jeforju


Hiruk pikuk kota di siang hari yang cukup ramai, banyak kendaraan berlalu lalang menjadi suatu hambatan tersendiri bagi Aksa untuk menuju ke rumah sakit tempat Haris di rawat.

Teriknya sinar matahari membuat peluh Aksa terus mengalir di berbagi bagian tubuhnya. Namun, semua itu ia abaikan karena rasa khawatir yang kian menggebu dihatinya.

Setelah mengetahui bahwa orang yang sekarang menjadi teman serumahnya itu dilarikan ke rumah sakit, ia bergegas memesan ojol untuk segera menuju ke sana.

Di tengah perjalanan, Aksa terus dihantui rasa takut. Ia takut nasib buruk menimpa Haris, ia takut tidak dapat melihat Haris dengan keadaan hidup lagi.

“Ternyata apa yang gue takutin bener kejadian” batin aksa bermonolog.

Lima belas menit Aksa menempuh perjalanan, Akhirnya ia sampai di rumah sakit itu, ia segera bergegas menuju ruangan yang telah diberi tahu oleh orang yang mengaku sebagai teman sejurusan Haris tadi.

Setelah sedikit berkeliling mencari ruangan tersebut, akhirnya Aksa menemukan ruangan itu, tanpa mengetuk pintu atau mengucapkan salam Aksa langsung masuk begitu saja.

“Haris??!!” Aksa bergegas berlari menuju kasur yang di atasnya terdapat seseorang tengah tertidur tenang.

“Lo kok ga ngabarin gue??! Kok lo maen ngilang gitu aja, lo tau ga gue khawatir banget sama lo!!” sambil terus mengguncang tubuh Haris, netra aksa terlihat sedikit berkaca-kaca dikala melihat Haris yang tengah terbaring itu.

“Tenang sa, luka dia ga terlalu parah kok, cuma lecet lecet sama kakinya doang patah, bagian tubuhnya yang lain masih aman kok, sekarang dia lagi tidur, jadi biarin dia istirahat dulu ya? Kasian dia baru tidur tadi pagi.” seseorang datang menenangkan Aksa.

“Tapi tetep aja gue khawatir, dia ga ngabarin gue semaleman, sampe pagi pun chat gue masih belum dibales, gimana ga khawatir,” Aksa mengusap sedikit air matanya.

“Soal masalah itu, setelah ngabarin gue kalo dia kecelakaan, hp dia mati, itu hp nya lagi di charger,” tutur seorang pemuda yang menenangkan Aksa tadi.

“Oh iya btw, kenalin gue jefri temen sejurusan nya haris, orang yang ngabarin lo tadi, sebelum tidur haris nyuruh gue kalo suruh ngabarin ke lo,” jelas orang yang bernama Jefri itu.

“Salken gue aksa temen sekostnya haris, makasih banyak udah ngabarin gue,” Aksa memperkenalkan dirinya.

“Lo tau ga? Semaleman haris khawatir banget sama lo, padahal dia yang kecelakaan, terus gue suruh ngabarin lo dulu, tapi dia ga mau, katanya takut ngeganggu tidur lo,” tutur Jefri.

Aksa hanya bisa termenung mendengar hal itu, ia tidak tahu bahwa Haris juga mencemaskan dirinya. Perasaannya kacau tidak karuan memikirkan hal itu.


Cw // agak 🔞

Pagi hari ketika sang fajar telah terbit dari barat, seorang Aksa terbangun dengan keadaan membeku, ia merasa tubuhnya dipeluk oleh sesuatu dari arah belakang. Ia segera merogoh ponsel miliknya yang ia simpan di dekat bantal untuk meminta bantuan dari siapapun yang ia kenal.

Aksa tidak berani membalikkan badannya, ia takut kepada sesuatu yang akan ia lihat ketika badannya berbalik arah, bukan tanpa sebab, tapi aksa sangat takut terhadap hantu dan makhluk gaib semacamnya.

“Ini apaan yang meluk gue, masa sih kostan ini berhantu, fak kalo gitu gue salah pilih kosan,”

Batin Aksa mulai cemas dengan keadaan saat itu, alisnya mengernyit, berpura pura memejamkan mata, dirasa cara itu akan berhasil menghilangkan sesuatu yang memeluknya. Satu menit berlalu, tapi nihil, sesuatu itu masih setia memeluk Aksa.

Hingga tiba tiba Aksa merasakan sesuatu yang mengeras menekan daerah belakang bokong nya.

“BABII!!!!”

Aksa berteriak kemudian secepat kilat ia beranjak dari tempat tidurnya, kini ia tahu apa yang memeluknya sedari pertama kali ia membuka mata, yang tidak lain adalah Haris yang tengah tertidur pulas sambil asik memeluk tubuh Aksa.

*“HARIS ANJING DASAR MESUM, GUE BILANGIN SAMA SATPAM BIAR LO DI BAWA KE KANTOR POLISI!!”

Amarah Aksa memuncak, ia tidak bisa mengontrol mulutnya yang tidak bisa berhenti mengucapkan sumpah serapah dan cemoohan kepada Haris untu apa yang telah di lakukan kepada dirinya.

Haris kini terbangun karena terkejut mendengar teriakan dan gerakan tiba tiba yang dibuat Aksa, ia hanya bisa memicingkan mata, dan mencoba mencerna apa yang sedang terjadi, keadaannya tampak seperti manusia yang hanya memiliki setengah nyawa.


Setelah gojek pesanannya datang, Aksa segera bergegas menuju tempat haris tersasar. Perasaanya di penuh rasa kesal terhadap keteledoran Haris, tetapi suasana jalanan yang cukup indah nan sejuk berhasil sedikit meredakan rasa kesalnya.

Setelah 15 menit menempuh perjalanan dan sedikit menelusuri kota yang masih asing baginya, akhirnya Aksa pun menemukan Haris yang tengah terduduk di atas motor matic berwarna hitam.

“Haris?” tanya Aksa kepada pemuda yang tertunduk tengah asik memainkan ponsel miliknya. Tubuhnya dibalut dengan setelan kasual dan wajahnya tertutupi masker.

Sontak pemuda itu menoleh, memfokuskan penuh atensinya kepada Aksa.

“Aksa ya?” dengan suara yang terdengar berat, pemuda itu berbalik bertanya kepada Aksa.

“Iya, lo pasti haris kan?” Sekali lagi Aksa memantapkan pertanyaannya.

“Iya, maaf ngerepotin lo sampe bela belain jemput gue gini,” ucap haris sungkan.

“Gapapa, itung itung biar cepet akrab juga,” balas Aksa diiringi senyum ramah miliknya.

“Manis banget ya tuhan, mana gemes banget pake baju kaya gitu”

Gumam Haris dalam hati, bukan tanpa sebab, memang Aksa terlihat sangat menggemaskan dengan setelan baju pastel yang membalut tubuhnya.

“Kalo gitu ayo langsung ke kostan aja, sini naek motor gue,” tawar Haris kepada Aksa.

“Yaudah deh, iya ayo,” pasrah Aksa.

Setelah perbincangan singkat, Haris kemudian segera menyalakan motor yang sedari tadi ia duduki. Setelah motor menyala dan siap untuk bergegas pergi, Aksa segera menaiki motor Haris itu.

“Tas lo kembung banget, gue jadi cuma kebagian space dikit,” protes Aksa yang hampir duduk pada ujung motor.

“Kan gue cuma bawa baju doang, ya pasti kembung, pegangan yang kenceng nanti jatoh,”

Setelah keduanya siap Haris langsung sekaligus menarik gas motornya, karena kejadian itu aksa hampir saja terjatuh ke belakang jika ia tidak memegang dengan erat tas Haris.

“PELAN PELAN ANJING, GUE HAMPIR KEJENGKANG,” teriak Aksa karena kaget seperti kehilangan setengah nyawanya.

“Hehe.. sorry, makanya pegangan yang kenceng,”

“Bacot, cepet jalan tapi pelan pelan,” Aksa kembali menaruh rasa kesal kepada Haris, karena Haris membuat dirinya marah dalam kurun waktu kurang dari satu hari.

Dan dari detik itu kisah kehidupan baru keduanya pun dimulai.


Awan berwarna jingga mulai menutupi langit langit semesta, menandakan waktu sore telah tiba.

Sesuai janji yang telah mereka bicarakan di grup, Jungwon dan Niki telah tiba di rumah Sunoo.

Tak butuh waktu lama untuk mereka mencari keberadaan rumah bergaya minimalis dan berwarna cream itu, karena sebelum Sunoo mempunyai seorang suami mereka selalu mengunjungi rumah tersebut.

“NOO.” teriak Jungwon sambil menekan nekan bel ketika tiba di depan pintu rumah.

“Berisik kak, lo udah kerja tapi masih kaya bocah sd,” Niki sebal mendengar teriakan Jungwon tadi.

“SSG dong,” Jungwon membalas ocehan Niki.

“SSG apaan?” tanya Niki

“Suka suka gue, gitu aja ga tau.” jawab Jungwon dengan ketus menjawab rasa penasaran Niki.

Niki hanya bisa diam tidak peduli dengan perkataan Jungwon itu.

“Ceklek”

Suara pintu terbuka menampakan sosok pemilik rumah, Kim Sunoo.

“Loh lo berdua udah dateng? Kan gue bilang pestanya nanti malem,” Sunoo langsung menghadiahi mereka dengan sedikit omelan.

“Gapapa, gue mau ikut bantu nyiapin, udah kangen sama rumah lo juga,” balas Jungwon bersemangat.

“Bagus deh kalo gitu, yaudah ayo langsung ke belakang aja.” ajak Sunoo sambil berjalan memimpin untuk menuju ke halaman belakang rumahnya.


Cahaya dari matahari sudah nyaris tidak terlihat sedikit pun, pertanda bahwa waktu telah berganti menjadi malam hari.

Terlihat teman teman Sunghoon selaku sang suami Sunoo pun telah hadir di sana. Tidak terlalu banyak orang yang ada di sana, hanya ada teman terdekat dari Sunghoon dan Sunoo saja.

Setelah kegiatan perkenalan antara teman Sunghoon dan Sunoo tadi, kini mereka tengah berkumpul di halaman belakang tempat acara BBQ party itu akan di laksanakan.

Nampak kini mereka semakin terlihat akrab terlebih Heeseung, Jake dan Jungwon yang merupakan teman sekantor.

Acara BBQ party sederhana yang berlangsung di rumah Sunoo itu nampak terlihat seru sekali ketika semua orang mengobrol dan saling melemparkan candaan.

Daging dan sayuran yang telah mereka panggang kini telah tersedia di meja bersama dengan berbagai macam makanan yang tersaji, tak lupa dengan minuman cola dan alkohol yang sepertinya tidak bisa di lewatkan di kegiatan seperti ini.

“Eh won gimana hubungan lo sama Jay? Ada kemajuan ga? Terakhir kali dia bilang mau jadiin lo suami.” celetuk Jake yang tengah memakan sepotong daging itu.

Jungwon yang tadi tengah asik memakan camilan sontak sedikit tersedak mendengar hal itu.

“Haha... Ngga jadi kok kak Jake, soalnya gue tolak.” jawab Jungwon sambil tersenyum kikuk dengan mulut penuh makanan.

“Eh kirain langsung kamu terima, bagus, Jay walupun otaknya pinter bisnis tapi agak geser,” ucap Heeseung yang mendengar ucapan Jungwon itu.

Ketika mereka tengah asik berbincang, dari arah depan pintu rumah terdengar bel yang berbunyi, menandakan ada seseorang yang datang.

“Bentar ya, gue mau buka pintu dulu siapa tau itu Kak Jay,” ucap Sunoo selaku pemilik rumah.

“Ceklek”

Pintu terbuka menampakan dua sosok manusia seorang pria dan seorang wanita tengah berdiri berdampingan, mereka adalah Jay yang sudah ditunggu oleh teman temannya sedaritadi, dan si sosok wanita itu adalah Isa si sekertaris pribadi Jay.

“Eh kak Jay, kok baru dateng kemana dulu?” ucapan Sunoo menyambut Jay

“Nganterin sekertaris saya dulu noo, eh kenalin ini sekertaris saya namanya Isa, Isa ini Sunoo suaminya Sunghoon.” Jay memperkenalkan Isa kepada Sunoo.

“Hai Sunoo salam kenal, aku juga kebetulan lumayan deket sama Sunghoon di kantor,” Isa mengulurkan tangan kepada Sunoo.

“Euu... Haha iya salam kenal juga kak isa,” Sunoo meraih uluran tangan Isa itu.

“Yaudah kalo gitu ayo kebelakang, yang lain udah pada kumpul kak, kak jake sama kak hee juga udah dateng,” Sunoo mengajak mereka berdua untuk pergi ke halaman belakang rumahnya guna menemui yang lain.

“Mampus, gimana ini, gue ga tau kalo Kak Jay bakal ngajak sekertaris nya, jangan sampe rumah gue jadi tempat perang dunia ke 3” Sunoo bermonolog di dalam hatinya.


Seorang pria berstelan jas rapih keluar dari sebuah rumah besar yang cukup mewah berwarna cream itu bergegas menuju bagasi mobil untuk mengeluarkan mobil pribadi miliknya yang akan ia pakai hari ini.

Tak butuh waktu lama untuk pria itu mengeluarkan mobil miliknya dan kemudian ia segera memacu mobilnya meninggalkan area rumah miliknya.

Suasana jalanan di pagi hari sangat menyejukkan, tidak terlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang, memudahkan Jay mempercepat pacuan mobilnya menuju tempat yang akan ia tuju ; rumah Jungwon.

“Rumah Jungwon dulu sebelah mana ya, gue kok mendadak lupa gini.”

“Nanti deh tanya sama orang yang ada di jalan.”

Gumam Jay di tengah kegiatan menyetir nya itu.

Hingga akhirnya Jay melihat kerumunan ibu-ibu paruh baya yang tengah ngerumpi dan mengerubungi penjual sayur, kira kira ibu-ibu itu berjumlah 6 orang.

“Permisi bu, mohon maaf menganggu waktunya, ibu tau rumah orang bernama Yang Jungwon?”

“Eh mau apa ya mas ganteng?? Apa jangan jangan mas nya pelanggan Jungwon ya?” Ucap seorang ibu ibu yang memakai pakain daster berwarna kuning kemudian di iringi cekikikan dari ibu-ibu lain.

“Maksud ibu, emang Jungwon jualan apa?” Jay yang keheranan pun akhirnya bertanya.

“Jangan pura pura gatau deh mas, ibu sama anaknya kan emang udah di kenal kaya gitu dari dulu,” Cetus seorang ibu-ibu pemilik gerobak sayur itu.

Jungwon yang kala itu tengah berjalan karena akan pergi bekerja, seketika melambatkan tempo pergerakannya karena melihat mobil yang tak asing bagi nya.

Kemudian ia melihat ke arah samping mobil itu, ternyata dugaannya benar mobil ini milik Boss nya, Jungwon melihat Jay yang tengah mengobrol dengan ibu-ibu itu lantas bergegas mendekati mobil Jay.

“Tuh anaknya dateng pak, mau di hotel mana nih, ga di rumah aja biar sekalian di gerebek warga,” cetus ibu-ibu yang melihat Jungwon mendekati mobil milik Jay.

“Saya ga ngerti maksud dari ucapan ibu, tapi mohon jaga ucapan ibu terhadap karyawan saya.” tegas Jay yang sudah tidak tahan dengan ucapan para ibu-ibu itu.

Jungwon dari arah sebrang mengetuk pintu kaca mobil Jay agar segera di beri izin untuk masuk ke dalam. Jay pun membukakan pintu mobilnya yang terkunci dari dalam itu. Sontak Jungwon langsung membuka pintu mobil dan memasukinya.

“Blam” suara pintu mobil tertutup.

“Katanya karyawan tapi kok di jemput, oh iya karyawan pemuas nafsu ya pak,” ucap seorang ibu-ibu kembali terdengar ketika Jay menutup kaca mobil dan akan segera memacu mobilnya.

Ucapan terakhir seorang ibu-ibu tadi di iringi suara cekikikan yang terdengar riuh oleh ibu-ibu lain.

“Orang gila.” ucap Jay ketus sambil sibuk menyetir mobil miliknya.

“Jangan di dengerin, mereka cuma kaleng kosong nyaring bunyinya.” jay berusaha mencarikan suasana.

Sepanjang perjalanan, Jungwon hanya bisa tertunduk diam seribu bahasa tanpa mengucapkan satu patah kata pun.

Jay hanya fokus mengendarai kendaraan beroda empat miliknya, ia tidak berani untuk menanyakan perihal ucapan ibu-ibu tadi yang seperti berputar-putar mengelilingi kepalanya.

Satu fakta yang hari itu Jay ketahui tentang Jungwon, tetangga di sekitar rumah Jungwon tidak ramah, dan satu hal lagi mengenai apa yang di katakan ibu-ibu tadi sungguh sangat membuatnya penasaran.


Menurut ramalan cuaca yang Jungwon tonton tadi pagi, cuaca hari ini akan cerah tidak akan ada hujan atau badai yang melanda.

Namun, bisa saja ramalan cuaca itu meleset. Seperti cuaca hari ini contohnya. Awan mulai menghitam, Menandakan akan turunnya hujan yang sangat deras, bisa juga disertai petir dan angin kencang yang bergemuruh.

Jungwon yang tengah bersantai di ruang tv apartemen nya sontak terkejut ketika melihat ke arah jendela kaca apartemen, menampakkan awan hitam yang mulai mengerubungi langit, pertanda akan turun hujan.

“Jras” hujan turun dengan derasnya, tak lama di susul angin kencang dan petir yang memekakan telinga.

Bagi pengidap ombrophobia pemandangan itu bukan lah hal yang menyenangkan.

Ya, Jungwon adalah pengidap ombrophobia akut, sejak kecil ia sudah mengidap phobia tersebut. Semakin ia dewasa bukannya sembuh, tetapi phobia nya itu malah semakin parah.

Jungwon yang hanya seorang diri di dalam apartemen nya, mulai merasakan perasaan yang tidak enak menyergap sanubarinya. Takut, Jungwon sangat ketakutan.

Ia mulai merasakan ketakutan menjalar di dalam dirinya, deru nafasnya mulai tidak beraturan, dadanya sesak seperti di remas oleh sesuatu yang sangat berat, badannya mulai bergetar.

Dengan sedikit tenaga yang ia miliki, ia berusaha bangkit dari duduknya di ruang tv tadi, berjalan dengan tertatih-tatih mencoba berpindah tempat menuju arah kamar tidur, ingin menyembunyikan dirinya di dalam selimut tebal nan hangat, agar ia tidak dapat melihat pemandangan dan suara yang menurutnya sangat mengerikan itu.

Dengan tangan yang masih bergetar, ia mencoba membuka gagang pintu. Setelah pintu terbuka ia segera bergegas menuju tempat tidurnya.

“Bruk”

Sebelum ia sempat menenggelamkan dirinya di kasur, tubuhnya sudah ambruk terlebih dahulu. Ia sudah tidak kuat lagi, nafasnya sudah tidak beraturan dan tubuhnya mulai bergetar dengan sangat hebat. Seiring hujan dan petir yang terus begemuruh.

Hanya rasa sesak yang bisa terus ia rasakan saat ini.


“Jay kamu mau kemana?” Ucap seorang wanita yang melihat Jay tiba tiba beranjak dari kursi yang tadi ia duduki.

Namun, Jay tidak menggubris sama sekali pertanyaan wanita itu, ia segera bergegas berjalan menuju parkiran motor cafe yang saat ini sedang ia kunjungi, nafasnya memburu di selimuti perasaan khawatir yang kian menggebu gebu.

Tidak butuh waktu lama untuk Jay menemukan motor kesayangan nya.

Walupun hujan yang sangat lebat ia tidak mempedulikan hal itu, walaupun baju yang ia kenakan sudah basah kuyup akibat terus di guyuri air hujan, ia akan tetap memacu motornya menuju tempat yang akan ia tuju ; apartemen Jungwon.

Dengan perasan yang terus di hantui rasa khawatir yang kian lama kian menyesakan dada, ia terus memacu motornya dengan kecepatan tinggi menembus menerobos hujan yang sangat lebat, saat ini di pikirannya hanya di penuhi oleh satu nama.

Jungwon, Jungwon dan Jungwon sang mantan kekasih yang masih ia sayangi.


Setelah lima belas menit menempuh perjalanan, kini ia telah sampai di parkiran apartemen miliknya sekaligus milik Jungwon.

Ya, mereka tinggal di apartemen yang sama, dan kamar apartemen mereka bersebelahan.

Setelah Jay memarkirkan motor kesayangannya, ia segera bergegas sedikit berlari memasuki bangunan apartemen yang lumayan mewah itu.

Ketika di lobi apartemen banyak pasang mata terheran heran melihat pakaian yang ia kenakan basah kuyup akibat aksi kebut kebutan di tengah hujan deras tadi.

Namun, Jay sekali lagi tidak mempedulikan hal itu, ia hanya terus bergegas berjalan menuju lift yang akan membawanya menuju tempat dimana Jungwon tinggal.

Jay menekan angka 6 yang tertera di tombol lift, yang berarti lift itu akan membawanya ke lantai 6 tempat kamar Jungwon berada.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Jay tiba di lantai 6, ia segera bergegas berlari menuju apartemen milik Jungwon, tak peduli ia mengotori lorong apartemen itu, ia hanya ingin melihat Jungwon secepatnya.

Nafas nya yang masih memburu akibat berlari, dengan pakaian yang masih basah kuyup ia segera menekan kode sandi untuk membuka pintu apartemen Jungwon.

“Bangsat gue lupa sandi apart Jungwon,” bentak Jay karena ia lupa sandi pintu tersebut.

“Tenang jay, inhale exhale, coba inget baik baik,” Jay berusaha menenangkan dirinya yang tengah panik itu.

Ceklek pintu terbuka ketika ia mencoba memasukan sandi “20022004” yang berarti gabungan tahun lahirnya dan tahun lahir Jungwon.

Setelah ia memasuki kamar apartemen itu, ia segera mencari sosok yang membuatnya khawatir dan rela menerobos hujan demi menemui sosok tersebut.

Netranya terus berkeliling mencari dimana keberadaan Jungwon sang mantan kekasih.

Keadaan di dalam apartemen itu sangat gelap, hingga menghalangi pandangan Jay, iya tau Jungwon pasti belum sempat menyalakan lampu kamar apartemen itu.

Jay segera mencari saklar listrik untuk menyalakan lampu agar memudahkan ia mencari sosok Jungwon di dalam sana.

Lampu menyala, tetapi tetap saja ia masih tidak menemukan sosok Jungwon. Hingga terbesit di pikirannya untuk memasuki kamar milik Jungwon.

Benar saja ketika Jay membuka pintu kamar milik Jungwon, ia menemukan Jungwon tengah tergeletak di lantai kamarnya sendiri. Dengan keadaan yang sangat memprihatikan.

Posisi tubuhnya meringkuk, kedua tangannya memegangi dada seperti tengah menahan sesak nafas yang sangat menyesakan, matanya terpejam, nafasnya yang terus terengah engah mencari segelintir oksigen, seluruh tubuhnya bergetar hebat menandakan ia sedang mengalami ketakutan hebat.

Sontak Jay yang melihat itu segera membawa Jungwon ke dalam pangkuannya, ia mencoba menenangkan Jungwon dengan terus mendekapnya dengan erat seraya terus menepuk nepuk lembut pipi gembil milik Jungwon agar ia cepat tersadar dan membuka matanya.

“Ju bangun, ini gue jay, gapapa lo udah aman sekarang, hujan nya juga udah reda kok, lo bisa buka mata lo sekarang,” bisik Jay lembut mencoba mengembalikan kesadaran Jungwon.

Namun usaha Jay nihil, Jungwon masih belum membuka matanya dan masih terus saja terengah engah, berusaha meraup oksigen sebanyak banyak.

Karena suara hujan dan petir yang masih menggelegar menyapa indra pendengaran Jungwon, Jungwon masih enggan membuka matanya.

Tiba tiba Jay menempelkan kedua tangannya menutupi telinga Jungwon. Jungwon yang merasakan hal itu sedikit membuka matanya, nafasnya mulai sedikit berjalan normal.

“Kalo gini lo ga bakal denger suara hujan lagi kan? Buka aja mata lo, ada gue di sini, lo ga perlu takut lagi,” ucap Jay lembut seraya menatap wajah sayu Jungwon yang mulai membuka matanya.

Seiring berjalannya waktu, hujan pun mulai mereda, hanya terdengar suara tetesan tetesan gerimis, yang tidak seriuh suara hujan deras tadi.

Hingga akhirnya Jungwon kembali mendapatkan kesadarannya secara penuh, dengan raut wajah kebingungan, ia heran kenapa bisa ada Jay di sampingnya.

“Jay?”

“Sejak kapan lo ada di sini?”

Jay di hadiahi oleh pertanyaan oleh Jungwon.

“Dari tadi, pas tiba tiba hujan gede gue langsung ke inget lo,”

Jungwon hanya terdiam mendengar ucap Jay itu.

“Gimana udah baikan belum?” tanya Jay kembali membuka pembicaraan.

“Eum... Lumayan, ini sampe kapan tangan lo bakal nempel di telinga gue?”

“Sampe hujannya reda,”

“Gue ga setakut itu kalo ada yang nemenin, hujannya juga udah lumayan reda, jadi udah lepasin aja tangan lo, pasti pegel kan dari tadi,”

“Oh yaudah deh.” Jay pun melepaskan tangannya yang dari tadi menutupi indra pendengaran Jungwon.

“Maaf tadi siang gue ngebentak lo, maaf banget ju, sekali lagi maaf banget, gue kebawa emosi, gue lagi stress banget gara gara banyak tugas, maafin gue ya ju?”

“Hm... Iya udah gue maafin,”

“Makasih banyak ju, gue emang bego banget udah ngebentak lo, sekali lagi maaf ju.” Jay memegangi tangan Jungwon menyesali perbuatannya.

“Udah jay, ga usah minta maaf lagi, gue kan udah maafin lo, wajar lo kan juga manusia, punya emosi, bisa berbuat salah juga,” Jungwon mengusap tangan Jay yang tengah memegang tangannya.

Seketika hening, tidak ada yang membuka suara lagi di ruangan itu. Dengan Jungwon yang masih dalam pangkuan Jay mereka hanya bisa saling memandang dan menatap ke dalam netra satu sama lain.

Tiba tiba saja Jay mendekatkan wajahnya dengan wajah Jungwon. Jungwon, pria manis itu hanya bisa memejamkan matanya dengan apa yang akan di lakukan Jay.

“Cup”

Satu kecupan berhasil mendarat di bibir mungil milik Jungwon, tidak menuntut untuk di balas karena hanya satu kecupan saja.

“Can i?” tanya Jay seraya menatap dalam dalam manik coklat milik Jungwon.

“Pacar lo?” Jungwon balik melemparkan pertanyaan.

“Abis ini juga putus,” ucap Jay tersenyum miring.

Jungwon mengangguk setelah mendengar perkataan Jay itu.

Dengan segera Jay kembali mendekatkan wajahnya dengan wajah Jungwon, kemudian menempelkan benda kenyal miliknya ke bibir mungil milik Jungwon.

Kedua bilah bibir yang tadi hanya menempel itu kini perlahan saling menghisap satu sama lain, tanpa paksaan dan tanpa tuntutan nafsu.

Jungwon mengalungkan tangannya pada ceruk leher milik Jay agar pemuda itu lebih memperdalam ciumannya, dan sedikit lebih agresif. Tak mau kalah Jay kemudian membawa tubuh Jungwon untuk duduk di pangkuannya, melingkar kan tangannya dengan sempurna di pinggang kecil nan mulus milik Jungwon.

Tanpa memberi aba aba Jay sedikit menggigit bibir Jungwon, agar memberi lidahnya celah untuk menerobos masuk ke dalam mulut kecil Jungwon, mengabsen setiap barisan gigi dan bermain dengan lidah milik sang mantan kekasih.

Rasa manis dari bibir Jungwon dan dinginnya bibir milik Jay akibat kedinginan setelah menerobos hujan yang sangat lebat tadi, kini mulai menghangat bercampur menjadi satu akibat hisapan demi hisapan yang memabukan dan membuat mereka terlena.

Manis dan membuat keduanya candu ingin merasakan lagi dan lagi, sama seperti dulu ketika mereka pertama kali berciuman.

Sudah lama Jay tidak merasakan bibir milik sang mantan kekasih. Begitu pula dengan Jungwon.

Jungwon yang mulai kehabisan nafas langsung menarik dirinya untuk mengambil nafas sebanyak yang ia mampu. Deru nafas keduanya menerpa wajah masing masing karena hanya berjarak beberapa centi saja.

Di tengah kesibukan keduanya mengambil nafas, tiba tiba Jay dengan suara beratnya membuka pembicaraan.

“Be mine again?”

Suara berat Jay yang terdengar seksi menyapa indra pendengaran milik Jungwon.

Jungwon yang mendengar perkataan itu, langsung menatap netra Jay dan berkata.

“Umm... Yes.” ucap Jungwon mengangguk menandakan bahwa iya mengiyakan pertanyaan yang Jay ajukan.

Jay yang mendengar itu langsung tersenyum menang, merayakan keberhasilannya karena telah berhasil merebut kembali hati sang mantan kekasih.

Kemudian Jay kembali segera mendekatkan wajahnya dengan wajah Jungwon untuk melanjutkan kegiatan berciuman yang sempat tertunda.

Namun, Jungwon menjauhkan wajahnya pertanda ia menolak melanjutkan kegiatan ciuman tadi.

“Ganti dulu baju kamu, pasti dingin kan?” ucap Jungwon.

“Udah pake aku kamu nih,” goda Jay.

“Suka suka aku dong,” Jungwon cemberut mendengar godaan Jay.

“Jangan cemberut gitu dong nanti cantiknya ilang, iya ini aku mau ganti baju dulu, tapi abis ganti baju mau lagi boleh ngga?” raut wajah Jay memelas memohon kepada Jungwon.

“Hmm... Iya deh bolehh, udah sana cepetan ganti baju,”

“Lebih dari cium boleh?”

“Ishhh dasar mesum, kalo cuddle doang boleh, kalo kamu macem macem nanti aku tendang,”

“Ga janji hehe...”

“Beneran aku tendang nanti” ucap Jungwon dengan memasang ekspresi pura pura marah yang terlihat lucu di mata Jay.

Setelah itu Jay pun bergegas pergi ke untuk mengganti pakaiannya yang sudah lumayan agak kering karena sudah lama ia berdiam di kamar apartemen milik Jungwon.


Setelah menempuh perjalanan yang sedikit memakan waktu karena jalanan yang terhambat oleh kemacetan, kini Jungwon dan Jay telah sampai di kantor milik Jay itu.

“Kamu ikutin saya di belakang, jangan jauh jauh dari saya,” ucap Jay ketika hendak turun dari mobil.

Jungwon hanya bisa mengangguk pasrah menuruti permintaan bosnya itu.


Kini keduanya sudah memasuki gedung yang cukup besar yang tidak lain adalah kantor perusahaan milik Jay.

Sekarang mereka berdua tengah berjalan beriringan, dengan Jungwon yang membuntuti Jay di belakang, Jungwon yang tak tahu akan di bawa kemana itu hanya pasrah mengikuti langkah bosnya.

Ketika berada di lobi kantor, banyak pasang mata yang memperhatikan mereka seperti tengah terheran heran melihat keduanya berjalan beriringan.

“Eh bos sama siapa tu, cakep banget”

“Itu siapa anjir, masa pacarnya bos? Kalo gitu gue potek dong”

Dan berbagai ucapan penasaran lainya, Jungwon yang melihat dan mendengar hal itu hanya bisa menunduk dan melihat ke arah mana ia berjalan.

“Apa sih fa fi fu was wes wos ga jelas brisik banget, iya tau gue ganteng jadi biasa aja dong merhatiinnya” gumam Jungwon dalam hati.


Kini keduanya telah sampai di sebuah ruangan yang cukup luas dan bergaya cukup mewah ; kantor ruang kerja Jay.

Jay memimpin memasuki ruangan itu, ketika pintu terbuka terlihat banyak sekali barang barang yang cukup mewah.

Terlihat ada dua meja kerja di dalam ruangan itu, meja pertama jelas terdapat ukiran nama Jay bertengger di atasnya, dan meja kedua kini tengah di tempati oleh seorang wanita yang tidak lain adalah sekertaris Jay sendiri. Ya, meja itu adalah meja kerja khusus untuk sekertaris.

Ketika Jay memasuki ruangan kantornya, wanita yang tengah duduk tadi berdiri menunduk menyapa Jay.

“Pagi Pak Jay.” Sapa wanita itu seraya membungkuk dan melontarkan senyum manis kepada Jay.

“Pagi juga isa,” Jay tersenyum ramah.

Ternyata wanita itu bernama isa, pahatan wajahnya cantik, bibirnya berwarna pink sedikit kemerahan akibat di polesi lipstik, tubuhnya yang lumayan langsing dan dadanya yang sedikit lebih besar dari pada kebanyakan wanita. Isa adalah sekretaris Jay yang sudah bekerja sejak satu tahun yang lalu.

“Isa kenalin ini Jungwon, dia pekerja baru di perusahaan kita, sekaligus calon suami saya, sekarang lagi masa masa pdkt sih, jadi belum sepenuhnya milik saya.” ucap Jay percaya diri menjelaskan keberadaan Jungwon di ruangan itu.

Isa yang mendengar perkataan Jay itu, sontak netranya membulat, ia terkejut bahwa bosnya sudah mempunyai calon pendamping hidup.

“Hah?? Sejak kapan pakk?? Perasaan bapak ga pernah cerita sama saya,” ucap Isa menuntut kejelasan dari sang bosnya tersebut. Perasaan Isa di penuh tanda tanya sekaligus rasa marah yang menyelubungi hatinya.

“Kamu ga perlu tau, ini urusan pribadi saya,” ucapan Isa tadi hanya di balas sepatah kata singkat itu.

“Mulai hari ini dia bakal bekerja di posisi digital promotion, tapi ruangan kerja dan meja kerjanya bakal di tempatin di sini di sebelah saya, jadi akur akur ya kalian berdua,” jelas Jay di barengi senyum hangat.

Jungwon yang mendengar perkataan Jay tadi hanya bisa diam tidak tahu harus berbuat dan menjawab apa.

“Halo Jungwon, salam kenal ya, nama saya isa, kalo butuh sesuatu jangan sungkan buat minta tolong sama saya, semoga betah kerja di perusahaan pak Jay,” tiba tiba Isa menyapa Jungwon dengan senyum hangat penuh kebohongan miliknya.

“Eumm... Haha salken ya mbak Isa, jadi ngerpotin, padahal saya bisa sendiri,” balas Jungwon gugup.

“Ih jangan panggil mbak, saya belum setua itu kok, gapapa saya suka di repotin kok biar cepet akrab juga,” jawab Isa dengan tawa renyah menghiasi wajahnya.

“Yaudah ayo mulai bekerja, Jungwon kamu duduk di sebelah saya dulu, sambil menunggu meja kamu datang, saya akan mengajari cara kerja di posisi digital promotion,” ucap Jay menyela kegiatan berkenalan itu.

“T-tapi pak, kursinya kan cuma ada satu,” ucap Jungwon heran sekaligus grogi.

“Duduk di pangkuan saya kan bisa,”

“Hah?” Jungwon heran dan sedikit malu mendengar perkataan Jay tadi.

“Udah sini ayo cepet, jangan berdiri terus, kasian calon suami saya nanti pegel kakinya.” Jay kemudian menarik tangan Jungwon menuju ke arah meja kerjanya.

Isa yang melihat hal itu hanya bisa mematung dan tersenyum kikuk melihat kelakuan bosnya.

“Cih cowok murahan sok cakep, kok bisa sih bos suka sama dia, pasti dia pake pelet atau susuk semacamnya, selama gue kerja di sini ga pernah tuh di pangku sama Pak Jay, liat aja gue bakal rebut posisi lo”

batin Isa bermonolog dengan penuh amarah dan menaruh rasa benci terhadap Jungwon.


Sebuah kendaraan beroda empat yang terlihat cukup mewah sedang melaju ke arah halaman rumah Jungwon.

Setelah memarkirkan mobilnya, seorang pengemudi lengkap dengan jas kerja rapi di tubuhnya itu turun dan segera menuju menghampiri Jungwon.

“Wanginya bikin pengen meluk, astaga insting lonte gue bergejolak”

Lontaran sepatah kata yang berasal dari sanubari Jungwon.

“Tahan dulu sabar, jangan sampe gue terhasut setan”

Jungwon yang tengah duduk manis berdiam diri di kursi halaman rumahnya, dengan jas yang sudah tertata rapi itu sontak sigap berdiri ketika seorang pria tadi tepat berada di dekatnya.

“Ayo berangkat, tunggu apalagi?” sepatah kata terucap dari mulut si pria yang tidak lain adalah bosnya sendiri, Pak Jay.

“Euuu... Padahal ga usah repot repot pak, saya jadi ga enak ngerepotin bapak,” Jungwon mendongakkan kepalnya menatap netra hitam milik Jay sambil tersenyum canggung.

“Kalo buat kamu, apapun bakal saya lakuin,” satu godaan berhasil di lontarkan pria bermarga park itu.

“Blush” pipi Jungwon memerah, ia tersipu mendengar godaan tidak berbobot itu.

“Bapak bisa aja, pasti bapak suka gombal sama cewek cewek di luar sana ya,” ucap Jungwon penasaran.

“Kata siapa hm? Saya gombal hanya sama kamu,” balas Jay.

“Cih dasar trik buaya” umpat Jungwon dalam hatinya.

“Yaudah pak, ayo berangkat udah mulai siang,” ajak Jungwon kepada Jay yang tengah asik menatap wajahnya itu.

“Ngapain liatin muka gue mulu sih, mana tatapannya kaya mau mencabuli, gue jadi takut” bisik batin Jungwon

“Eh, oh iya ayo berangkat,” ucap Jay kikuk ketika tersadar dari lamunannya yang tengah memperhatikan pahatan wajah indah Jungwon itu, kemudian ia berjalan menuju mobil mewahnya dan tak luput di buntuti oleh Jungwon.

“Blam” suara pintu mobil tertutup.

Kini keduanya sudah berada di dalam mobil, Jungwon yang tengah asik duduk di belakang tiba tiba mendengar teguran dari Jay si bossnya itu.

“Kamu ngapain duduk di belakang? Kamu pikir saya supir kamu?? Sini pindah ke depan.” tegur Jay sambil menepuk nepuk kursi kosong di sebelahnya.

“Tapi pak... Saya malu,” ucap Jungwon sambil menundukan wajahnya.

“Mantep banget akting jual mahal gue” Jungwon bermonolog di dalam hati.

“Ga usah malu, itung itung latihan buat jadi suami saya nanti,” ucap Jay dibarengi senyum yang menghiasai wajah tampannya.

Wajahnya kini sudah berwarna merah padam, memendam segala rasa yang tengah ia rasakan di dalam hatinya.

“Bapak jangan gitu, nanti saya pingsan, udah pak saya di sini aja kalo pindah ke depan nanti saya tambah dag dig dug,” ucap Jungwon yang masih menundukkan kepalanya tidak berani menatap wajah sang bosnya itu.

“Gemes, saya jadi ga sabar buat jadiin kamu pendamping hidup saya, yaudah kalo itu emang pilihan kamu, ayo berangkat.” akhirnya Jay mengalah dan kini ia akan memacu kendaraan beroda empat miliknya itu.

Di sepanjang perjalanan, tidak ada sepatah kata pun yang mereka berdua lontarkan, tetapi kedua netra Jay sesekali mencuri curi pandang lewat kaca yang mengarah kebelakang tempat duduk, menampilkan sosok pria manis yang tengah duduk dan asik menatap keluar mobil memperhatikan setiap pemandangan di luar mobil.

Dengan mata yang tertuju ke jalanan dan tak luput wajah tampannya yang selalu di hiasi senyum merkah ketika melihat seorang pujaan hatinya, ia memacu mobilnya menuju tempat tujuan mereka untuk mencari nafkah.

“Bangsat gemes banget anjing, gue ga kuat kalo gini” batin Jay.


Waktu menunjukan pukul 10:00, di mana Jay dan keluarganya tengah bersiap untuk kepergian mereka ke kampung halamannya.

Kini terlihat mereka sedang sibuk memasukan beberapa koper ke dalam mobil taxi yang telah di sewa khusus untuk membawa beberapa barang pribadi.


Sesuai rencana mereka yang berniat mengantarkan Jay ke bandara, kini Jungwon dan teman temannya yang lain sudah berkumpul di rumah kediaman Heeseung, kebetulan Heeseung hari itu sedang libur semester, dan dia satu satunya orang yang bisa membawa mobil.

“Ini udah kumpul semua?” tanya seorang pemuda yang paling tua itu, yang tidak lain adalah Heeseung sendiri.

“Udah kak,” timbal Jake menjawab pertanyaan Heeseung.

“Ada yang ketinggalan ga?” Heeseung kembali melontarkan pertanyaan kepada teman seperkomplekanya itu.

“Ga ada kak, buset dah emangnya kita mau kemana bawa banyak banyak barang, orang cuma mau ke bandara,” dengan ekspresi heran kali ini Sunghoon yang menjawab pertanyaan heeseung itu.

“Tau tuh emangnya kita mau piknik apa,” ucap Niki memicingkan matanya malas.

“Boleh juga tuh kak kalo abis dari bandara kita langsung piknik,” kini Sunoo membuka suaranya.

“Emangnya lo punya duit?” Jungwon melontarkan pertanyaan kepada Sunoo.

“Ngga sih hehe...” Sunoo tertawa renyah.

“Yaudah kalo udah kumpul semua, ayo masuk ke mobil.” Heeseung memimpin untuk memasuki mobil milik keluarganya itu, tak lama kemudian mereka ikut masuk ke dalam mobil.

“Buset stella jeruk,” ucap niki ketika melihat stella jeruk yang menggantung sebagi pengharum ruang dalam mobil.

“Anjing jauhkan benda terkutuk itu dari hadapan gue,” ucap jake tersentak kaget setelah melihat dua stella jeruk menggantung di dalam mobil.

“Bacot, ini aroma kesukaan nyokap gue ga boleh ada yang ganggu gugat,” ucap Heeseung kesal.

“Sedia plastik takut ada yang mabok,” ucap Jungwon ditengah kepanikan menghadapi stella jeruk.

“Tenang gue udah siap sedia, soalnya jake suka mabok perjalanan,” Sunghoon memamerkan sekantung plastik yang di bawanya itu.

“Kamu pengertian banget yang, jadi makin sayang deh,” ucap Jake kepada Sunghoon, yang di balas dengan putaran bola mata malas sunghoon.

“Ini kita berangkat kapan?? Kok ga berangkat berangkat,” Sunoo mulai bosan menunggu di dalam mobil.

“Bentar mobil Jay belum lewat,” balas Sunghoon.

Namun, tak lama Sekelebat mobil berwarna hitam lewat di hadapan mereka, yang tidak lain adalah mobil Jay.

“Nah itu tuh mobil Jay udah lewat, lechugooo,” ucap niki antusias.

Heeseung pun bergegas menarik gigi dan menancap gas membuntuti mobil Jay dari belakang.


Setalah menempuh perjalanan selama 30 menit lebih, kini mereka telah sampai di bandara. Berbeda dengan Jay yang sedari tadi sudah sampai, kini Jay tengah menunggu mereka di bangku tunggu bandara.

Keadaan bandara yang tidak terlalu ramai membuat mereka cepat menemukan Jay.

“Kalian lama banget kemana dulu?” Jay menghadiahi sebuah pertanyaan ketika rombongan Heeseung itu datang.

“Tadi niki beli cilok dulu, laper katanya, jadi kita berhenti dulu bentar,” ucap Jake menjawab rasa penasaran Jay.

“Dih kok gue yang kena, tadi kan kalian juga jajan dulu, kak jake lo juga kan tadi beli bubur, Jungwon juga beli cimol tadi,” ucap Niki tak terima.

“Kan lo yang duluan minta berhenti buat beli cilok, yaudah gue sekalian beli cimol,” Jungwon berusaha membela dirinya.

“Udah brisik jangan ribut di sini, malu di liat banyak orang,” Sunghoon membuka suaranya.

“Eh btw, keluaraga lo mana Jay?” tanya Heeseung.

“Lagi ngurus tiket sama barang barang kak,”

“Ohh iya, terus take off nya jam berapa?” Heeseung Kembali melontarkan pertanyaan.

“Bentar lagi 15 menitan lagi,”

“Kok cepet banget??” tanya Jake.

“Siapa suruh beli cilok dulu,” Jay mencoba meledek mereka.

“Urusan perut nomer satu kak,” Niki membalas godaan Jay itu.

Tiba tiba Jay memeluk tubuh jangkung Heeseung dan mengucapkan sepatah kata perpisahan,

“Kak, jaga anak anak ya, apalagi Jungwon, gue titip Jungwon ke lo,”

Heeseung hanya bisa mengangguk pasrah mendengar perkataan Jay

Kemudian Jay melanjutkan pelukan perpisahannya kepada Jake.

“Jake jaga diri lo baik baik ya, kalo lo mau nikah sama Sunghoon gue bakal langsung dateng kok,”

“Siap ma bro, semoga lo juga langgeng sama Jungwon ya,” Jake menepuk nepuk pundak Jay.

Kini giliran Sunghoon yang mendapatkan pelukan dari Jay.

“Hoon jaga diri lo, jaga Jake juga jangan sampe jelalatan, jangan lo sia siain juga, soalnya jake sayang banget sama lo,”

“Iya gue juga tau kalo di bulol, Jaga diri lo juga,”

Setelah memeluk Sunghoon, Jay kini beralih memeluk Sunoo.

“Noo lo jangan berantem mulu sama niki ya, apalagi sekarang dia pacar lo, nanti kalo gue balik lagi gue traktir mint choco deh,”

“Abisnya dia ngeselin kak, serius?? Yaudah kalo begitu cepet cepet balik lagi kak,”

Kini giliran Niki si bontot sekaligus yang termuda diantara mereka.

“Ki jaga sunoo baik baik, soalnya banyak yang naksir Sunoo, beruntung banget lo bisa dapetin dia, nanti kalo gue udah kerja gue beliin lo ps 5 deh,”

“Emang kalo sekarang ga bisa gitu?”

“Ga bisa panjul, gue ga ada duit,” balas Jay sambil menjitak kepala Niki.

Dan sekarang yang terakhir yaitu sang dunianya ; Jungwon.

Pelukan Jungwon terasa sepesial dan sedikit begitu lama, teman temannya yang menyaksikan itu hanya bisa terdiam dan seperti sudah terbiasa karena mereka tahu bahwa Jungwon dan Jay adalah sepasang kekasih.

“Kamu jaga diri baik baik ya di sana, jangan nakal apalagi ganjen ke orang lain, nanti aku kirim santet lintas negara,” bisik Jungwon di sela sela pelukannya dengan Jay itu.

“Ga bakal dong sayang, kalo aku nakal santet aja gapapa asal santetnya pake cinta kamu,” Jay membalas ucapan Jungwon tadi sambil tangannya mengelus elus surai belakang Jungwon.

“Mulai, yaudah sana udah ada pemberitahuan suruh masuk pesawat tuh,” Jungwon melepaskan pelukan Jay.

Namun, tiba tiba kedua tangan Jay menggenggam kedua tangan Jungwon.

“Aku sayang sama kamu, jaga diri kamu baik baik ya, see you tahun depan sayang,”

“Aku juga sayang sama kamu, iya pasti, kamu juga jangan lupa jaga diri, see you,”

“Ekhm, lo jadi pergi ga sih sebenernya,” Jake berdehem menggoda sepasang kekasih yang tengah berpamitan itu.

“Brisik, ganggu orang pacaran aja,” balas Jay.

“Udah jake biarin, maklum manusia bucin soalnya,” kali ini Heeseung yang berbicara.

“Yaudah gue berangkat dulu ya, bye bye semuanya, gue bahagia banget bisa punya temen kaya kalian, gue sayang kalian,”

Sambil melambai lambaikan tangannya, Jay mulai melangkah mundur menjauhi kerumunan teman temannya itu, dengan perasaan sesak di dada dan di iringi berat hati yang begitu besar ia terus melangkah mundur dan terus melambaikan tanganya, tak luput netranya yang sebentar lagi akan menjatuhkan tetesan air mata yang sudah tak terbendung itu.

Teman temannya hanya bisa menyaksikan sambil membalas lambaian Jay yang terus pergi melangkah menjauh meninggalkan mereka.

“Tes” satu tetes air bening sebening kristal itu menetes keluar dari netra Jay membasahi pipinya.

Begitu pula dengan teman temannya yang sedari tadi sudah berusaha menahan tangis tetapi nihil, mereka tak bisa lagi menahannya dan kini mereka tengah sedikit terisak melihat kepergian Jay yang mulai menghilang dari pandangan.

Jungwon hanya bisa terus terisak melihat kekasih pujaan hatinya itu pergi, dadanya terasa sesak ketika ia sudah tidak lagi melihat bayang bayang sosok kekasih tercintanya itu.


Sang surya telah terbit dari upuk timur memancarkan cahaya yang menerangi setiap kehidupan di alam semesta yang fana.

Waktu menunjukan pukul 07:00, dimana terlihat Jay tengah mengetuk pintu bercat putih, satu tangan Jay sibuk mengetuk pintu dan satu tangannya lagi memegangi sebuah kotak kado berukuran sedang.

“Tok tok tok”

“Siapa?” terdengar suara seorang pemuda dari sebrang pintu.

“Ceklek”

Pintu terbuka menampakan seorang laki laki berparas tampan nan cantik, di balut dengan Hoodie yang sedikit lebih besar dari tubuhnya.

“Baru bangun ya?” kehadiran pemuda itu di sambut pertanyaan oleh Jay.

“Kata siapa, aku udah bangun dari tadi, baru selesai sarapan, kamu udah sarapan?”

“Udah dong, ini lagi sarapan,”

“Sarapan apa?”

“Liat kamu aja aku udah kenyang,” ucap Jay tersenyum hangat.

“Emangnya aku nasi bisa bikin kenyang,” Jungwon meringis sebal mendengar gombalan pagi hari Jay itu.

“Kamu kan sumber kehidupan aku,” satu gombalan lagi berhasil di lontarkan Jay.

“B aja aku ga salting,” gombalan Jay hanya dibalas dengan ekspresi datar dari Jungwon, mungkin Jungwon sudah lelah setiap hari mendengarkan gombalan Jay yang tiada habisnya itu.

“Tapi itu muka kamu kenapa merah hm??”

“Ishh kata siapa? inimah kedinginan bukan salting,” Jungwon memalingkan wajahnya.

“Mau ngapain kamu pagi pagi ke sini, bukanya siap siap,” Jungwon kembali berucap.

“Sebelum aku pergi, aku mau ngasih sesuatu buat kamu,”

“Apa emangnya?” tanya Jungwon penasaran.

Sebenernya sedari tadi Jungwon sudah melihat sebuah kotak kado berukuran sedang yang tengah di sembunyikan di belakang tubuh Jay itu.

“Masa di sini ngasihnya, ga romantis banget,”

“Ishh iya yaudah ayo masuk ke kamar aku,” Jungwon meringis sebal kemudian tubuhnya berpaling dan membuka pintu untuk masuk ke dalam rumahnya.

Jay hanya membuntuti Jungwon di belakang tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.


Kini keduanya tengah duduk berhadap di atas kasur yang berukuran big size. Kamar yang bernuansa biru muda dan bergaya minimalis ini sangat tidak asing bagi Jay. Sekelebat bayang bayang memori masa lalu di tempat ini tiba tiba terlintas di pikiran Jay.

“Kamar kamu ga berubah sedikit pun ya, masih sama kaya dulu pertama kali aku main ke sini,” ucap Jay membuka pembicaraan.

“Ishh berubah tau!”

“Apanya? Masih sama catnya warna biru,”

“Lemari, dulu kan lemari aku motif boboiboy tapi sekarang udah ganti jadi lemari putih itu,” Jungwon menunjuk sebuah lemari berwarna putih.

Jay hanya tersenyum mendengar perkataan pacarnya itu.

Setalah bernostalgia Jay kemudian menyodorkan kotak kado yang sedari tadi ia pegangi.

“Ini aku punya hadiah buat kamu.”

“Padahal ga usah, aku liat kamu bahagia dan sehat juga udah jadi hadiah terbaik buat aku.” Jungwon meraih kotak kado itu.

“Pacar aku sekarang udah bisa gombal ya, jangan gombal ke sembarang orang gombalnya harus ke aku doang,” Jay terkekeh mendengar perkataan pacarnya itu.

“Yaudah sekarang cepet buka kadonya,” Jay memerintah Jungwon agar segera membuka kado pemberiannya.

Jungwon pun menuruti perkataan Jay, ia segera membuka kado itu.

Kado terbuka menampakkan sebuah hoodie berwarna oranye di dalamnya.

“Gimana kamu suka ga?”

“Sukaa!!” Jungwon tersenyum lebar melihat isi kado pemberian Jay.

“Jangan lupa selalu dipake ya,”

“Pastii!! Makasih banyak jeje,” ucap Jungwon berterima kasih.

“Kamu tau ga kenapa aku ngasih kamu hoodie?”

“Kenapa emangnya?”

“Karena, kalo kamu kangen sama aku, kamu bisa pake hoodie itu, biar nanti kamu berasa lagi di peluk sama aku hehe...” Jay tersenyum renyah ketika membeberkan alasannya memberikan hoodie sebagai hadiah kepada Jungwon.

“Ishh, iya nanti aku pake kalo misalkan lagi kangen sama kamu,” Jungwon mengembungkan pipinya, siapapun yang melihat itu pasti ingin mencubit pipi gemas Jungwon begitu juga yang di rasakan Jay sekarang.

“Kamu jangan gemes gemes aku ga kuat,” ucap Jay ketika melihat Jungwon mengembungkan pipinya tadi.

“Lebay,” balas Jungwon sedikit ketus.

“I love you,” tiba tiba Jay mengucapkan sepatah kata yang otomatis membuat Jungwon tersipu.

“I love you too,” balas Jungwon sambil menatap dalam dalam manik berwarna hitam milik Jay. Kini keduanya tengah saling menatap dengan intens tanpa mengalihkan pandangan mereka sedikit pun.

Tiba tiba Jay mendekatkan wajahnya dengan wajah Jungwon hingga berjarak beberapa centi saja, Kemudian Jay memiringkan sedikit wajahnya.

“Cup”

Benda kenyal berhasil menempel di bibir mungil milik Jungwon, kemudian di lanjutkan dengan lumatan lembut yang memaksa sang empu untuk membalasnya, Jungwon pun membalas lumatan dari sang kekasih itu.

Tak lama Jungwon mengalungkan tangannya pada ceruk leher milik Jay agar membawanya lebih dalam lagi ke dalam lumatan yang memabukan itu.

Kedua tangan Jay meraih pinggang Jungwon dan menariknya membawa tubuh mungil jungwon untuk duduk di atas pangkuannya.

Keduanya memejamkan mata, menikmati setiap hisapan demi hisapan tak luput lidah Jay yang bermain dengan lidah Jungwon dan tak lupa untuk mengabsen setiap barisan gigi milik Jungwon.

Jungwon akhirnya menarik dirinya dari kegiatan perpaduan saliva tadi, nafasnya tersenggal mengambil setiap oksigen yang ada.

“Udah cepetan kamu pulang, bentar lagi jam 10, kamu kan harus siap siap,” ucap Jungwon tepat di hadapan wajah Jay hingga Jay bisa merasakan deru nafas Jungwon.

“Tapi masih pengen makan kamu,” balas Jay menatap Jungwon dengan mata memelas.

“Ishhh dasar mesum!” Jungwon kemudian turun dari pangkuan Jay, dan sedikit menjauhkan dirinya dari Jay.

Jay kembali mendekatkan tubuhnya dengan Jungwon.

“Cup” satu kecupan berhasil mendarat di kening pria mungil itu.

“Blush” wajahnya memerah semerah tomat, setelah apa yang pemuda Park itu lakukan kepadanya.

“Yaudah aku siap siap dulu ya, nanti aku jemput lagi,” ucap Jay sambil turun dari kasur Jungwon.

“Ngapain??! Nggak, aku bareng anak anak aja, malu sama bunda kamu,” tolak Jungwon.

“Hm... Yaudah deh,” Jay sedikit menundukan wajahnya menandakan bahwa ia sedikit kecewa.

“Yaudah sana cepet siap siap, aku juga mau siap siap ini,”

Jay pun bergegas meninggalkan ruang kamar Jungwon, di barengi dengan rasa berat hati ia melangkahkan kakinya.