Debur ombak pantai terdengar berirama, dapat ia rasakan desir laut yang membelai wajahnya dengan lembut memberikan afeksi kecil pada si pemuda. Langit mulai gelap, iluminasi jingga yang berpadu biru gelap terpancar dari balik irisnya. Pertanda sang surya siap pergi tidur, dan berganti dengan terangnya bulan.
Samar-samar ia dapat mendengar lantunan nada piano yang mengalun mengikuti tempo. Kadang lambat, lalu berganti cepat kemudian sedang dan berganti menjadi tempo di awal. Terus berulang menghasilkan nada-nada unik yang nyaman di dengar.
Lalu beberapa menit kemudian, musik itu berganti menjadi tepuk tangan penonton yang menguar memenuhi udara bumantara.
Changgu menghela nafasnya, pemuda manis itu mengedarkan pandangan ke penjuru pantai sebelum ia melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Kontestan yang ke-12 akan segera mulai, ia harus sudah duduk di barisan paling depan atau kekasihnya akan mengomel panjang lebar.
Hari ini, di Bandung sedang diadakan kontes piano. Kontes yang sebenarnya jarang sekali di adakan di kota kembang ini; terlebih lagi di tepi pantai seperti ini.
Changgu juga tak tahu menahu dalam hal musik klasik, kekasihnya yang berniat untuk mengikuti kontesnya. Jadi sebagai kekasih yang baik, sang adam tentu turut mendukung. Ia fikir pertunjukan ini hanya akan di hadiri oleh segelintir orang, namun ternyata banyak sekali peminatnya.
Sang adam kemudian kembali ke tempat duduk awal. Tepat di depan panggung dimana ia bisa dengan jelas melihat pertunjukannya.
Senyum terlukis di wajahnya kala rungunya mendengar nama sang kekasih di panggil, lalu bertambah lebar saat iris coklatnya bertemu dengan iris jelaga lelaki itu. Ia juga ikut tersenyum.
Kedua tangan Changgu terkepal di udara, membentuk gestur semangat yang nampak lucu di mata. Lelaki di atas panggung itu terkekeh; kemudian mengambil ancang-ancang siap memainkan pianonya.
Dapat Changgu lihat bagaimana sang kekasih yang lebih tua itu mengatur dirinya agar tidak gugup, mengambil nafasnya dalam-dalam dan dalam sekali hentakan jarinya menari di atas not-not nada. Sesekali ia juga mengubah posisi badannya, yang semula duduk tegap lalu membungkuk menekan dalam piano di atasnya.
Alunan nada bertajuk Merry go round yang di ciptakan oleh Joe Hisaishi mengalun lambut seolah menerbangkan kepakan sayap kupu-kupu di perutnya. Jari jari yang menari di atas not menghantarkan Changgu pada sensasi dunia fantasi. Serta di temani dengan desiran pantai yang semakin menambah buana khayalan yang di ciptakan kekasihnya.
Tanpa sadar Changgu memejamkan matanya; ikut terbuai dalam permainannya. Tak ada kesalahan yang ia dengar, semuanya mengalun dengan begitu tenang dan indah. Irama yang di hasilkan silih berganti. Temponya akan menjadi cepat, lalu tiba-tiba melambat, kemudian cepat lagi dan berputar secara terus menerus. Namun tetap enak di telinga.
Lalu ketika kelopak matanya perlahan terbuka, entitas pertama yang Changgu lihat adalah bagaimana sang kekasih terlihat satu juta kali lebih indah saat ini. Dengan balutan kemeja putih yang senada, juga cahaya lampu yang menyinari ia bermain semakin menambah kesan dramatis pada sang adam.
Changgu tak pernah sadar seseorang yang sedang bermain piano bisa seindah ini. Ingin rasanya ia naik ke atas panggung, menari layaknya seorang balerina yang akan melawan sang angsa dengan sepatu balet ajaibnya. Lalu menyuruh sang kekasih untuk berhenti bermain agar ia bisa berdansa bersamanya. Namun yang akan Changgu lakukan adalah tersenyum lebar dengan binar bangga tercetak lewat netranya.
Dan ketika jari-jari itu mulai melambatkan tempo narinya, tepat ketika not terakhir di getarkan, semua orang terdiam. Para manusia itu masih terpana dengan permainan sang pemuda. Semuanya masih dalam khayalan menari di atas lembah Romsdal Valley dengan pemandangan bukit tinggi serta sungai yang mengalir deras.
Tak terkecuali Yeo Changgu yang sebegitu terpukau melihat penampilan sang kekasih. Namun beberapa sekon kemudian sorai sorai penonton serta tepukan tangan menjadi satu satunya suara yang tercipta saat ini.
Ia sontak ikut berdiri dan bertepuk tangan keras, dengan lantang menyebutkan nama “Koh Shinwon!” selaras dengan senyuman yang tak pudar di wajahnya. Pemuda di atas panggung yang bernama Koh Shinwon ikut tersenyum bahagia, tak di sangka respon penonton akan semenyenangkan ini.
Pemuda itu kemudian turun dari panggung, menghampiri kekasih mungilnya yang masih setia bertepuk tangan. Tanpa aba-aba langsung memeluknya erat.
“Makasih udah dateng, padahal lo gak suka musik. Gue sayang banget sama lo, Changgu.” ujar Shinwon.
Changgu terkekeh, “Gue emang gak suka musik, tapi untuk kali ini mungkin musik jadi kesukaan gua kalo yang mainin piano nya itu lo.”
Dan detik itu Koh Shinwon menjadi pemuda lembek bagai ubur ubur hanya dengan mendengar balasan sang kekasih.