalin lu, ninggalin kita, kan?”

Harsa mengangguk meng-iyakan, tangannya meraih tangan Keisha mengelus tangan itu lembut.

“Maaf ya, belum bisa kasih cincin tunangan.. uangnya nipis abis buat rumah ini.. hehhehe”

“Harsa! Gapapa ih apaan sih, gak usah lebay.. dikasih gak dikasih emang bakal ngubah status kita apa? Engga kan?”

Harsa melepas genggaman tangannya, merogoh sesuatu di saku celananya, sebuah benda kecil.

“Gua belum bisa beliin cincin, jadi gua kasih ini dulu ya?”

Harsa mengeluarkan sesuatu dari benda kecil tersebut, panjang menjuntai cantik, sebuah kalung.

“Sini balik badannya, gua pakein”

Keisha hanya menurut akan titah Harsa.

“Udah, cantik” Harsa membalikkan badan Keisha, menatapnya

“Ini kalung mama harusnya, hadiah ulang tahun pernikahan mereka, tapi sayangnya mama meninggal duluan jadi kalung ini gak pernah sampai ke Mama. Kemarin gua izin buat kasih ini ke lu. Kalungnya cantik, tapi kalah cantik sama lu”

Keisha menatap lekat netra teduh Harsa. Entah harus berapa kali ia sampaikan pada tuhan bahwa Keisha beruntung memiliki Harsa.

“Harsa, makasih banyak. Gua gak tau mau bilang apalagi selain makasih ke lu, Sa”

Sekuat tenaga Keisha tahan air matanya agar tidak jatuh. Bukan, bukan karena sedih, namun haru. Tapi gagal, air matanya keburu jatuh.

“Kenapa nangis sih” Harsa tangkup wajah Keisha, menghapus air matanya. Dengan perlahan Harsa kikis jarak mereka berdua, semakin dekat.

Bibir mereka hampir menyentuh satu sama lain. Namun, suara seseorang menginterupsi mereka.

“Bunda, Papa, aku mau pipis..” di ujung tangga seorang anak tampak kebingungan, tak lain dan tak bukan, Hugo.

Duh, maaf ya wahai remaja, kalian jadi gagal mencinta

Untuk Aya; perempuan cantik yang telah mengulang tahun ke 18.

Aya, ini telat banget, ya? Maaf ya, baru sempet rangkai kata lagi.

Selamat ulang tahun, Selamat tahun baru! Panjang umur, sehat selalu. Semoga do'a yang diucap, dapat terkabul.

Semoga dunia selalu di pihak Aya, Semoga Tuhan semakin sayang.

Aya, semoga banyak do'a baik mengiringi, ya? Semoga nantinya selalu berakhir baik. Semoga kasih orang ke Aya bisa seluas nabastala.

Selamat menempuh kelas 12, Semangat terus ya! Nanti kalau berat, istirahat dulu ngga masalah, tapi jangan berhenti.

Aya, aku mau pesan; Nantinya kalau kamu ada beban, jangan ditanggung sendiri. Cerita sama Tuhan, cerita sama orang kesayangan, semoga membantu.

Aya, nona manis yang banyak ekspresi; Semoga apapun yang dikehendaki lancar, Semoga selalu dalam lindungan Tuhan, Semoga selalu bahagia, usahakan, ya?

Selamat sudah sejauh ini bisa melihat dunia. Semoga nantinya banyak sudut dunia yang bisa kamu jelajahi, yang bisa kamu mengerti.

Terima kasih sudah jadi anak baik, semoga selalu jadi anak baik.

Maaf kalau selama ini ada salah, Maaf juga kalau ngucapinnya kelewat tanggal.

Sekali lagi, Dirgahayu nona manis, Selalu ada tempat untuk nama 'Aya' dalam litani yang diucap.

with love, Fikaa

Namanya Arindita

Tw// drunk, pregnancy, anxiety, harsh words.

Sorot terang matahari pagi menyinari sebagian wilayah cafe. Diantara kursi dan meja yang tertata rapih ada dua orang yang sedang duduk berhadapan, saling tatap satu sama lain.

“Beneran mau cerita sekarang?” tanya Keisha lembut.

“Iya, cerita sekarang. Gua gak mau semuanya jadi berantakan” Harsa mengangguk mantap, meneguhkan keputusan.

“Yaudah, gua bakal dengerin”

Harsa menegakkan badan, menarik sebanyak mungkin oksigen yang ada.

“Umur gua 19 tahun waktu itu, gua bukan Harsa yang sekarang lu kenal. Masih bodoh, brengsek, gak tau diri”

Harsa tarik nafas sekali lagi

“Gua bukan anak yang tumbuh dengan perhatian orang tua lengkap, Kei. Mama gua udah meninggal sejak gua kecil, perhatian papa juga harus dibagi untuk perusahaan sama gua. Gak ada perhatian sama sekali untuk gua. Semua itu ngebuat gua jadi anak yang gak punya arah, gua selalu mikir kenapa dunia begini banget, ya? kenapa gua gak bisa ngerasain apa yang temen-temen gua bisa rasain, gimana sih dipeluk mama? gimana sih selalu dibanggain papa? gua gak tau rasanya”

Sekarang giliran Keisha untuk mengambil oksigen, ia tidak menyangka beban dari cerita laki-lakinya cukup berat.

“Sampai suatu malam gua ikut minum bareng temen di bar, gua minum banyak banget, mau ngelupain apa-apa yang buat gua sakit selama ini. Gua mabok berat malam itu, yang terakhir gua inget gua masuk kamar”

Mata yang biasanya cerah berubah jadi redup, bak tersedot suatu kelam masa lalu.

“Setelahnya hidup gua normal lagi kayak biasa, tapi masih jadi anak nakal sih hehe. Kurang lebih 3 minggu kemudian ada yang ngehubungin gua minta ketemuan-”

“Perempuan?” tanya Keisha memotong cerita Harsa, ia tahu kemana arah semua ini.

“Iya perempuan. Dia bilang kalau dia hamil, gua waktu itu belum ngerti kenapa harus bilang ke gua kalau dia hamil. Terus dia cerita kalau malam itu gua ngelakuin-ya.. lo tau kan? gak usah gua detailin lagi”

Keisha mengangguk meng-iyakan, lalu ia bertanya “Terus lu gimana, sa?”

“Gua? gua pertamanya gak percaya, gua tolak semua pernyataan kalau dia hamil anak gua. Tapi akhirnya gua terima keadaan kalau ini tanggung jawab gua, gua udah jadi laki-laki brengsek malam itu. Gua hubungin dia lagi buat nanggung semuanya”

Harsa diam sebentar, meneguk air putih di depannya.

“Gua ceritain semuanya ke Papa, gua pikir Papa bakal marah, bakal maki-maki gua, tapi nyatanya engga. Papa peluk erat gua, bilang kalau semuanya bakal baik-baik aja. Dari situ gua sadar kalau sebenernya ada perhatian yang lebih buat gua dari Papa”

“Terus perempuan yang lu hamil- engga, maksud gua mamanya Hugo, siapa namanya?”

“Namanya Arindita, sejak saat itu gua sama sama Arin rutin kontrol ke dokter, gua lakuin semua tanggung jawab gua buat dia”

“Sa, gua mau nanya, boleh?”

“Apa?”

“Orang tua Arin gimana? apa engga marah?”

“Orang tua Arin udah meninggal, Kei. Arin sama kayak gua, anak yang gak punya 'arah', makanya itu gua gak mau ninggalin dia sendiri”

“Terus sekarang Arin di mana?”

Harsa tersenyum, tau bahwa ada banyak pertanyaan dalam benak perempuannya.

“Kandungan Arin udah 9 bulan waktu itu, udah saatnya lahiran, selama ini kandungannya sehat-sehat aja, gak ada masalah. Tapi Tuhan berkehendak lain, gak lama ketelah Hugo lahir, Arin pergi”

“Pergi-meninggal?”

“Iya, karena pendarahan. Gua makin ngerasa jadi cowo jahat sejak saat itu, gua gak suka ada di posisi anak kurang perhatian tapi gua juga yang buat Hugo gak punya ibu. Setelahnya gua tinggalin hal-hal yang gak baik, gua berubah demi Hugo”

“Terus kenapa Hugo dibawa ke Chicago?”

“Biar gua fokus kuliah, gak ada yang ganggu. Jadi dibawa sementara sama papa”

Keisha mengelus pundak Harsa lembut, tersenyum tipis.

“Lu berhasil sa, lu berhasil berubah jadi papa yang baik buat Hugo, gua bangga. Makasih, makasih udah mau cerita hal berat gini ke gua” Keisha merentangkan tangannya lebar.

“Peluk?”

Harsa mengikis jarak mereka berdua, mendekap erat daksa Keisha

“Makasih juga Kei, udah dengerin gua, gua sayang lo. Jangan tinggalin gua, ya?”

Pagi itu, ada yang melepas beban masa lalu jadi sebuah cerita. Pagi itu juga ada sosok yang berjanji untuk tidak pernah meninggalkan yang dicinta.

Jadi ini, bundanya Hugo?

Keisha menatap lurus pada anak kecil di depannya.

“Ini beneran anak Harsa?” “Tapi emang mirip banget” “Tapi seriusan ini anak Harsa? Harsa udah nikah? Kapan nikahnya?”

Batinnya tak berheti menanyakan pertanyaan, otaknya tak berhenti untuk menenemukan jawabannya. Tak lama netra cantik itu menangkap sosok yang ia kenal sedang berlari terburu-buru, mencari seseorang.

“Harsa! gua di sini!!” perempuan cantik itu mengangkat tangannya, memberi tanda pada Harsa bahwa ia ada di sana.

“Hugo!” seru Harsa, dengan cepat ia peluk daksa mungil tersebut.

“Kamu ke mana aja? Papa cariin..” tanya Harsa penuh kekhawatiran.

“Ooo.. beneran anaknya Harsa..”

Sang perempuan masih diam tak berkutik, ia masih mengamati interaksi anak dan ayah tersebut. Pikirannya kosong, situasi seperti ini sangat asing baginya.

“Kei..? Keisha..”

“Eh-eh.. iya Sa, kenapa?”

“Kenalin ini Hugo, anak gua”

Sungguh saat ini Keisha benar-benar bingung harus apa. Namun entah dorongan dari mana ia mulai menjulurkan tangannya, menggenggam tangan mungil Hugo.

“Hai Hugo!! aku Keisha..” senyuman mengembang pada wajah mungil Hugo.

“Hai.. kakak cantik, aku Hugo” jawab si kecil.

Keisha tersenyum, hatinya menghangat mendengar perkataan Hugo yang sangat amat manis terhadapnya.

Mereka lalu menghabiskan makanan yang sudah terlanjur dipesan oleh Keisha tadi. Tak banyak percakapan pada makan kali ini, hanya terdengar beberapa tawa kecil dari mereka karena tingkah lucu Hugo.

“Kalian saling kenal?” tanya Hugo tiba-tiba.

“Iyaa.. kita saling kenal, kenapa?” Harsa menjawab dengan anggukan.

“Kalian pacaran ya?” begitu polos, begitu lugas. Hugo beri tanya dengan senyum di wajahnya.

“Kamu tau pacar-pacaran dari mana?”

“Dari papi..” Papi, panggilan Hugo untuk Jonathan, papa Harsa.

“Kalian pacaran, ya?” tanya si kecil sekali lagi.

Harsa mengangguk pelan. Raut wajah Hugo berubah, alisnya bertaut seakan memikirkan sesuatu yang sangat kompleks.

“Hugo kenapa?” tanya Keisha pelan.

“O.. jadi ini, bundanya Hugo?” sang kecil melebarkan senyum, menatap Keisha.

“Kakak cantik ini, bundanya Hugo ya pa?”

“Kata papi.. orang pacaran itu saling sayang, kalau kalian saling sayang, berarti sayang Hugo juga, kan?”

Hening, atmosfer yang ada berubah jadi canggung.

“Maaf ya Kei, Hugo ngomongnya aneh-aneh, jangan didenger”

Keisha mengabaikan perkataan Harsa. Keisha tatap lekat anak kecil di depannya, lalu ia usap lembut pipinya.

“Hugo mau kakak jadi Bundanya Hugo?” anggukan Hugo jadi balas dari tanya Keisha.

“Hugo mau, Hugo mau punya Bunda” anak itu tersenyum, gigi mungilnya terlihat jelas.

“Yaudah, panggil kakak Bunda ya? Mulai sekarang Hugo punya Bunda”

Pernyataan yang Keisha lontarkan tentu membuat Harsa bergeming.

“Tuhan, rencanamu selanjutnya apa?”

Jadi ini, bundanya Hugo?

Keisha menatap lurus pada anak kecil di depannya.

“Ini beneran anak Harsa?” “Tapi emang mirip banget” “Tapi seriusan ini anak Harsa? Harsa udah nikah? Kapan nikahnya?”

Batinnya tak berheti menanyakan pertanyaan, otaknya tak berhenti untuk menenemukan jawabannya. Tak lama netra cantik itu menangkap sosok yang ia kenal sedang berlari terburu-buru, mencari seseorang.

“Harsa! gua di sini!!” perempuan cantik itu mengangkat tangannya, memberi tanda pada Harsa bahwa ia ada di sana.

“Hugo!” seru Harsa, dengan cepat ia peluk daksa mungil tersebut.

“Kamu ke mana aja? Papa cariin..” tanya Harsa penuh kekhawatiran.

“Ooo.. beneran anaknya Harsa..”

Sang perempuan masih diam tak berkutik, ia masih mengamati interaksi anak dan ayah tersebut. Pikirannya kosong, situasi seperti ini sangat asing baginya.

“Kei..? Keisha..”

“Eh-eh.. iya Sa, kenapa?”

“Kenalin ini Hugo, anak gua”

Sungguh saat ini Keisha benar-benar bingung harus apa. Namun entah dorongan dari mana ia mulai menjulurkan tangannya, menggenggam tangan mungil Hugo.

“Hai Hugo!! aku Keisha..” senyuman mengembang pada wajah mungil Hugo.

“Hai.. kakak cantik, aku Hugo” jawab si kecil.

Keisha tersenyum, hatinya menghangat mendengar perkataan Hugo yang sangat amat manis terhadapnya.

Mereka lalu menghabiskan makanan yang sudah terlanjur dipesan oleh Keisha tadi. Tak banyak percakapan pada makan kali ini, hanya terdengar beberapa tawa kecil dari mereka karena tingkah lucu Hugo.

“Kalian saling kenal?” tanya Hugo tiba-tiba.

“Iyaa.. kita saling kenal, kenapa?” Harsa menjawab dengan anggukan.

“Kalian pacaran ya?” begitu polos, begitu lugas. Hugo beri tanya dengan senyum di wajahnya.

“Kamu tau pacar-pacaran dari mana?”

“Dari papi..” Papi, panggilan Hugo untuk Jonathan, papa Harsa.

“Kalian pacaran, ya?” tanya si kecil sekali lagi.

Harsa mengangguk pelan. Raut wajah Hugo berubah, alisnya bertaut seakan memikirkan sesuatu yang sangat kompleks.

“Hugo kenapa?” tanya Keisha pelan.

“O.. jadi ini, bundanya Hugo?” sang kecil melebarkan senyum, menatap Keisha.

“Kakak cantik ini, bundanya Hugo ya pa?”

“Kata papi.. orang pacaran itu saling sayang, kalau kalian saling sayang, berarti sayang Hugo juga, kan?”

Hening, atmosfer yang ada berubah jadi canggung.

“Maaf ya Kei, Hugo ngomongnya aneh-aneh, jangan didenger”

Keisha mengabaikan perkataan Harsa. Keisha tatap lekat anak kecil di depannya, lalu ia usap lembut pipinya.

“Hugo mau kakak jadi Bundanya Hugo?” Anggukan Hugo jadi balas dari tanya Keisha.

“Hugo mau, Hugo mau Punya Bunda” anak itu tersenyum, gigi mungilnya terlihat jelas.

“Yaudah, panggil kakak Bunda ya? Mulai sekarang Hugo punya Bunda”

Pernyataan yang Keisha lontarkan tentu membuat Harsa bergeming.

“Tuhan, rencanamu selanjutnya apa?”

Afeksi

Dep

Suara pintu mobil tertutup menandakan seseorang masuk, kursi penumpang ditempati seorang perempuan nan cantik.

“Kak Lucas! Aku kangen!!” yang cantik merengkuh tubuh di sampingnya, erat, sangat erat.

“Kok bisa kangen? Aku kan selalu di sini, gak kemana-mana” kekehan terdengar jelas dari sang tuan, membalas rengkuhan erat perempuan kesayangan.

“Hehehe.. Kalau sama kak Lucas, nggak pernah lepas dari kata kangen, mau sama-sama terus..”

Gelak tawa terdengar dari keduanya beri hangat atmosfer dalam mobil. Lucas dan Mouline, sepasang kekasih yang jalin asmara di bawah kuasa Aphrodite.

“Hari ini mau ke mana? Aku turutin semuanya” ujar tuan dengan senyum bangga terpampang.

“Hmmm.. Aku mau ke apart kak Lucas aja, udah lama gak main ke sana, boleh kan?”

“Boleh.. boleh sayangku” rona di pipi nona jadi balasan dari kalimat menggoda tuan.

Mobil melaju menuju lokasi dari titah yang cantik. Genggam tangan mengerat, saling mengikat.

“Kak.. ih.. kangen banget sama apart ini.., aku udah lama gak ke sini ya?”

“Tapi masih sama aja sih.. gak ada yang berubah.. atau aku aja yang gak peka, ya?” Mouline berceloteh panjang lebar tak berhenti, sedang Lucas memperhatikannya, gemas.

“Kamu tuh cerewet banget apa gak cape?”

“Mmhhhh.. engga wlee” ejekan dari nona mengundang tuan untuk segera memeluk tubuh mungil tersebut.

“Kamu gemes banget aku gak kuat” katanya.

“Kakak ganteng banget aku gak kuat” balas Mou dengan senyum tipis di wajahnya.

“Terus kita mau ngapain di sini?”

“Mau cuddle.. Mou mau cuddle, mau snuggle snuggle sama kak Lucas, boleh?”

Dengan wajah penuh senyum tak berdosa nona mengutarakan keinginannya.

Helaan nafas berat Lucas jadi iringan jawaban dari tanya Mouline, “Boleh, sini ayo kita cuddle”

Di tempat tidur berukuran king itu mereka berakhir, saling peluk tiap lekuk. Salurkan rindu satu sama lain.

Saat Mou berkata bahwa ia rindu Lucas, maka ia katakan sejujurnya. Sudah kurang lebih dua Minggu mereka hanya bertemu lewat chat, dipisahkan kesibukan masing-masing. Lucas dengan rapat kantornya yang padat, Mou dengan segala urusan kuliahnya. Maka kali ini, saat tepat untuk mereka ganti sibuk dengan peluk.

“Aku kangen wanginya kamu, Mou.. Kangen peluk badan kecil kamu ini..” Lucas membuka obrolan dari hening dan nyaman mereka.

“Hahahaha..me too kak”

“Aku juga kangen..” kalimat tuan digantung, beri tanya nona.

”..kangen apa?”

“Kangen gelitikin kamu kaya gini!!” seru Lucas mendadak, detik selanjutnya Mou terima semua rasa geli pada dirinya.

Kamar Lucas kini dipenuhi suara tawa tak henti. Lucas lanjutkan kegiatan jahilnya tersebut sedang Mou coba lepaskan rasa gelinya dengan banyak gerak. Hingga tak sengaja, gerak dari Mou mengenai titik sensitif Lucas. Sadar akan hal aneh yang mengganjal di bawah sana keduanya berhenti, hening.

“K-kak.. maaf, maaf banget gak sengaja..” mohon Mou pada Lucas.

“Hmm.. gapapa, udah kamu di sini ya aku mau ke kamar sebelah dulu”

Baru saja Lucas beranjak dari tempat tidurnya, tangannya ditahan seseorang—Mou. Keduanya saling tatap. Meski baru pertama kali dirinya berpacaran, Mou tau ke mana hal ini akan mengarah. Maka ia katakan;

“Mau Mou bantu, kak?” begitu polos nan lugas, perempuannya dengan entengnya mengatakan kalimat tersebut.

Detik selanjutnya Lucas kikis jarak mereka habis, melumat bibir sang nona, dari lembut hingga menuntut. Mou terima semua itu tanpa perlawanan.

“I want..” ujar Lucas. Kegiatan saling mencium tadi berhenti, masing-masing menghirup oksigen.

“What do you want, kak?” Mou beri tanya pada Lucas.

“I want mine inside yours... Baby..” tuan bisikan kalimat itu tepat di telinga, dengan nada rendah, menggoda.

Nona gigit bibir bawahnya, malu. Ia kembangkan senyum seiringan dengan kata-kata kotor yang berlalu lalang di kepala.

“Then i'll let you in..”

Lalu nona genggam tangan besar sang tuan, menuntun tangan itu untuk mencengkram lehernya.

“Do whatever you want, I'm yours tonight”

Cengkraman pada leher sang nona mengencang. Erangan kecil lolos dari bibirnya.

“Say that again, baby..” titah tuan, yang muda menurut.

“I'm yours.. i wanna feel you inside me, kak. I want you to destroy me”

Singkat, padat, jelas. Begitu polos kalimat itu diucapkan. Dengan senyum tipis terpampang, nona mengajak berzina.

Lucas pejamkan mata, mengambil nafas dalam. Masih tak sangka bisa mendengar kalimat itu, hari ini ia berjanji, semua yang perempuannya katakan akan ia turuti.

Selanjutnya kegiatan malam itu ialah saling mengecap satu sama lain, saling sentuh.

Kamu; Cantik untuk yang cantik

Bunga

Puan, boleh saya pinjam cantiknya untuk cantikku? Boleh saya buat mereka tertipu?

Puan, bunganya sangat cantik, Boleh saya pinjam sebentar?

Puan rangkai yang cantik untuk yang cantik, Saya kagum.

Rangkai yang bagus hingga semuanya berubah Indah, Puan ahlinya.

Selamat bertumbuh puan, Selamat merangkai karya tuhan maha cantik.

Semoga nanti, saya bisa genggam. Semoga nanti, banyak orang mengenggam karya cantik puan.

  • Altha.

Dekap rasa dalam kama

Senyum seorang perempuan yang sedang duduk di salah satu kursi cafe itu tak hentinya luntur dari wajah cantiknya.

Tatapannya tak lepas dari benda pipih yang ia pegang sekarang. Pesan dari Harsa adalah hal kesukaannya akhir-akhir ini, entah dari kapan yang pasti setiap pesan yang laki-laki itu kirimkan membuatnya senang.

ting

Tanda pesan masuk baru, buru-buru ia membukannya. 'Gua udah di depan cafe, ayo pergi, rayakan kebahagiaan' bunyi pesan masuk tersebut.

Keisha mengerjap “Hah?” Netranya mencari di mana sosok laki-laki bernama Harsa tersebut berada, ia layangkan pandangannya ke segala arah.

“Hei, di sini” sapa seseorang yang Keisha kenal betul suaranya, Harsa.

Senyum wanita cantik itu mengembang lagi dan lagi saat ia menemukan Harsa di hadapannya membawa sebuket bunga mawar putih kesukaannya.

“Mau yang romantis kan? Nih gua bawain bunga kesukaan lo” Harsa menyerahkan bunga cantik tersebut pada perempuannya-

Perempuannya?

“Hahahahaha kocak banget sih kita” gelak tawa terdengar.

“Jadi.. kita pacaran nih? Sekarang?” tanya Harsa dengan sedikit keraguan dalam suaranya.

Sang perempuan mengangguk cepat “Iyaa!”

“Mau dirayain gak?” tanya Harsa dengan senyum kecilnya kala ia beri tanya tersebut.

“Mau! Mauu!” Keisha menjawab tak sabaran.

“Sebentar, aku izin Bunda dulu.. soalnya anak manisnya mau aku culik”

Detik selanjutnya gelak tawa kembali terdengar, merayakan kebahagiaan dua insan, Harsa – Keisha.

Jadi ini rasanya mendekap rasa dalam kama?

Dinner

Setelah malam di mana Harsa menginap di rumah Keisha, hubungan antara Harsa dan keluarga Keisha semakin akrab. Ayah dan Bunda, menerima Harsa dengan senang hati.

Seperti saat ini, mereka duduk dalam satu meja yang sama. Selagi menunggu pesanan datang, seperti biasa keberadaan Harsa di antara mereka selalu mengundang canda tawa.

Tak lama kemudian, makanan datang. Mereka memakan dengan tenang, sesekali diisi dengan obrolangan ringan.

“Waaaah, akhirnya kalian lulus juga ya!” seru bunda penuh semangat.

“Iyaa Bun, akhirnya bebas dari tugas kuliah hehehe” jawab Harsa dengan tawa renyahnya.

“Oiya sa, kamu abis ini mau gimana? Cari kerja atau lanjut s2? tanya ayah.

“Kerja yah, lanjutin perusahaan papa. Magang dulu sih hehehe” jelas Harsa.

“Ooo.. begitu, papamu ada? Kenalin dong sama ayah kali aja cocok” ujar ayah.

“Papa gak di Indo yah, ada di Chicago” Ayah mengangguk sebagai balasan.

“Wah.. berarti mama kamu juga di Chicago ya?” Ceplos bunda tak mengerti. Keisha menegakkan badannya melihat Harsa.

Harsa tersenyum, menjelaskan dengan tenang “Engga bun, Mama Harsa udah lama meninggal”

Hening.

Bunda sama Ayah kaget, gak tau akan hal ini.

“Maaf Harsa, bunda gak tau sama sekali, maaf ya.. maaf banget” mohon bunda pada Harsa.

“Gapapa bun” jawab Harsa sambil tersenyum.

“EH AYAHH KATANYA TADI MAU KASIH AKU KADO? MANAA? AKU NUNGGU NIH” Seru Keisha pada ayah.

Sebenarnya mah buat ngalihin topik.

“Eh oiyaa, bentar” ayah merogoh saku celananya mengambil sesuatu.

“Ini.. kado kamu” terlihat kotak kecil persegi panjang

“Apaan nih?” Keisha membuka kotak itu, isinya kunci.

Bukan, bukan kunci mobil, bentuknya mirip kunci rumah.

“Ini kunci apa?” Raut wajah Keisha berubah, bingung.

“Dibawahnya ada alamat, besok kamu cari aja alamatnya, nanti kamu tau kado kamu apa” jawab ayah.

Keisha masih bingung, tapi tetep seneng.

Selanjutnya mereka nerusin obrolan sampai malam, lalu pulang ke rumah masing-masing.