hirunkith

Mobil Baskara berhenti di depan gedung setinggi 8 lantai, apartmentnya

“Mau ngapain lo bawa gue ke apartment Brize menelusuri sekitarnya sambil mengangkat alis bingung, “lo mau ngajak ons ya? Anjing, Bas gue emang lagi berantem tapi ga main ons juga kal-”

“Pemandangan rooftop disini bagus” lelaki berambut coklat itu memutar matanya jengah, “gue bukan cowok brengsek kok Ze, tenang aja”

Brize mengendikan bahu acuh “gaada yang tau pikiran manusia”

Baskara menggeleng, memilih melangkahkan kakinya masuk ke lift dan langsung memencet tombol lantai paling tinggi.

“Lo kenapa ngajak gue kesini?” tanya Brize

“Kan gue udah bilang ke lo, pemandangan rooftop disini bagus” Brize menatap malas lawan bicaranya yang sedang mengetuk – ngetuk kotak rokok

“Ya kali lo ngajak gue cuma buat bengong liatin langit” ia mendekatkan diri ke Baskara, “lagi ada masalah ya?”

Si tinggi mengangguk, “kenapa? Gue ganggu waktu lo?”

keduanya melangkah keluar dari lift, “engga sih, malah bagus lo ngajak jalan. Biar gue ga nangisin pacar gue” mereka tertawa

Malam itu rooftop kosong, tak ada orang selain Baskara dan Brize. Tapi tak apa, mereka tidak terlalu suka keramaian

“Adem banget, ga kaya Bekask” Baskara tersenyum lebar

“Sini Ze” katanya sambil menepuk tempat kosong disebelahnya “gue suka lari kesini, kalau gue lagi banyak pikiran. Soalnya dirumah rame”

“Lo ga pernah cerita ke temen temen lo?”

Baskara berfikir sebentar, “enggak” katanya, “gue biasa nyelesein masalah sendiri”

Pundak tegap itu dipukul pelan, “sok jago, sini cerita ke gue” Baskara tertawa lagi

“Tapi ini klise banget sumpah. Males gue diketawain sama lo”

Brize mendecak, “kagak bakal, cepet cerita”

Baskara mengulum bibirnya sebelum bicara, “gue suka sama cewek”

“Jangan komen dulu” katanya saat melihat Brize akan memotong ceritanya

“Cantik banget. Namanya Sagita” lanjutnya

“Gue pertama kali liat dia pas gue lagi tanding bola di cup sekolah SMAN 71” ia tersenyum kecil “sayang aja sih, dia sukanya sama temen gue”

“Temen lo suka juga sama dia?”

Baskara mengangguk

“Terus, hubungan lo sama temen lo gimana sekarang? Berantem?”

Baskara menggeleng

suara decihan terdengar, “aneh” Brize merebahkan dirinya di lantai rooftop

“Lo bakal ngalah sama dia Bas?”

Baskara menengok ke belakang, “gatau juga” ia merebahkan diri disebelah Brize

“Gue kesini karena gue ngerasa bego. Udah tau Gita demennya sama Nathan, gue masih aja ngejar”

Brize mengangguk, membalik badannya ke samping dan menatap Baskara disebelahnya “lo emang bego banget sih Bas”

Keduanya tertawa keras, “sialan” Baskara balik menatap perempuan yang baru ia temui dua hari lalu, “lo juga gaada bedanya tau Ze sama gue”

“Jangan mulai deh lo Bas” mereka lanjut tertawa

Hening sejenak, keduanya sibuk memperhatikan bentuk wajah remaja di depannya

“Ze” panggil Baskara setelah 2 menit terdiam

“Iya?”

Baskara mendekat, “ciuman yuk” bisiknya

Mobil Baskara berhenti di depan gedung setinggi 8 lantai, apartmentnya

“Mau ngapain lo bawa gue ke apartment” Brize menelusuri sekitarnya sambil mengangkat alis bingung, “lo mau ngajak ons ya? Anjing, Bas gue emang lagi berantem tapi ga main ons juga kal-”

“Pemandangan rooftop disini bagus” lelaki berambut coklat itu memutar matanya jengah, “gue bukan cowok brengsek kok Ze, tenang aja”

Brize mengendikan bahu acuh “gaada yang tau pikiran manusia”

Baskara menggeleng, memilih melangkahkan kakinya masuk ke lift dan langsung memencet tombol lantai paling tinggi.

“Lo kenapa ngajak gue kesini?” tanya Brize

“Kan gue udah bilang ke lo, pemandangan rooftop disini bagus” Brize menatap malas lawan bicaranya yang sedang mengetuk – ngetuk kotak rokok

“Ya kali lo ngajak gue cuma buat bengong liatin langit” ia mendekatkan diri ke Baskara, “lagi ada masalah ya?”

Si tinggi mengangguk, “kenapa? Gue ganggu waktu lo?”

keduanya melangkah keluar dari lift, “engga sih, malah bagus lo ngajak jalan. Biar gue ga nangisin pacar gue” mereka tertawa

Malam itu rooftop kosong, tak ada orang selain Baskara dan Brize. Tapi tak apa, mereka tidak terlalu suka keramaian

“Adem banget, ga kaya Bekask” Baskara tersenyum lebar

“Sini Ze” katanya sambil menepuk tempat kosong disebelahnya “gue suka lari kesini, kalau gue lagi banyak pikiran. Soalnya dirumah rame”

“Lo ga pernah cerita ke temen temen lo?”

Baskara berfikir sebentar, “enggak” katanya, “gue biasa nyelesein masalah sendiri”

Pundak tegap itu dipukul pelan, “sok jago, sini cerita ke gue” Baskara tertawa lagi

“Tapi ini klise banget sumpah. Males gue diketawain sama lo”

Brize mendecak, “kagak bakal, cepet cerita”

Baskara mengulum bibirnya sebelum bicara, “gue suka sama cewek”

“Jangan komen dulu” katanya saat melihat Brize akan memotong ceritanya

“Cantik banget. Namanya Sagita” lanjutnya

“Gue pertama kali liat dia pas gue lagi tanding bola di cup sekolah SMAN 71” ia tersenyum kecil “sayang aja sih, dia sukanya sama temen gue”

“Temen lo suka juga sama dia?”

Baskara mengangguk

“Terus, hubungan lo sama temen lo gimana sekarang? Berantem?”

Baskara menggeleng

suara decihan terdengar, “aneh” Brize merebahkan dirinya di lantai rooftop

“Lo bakal ngalah sama dia Bas?”

Baskara menengok ke belakang, “gatau juga” ia merebahkan diri disebelah Brize

“Gue kesini karena gue ngerasa bego. Udah tau Gita demennya sama Nathan, gue masih aja ngejar”

Brize mengangguk, membalik badannya ke samping dan menatap Baskara disebelahnya “lo emang bego banget sih Bas”

Keduanya tertawa keras, “sialan” Baskara balik menatap perempuan yang baru ia temui dua hari lalu, “lo juga gaada bedanya tau Ze sama gue”

“Jangan mulai deh lo Bas” mereka lanjut tertawa

Hening sejenak, keduanya sibuk memperhatikan bentuk wajah remaja di depannya

“Ze” panggil Baskara setelah 2 menit terdiam

“Iya?”

Baskara mendekat, “ciuman yuk” bisiknya

Gadis dengan rambut sebahu itu turun dari audi merah miliknya. Berkaca sebentar di spion mobil dan membenarkan beberapa helai rambut yang berantakan, lalu melangkah masuk kedalam cafè dengan interior minimalis yang didominasi warna putih

“Hai! Maaf ganggung, aku kesini nyari mas Alan. BTW kenalin, aku Brizella. Yang bakal part time disini”

Lelaki berkaos hitam itu hanya melirik singkat dari balik meja kasir, mengabaikan uluran tangan gadis dihadapannya

Menelan ludah gugup, Brize menarik kembali uluran tangan yang tak dibalas, “mas Alannya ga ada ya?” ia menelusuri sekitar, mencoba mencari keberadaan bossnya

“Di pantry Brize langsung mengangguk, menggumamkan kata terimakasih dan berjalan ke arah kanan cafè

Pantry ada di sebelah kiri” langkahnya terhenti. Berbalik sambil tersenyum canggung “makasih” katanya sambil berlari kecil

Kakinya melangkah masuk ke dalam pantry sambil melongok kesana kemari mencari eksistensi pria berkepala tiga yang kemarin ia temui.

“Loh, Brize?” Alan tersenyum, “pagi banget datengnya, emangnya kamu ga dikasi tau kalau briefing mulai jam sebelas?”

Brize menyiritkan alis, “engga mas, aku cuma disuruh kesini doang” Alan mengangguk paham

“Yaudah, mumpung udah disini pake aja itu apronnya. Saya mau ngajarin cara bikin cake katanya sambil menunjuk apron yang digantung di belakang pintu

Brize langsung memakai apron dengan semangat, tak lupa mengikat rambutnya menjadi satu agar tidak mengganggu saat memasak

“Oh iya mas, cowok yang di depan kasir itu siapa?” tanya Brize sambil mengayak tepung terigu yang akan digunakan

Alan menengok ke arah Brize, “cowok depan kasir?”

Gadis berkuncir satu itu mengangguk, “iya, yang mirip bule” suara tawa Alan terdengar

“Kenapa kok mendadak nanya gitu? Suka?”

“ENGGAK” Brize membelakan matanya saat mendengar suara tawa Alan semakin keras

“Kalau suka mah bilang aja Brize, gausah malu malu gitu” Alan menggeleng. Tangannya bergerak mencampur tepung ke dalam campuran telur dan susu yang tadi ia kocok “Yang tadi dikasir itu namanya Baskara”

Suara bantingan talenan ke meja besi terdengar “HAH? BASKARA? YANG BARUSAN DI KASIR ITU BASKARA?”

“Brize saya tau Baskara gantengnya ga rasional, tapi tolong jangan teriak kayak gitu. Ntar saya dikira lagi melakukan aksi tidak senonoh sama pengunjung” kata Alan sambil mengusap tengkuknya kikuk

Gadis dengan rambut sebahu itu turun dari audi merah miliknya. Berkaca sebentar di spion mobil dan membenarkan beberapa helai rambut yang berantakan, lalu melangkah masuk kedalam cafè dengan interior minimalis yang didominasi warna putih

“Hai! Maaf ganggung, aku kesini nyari mas Alan. BTW kenalin, aku Brizella. Yang bakal part time disini”

Lelaki berkaos hitam itu hanya melirik singkat dari balik meja kasir, mengabaikan uluran tangan gadis dihadapannya

Menelan ludah gugup, Brize menarik kembali uluran tangan yang tak dibalas, “mas Alannya ga ada ya?” ia menelusuri sekitar, mencoba mencari keberadaan bossnya

“Di pantry Brize langsung mengangguk, menggumamkan kata terimakasih dan berjalan ke arah kanan cafè

Pantry ada di sebelah kiri” langkahnya terhenti. Berbalik sambil tersenyum canggung “makasih” katanya sambil berlari kecil

Kakinya melangkah masuk ke dalam pantry sambil melongok kesana kemari mencari eksistensi pria berkepala tiga yang kemarin ia temui.

“Loh, Brize?” Alan tersenyum, “pagi banget datengnya, emangnya kamu ga dikasi tau kalau briefing mulai jam sebelas?”

Brize menyiritkan alis, “engga mas, aku cuma disuruh kesini doang” Alan mengangguk paham

“Yaudah, mumpung udah disini pake aja itu apronnya. Saya mau ngajarin cara bikin cake katanya sambil menunjuk apron yang digantung di belakang pintu

Brize langsung memakai apron dengan semangat, tak lupa mengikat rambutnya menjadi satu agar tidak mengganggu saat memasak

“Oh iya mas, cowok yang di depan kasir itu siapa?” tanya Brize sambil mengayak tepung terigu yang akan digunakan

Alan menengok ke arah Brize, “cowok depan kasir?”

Gadis berkuncir satu itu mengangguk, “iya, yang mirip bule” suara tawa Alan terdengar

“Kenapa kok mendadak nanya gitu? Suka?”

“ENGGAK” Brize membelakan matanya saat mendengar suara tawa Alan semakin keras

“Kalau suka mah bilang aja Brize, gausah malu malu gitu” Alan menggeleng. Tangannya bergerak mencampur tepung ke dalam campuran telur dan susu yang tadi ia kocok “Yang tadi dikasir itu namanya Baskara”

Suara bantingan talenan ke meja besi terdengar “HAH? BASKARA? YANG BARUSAN DI KASIR ITU BASKARA?”

“Brize saya tau Baskara gantengnya ga rasional, tapi tolong jangan teriak kayak gitu. Ntar saya dikira lagi melakukan aksi tidak senonoh sama pengunjung” kata Alan sambil mengusap tengkuknya kikuk

Gadis dengan rambut sebahu itu turun dari audi merah kepunyaannya. Berkaca sebentar di spion mobil dan membenarkan beberapa helai rambut yang berantakan, lalu melangkah masuk kedalam cafè dengan interior minimalis yang didominasi warna putih

“Hai! Maaf ganggung, aku kesini nyari mas Alan. BTW kenalin, aku Brizella. Yang bakal magang disini”

Lelaki berkaos hitam itu hanya melirik singkat dari balik meja kasir, mengabaikan uluran tangan gadis dihadapannya

Menelan ludah gugup, Brize menarik kembali uluran tangan yang tak dibalas, “mas Alannya ga ada ya?” ia menelusuri sekitar, mencoba mencari keberadaan bossnya

“Di pantry Brize langsung mengangguk, menggumamkan kata terimakasih dan berjalan ke arah kanan cafè

Pantry ada di sebelah kiri” langkahnya terhenti. Berbalik sambil tersenyum canggung “makasih” katanya sambil berlari kecil

Kakinya melangkah masuk ke dalam pantry sambil melongok kesana kemari mencari eksistensi pria berkepala tiga yang kemarin ia temui.

“Loh, Brize?” Alan tersenyum, “pagi banget datengnya, emang Baskara ga ngomong kalau briefing mulai jam sebelas?”

Brize menyiritkan alis, “ga ngomong, cuma nyuruh kesini doang” Alan mengangguk paham

“Yaudah, mumpung udah disini pake aja itu apronnya. Saya mau ngajarin cara bikin cake

Brize langsung memakai apron dengan semangat, tak lupa mengikat rambutnya menjadi satu agar tidak mengganggu saat memasak

“Oh iya mas, cowok yang di depan kasir itu siapa?” tanya Brize sambil mengayak tepung terigu yang akan digunakan

Alan menengok ke arah Brize, “cowok depan kasir?”

Gadis berkuncir satu itu mengangguk, “iya, yang mirip bule” suara tawa Alan terdengar

“Kenapa kok mendadak nanya gitu? Suka?”

“ENGGAK” Brize membelakan matanya saat mendengar suara tawa Alan semakin keras

“Kalau suka mah bilang aja Brize, gausah malu malu gitu” Alan menggeleng. Tangannya bergerak mencampur tepung ke dalam campuran telur dan susu yang tadi ia kocok “Yang tadi dikasir itu namanya Baskara”

Suara bantingan talenan ke meja besi terdengar “HAH? BASKARA? YANG BARUSAN DI KASIR ITU BASKARA?”

“Brize saya tau Baskara gantengnya ga rasional, tapi tolong jangan teriak kayak gitu. Ntar saya dikira lagi melakukan aksi tidak senonoh sama pengunjung” kata Alan sambil mengusap tengkuknya kikuk

Kedua remaja berbeda tinggi itu melangkah masuk cafè dengan interior minimalis, namun nyaman

“Sore mas Alan” sapa Baskara kepada barista di belakang sana

Gita membelakan matanya. Kaget

“Sore Bas. Datengnya cepet banget” balas Alan sambil menyuci tangannya, “Cewekmu itu?”

“Bukan” jawab Gita sambil tertawa canggung, “gue cari tempat duduk dulu ya Bas” dan berlari ke pojok cafè. Tempat favorit Gita untuk melamun

Tak lama, terasa sosok lain duduk disebelahnya. Membuat Gita memasang wajah bingung

Baskara tertawa pelan, “Gue part time di Aruna. Tiap kamis sampe minggu mulai jam 6 kurang”

Mengangguk paham, Gita lanjut memakan kue red velvet yang barusan ia beli

Remaja dengan rambut yang disembunyikan beanie itu menopang dagunya. Memilih tak bersuara dan memperhatikan teman mainnya selama beberapa hari ini, Gita.

Gita berhenti mengunyah, menatap horor Baskara yang sedang senyum senyum sendiri “ngapa sih? Tipes lo?” lalu mengendikan bahu ngeri diiringi tawa keras Baskara

“Sembarangan” kata Baskara diselang tawa nya, “lu bilang tadi mau cerita tentang temen lo tadi”

Oh iya gumam Gita sambil menyeruput iced americano kesukaannya

“Ini cerita panjang terus clichè banget. Jangan ngejek ya lo Bas” Gita memberi peringatan sambil mengacungkan telunjuk

Mendapat anggukan dari Baskara, Gita menghela nafas lalu menggaruk tengkuknya canggung

“Mulai dari mana ya” katanya sambil berfikir

“Oh, dari sini” Gita berdeham, bersiap memulai cerita asal usul ia bisa bermusuhan dengan teman – teman nya

“Dulu tuh, pas SMP gue temenan bertiga. Gue, Metta, sama Jasper. Mantannya Metta” Gita bercerita sambil menatap Baskara, yang sibuk mendengar celotehannya sambil mengangguk-angguk

“Gue sama Metta emang deket dari SD, secara nyokap kita temenan. Terus SMP ketemu Jasper dan cocok sama kita berdua, yaudah temenan deh bertiga”

“Pas kelas 8, Jasper nembak Metta. Ya gitu lah terus pacaran kan. Nah itu kita masih sahabatan bertiga, sampe Jasper ngajak gue ketemuan disini. Di Aruna, pas jam 8 malem”

“Pas itu gue ditelfon sama Jasper. Suaranya kek mau nangis gitu gue khawatir dong. Gue coba nelfon Metta tapi hp dia gak aktif, yaudah gue samperin Jasper ke Aruna”

“Sampe sana gue langsung dipeluk. Ya namanya juga sahabat, gue bales lah. Ternyata pas itu, Jasper sama Metta lagi berantem. Nah pas Jasper lagi nangis meluk meluk gue, Metta tiba tiba muncul. Gatau darimana”

Baskara tertawa kecil, “abis itu Metta sama Jasper putus?”

Gita mendengus, “tuh tau”

“Tapi disitu gue belom musuhan sama Metta. Soalnya kek, ya dia ngerti lah posisinya kan gue sahabat Jasper gitu. Nah sampe SMA kita masih temenan”

“Di SMA kita ketemu Jasmine sama Jane. Anaknya berdua baik banget terus kek klop aja gitu kan sama gue dan Metta. Yaudah temenan deh tuh”

“Terus kejadian yang sama terulang” Baskara terbahak keras

“Ini gila ya cewek masalahnya muter-muter disitu doang” katanya sambil terus tertawa

Gita mencibir malas, “ya lo kek gatau cewek aja”

Si tinggi mengangguk, “Terus?”

“Terus si Jasmine ada cowok, namanya Samuel, anak cowok kelas gue. Sebangku”

“Pas mensiv ke 4 Sam ngajak gue nyari kado buat Jasmine, soalnya kan badan kita agak sama yak. Dibawa gue ke Zara”

“Eh gataunye, Jasmine disono lagi belanja ama emaknya. Disangka selingkuh kan si Samuel, terus gue dibilang main dibelakang Jas. Yaudah deh, berantem ampe sekarang”

Gita menghela nafas “mereka tuh ngatainnya gak yang frontal kayak 'lonte loo' kagak. Nyindir doang tapi ya nyerempet. Semacem ngomong 'lonte lo' tapi 'lon' nya di sensor”

Baskara mengangguk paham, “permisi ya Git” katanya sambil membawa Gita kedalam pelukannya “yang tau lo di gituin siapa aja?”

**“Baru

Siang itu gelanggang dipenuhi murid – murid dari 2 sekolah yang hari ini bertanding

Melihat mereka dikelilingi orang asing membuat Gita refleks merapatkan dirinya ke Nathan

Peka terhadap keadaan sekitar, remaja dengan rambut dikuncir itu mengeratkan pegangan tangan mereka, “bentar ya. Kita duduk disitu tuh, deket temen – temennya Dewa” katanya sambil tersenyum

Riuh teriakan semakin menjadi saat mereka sudah duduk di tempat yang disiapkan oleh Dewa. Terlihat masing – tim mulai memasuki lapangan. Suara dari komentator pertandingan hari ini juga mulai terdengar

“Dewa keren ya, bisa bongsor banget gitu. Padahal masih SMP” kata Gita sambil menunjuk Dewa yang sedang bersiap di lapangan sana, “tipe gue banget tau, Nath” ia tersenyum semangat

Nathan menyiritkan alis, memilih mengabaikan perkataan Gita barusan dan memperhatikan cara perempuan disebelahnya berteriak menyemangati tim basket adiknya

“Serius suka banget ya sama Dewa?” sebelah alis Gita naik mendengar pertanyaan Nathan, “teriakan Tania aja kalah keras kayaknya sama lu” katanya sambil menunjuk Tania di ujung tribun yang sedang bertepuk tangan menyemangati sang kekasih

“Emangnya kenapa kalau teriak keras? Cemburu ya sama Dewa gue teriakin?” Gita mencibir sinis, “lagian kan kita ga pacaran Nath. Terus Dewa juga kan adek lo. Ga logis banget sih cemburu sama adek sendiri”

Lelaki di hadapan Gita pura – pura mengangguk paham “Jadi kalau belom pacaran gaboleh cemburu ya Git”

Gita menoleh ke arah Nathan canggung, “y-ya menurut lo aja sih, prespektif orang kan beda-beda” katanya sambil memainkan rambutnya yang dikuncir satu

“Yaudah kalo gitu gimana kalau kita pacaran aj-

GOAL!! Asikk babak kali ini dimenangkan oleh SMPN 255 dengan skor 16-8. Waduh, semangat ya buat SMP JISC buat mengejar kekalahan di quarter selanjutnya” suara peluit terdengar. Penonton di tribun kanan berdiri dan menyanyikan yel yel penyemangat bagi Dewa dan teman – temannya.

“Bang! Liat ga tadi gue ngethree like a pro? Gokill, anyway itu kak Gita kenapa kok pucet banget? Dehidrasi bang?” cerocos Dewa sambil terus bercerita tentang performa nya tadi di lapangan

Nathan tersenyum paksa, “iya lo jago banget. Gita juga ga kenapa napa kok” ia melirik Gita yang kini mengobrol dengan Tania.

Akan Nathan jadikan pegangan untuk kedepannya. Peraturan nomor satu: jangan tembak cewek pas lomba olahraga

Siang itu gelanggang dipenuhi murid – murid dari 2 sekolah yang hari ini bertanding

Melihat mereka dikelilingi orang asing membuat Gita refleks merapatkan dirinya ke Nathan

Peka terhadap keadaan sekitar, remaja dengan rambut dikuncir itu mengeratkan pegangan tangan mereka, “bentar ya. Kita duduk disitu tuh, deket temen – temennya Dewa” katanya sambil tersenyum

Riuh teriakan semakin menjadi saat mereka sudah duduk di tempat yang disiapkan oleh Dewa. Terlihat masing – tim mulai memasuki lapangan. Suara dari komentator pertandingan hari ini juga mulai terdengar

“Dewa keren ya, bisa bongsor banget gitu. Padahal masih SMP” kata Gita sambil menunjuk Dewa yang sedang bersiap di lapangan sana, “tipe gue banget tau, Nath” ia tersenyum semangat

Nathan menyiritkan alis, memilih mengabaikan perkataan Gita barusan dan memperhatikan cara perempuan disebelahnya berteriak menyemangati tim basket adiknya

“Serius suka banget ya sama Dewa?” sebelah alis Gita naik mendengar pertanyaan Nathan, “teriakan Tania aja kalah keras kayaknya sama lu” katanya sambil menunjuk Tania di ujung tribun yang sedang bertepuk tangan menyemangati sang kekasih

“Emangnya kenapa kalau teriak keras? Cemburu ya sama Dewa gue teriakin?” Gita mencibir sinis, “lagian kan kita ga pacaran Nath. Terus Dewa juga kan adek lo. Ga logis banget sih cemburu sama adek sendiri”

Lelaki di hadapan Gita pura – pura mengangguk paham “Jadi kalau belom pacaran gaboleh cemburu ya Git”

Gita menoleh ke arah Nathan canggung, “y-ya menurut lo aja sih, prespektif orang kan beda-beda” katanya sambil memainkan rambutnya yang dikuncir satu

“Yaudah kalo gitu gimana kalau kita pacaran aj-

GOAL!! Asikk babak kali ini dimenangkan oleh SMPN 255 dengan skor 16-8. Waduh, semangat ya buat SMP JISC buat mengejar kekalahan di quarter selanjutnya” suara peluit terdengar. Penonton di tribun kanan berdiri dan menyanyikan yel yel penyemangat bagi Dewa dan teman – temannya.

“Bang! Liat ga tadi gue ngethree like a pro? Gokill, anyway itu kak Gita kenapa kok pucet banget? Dehidrasi bang?” cerocos Dewa sambil terus bercerita tentang performa nya tadi di lapangan

Nathan tersenyum paksa, “iya lo jago banget. Gita juga ga kenapa napa kok” ia melirik Gita yang kini mengobrol dengan Tania.

Akan Nathan jadikan pegangan untuk kedepannya. Peraturan nomor satu: jangan tembak cewek pas lomba olahraga

Siang itu gelanggang dipenuhi murid – murid dari 2 sekolah yang hari ini bertanding

Melihat mereka dikelilingi orang asing membuat Gita refleks merapatkan dirinya ke Nathan

Peka terhadap keadaan sekitar, remaja dengan rambut dikuncir itu mengeratkan pegangan tangan mereka, “bentar ya. Kita duduk disitu tuh, deket temen – temennya Dewa” katanya sambil tersenyum

Riuh teriakan semakin menjadi saat mereka sudah duduk di tempat yang disiapkan oleh Dewa. Terlihat masing – tim mulai memasuki lapangan. Suara dari komentator pertandingan hari ini juga mulai terdengar

“Dewa keren ya, bisa bongsor banget gitu. Padahal masih SMP” kata Gita sambil menunjuk Dewa yang sedang bersiap di lapangan sana, “tipe gue banget tau, Nath” ia tersenyum semangat

Nathan menyiritkan alis, memilih mengabaikan perkataan Gita barusan dan memperhatikan cara perempuan disebelahnya berteriak menyemangati tim basket adiknya

“Serius suka banget ya sama Dewa?” sebelah alis Gita naik mendengar pertanyaan Nathan, “teriakan Tania aja kalah keras kayaknya sama lu” katanya sambil menunjuk Tania di ujung tribun yang sedang bertepuk tangan menyemangati sang kekasih

“Emangnya kenapa kalau teriak keras? Cemburu ya sama Dewa gue teriakin?” Gita mencibir sinis, “lagian kan kita ga pacaran Nath. Terus Dewa juga kan adek lo. Ga logis banget sih cemburu sama adek sendiri”

Lelaki di hadapan Gita pura – pura mengangguk paham “Jadi kalau belom pacaran gaboleh cemburu ya Git”

Gita menoleh ke arah Nathan canggung, “y-ya menurut lo aja sih, prespektif orang kan beda-beda” katanya sambil memainkan rambutnya yang dikuncir satu

“Yaudah kalo gitu gimana kalau kita pacaran aj-

GOAL!! Asikk babak kali ini dimenangkan oleh SMPN 255 dengan skor 16-8. Waduh, semangat ya buat SMP JISC buat mengejar kekalahan di quarter selanjutnya” suara peluit terdengar. Penonton di tribun kanan berdiri dan menyanyikan yel yel penyemangat bagi Dewa dan teman – temannya.

“Bang! Liat ga tadi gue ngethree like a pro? Gokill, anyway kak Gita kok pucet banget? Kepanasan ya kak?” cerocos Dewa sambil terus bercerita tentang performa nya tadi di lapangan

Nathan tersenyum paksa, “iya lo jago banget. Gita juga ga kenapa napa kok” ia melirik Gita yang kini mengobrol dengan Tania.

Akan Nathan jadikan pegangan untuk kedepannya. Peraturan nomor satu: jangan tembak cewek pas lomba olahraga

Siang itu gelanggang dipenuhi murid – murid dari 2 sekolah yang hari ini bertanding

Melihat mereka dikelilingi orang asing membuat Gita refleks merapatkan dirinya ke Nathan

Peka terhadap keadaan sekitar, remaja dengan rambut dikuncir itu mengeratkan pegangan tangan mereka, “bentar ya. Kita duduk disitu tuh, deket temen – temennya Dewa” katanya sambil tersenyum

Riuh teriakan semakin menjadi saat mereka sudah duduk di tempat yang disiapkan oleh Dewa. Terlihat masing – tim mulai memasuki lapangan. Suara dari komentator pertandingan hari ini juga mulai terdengar

“Dewa keren ya, bisa bongsor banget gitu. Padahal masih SMP” kata Gita sambil menunjuk Dewa yang sedang bersiap di lapangan sana, “tipe gue banget tau, Nath” ia tersenyum semangat

Nathan menyiritkan alis, memilih mengabaikan perkataan Gita barusan dan memperhatikan cara perempuan disebelahnya berteriak menyemangati tim basket adiknya

“Serius suka banget ya sama Dewa?” sebelah alis Gita naik mendengar pertanyaan Nathan, “teriakan Tania aja kalah keras kayaknya sama lu” katanya sambil menunjuk Tania di ujung tribun yang sedang bertepuk tangan menyemangati sang kekasih

“Emangnya kenapa kalau teriak keras? Cemburu ya sama Dewa gue teriakin?” Gita mencibir sinis, “lagian kan kita ga pacaran Nath. Terus Dewa juga kan adek lo. Ga logis banget sih cemburu sama adek sendiri”

Lelaki di hadapan Gita pura – pura mengangguk paham “Jadi kalau belom pacaran gaboleh cemburu ya Git”

Gita menoleh ke arah Nathan canggung, “y-ya menurut lo aja sih, prespektif orang kan beda-beda” katanya sambil memainkan rambutnya yang dikuncir satu

“Yaudah kalo gitu gimana kalau kita pacaran aj-

GOAL!! Asikk babak kali ini dimenangkan oleh SMPN 255 dengan skor 16-8. Waduh, semangat ya buat SMP JISC buat mengejar kekalahan di quarter selanjutnya” suara peluit terdengar. Penonton di tribun kanan berdiri dan menyanyikan yel yel penyemangat bagi Dewa dan teman – temannya.

“Bang! Liat ga tadi gue ngethree like a pro? Gokill, anyway kak Gita kok pucet banget? Kepanasan ya kak?” cerocos Dewa sambil terus bercerita tentang performa nya tadi di lapangan

Nathan tersenyum paksa, “iya gue liat kok lo jago banget tadi di lapangan, congrats ya” ia melirik Gita yang kini mengobrol dengan Tania.

Akan Nathan jadikan pegangan untuk kedepannya. Peraturan nomor satu: jangan tembak cewek pas lomba olahraga