hirunkith

Siang itu gelanggang dipenuhi murid – murid dari 2 sekolah yang hari ini bertanding

Melihat mereka dikelilingi orang asing membuat Gita refleks merapatkan dirinya ke Nathan

Peka terhadap keadaan sekitar, remaja dengan rambut dikuncir itu mengeratkan pegangan tangan mereka, “bentar ya. Kita duduk disitu tuh, deket temen – temennya Dewa” katanya sambil tersenyum

Riuh teriakan semakin menjadi saat mereka sudah duduk di tempat yang disiapkan oleh Dewa. Terlihat masing – tim mulai memasuki lapangan. Suara dari komentator pertandingan hari ini juga mulai terdengar

“Dewa keren ya, bisa bongsor banget gitu. Padahal masih SMP” kata Gita sambil menunjuk Dewa yang sedang bersiap di lapangan sana, “tipe gue banget tau, Nath” ia tersenyum semangat

Nathan menyiritkan alis, memilih mengabaikan perkataan Gita barusan dan memperhatikan cara perempuan disebelahnya berteriak menyemangati tim basket adiknya

“Serius suka banget ya sama Dewa?” sebelah alis Gita naik mendengar pertanyaan Nathan, “teriakan Tania aja kalah keras kayaknya sama lu” katanya sambil menunjuk Tania di ujung tribun yang sedang bertepuk tangan menyemangati sang kekasih

“Emangnya kenapa kalau teriak keras? Cemburu ya sama Dewa gue teriakin?” Gita mencibir sinis, “lagian kan kita ga pacaran Nath. Terus Dewa juga kan adek lo. Ga logis banget sih cemburu sama adek sendiri”

Lelaki di hadapan Gita pura – pura mengangguk paham “Jadi kalau belom pacaran gaboleh cemburu ya Git”

Gita menoleh ke arah Nathan canggung, “y-ya menurut lo aja sih, prespektif orang kan beda-beda” katanya sambil memainkan rambutnya yang dikuncir satu

“Yaudah kalo gitu gimana kalau kita pacaran aj-”

“GOAL!! Asikk babak kali ini dimenangkan oleh SMPN 255 dengan skor 16-8. Waduh, semangat ya buat SMP JISC buat mengejar kekalahan di quarter selanjutnya” suara peluit terdengar. Penonton di tribun kanan berdiri dan menyanyikan yel yel penyemangat bagi Dewa dan teman – temannya.

“Bang! Liat ga tadi gue ngethree like a pro? Gokill, anyway kak Gita kok pucet banget? Kepanasan ya kak?” cerocos Dewa sambil terus bercerita tentang performa nya tadi di lapangan

Nathan tersenyum paksa, “iya gue liat kok lo jago banget tadi di lapangan, congrats ya” ia melirik Gita yang kini mengobrol dengan Tania.

Akan Nathan jadikan pegangan untuk kedepannya. Peraturan nomor satu: jangan tembak cewek pas lomba olahraga

Siang itu gelanggang dipenuhi murid – murid dari 2 sekolah yang hari ini bertanding

Melihat mereka dikelilingi orang asing membuat Gita refleks merapatkan dirinya ke Nathan

Peka terhadap keadaan sekitar, remaja dengan rambut dikuncir itu mengeratkan pegangan tangan mereka, “bentar ya. Kita duduk disitu tuh, deket temen – temennya Dewa” katanya sambil tersenyum

Riuh teriakan semakin menjadi saat mereka sudah duduk di tempat yang disiapkan oleh Dewa. Terlihat masing – tim mulai memasuki lapangan. Suara dari komentator pertandingan hari ini juga mulai terdengar

“Dewa keren ya, bisa bongsor banget gitu. Padahal masih SMP” kata Gita sambil menunjuk Dewa yang sedang bersiap di lapangan sana, “tipe gue banget tau, Nath” ia tersenyum semangat

Nathan menyiritkan alis, memilih mengabaikan perkataan Gita barusan dan memperhatikan cara perempuan disebelahnya berteriak menyemangati tim basket adiknya

“Serius suka banget ya sama Dewa?” sebelah alis Gita naik mendengar pertanyaan Nathan, “teriakan Tania aja kalah keras kayaknya sama lu” katanya sambil menunjuk Tania di ujung tribun yang sedang bertepuk tangan menyemangati sang kekasih

“Emangnya kenapa kalau teriak keras? Cemburu ya sama Dewa gue teriakin?” Gita mencibir sinis, “lagian kan kita ga pacaran Nath. Terus Dewa juga kan adek lo. Ga logis banget sih cemburu sama adek sendiri”

Lelaki di hadapan Gita pura – pura mengangguk paham “Jadi kalau belom pacaran gaboleh cemburu ya Git”

Gita menoleh ke arah Nathan canggung, “y-ya menurut lo aja sih, prespektif orang kan beda-beda” katanya sambil memainkan rambutnya yang dikuncir satu

“Yaudah kalo gitu gimana kalau kita pacaran aj-”

*“GOAL!! Asikk babak kali ini dimenangkan oleh SMPN 255 dengan skor 16-8. Waduh, semangat ya buat SMP JISC buat mengejar kekalahan di quarter selanjutnya” suara peluit terdengar. Penonton di tribun kanan berdiri dan menyanyikan yel yel penyemangat bagi Dewa dan teman – temannya.

“Bang! Liat ga tadi gue ngethree like a pro? Gokill, anyway kak Gita kok pucet banget? Kepanasan ya kak?” cerocos Dewa sambil terus bercerita tentang performa nya tadi di lapangan

Nathan tersenyum paksa, “iya gue liat kok lo jago banget tadi di lapangan, congrats ya” ia melirik Gita yang kini mengobrol dengan Tania.

Akan Nathan jadikan pegangan untuk kedepannya. Peraturan nomor satu: jangan tembak cewek pas lomba olahraga

Siang itu gelanggang dipenuhi murid – murid dari 2 sekolah yang hari ini bertanding

Melihat mereka dikelilingi orang asing membuat Gita merapatkan dirinya ke Nathan

Peka terhadap keadaan sekitar, remaja dengan rambut dikuncir itu mengeratkan pegangan tangan mereka, “bentar ya. Kita duduk disitu tuh, deket temen – temennya Dewa” katanya sambil tersenyum

Riuh teriakan semakin menjadi saat mereka sudah duduk di tempat yang disiapkan oleh Dewa. Terlihat masing – tim mulai memasuki lapangan. Suara dari komentator pertandingan hari ini juga mulai terdengar

“Dewa keren ya, bisa bongsor banget gitu. Padahal masih SMP” kata Gita sambil menunjuk Dewa yang sedang bersiap di lapangan sana, “tipe gue banget tau, Nath” ia tersenyum semangat

Nathan menyiritkan alis, memilih mengabaikan perkataan Gita barusan dan memperhatikan cara perempuan disebelahnya berteriak menyemangati tim basket adiknya

“Serius suka banget ya sama Dewa?” sebelah alis Gita naik mendengar pertanyaan Nathan, “teriakan Tania aja kalah keras kayaknya sama lu” katanya sambil menunjuk tania di ujung tribun yang sedang bertepuk tangan menyemangati sang kekasih

“Emangnya kenapa kalau teriak keras? Cemburu ya sama Dewa gue teriakin?” Gita mencibir sinis, “lagian kan kita ga pacaran Nath. Terus Dewa juga kan adek lo. Ga logis banget sih cemburu sama adek sendiri”

Lelaki di hadapan Gita pura – pura mengangguk paham “Jadi kalau belom pacaran gaboleh cemburu ya Git”

Gita menoleh ke arah Nathan canggung, “y-ya menurut lo aja sih, prespektif orang kan beda-beda” katanya sambil memainkan rambutnya yang dikuncir satu

“Yaudah kalo gitu gimana kalau kita pacaran aj-”

*“GOAL!! Asikk babak kali ini dimenangkan oleh SMPN 255 dengan skor 16-8. Waduh, semangat ya buat SMP JISC buat mengejar kekalahan di quarter selanjutnya” suara peluit terdengar. Penonton di tribun kanan berdiri dan menyanyikan yel yel penyemangat bagi Dewa dan teman – temannya.

“Bang! Liat ga tadi gue ngethree like a pro? Gokill, anyway kak Gita kok pucet banget? Kepanasan ya kak?” cerocos Dewa sambil terus bercerita tentang performa nya tadi di lapangan

Nathan tersenyum paksa, “iya gue liat kok lo jago banget tadi di lapangan, congrats ya” ia melirik Gita yang kini mengobrol dengan Tania.

Akan Nathan jadikan pelajaran untuk kedepannya, pokoknya gue gabakal sekalipun dateng ke tribun ini lagi

Gita langsung turun dari kamarnya setelah mendapat notifikasi dari aplikasi kalau ojek onlinenya sudah sampai di depan rumah

Ia berdiam diri sebentar di depan kaca ruang tamu. Menghela nafas, menyakinkan diri kalau sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menangis.

“Mbak Sagita?” supir ojeknya memastikan

Gita mengangguk sambil sibuk memasukan kunci rumah ke dalam tote bag yang biasa ia pakai, “cepetan yuk pak saya buru – buru nih”

Remaja dengan tinggi 159 sentimeter itu mendongak, memastikan bahwa supir ojek didepannya ini sama dengan foto profilnya di aplikasi.

Ia menepuk pundak lelaki dengan postur tubuh tegap dihadapannya, “pak? Helmnya- NATHAN?”

“Hehe, halo mbak Gita. Sesuai aplikasi kan tujuannya?”

Kedua remaja berbeda tinggi itu melangkah masuk cafè dengan interior minimalis, namun nyaman

“Sore mas Alan” sapa Baskara kepada barista di belakang sana

Gita membelakan matanya. Kaget

“Sore Bas. Datengnya cepet banget” balas Alan sambil menyuci tangannya, “Cewekmu itu?”

“Bukan” jawab Gita sambil tertawa canggung, “gue cari tempat duduk dulu ya Bas” dan berlari ke pojok cafè. Tempat favorit Gita untuk melamun

Tak lama, terasa sosok lain duduk disebelahnya. Membuat Gita memasang wajah bingung

Baskara tertawa pelan, “Gue part time di Aruna. Tiap kamis sampe minggu mulai jam 6 kurang”

Mengangguk paham, Gita lanjut memakan kue red velvet yang barusan ia beli

Remaja dengan rambut yang disembunyikan beanie itu menopang dagunya. Memilih tak bersuara dan memperhatikan teman mainnya selama beberapa hari ini, Gita.

Gita berhenti mengunyah, menatap horor Baskara yang sedang senyum senyum sendiri “ngapa sih? Tipes lo?” lalu mengendikan bahu ngeri diiringi tawa keras Baskara

“Sembarangan” kata Baskara diselang tawa nya, “lu bilang tadi mau cerita tentang temen lo tadi”

Oh iya gumam Gita sambil menyeruput iced americano kesukaannya

“Ini cerita panjang terus clichè banget. Jangan ngejek ya lo Bas” Gita memberi peringatan sambil mengacungkan telunjuk

Mendapat anggukan dari Baskara, Gita menghela nafas lalu menggaruk tengkuknya canggung

“Mulai dari mana ya” katanya sambil berfikir

“Oh, dari sini” Gita berdeham, bersiap memulai cerita asal usul ia bisa bermusuhan dengan teman – teman nya

“Dulu tuh, pas SMP gue temenan bertiga. Gue, Metta, sama Jasper. Mantannya Metta” Gita bercerita sambil menatap Baskara, yang sibuk mendengar celotehannya sambil mengangguk-angguk

“Gue sama Metta emang deket dari SD, secara nyokap kita temenan. Terus SMP ketemu Jasper dan cocok sama kita berdua, yaudah temenan deh bertiga”

“Pas kelas 8, Jasper nembak Metta. Ya gitu lah terus pacaran kan. Nah itu kita masih sahabatan bertiga, sampe Jasper ngajak gue ketemuan disini. Di Aruna, pas jam 8 malem”

“Pas itu gue ditelfon sama Jasper. Suaranya kek mau nangis gitu gue khawatir dong. Gue coba nelfon Metta tapi hp dia gak aktif, yaudah gue samperin Jasper ke Aruna”

“Sampe sana gue langsung dipeluk. Ya namanya juga sahabat, gue bales lah. Ternyata pas itu, Jasper sama Metta lagi berantem. Nah pas Jasper lagi nangis meluk meluk gue, Metta tiba tiba muncul. Gatau darimana”

Baskara tertawa kecil, “abis itu Metta sama Jasper putus?”

Gita mendengus, “tuh tau”

“Tapi disitu gue belom musuhan sama Metta. Soalnya kek, ya dia ngerti lah posisinya kan gue sahabat Jasper gitu. Nah sampe SMA kita masih temenan”

“Di SMA kita ketemu Jasmine sama Jane. Anaknya berdua baik banget terus kek klop aja gitu kan sama gue dan Metta. Yaudah temenan deh tuh”

“Terus kejadian yang sama terulang” Baskara terbahak keras

“Ini gila ya cewek masalahnya muter-muter disitu doang” katanya sambil terus tertawa

Gita mencibir malas, “ya lo kek gatau cewek aja”

Si tinggi mengangguk, “Terus?”

“Terus si Jasmine ada cowok, namanya Samuel, anak cowok kelas gue. Sebangku”

“Pas mensiv ke 4 Sam ngajak gue nyari kado buat Jasmine, soalnya kan badan kita agak sama yak. Dibawa gue ke Zara”

“Eh gataunye, Jasmine disono lagi belanja ama emaknya. Disangka selingkuh kan si Samuel, terus gue dibilang main dibelakang Jas. Yaudah deh, berantem ampe sekarang”

Gita menghela nafas “mereka tuh ngatainnya gak yang frontal kayak 'lonte loo' kagak. Nyindir doang tapi ya nyerempet. Semacem ngomong 'lonte lo' tapi 'lon' nya di sensor”

Baskara mengangguk paham, “permisi ya Git” katanya sambil membawa Gita kedalam pelukannya “yang tau lo di gituin siapa aja?”

“Baru lo doang” suara Gita teredam pelukannya dan Baskara, “sama Laura”

Lagi-lagi Baskara mengangguk “lain kali, jangan suka mendem masalah sendiri. Ntar lo bisa gila tau Git” pucuk kepala Gita diusap pelan

“Kan sirkel lo kek tai, bikin lo ga nyaman, bikin lo dijauhin sama orang. Mending gausah kontak lagi. Gausah ngomong, gausah ngechat, blokir aja semua sosmednya. Demi kebaikan mental lo sendiri, Gita” lanjutnya

Gita terdiam. Memikirkan semua saran Baskara yang sebenarnya sudah lama mau ia lakukan. Mungkin memang sudah saatnya ia melakukannya

“Makasih ya Bas, gue beruntung punya temen kayak lo” Gita melepaskan pelukan mereka. Meraih dompet di tas nya dan bangkit berdiri.

“Udah mau jam enam” katanya, “gue balik aja, Bas”

“Mau gue anter? Gue bisa kok minta waktu bentar ke mas Alan” tawar Baskara

Gita menggeleng, menolak, “Ga deh, biar gue pesen gojek. Lo keseringan gue repotin” Mereka tertawa

“Ati-ati ya Gita” kata Baskara sambil tersenyum, yang hanya dibalas anggukan dari yang lain

Baskara melangkah ke pantry memakai celemek yang biasa digunakan oleh barista cafè

one sided love ya, Bas?” suara lain terdengar di pendengaran Baskara. Berasal dari seorang perempuan dengan rambut dikuncir satu yang sedang bersandar di meja dapur.

Baskara tertawa miris, “bacot lo ze” lanjut menghela nafas berat

Kedua remaja sepantaran umur namun beda tinggi itu melangkah masuk cafè dengan interior minimalis, namun nyaman

“Sore mas Alan” sapa Baskara kepada barista di belakang sana

Gita membelakan matanya. Kaget

“Sore Bas. Datengnya cepet banget” balas Alan sambil menyuci tangannya, “Cewekmu itu?”

“Bukan” jawab Gita sambil tertawa canggung, “gue cari tempat duduk dulu ya Bas” dan berlari ke pojok cafè. Tempat favorit Gita untuk melamun

Tak lama, terasa sosok lain duduk disebelahnya. Membuat Gita memasang wajah bingung

Baskara tertawa pelan, “Gue part time di Aruna. Tiap kamis sampe minggu mulai jam 6 kurang”

Mengangguk paham, Gita lanjut memakan kue red velvet yang barusan ia beli

Remaja dengan rambut yang disembunyikan beanie itu menopang dagunya. Memilih tak bersuara dan memperhatikan teman mainnya selama beberapa hari ini, Gita.

Gita berhenti mengunyah, menatap horor Baskara yang sedang senyum senyum sendiri “ngapa sih? Tipes lo?” lalu mengendikan bahu ngeri diiringi tawa keras Baskara

“Sembarangan” kata Baskara diselang tawa nya, “lu bilang tadi mau cerita tentang temen lo tadi”

Oh iya gumam Gita sambil menyeruput iced americano kesukaannya

“Ini cerita panjang terus clichè banget. Jangan ngejek ya lo Bas” Gita memberi peringatan sambil mengacungkan telunjuk

Mendapat anggukan dari Baskara, Gita menghela nafas lalu menggaruk tengkuknya canggung

“Mulai dari mana ya” katanya sambil berfikir

“Oh, dari sini” Gita berdeham, bersiap memulai cerita asal usul ia bisa bermusuhan dengan teman – teman nya

“Dulu tuh, pas SMP gue temenan bertiga. Gue, Metta, sama Jasper. Mantannya Metta” Gita bercerita sambil menatap Baskara, yang sibuk mendengar celotehannya sambil mengangguk-angguk

“Gue sama Metta emang deket dari SD, secara nyokap kita temenan. Terus SMP ketemu Jasper dan cocok sama kita berdua, yaudah temenan deh bertiga”

“Pas kelas 8, Jasper nembak Metta. Ya gitu lah terus pacaran kan. Nah itu kita masih sahabatan bertiga, sampe Jasper ngajak gue ketemuan disini. Di Aruna, pas jam 8 malem”

“Pas itu gue ditelfon sama Jasper. Suaranya kek mau nangis gitu gue khawatir dong. Gue coba nelfon Metta tapi hp dia gak aktif, yaudah gue samperin Jasper ke Aruna”

“Sampe sana gue langsung dipeluk. Ya namanya juga sahabat, gue bales lah. Ternyata pas itu, Jasper sama Metta lagi berantem. Nah pas Jasper lagi nangis meluk meluk gue, Metta tiba tiba muncul. Gatau darimana”

Baskara tertawa kecil, “abis itu Metta sama Jasper putus?”

Gita mendengus, “tuh tau”

“Tapi disitu gue belom musuhan sama Metta. Soalnya kek, ya dia ngerti lah posisinya kan gue sahabat Jasper gitu. Nah sampe SMA kita masih temenan”

“Di SMA kita ketemu Jasmine sama Jane. Anaknya berdua baik banget terus kek klop aja gitu kan sama gue dan Metta. Yaudah temenan deh tuh”

“Terus kejadian yang sama terulang” Baskara terbahak keras

“Ini gila ya cewek masalahnya muter-muter disitu doang” katanya sambil terus tertawa

Gita mencibir malas, “ya lo kek gatau cewek aja”

Si tinggi mengangguk, “Terus?”

“Terus si Jasmine ada cowok, namanya Samuel, anak cowok kelas gue. Sebangku”

“Pas mensiv ke 4 Sam ngajak gue nyari kado buat Jasmine, soalnya kan badan kita agak sama yak. Dibawa gue ke Zara”

“Eh gataunye, Jasmine disono lagi belanja ama emaknya. Disangka selingkuh kan si Samuel, terus gue dibilang main dibelakang Jas. Yaudah deh, berantem ampe sekarang”

Gita menghela nafas “mereka tuh ngatainnya gak yang frontal kayak 'lonte loo' kagak. Nyindir doang tapi ya nyerempet. Semacem ngomong 'lonte lo' tapi 'lon' nya di sensor”

Baskara mengangguk paham, “permisi ya Git” katanya sambil membawa Gita kedalam pelukannya “yang tau lo di gituin siapa aja?”

“Baru lo doang” suara Gita teredam pelukannya dan Baskara, “sama Laura”

Lagi-lagi Baskara mengangguk “lain kali, jangan suka mendem masalah sendiri. Ntar lo bisa gila tau Git” pucuk kepala Gita diusap pelan

“Kan sirkel lo kek tai, bikin lo ga nyaman, bikin lo dijauhin sama orang. Mending gausah kontak lagi. Gausah ngomong, gausah ngechat, blokir aja semua sosmednya. Demi kebaikan mental lo sendiri, Gita” lanjutnya

Gita terdiam. Memikirkan semua saran Baskara yang sebenarnya sudah lama mau ia lakukan. Mungkin memang sudah saatnya ia melakukannya

“Makasih ya Bas, gue beruntung punya temen kayak lo” Gita melepaskan pelukan mereka. Meraih dompet di tas nya dan bangkit berdiri.

“Udah mau jam enam” katanya, “gue balik aja, Bas”

“Mau gue anter? Gue bisa kok minta waktu bentar ke mas Alan” tawar Baskara

Gita menggeleng, menolak, “Ga deh, biar gue pesen gojek. Lo keseringan gue repotin” Mereka tertawa

“Ati-ati ya Gita” kata Baskara sambil tersenyum, yang hanya dibalas anggukan dari yang lain

Baskara melangkah ke pantry memakai celemek yang biasa digunakan oleh barista cafè

one sided love ya, Bas?” suara lain terdengar di pendengaran Baskara. Berasal dari seorang perempuan dengan rambut dikuncir satu yang sedang bersandar di meja dapur.

Baskara tertawa miris, “bacot lo ze” lanjut menghela nafas berat

Kedua remaja sepantaran umur namun beda tinggi itu melangkah masuk cafè dengan interior minimalis, namun nyaman

“Sore mas Alan” sapa Baskara kepada barista di belakang sana

Gita membelakan matanya. Kaget

“Sore Bas. Datengnya cepet banget” balas Alan sambil menyuci tangannya, “Cewekmu itu?”

“Bukan” jawab Gita sambil tertawa canggung, “gue cari tempat duduk dulu ya Bas” dan berlari ke pojok cafè. Tempat favorit Gita untuk melamun

Tak lama, terasa sosok lain duduk disebelahnya. Membuat Gita memasang wajah bingung

Baskara tertawa pelan, “Gue part time di Aruna. Tiap kamis sampe minggu mulai jam 6 kurang”

Mengangguk paham, Gita lanjut memakan kue red velvet yang barusan ia beli

Remaja dengan rambut yang disembunyikan beanie itu menopang dagunya. Memilih tak bersuara dan memperhatikan teman mainnya selama beberapa hari ini, Gita.

Gita berhenti mengunyah, menatap horor Baskara yang sedang senyum senyum sendiri “ngapa sih? Tipes lo?” lalu mengendikan bahu ngeri diiringi tawa keras Baskara

“Sembarangan” kata Baskara diselang tawa nya, “lu bilang tadi mau cerita tentang temen lo tadi”

Oh iya gumam Gita sambil menyeruput iced americano kesukaannya

“Ini cerita panjang terus clichè banget. Jangan ngejek ya lo Bas” Gita memberi peringatan sambil mengacungkan telunjuk

Mendapat anggukan dari Baskara, Gita menghela nafas lalu menggaruk tengkuknya canggung

“Mulai dari mana ya” katanya sambil berfikir

“Oh, dari sini” Gita berdeham, bersiap memulai cerita asal usul ia bisa bermusuhan dengan teman – teman nya

“Dulu tuh, pas SMP gue temenan bertiga. Gue, Metta, sama Jasper. Mantannya Metta” Gita bercerita sambil menatap Baskara, yang sibuk mendengar celotehannya sambil mengangguk-angguk

“Gue sama Metta emang deket dari SD, secara nyokap kita temenan. Terus SMP ketemu Jasper dan cocok sama kita berdua, yaudah temenan deh bertiga”

“Pas kelas 8, Jasper nembak Metta. Ya gitu lah terus pacaran kan. Nah itu kita masih sahabatan bertiga, sampe Jasper ngajak gue ketemuan disini. Di Aruna, pas jam 8 malem”

“Pas itu gue ditelfon sama Jasper. Suaranya kek mau nangis gitu gue khawatir dong. Gue coba nelfon Metta tapi hp dia gak aktif, yaudah gue samperin Jasper ke Aruna”

“Sampe sana gue langsung dipeluk. Ya namanya juga sahabat, gue bales lah. Ternyata pas itu, Jasper sama Metta lagi berantem. Nah pas Jasper lagi nangis meluk meluk gue, Metta tiba tiba muncul. Gatau darimana”

Baskara tertawa kecil, “abis itu Metta sama Jasper putus?”

Gita mendengus, “tuh tau”

“Tapi disitu gue belom musuhan sama Metta. Soalnya kek, ya dia ngerti lah posisinya kan gue sahabat Jasper gitu. Nah sampe SMA kita masih temenan”

“Di SMA kita ketemu Jasmine sama Jane. Anaknya berdua baik banget terus kek klop aja gitu kan sama gue dan Metta. Yaudah temenan deh tuh”

“Terus kejadian yang sama terulang” Baskara terbahak keras

“Ini gila ya cewek masalahnya muter-muter disitu doang” katanya sambil terus tertawa

Gita mencibir malas, “ya lo kek gatau cewek aja”

Si tinggi mengangguk, “Terus?”

“Terus si Jasmine ada cowok, namanya Samuel, anak cowok kelas gue. Sebangku”

“Pas mensiv ke 4 Sam ngajak gue nyari kado buat Jasmine, soalnya kan badan kita agak sama yak. Dibawa gue ke Zara”

“Eh gataunye, Jasmine disono lagi belanja ama emaknya. Disangka selingkuh kan si Samuel, terus gue dibilang main dibelakang Jas. Yaudah deh, berantem ampe sekarang”

Gita menghela nafas “mereka tuh ngatainnya gak yang frontal kayak 'lonte loo' kagak. Nyindir doang tapi ya nyerempet. Semacem ngomong 'lonte lo' tapi 'lon' nya di sensor”

Baskara mengangguk paham, “permisi ya Git” katanya sambil membawa Gita kedalam pelukannya “yang tau lo di gituin siapa aja?”

“Baru lo doang” suara Gita teredam pelukannya dan Baskara, “sama Laura”

Lagi-lagi Baskara mengangguk “lain kali, jangan suka mendem masalah sendiri. Ntar lo bisa gila tau Git” pucuk kepala Gita diusap pelan

“Kan sirkel lo kek tai, bikin lo ga nyaman, bikin lo dijauhin sama orang. Mending gausah kontak lagi. Gausah ngomong, gausah ngechat, blokir aja semua sosmednya. Demi kebaikan mental lo sendiri, Gita” lanjutnya

Gita terdiam. Memikirkan semua saran Baskara yang sebenarnya sudah lama mau ia lakukan. Mungkin memang sudah saatnya ia melakukannya

“Makasih ya Bas, gue beruntung punya temen kayak lo” Gita melepaskan pelukan mereka. Meraih dompet di tas nya dan bangkit berdiri.

“Udah mau jam enam” katanya, “Gue balik aja, Bas”

“Mau gue anter? Gue bisa kok minta waktu bentar ke mas Alan” tawar Baskara

Gita menggeleng, menolak, “Ga deh, biar gue pesen gojek. Lo keseringan gue repotin” Mereka tertawa

“Ati-ati ya Gita” kata Baskara sambil tersenyum, yang hanya dibalas anggukan dari yang lain

Baskara melangkah ke pantry memakai celemek yang biasa digunakan oleh barista cafè

one sided love ya, Bas?” suara lain terdengar di pendengaran Baskara. Berasal dari seorang perempuan dengan rambut dikuncir satu yang sedang bersandar di meja dapur.

Baskara tertawa miris, “bacot lo ya ze” lanjut menghela nafas berat

Kedua remaja sepantaran umur namun beda tinggi itu melangkah masuk cafè dengan interior minimalis, namun nyaman

“Sore mas Alan” sapa Baskara kepada barista di belakang sana

Gita membelakan matanya. Kaget

“Sore Bas. Datengnya cepet banget” balas Alan sambil menyuci tangannya, “Cewekmu itu?”

“Bukan” jawab Gita sambil tertawa canggung, “gue cari tempat duduk dulu ya Bas” dan berlari ke pojok cafè. Tempat favorit Gita untuk melamun

Tak lama, terasa sosok lain duduk disebelahnya. Membuat Gita memasang wajah bingung

Baskara tertawa pelan, “Gue part time di Aruna. Tiap kamis sampe minggu mulai jam 6 kurang”

Mengangguk paham, Gita lanjut memakan kue red velvet yang barusan ia beli

Remaja dengan rambut yang disembunyikan beanie itu menopang dagunya. Memilih tak bersuara dan memperhatikan teman mainnya selama beberapa hari ini, Gita.

Gita berhenti mengunyah, menatap horor Baskara yang sedang senyum senyum sendiri “ngapa sih? Tipes lo?” lalu mengendikan bahu ngeri diiringi tawa keras Baskara

“Sembarangan” kata Baskara diselang tawa nya, “lu bilang tadi mau cerita tentang temen lo tadi”

Oh iya gumam Gita sambil menyeruput iced americano kesukaannya

“Ini cerita panjang terus clichè banget. Jangan ngejek ya lo Bas” Gita memberi peringatan sambil mengacungkan telunjuk

Mendapat anggukan dari Baskara, Gita menghela nafas lalu menggaruk tengkuknya canggung

“Mulai dari mana ya” katanya sambil berfikir

“Oh, dari sini” Gita berdeham, bersiap memulai cerita asal usul ia bisa bermusuhan dengan teman – teman nya

“Dulu tuh, pas SMP gue temenan bertiga. Gue, Metta, sama Jasper. Mantannya Metta” Gita bercerita sambil menatap Baskara, yang sibuk mendengar celotehannya sambil mengangguk-angguk

“Gue sama Metta emang deket dari SD, secara nyokap kita temenan. Terus SMP ketemu Jasper dan cocok sama kita berdua, yaudah temenan deh bertiga”

“Pas kelas 8, Jasper nembak Metta. Ya gitu lah terus pacaran kan. Nah itu kita masih sahabatan bertiga, sampe Jasper ngajak gue ketemuan disini. Di Aruna, pas jam 8 malem”

“Pas itu gue ditelfon sama Jasper. Suaranya kek mau nangis gitu gue khawatir dong. Gue coba nelfon Metta tapi hp dia gak aktif, yaudah gue samperin Jasper ke Aruna”

“Sampe sana gue langsung dipeluk. Ya namanya juga sahabat, gue bales lah. Ternyata pas itu, Jasper sama Metta lagi berantem. Nah pas Jasper lagi nangis meluk meluk gue, Metta tiba tiba muncul. Gatau darimana”

Baskara tertawa kecil, “abis itu Metta sama Jasper putus?”

Gita mendengus, “tuh tau”

“Tapi disitu gue belom musuhan sama Metta. Soalnya kek, ya dia ngerti lah posisinya kan gue sahabat Jasper gitu. Nah sampe SMA kita masih temenan”

“Di SMA kita ketemu Jasmine sama Jane. Anaknya berdua baik banget terus kek klop aja gitu kan sama gue dan Metta. Yaudah temenan deh tuh”

“Terus kejadian yang sama terulang” Baskara terbahak keras

“Ini gila ya cewek masalahnya muter-muter disitu doang” katanya sambil terus tertawa

Gita mencibir malas, “ya lo kek gatau cewek aja”

Si tinggi mengangguk, “Terus?”

“Terus si Jasmine ada cowok, namanya Samuel, anak cowok kelas gue. Sebangku”

“Pas mensiv ke 4 Sam ngajak gue nyari kado buat Jasmine, soalnya kan badan kita agak sama yak. Dibawa gue ke Zara”

“Eh gataunye, Jasmine disono lagi belanja ama emaknya. Disangka selingkuh kan si Samuel, terus gue dibilang main dibelakang Jas. Yaudah deh, berantem ampe sekarang”

Gita menghela nafas “mereka tuh ngatainnya gak yang frontal kayak 'lonte loo' kagak. Nyindir doang tapi ya nyerempet. Semacem ngomong 'lonte lo' tapi 'lon' nya di sensor”

Baskara mengangguk paham, “permisi ya Git” katanya sambil membawa Gita kedalam pelukannya “yang tau lo di gituin siapa aja?”

“Baru lo doang” suara Gita teredam pelukannya dan Baskara, “sama Laura”

Lagi-lagi Baskara mengangguk “lain kali, jangan suka mendem masalah sendiri. Ntar lo bisa gila tau Git” pucuk kepala Gita diusap pelan

“Kan sirkel lo kek tai, bikin lo ga nyaman, bikin lo dijauhin sama orang. Mending gausah kontak lagi. Gausah ngomong, gausah ngechat, blokir aja semua sosmednya. Demi kebaikan mental lo sendiri, Gita” lanjutnya

Gita terdiam. Memikirkan semua saran Baskara yang sebenarnya sudah lama mau ia lakukan. Mungkin memang sudah saatnya ia melakukannya

“Makasih ya Bas, gue beruntung punya temen kayak lo” Gita melepaskan pelukan mereka. Meraih dompet di tas nya dan bangkit berdiri.

“Udah mau jam enam” katanya, “Gue balik aja, Bas”

“Mau gue anter? Gue bisa kok minta waktu bentar ke mas Alan” tawar Baskara

Gita menggeleng, menolak, “Ga deh, biar gue pesen gojek. Lo keseringan gue repotin” Mereka tertawa

“Ati-ati ya Gita” kata Baskara sambil tersenyum, yang hanya dibalas anggukan dari yang lain

Baskara melangkah ke pantry memakai celemek yang biasa digunakan oleh barista cafè

one sided love ya, Bas?” suara lain terdengar di pendengaran Baskara. Berasal dari seorang perempuan dengan rambut dikuncir satu yang sedang bersandar di meja dapur.

Baskara tertawa miris, “bacot lo ya ze” lanjut menghela nafas berat

Kedua remaja sepantaran umur namun beda tinggi itu melangkah masuk cafè dengan interior minimalis, namun nyaman

“Sore mas Alan” sapa Baskara kepada barista di belakang sana

Gita membelakan matanya. Kaget

“Sore Bas. Datengnya cepet banget” balas Alan sambil menyuci tangannya, “Cewekmu itu?”

“Bukan” jawab Gita sambil tertawa canggung, “gue cari tempat duduk dulu ya Bas” dan berlari ke pojok cafè. Tempat favorit Gita untuk melamun

Tak lama, terasa sosok lain duduk disebelahnya. Membuat Gita memasang wajah bingung

Baskara tertawa pelan, “Gue part time di Aruna. Tiap kamis sampe minggu mulai jam 6 kurang”

Mengangguk paham, Gita lanjut memakan kue red velvet yang barusan ia beli

Remaja dengan rambut yang disembunyikan beanie itu menopang dagunya. Memilih tak bersuara dan memperhatikan teman mainnya selama beberapa hari ini, Gita.

Gita berhenti mengunyah, menatap horor Baskara yang sedang senyum senyum sendiri “ngapa sih? Tipes lo?” lalu mengendikan bahu ngeri diiringi tawa keras Baskara

“Sembarangan” kata Baskara diselang tawa nya, “lu bilang tadi mau cerita tentang temen lo tadi”

Oh iya gumam Gita sambil menyeruput iced americano kesukaannya

“Ini cerita panjang terus clichè banget. jangan ngejek ya lo Bas” Gita memberi peringatan sambil mengacungkan telunjuk

Mendapat anggukan dari Baskara, Gita menghela nafas lalu menggaruk tengkuknya canggung

“Mulai dari mana ya” katanya sambil berfikir

“Oh, dari sini” Gita berdeham, bersiap memulai cerita asal usul ia bisa bermusuhan dengan teman – teman nya

“Dulu tuh, pas SMP gue temenan bertiga. Gue, Metta, sama Jasper. Mantannya Metta” Gita bercerita sambil menatap Baskara, yang sibuk mendengar celotehannya sambil mengangguk-angguk

“Gue sama Metta emang deket dari SD, secara nyokap kita temenan. Terus SMP ketemu Jasper dan cocok sama kita berdua, yaudah temenan deh bertiga”

“Pas kelas 8, Jasper nembak Metta. Ya gitu lah terus pacaran kan. Nah itu kita masih sahabatan bertiga, sampe Jasper ngajak gue ketemuan disini. Di Aruna, pas jam 8 malem”

“Pas itu gue ditelfon sama Jasper. Suaranya kek mau nangis gitu gue khawatir dong. Gue coba nelfon Metta tapi hp dia gak aktif, yaudah gue samperin Jasper ke Aruna”

“Sampe sana gue langsung dipeluk. Ya namanya juga sahabat, gue bales lah. Ternyata pas itu, Jasper sama Metta lagi berantem. Nah pas Jasper lagi nangis meluk meluk gue, Metta tiba tiba muncul. Gatau darimana”

Baskara tertawa kecil, “abis itu Metta sama Jasper putus?”

Gita mendengus, “tuh tau”

“Tapi disitu gue belom musuhan sama Metta. Soalnya kek, ya dia ngerti lah posisinya kan gue sahabat Jasper gitu. Nah sampe SMA kita masih temenan”

“Di SMA kita ketemu Jasmine sama Jane. Anaknya berdua baik banget terus kek klop aja gitu kan sama gue dan Metta. Yaudah temenan deh tuh”

“Terus kejadian yang sama terulang” Baskara terbahak keras

“Ini gila ya cewek masalahnya muter-muter disitu doang” katanya sambil terus tertawa

Gita mencibir malas, “ya lo kek gatau cewek aja”

Si tinggi mengangguk, “Terus?”

“Terus si Jasmine ada cowok, namanya Samuel, anak cowok kelas gue. Sebangku”

“Pas mensiv ke 4 Sam ngajak gue nyari kado buat Jasmine, soalnya kan badan kita agak sama yak. Dibawa gue ke Zara”

“Eh gataunye, Jasmine disono lagi belanja ama emaknya. Disangka selingkuh kan si Samuel, terus gue dibilang main dibelakang Jas. Yaudah deh, berantem ampe sekarang”

Gita menghela nafas “mereka tuh ngatainnya gak yang frontal kayak 'lonte loo' kagak. Nyindir doang tapi ya nyerempet. Semacem ngomong 'lonte lo' tapi 'lon' nya di sensor”

Baskara mengangguk paham, “permisi ya Git” katanya sambil membawa Gita kedalam pelukannya “yang tau lo di gituin siapa aja?”

“Baru lo doang” suara Gita teredam pelukannya dan Baskara, “sama Laura”

Lagi-lagi Baskara mengangguk “lain kali, jangan suka mendem masalah sendiri. Ntar lo bisa gila tau Git” pucuk kepala Gita diusap pelan

“Kan sirkel lo kek tai, bikin lo ga nyaman, bikin lo dijauhin sama orang. Mending gausah kontak lagi. Gausah ngomong, gausah ngechat, blokir aja semua sosmednya. Demi kebaikan mental lo sendiri, Gita” lanjutnya

Gita terdiam. Memikirkan semua saran Baskara yang sebenarnya sudah lama mau ia lakukan. Mungkin memang sudah saatnya ia melakukannya

“Makasih ya Bas, gue beruntung punya temen kayak lo” Gita melepaskan pelukan mereka. Meraih dompet di tas nya dan bangkit berdiri.

“Udah mau jam enam” katanya, “Gue balik aja, Bas”

“Mau gue anter? Gue bisa kok minta waktu bentar ke mas Alan” tawar Baskara

Gita menggeleng, menolak, “Ga deh, biar gue pesen gojek. Lo keseringan gue repotin” Mereka tertawa

“Ati-ati ya Gita” kata Baskara sambil tersenyum, yang hanya dibalas anggukan dari yang lain

Baskara melangkah ke pantry memakai celemek yang biasa digunakan oleh barista cafè

one sided love ya, Bas?” suara lain terdengar di pendengaran Baskara. Berasal dari seorang perempuan dengan rambut dikuncir satu yang sedang bersandar di meja dapur.

Baskara tertawa miris, “bacot lo ya ze” lanjut menghela nafas berat

Gita menatap frustasi lelaki di hadapannya yang sibuk cekikikan sambil menatap layar ponselnya sendiri.

“Ngapain sih Bas ngeladenin si Metta? Ntar pasti dia makin menjadi jadi deh” diacaknya rambut coklat yang tadi tertata rapih, pusing memikirkan perlakuan perlakuan menyebalkan yang mungkin akan Jane, Jasmine, dan Metta lakukan setelah ini

Baskara mencebik, “ya abis, ngeselin” ia tertawa lagi

“Lagian, lo juga Git. Kagak pernah ngelawan kalau diejekin. Ya makin jadi lah mereka” lelaki dengan tinggi 180 sentimeter itu menggeleng, lanjut membereskan gitar dan lembar kertas berisi lirik lagu

Gita menghela nafas, terserah, batinnya

“lo masih ada waktu ga Bas?” Gita melirik jam dinding di sebelah kanan atas pintu

Baskara menautkan alis, berfikir, “masih kayaknya. Kenapa?”

Lekas. Gita meraih tote bag yang tergeletak di lantai disebelah sofa yang ia duduki barusan, “temenin gue yuk” ia segera menarik pergelangan tangan Baskara dan menyeretnya keluar studio

“Kemana Git?” tanya Baskara sambil membenarkan beanie di kepalanya

“Aruna. Kita ke cafè Aruna”