Menurut ramalan cuaca yang Jungwon tonton tadi pagi, cuaca hari ini akan cerah tidak akan ada hujan atau badai yang melanda.
Namun, bisa saja ramalan cuaca itu meleset. Seperti cuaca hari ini contohnya. Awan mulai menghitam,
Menandakan akan turunnya hujan yang sangat deras, bisa juga disertai petir dan angin kencang yang bergemuruh.
Jungwon yang tengah bersantai di ruang tv apartemen nya sontak terkejut ketika melihat ke arah jendela kaca apartemen, menampakkan awan hitam yang mulai mengerubungi langit, pertanda akan turun hujan.
“Jras”
hujan turun dengan derasnya, tak lama di susul angin kencang dan petir yang memekakan telinga.
Bagi pengidap ombrophobia pemandangan itu bukan lah hal yang menyenangkan.
Ya, Jungwon adalah pengidap ombrophobia akut, sejak kecil ia sudah mengidap phobia tersebut. Semakin ia dewasa bukannya sembuh, tetapi phobia nya itu malah semakin parah.
Jungwon yang hanya seorang diri di dalam apartemen nya, mulai merasakan perasaan yang tidak enak menyergap sanubarinya. Takut, Jungwon sangat ketakutan.
Ia mulai merasakan ketakutan menjalar di dalam dirinya, deru nafasnya mulai tidak beraturan, dadanya sesak seperti di remas oleh sesuatu yang sangat berat, badannya mulai bergetar.
Dengan sedikit tenaga yang ia miliki, ia berusaha bangkit dari duduknya di ruang tv tadi, berjalan dengan tertatih-tatih mencoba berpindah tempat menuju arah kamar tidur, ingin menyembunyikan dirinya di dalam selimut tebal nan hangat, agar ia tidak dapat melihat pemandangan dan suara yang menurutnya sangat mengerikan itu.
Dengan tangan yang masih bergetar, ia mencoba membuka gagang pintu. Setelah pintu terbuka ia segera bergegas menuju tempat tidurnya.
“Bruk”
Sebelum ia sempat menenggelamkan dirinya di kasur, tubuhnya sudah ambruk terlebih dahulu. Ia sudah tidak kuat lagi, nafasnya sudah tidak beraturan dan tubuhnya mulai bergetar dengan sangat hebat. Seiring hujan dan petir yang terus begemuruh.
Hanya rasa sesak yang bisa terus ia rasakan saat ini.
“Jay kamu mau kemana?” Ucap seorang wanita yang melihat Jay tiba tiba beranjak dari kursi yang tadi ia duduki.
Namun, Jay tidak menggubris sama sekali pertanyaan wanita itu, ia segera bergegas berjalan menuju parkiran motor cafe yang saat ini sedang ia kunjungi, nafasnya memburu di selimuti perasaan khawatir yang kian menggebu gebu.
Tidak butuh waktu lama untuk Jay menemukan motor kesayangan nya.
Walupun hujan yang sangat lebat ia tidak mempedulikan hal itu, walaupun baju yang ia kenakan sudah basah kuyup akibat terus di guyuri air hujan, ia akan tetap memacu motornya menuju tempat yang akan ia tuju ; apartemen Jungwon.
Dengan perasan yang terus di hantui rasa khawatir yang kian lama kian menyesakan dada, ia terus memacu motornya dengan kecepatan tinggi menembus menerobos hujan yang sangat lebat, saat ini di pikirannya hanya di penuhi oleh satu nama.
Jungwon, Jungwon dan Jungwon sang mantan kekasih yang masih ia sayangi.
Setelah lima belas menit menempuh perjalanan, kini ia telah sampai di parkiran apartemen miliknya sekaligus milik Jungwon.
Ya, mereka tinggal di apartemen yang sama, dan kamar apartemen mereka bersebelahan.
Setelah Jay memarkirkan motor kesayangannya, ia segera bergegas sedikit berlari memasuki bangunan apartemen yang lumayan mewah itu.
Ketika di lobi apartemen banyak pasang mata terheran heran melihat pakaian yang ia kenakan basah kuyup akibat aksi kebut kebutan di tengah hujan deras tadi.
Namun, Jay sekali lagi tidak mempedulikan hal itu, ia hanya terus bergegas berjalan menuju lift yang akan membawanya menuju tempat dimana Jungwon tinggal.
Jay menekan angka 6 yang tertera di tombol lift, yang berarti lift itu akan membawanya ke lantai 6 tempat kamar Jungwon berada.
Tak butuh waktu lama, akhirnya Jay tiba di lantai 6, ia segera bergegas berlari menuju apartemen milik Jungwon, tak peduli ia mengotori lorong apartemen itu, ia hanya ingin melihat Jungwon secepatnya.
Nafas nya yang masih memburu akibat berlari, dengan pakaian yang masih basah kuyup ia segera menekan kode sandi untuk membuka pintu apartemen Jungwon.
“Bangsat gue lupa sandi apart Jungwon,” bentak Jay karena ia lupa sandi pintu tersebut.
“Tenang jay, inhale exhale, coba inget baik baik,” Jay berusaha menenangkan dirinya yang tengah panik itu.
Ceklek pintu terbuka ketika ia mencoba memasukan sandi “20022004” yang berarti gabungan tahun lahirnya dan tahun lahir Jungwon.
Setelah ia memasuki kamar apartemen itu, ia segera mencari sosok yang membuatnya khawatir dan rela menerobos hujan demi menemui sosok tersebut.
Netranya terus berkeliling mencari dimana keberadaan Jungwon sang mantan kekasih.
Keadaan di dalam apartemen itu sangat gelap, hingga menghalangi pandangan Jay, iya tau Jungwon pasti belum sempat menyalakan lampu kamar apartemen itu.
Jay segera mencari saklar listrik untuk menyalakan lampu agar memudahkan ia mencari sosok Jungwon di dalam sana.
Lampu menyala, tetapi tetap saja ia masih tidak menemukan sosok Jungwon.
Hingga terbesit di pikirannya untuk memasuki kamar milik Jungwon.
Benar saja ketika Jay membuka pintu kamar milik Jungwon, ia menemukan Jungwon tengah tergeletak di lantai kamarnya sendiri. Dengan keadaan yang sangat memprihatikan.
Posisi tubuhnya meringkuk, kedua tangannya memegangi dada seperti tengah menahan sesak nafas yang sangat menyesakan, matanya terpejam, nafasnya yang terus terengah engah mencari segelintir oksigen, seluruh tubuhnya bergetar hebat menandakan ia sedang mengalami ketakutan hebat.
Sontak Jay yang melihat itu segera membawa Jungwon ke dalam pangkuannya, ia mencoba menenangkan Jungwon dengan terus mendekapnya dengan erat seraya terus menepuk nepuk lembut pipi gembil milik Jungwon agar ia cepat tersadar dan membuka matanya.
“Ju bangun, ini gue jay, gapapa lo udah aman sekarang, hujan nya juga udah reda kok, lo bisa buka mata lo sekarang,” bisik Jay lembut mencoba mengembalikan kesadaran Jungwon.
Namun usaha Jay nihil, Jungwon masih belum membuka matanya dan masih terus saja terengah engah, berusaha meraup oksigen sebanyak banyak.
Karena suara hujan dan petir yang masih menggelegar menyapa indra pendengaran Jungwon, Jungwon masih enggan membuka matanya.
Tiba tiba Jay menempelkan kedua tangannya menutupi telinga Jungwon. Jungwon yang merasakan hal itu sedikit membuka matanya, nafasnya mulai sedikit berjalan normal.
“Kalo gini lo ga bakal denger suara hujan lagi kan? Buka aja mata lo, ada gue di sini, lo ga perlu takut lagi,” ucap Jay lembut seraya menatap wajah sayu Jungwon yang mulai membuka matanya.
Seiring berjalannya waktu, hujan pun mulai mereda, hanya terdengar suara tetesan tetesan gerimis, yang tidak seriuh suara hujan deras tadi.
Hingga akhirnya Jungwon kembali mendapatkan kesadarannya secara penuh, dengan raut wajah kebingungan, ia heran kenapa bisa ada Jay di sampingnya.
“Jay?”
“Sejak kapan lo ada di sini?”
Jay di hadiahi oleh pertanyaan oleh Jungwon.
“Dari tadi, pas tiba tiba hujan gede gue langsung ke inget lo,”
Jungwon hanya terdiam mendengar ucap Jay itu.
“Gimana udah baikan belum?” tanya Jay kembali membuka pembicaraan.
“Eum... Lumayan, ini sampe kapan tangan lo bakal nempel di telinga gue?”
“Sampe hujannya reda,”
“Gue ga setakut itu kalo ada yang nemenin, hujannya juga udah lumayan reda, jadi udah lepasin aja tangan lo, pasti pegel kan dari tadi,”
“Oh yaudah deh.” Jay pun melepaskan tangannya yang dari tadi menutupi indra pendengaran Jungwon.
“Maaf tadi siang gue ngebentak lo, maaf banget ju, sekali lagi maaf banget, gue kebawa emosi, gue lagi stress banget gara gara banyak tugas, maafin gue ya ju?”
“Hm... Iya udah gue maafin,”
“Makasih banyak ju, gue emang bego banget udah ngebentak lo, sekali lagi maaf ju.” Jay memegangi tangan Jungwon menyesali perbuatannya.
“Udah jay, ga usah minta maaf lagi, gue kan udah maafin lo, wajar lo kan juga manusia, punya emosi, bisa berbuat salah juga,” Jungwon mengusap tangan Jay yang tengah memegang tangannya.
Seketika hening, tidak ada yang membuka suara lagi di ruangan itu. Dengan Jungwon yang masih dalam pangkuan Jay mereka hanya bisa saling memandang dan menatap ke dalam netra satu sama lain.
Tiba tiba saja Jay mendekatkan wajahnya dengan wajah Jungwon. Jungwon, pria manis itu hanya bisa memejamkan matanya dengan apa yang akan di lakukan Jay.
“Cup”
Satu kecupan berhasil mendarat di bibir mungil milik Jungwon, tidak menuntut untuk di balas karena hanya satu kecupan saja.
“Can i?” tanya Jay seraya menatap dalam dalam manik coklat milik Jungwon.
“Pacar lo?” Jungwon balik melemparkan pertanyaan.
“Abis ini juga putus,” ucap Jay tersenyum miring.
Jungwon mengangguk setelah mendengar perkataan Jay itu.
Dengan segera Jay kembali mendekatkan wajahnya dengan wajah Jungwon, kemudian menempelkan benda kenyal miliknya ke bibir mungil milik Jungwon.
Kedua bilah bibir yang tadi hanya menempel itu kini perlahan saling menghisap satu sama lain, tanpa paksaan dan tanpa tuntutan nafsu.
Jungwon mengalungkan tangannya pada ceruk leher milik Jay agar pemuda itu lebih memperdalam ciumannya, dan sedikit lebih agresif. Tak mau kalah Jay kemudian membawa tubuh Jungwon untuk duduk di pangkuannya, melingkar kan tangannya dengan sempurna di pinggang kecil nan mulus milik Jungwon.
Tanpa memberi aba aba Jay sedikit menggigit bibir Jungwon, agar memberi lidahnya celah untuk menerobos masuk ke dalam mulut kecil Jungwon, mengabsen setiap barisan gigi dan bermain dengan lidah milik sang mantan kekasih.
Rasa manis dari bibir Jungwon dan dinginnya bibir milik Jay akibat kedinginan setelah menerobos hujan yang sangat lebat tadi, kini mulai menghangat bercampur menjadi satu akibat hisapan demi hisapan yang memabukan dan membuat mereka terlena.
Manis dan membuat keduanya candu ingin merasakan lagi dan lagi, sama seperti dulu ketika mereka pertama kali berciuman.
Sudah lama Jay tidak merasakan bibir milik sang mantan kekasih. Begitu pula dengan Jungwon.
Jungwon yang mulai kehabisan nafas langsung menarik dirinya untuk mengambil nafas sebanyak yang ia mampu. Deru nafas keduanya menerpa wajah masing masing karena hanya berjarak beberapa centi saja.
Di tengah kesibukan keduanya mengambil nafas, tiba tiba Jay dengan suara beratnya membuka pembicaraan.
“Be mine again?”
Suara berat Jay yang terdengar seksi menyapa indra pendengaran milik Jungwon.
Jungwon yang mendengar perkataan itu, langsung menatap netra Jay dan berkata.
“Umm... Yes.” ucap Jungwon mengangguk menandakan bahwa iya mengiyakan pertanyaan yang Jay ajukan.
Jay yang mendengar itu langsung tersenyum menang, merayakan keberhasilannya karena telah berhasil merebut kembali hati sang mantan kekasih.
Kemudian Jay kembali segera mendekatkan wajahnya dengan wajah Jungwon untuk melanjutkan kegiatan berciuman yang sempat tertunda.
Namun, Jungwon menjauhkan wajahnya pertanda ia menolak melanjutkan kegiatan ciuman tadi.
“Ganti dulu baju kamu, pasti dingin kan?” ucap Jungwon.
“Udah pake aku kamu nih,” goda Jay.
“Suka suka aku dong,” Jungwon cemberut mendengar godaan Jay.
“Jangan cemberut gitu dong nanti cantiknya ilang, iya ini aku mau ganti baju dulu, tapi abis ganti baju mau lagi boleh ngga?”
raut wajah Jay memelas memohon kepada Jungwon.
“Hmm... Iya deh bolehh, udah sana cepetan ganti baju,”
“Lebih dari cium boleh?”
“Ishhh dasar mesum, kalo cuddle doang boleh, kalo kamu macem macem nanti aku tendang,”
“Ga janji hehe...”
“Beneran aku tendang nanti” ucap Jungwon dengan memasang ekspresi pura pura marah yang terlihat lucu di mata Jay.
Setelah itu Jay pun bergegas pergi ke untuk mengganti pakaiannya yang sudah lumayan agak kering karena sudah lama ia berdiam di kamar apartemen milik Jungwon.