auteurlavie

the girl's who love writing

II. When We Meet

Jongseong memejamkan matanya dan terlihat memberi penghormatan terakhir pada makam di depannya. Setelahnya ia menghela nafas kemudian meletakan setangkai bunga krisan putih dan bangkit lagi.

“Maaf terlambar berkunjung hari ini kak”

Jongseong tersenyum sambil melihat ke arah batu nisan dengan nama Jeonghan Stewart di sana. Kakak laki-lakinya yang meninggal 5 tahun yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas. Namun ada satu fakta yang baru saja Jongseong ketahui, bahwa kakak laki-lakinya tersebut meninggal bukan karna kecelakaan lalu lintas, melainkan di bunuh.

“Aku berjanji akan mencari tau siapapun di balik ini semua”

Jongseong kembali berkata lalu kemudian ia pamit undur diri karena harus pergi.

***

Jongseong menghentikan langkahnya bertepatan dengan seseorang yang juga menghentikan langkahnya, mereka berhadapan dengan sosok di depan Jongseong menatap Jongseong dengan dalam.

Jongseong bisa melihat bahwa sosok di depannya tadi terlihat seperti habis menangis, karna mata dan hidungnya memerah.

Sepertinya Jongseong tidak merasa asing dengan sosok di depannya, seperti pernah melihat namun lupa dimana ia bertemu dengannya. Disaat Jongseong sedang berpikir, ia tersentak kaget ketika sosok di depannya berlirih pelan.

“Kak Soobin?”

Jongseong kembali menatap sosok tadi, sosok tadi menggeleng pelan lalu berjalan meninggalkan Jongseong.

“Tunggu?”

Jongseong menghentikan langkahnya.

“Jungwon, benar kan? Kau Jungwon Lewis?”

Sosok tadi terdiam dan melihat ke arah manik mata Jongseong. Dari tatapan Jongseong, ia jadi merindukan seseorang.

“Jungwon, tapi tidak dengan Lewis”

Jawab sosok tadi terus ia melangkah pergi, Jongseong segera berlari dan mencoba menghalangi Jungwon.

“Aku Jongseong”

”.....”

“Aku perlu bicara denganmu”

“Tidak tertarik”

Jungwon kembali berjalan dan Jongseong kembali menghentikan langkahnya.

“Jungwon aku mohon”

“Aku tidak mengenalmu!”

“Tapi kau mengenal mata ini kan!”

Jungwon terdiam kemudian ia mengalihkan pandangan matanya.

“Kak Soobin yang memberikannya untukku, ia punya pesan terakhir untuk kita berdua?”

Dan berakhirlah mereka disini, di sebuah caffe yang tidak jauh dari rumah duka yang mereka datangi.

Dari lima menit yang lalu belum ada pembicaraan dari keduanya, membiarkan satu ice americano dan satu coffe latte di depan mereka begitu saja.

“Jadi apa yang ingin kau sampaikan?”

Tanya Jungwon.

“Bermainlah piano”

Jungwon terkejut dan ia menatap tajam ke arah Jongseong.

“Tidak. Dan tidak akan pernah terjadi”

“Bukan aku yang memintamu untuk bermain piano, tapi Kak Soobin. Dia bilang jika aku mengajari mu bermain piano, kita akan menemukan siapa pelakunya”

Jungwon menatap Jongseong di depannya.

“Apa kau tidak pernasaran siapa yang telah melakukan peledakan itu? Jika kau bermain piano maka kita bisa mencari tau siapa p-”

“Aku sama sekali tidak tertarik”

Jungwon bangkit berdiri lalu ia segera berjalan keluar dari caffe membuat Jongseong mengacak rambutnya sebal.

Ini akan menjadi berat baginya, membujuk Jungwon untuk bermain piano.

I. When the darkness come to you

Jungwon menundukan kepalanya dan juga menaruh setangkai bunga krisan pada salah satu pusaran yang masih baru, tidak hanya dirinya sendiri. Melainkan banyak orang di proses pemakaman hari ini. Ia bangkit berdiri dari posisinya dan berjalan mundur, membiarkan orang-orang lain memberikan penghormatan terakhir pada kedua orang tuanya.

Jungwon berpindah tempat dan diam sesaat.

“Jungwon-ah, sampai kapanmu di manapun, kamu adalah adik kakak yang paling berharga. Cuma kamu yang kakak punya di dunia ini, kakak akan selalu menjagamu”

Jungwon mengepalkan tangannya, ia paling tidak suka jika seseorang ada yang mengingkar janji dengannya.

“apa kamu sama sekali tidak berniat datang? Ini adalah konser pertamaku Jungwon, aku bahkan melakukannya demi dirimu?”

“apa karna Jungwon tidak bisa bermain piano ia di keluarkan dari keluarga Lewis? Kenapa kalian selalu memaksa Jungwon? Ia masih kecil, seharusnya anak seusianya di biarkan bermain”

“Aku tidak akan membiarkan kalian menyentuhnya seujung kukupun”

“Sampai kapanmu, Jungwon adalah adikku bahkan ketika dia bukan lagi keluarga Lewis”

“aku akan membunuh ayah dan ibu jika kalian menyakiti Jungwon!”

Jungwon semakin mengepalkan tangannya dan mencoba menahan air matanya yang pada akhirnya tetap turun jatuh melalui kelopak matanya yang indah.

Jika di dua pusaran sebelumnya ia tidak menangis, maka di pusaran yang ada di depannya ia menangis. Bahkan ketika ia meletakan setangkai bunga krisan putih ia kembali menangis sambil memengang pusaran tersebut.

“Bohong.. kakak bilang akan melindungiku, kakak bilang akan selalu ada untukku. Yak!! Soobin!! Bangun!!!”

Jungwon berkata dengan suara intonasi yang keras, hingga membuat beberapa orang disana melihatnya dan menaruh perhatian khusus.

bagaimanapun dari keluarga Lewis, hanya ia yang tersisa

“Bilang kalo semua ini cuma bercanda kan? Kak, kak Soobin bangun!”

Jungwon berlutut sambil terisak, tidak ada yang berani menganggunya karna bagaimanapun semua orang merasa kehilangan atas insiden mengebomman tempat konser keluarga Lewis tiga hari yang lalu.

***

Ting! Tong!

Jungwon yang masih menggunakan pakaian pemakaman tadi menoleh ke arah pintu rumah keluarga Sunoo, sama sekali tidak berniat untuk membuka pintu walaupun sudah tiga kali bel berbunyi. Ia kembali menekuk lututnya dan menenggelamkan kepalanya. Hingga suara bel ke sepuluh ia beranjak dari tempatnya dan membuka pintu rumah tersebut.

Di depannya berdiri dua orang yang tidak ia kenal, memakai stelan jas rapih dan tersenyum ke arahnya.

“Permisi, dengan saudara Jungwon?”

Laki-laki berambut coklat terang dan tinggi itu bertanya pada Jungwon.

“Perkenalkan, saya Lee Jinhyuk Polisi dari distrik Gangnam Divisi I kejahatan berat dan ini rekan saya. Cho Seungyoun”

Kedua orang tersebut memberi kartu tanda pengenal mereka pada Jungwon.

“Kami disini ingin bertanya kepada anda secara langsung, menurut kesaksian yang ada. Anda adalah satu-satunya keluarga Lewis yang tersisa bersama dengan Sunoo sepupu anda yang sekarang terbaring di rumah sakit”

Jungwon memberikan dua gelas air putih tersebut kepada kedua polisi di depannya.

“Aku bukan keluarga Lewis”

Jawab Jungwon dan kedua polisi tadi terlihat terkejut, karena sangat berbeda dengan data yang mereka dapatkan.

“Tapi dengan data yang kami terima, mengatakan bahwa anda adalah keluarga Lewis?”

Jungwon menggeleng pelan.

“10 tahun yang lalu, saya memang benar keluarga Lewis tapi sekarang. Maaf”

Jungwon menundukan kepalanya dan kedua polisi tadi langsung menggeleng pelan.

“Jadi sebenarnya kedatangan kami adalah untuk menyelidiki kasus pengeboman yang terjadi, bisakah kami meminta bantuan anda?”

Jungwon mengangkat sebelah halisnya.

“Menurut kami, ledakan ini sangat tidak wajar. Jadi kami akan menyelidikinya”

“Maksudnya?”

“Secara garis besar, ini termasuk kasus pembunuhan”

***

Sunghoon mengigit bibir bahwanya ketika mereka berada di ruangan milik Jongseong bersama dengan orang tua Jongseong, Daniel dan juga Dokter mata.

Secara perlahan perban yang ada di mata Jongseong di buka.

“Bisakah kamu melihat saya?”

Dokter itu berkata sembari memeriksa mata Jongseong.

Jongseong terdiam dan ia menatap satu persatu orang di depannya.

Mulai dari ibunya yang menatapnya panik.

Ayahnya yang tersenyum padanya.

Daniel yang harap-harap cemas.

Dan Sunghoon yang menatapnya dalam.

“Jaeyoon ada dimana?”

Ketika mendengar pertanyaan Jongseong, semua orang bernafas lega.

“Sepertinya, transplantasi matanya berhasil”

I. Everything has changed

(but not my heart)

Sunghoon mendesus kesal, rasanya ia ingin melempar Taehyun menggunakan kamus besar yang ada di perpustakaan.

Sunghoon berjalan keluar dari perpustakaan menuju kantin sekolah, di ujung koridor ia tidak sengaja berpapasan dengan Jongseong yang sedang berbicara dengan Jaeyoon dan juga Huening Kai.

“Hallo, Sunghoon”

Sapa Huening Kai sambil tersenyum dan di balas senyum dari Sunghoon.

“Mau kemana lo? Sambil bawa buku tebal kaya gitu?”

Kali ini Jaeyoon bertanya, Jaeyoon dan Sunghoon memang sudah mengenal satu sama lain jadi Jaeyoon tidak perlu berbicara formal pada Sunghoon.

“Mau geplak kepala Taehyun”

Jawab Sunghoon asal yang buat Huening Kai dan Jaeyoon menatap Sunghoon.

Manis-manis galak.

“Galak amat”

“Napa? Kamu mau aku geplak juga?”

Jongseong jadi diam sedangkan Jaeyoon dan Huening Kai menahan tawa mereka.

Walau hubungan mereka sudah berakhir dari 6 bulan yang lalu, keduanya tetap tidak bisa untuk tidak menggunakan aku-kamuan di setiap kali mereka berbicara.

“Ya udah sana, nanti Taehyun nyacariin. Nanti pulang bareng kan? Kita kerumah sakit”

Jongseong berkata lagi dan Sunghoon menghela nafasnya lalu mengangguk sebelum akhirnya pergi ke kantin.

Jongseong melihat ke arah Sunghoon sampai sosok Sunghoon sudah tidak terlihat lagi. Ia menarik nafas lalu berjalan menyusul Jaeyoon dan juga Huening Kai.

***

Jongseong menyerahkan helmnya pada Sunghoon dan di terima oleh Sunghoon.

Orang-orang di sekolahpun mengetahui bahwa keduanya sekarang telah menjadi saudara tiri, jadi mereka tidak heran jika melihat Jongseong dan juga Sunghoon pergi-pulang sekolah bareng.

“Pegangan yang erat, aku bakal ngebut”

Sunghoon mau tidak mau memeluk pingang milik Jongseong erat karna sekali Jongseong berkata bahwa ia akan ngebut, maka Jongseong benar-benar ngebut.

Jongseong diam-diam tersenyum dari balik helm full face yang ia gunakan. Begitu juga dengan Sunghoon.

“Sini dulu bentar”

Sunghoon menurut dan mendekat ke arah Jongseong setelah mereka sampai di basement rumah sakit, Jongseong membernarkan poni depan Sunghoon lalu tersenyum.

“Mau ketemu calon adik, harus rapih kan?”

Jongseong terkekeh sambil merapikan rambut depan Sunghoon lalu turun dari motornya.

Hari ini, Nyonya Park berada di rumah sakit dengan jadwal operasi untuk melahirkan anaknya. Tuan Park sudah berada di rumah sakit dari tadi malam, dan memberitau Jongseong dan Sunghoon bahwa adik mereka akan segera lahir ke dunia ini.

Jongseong dan Sunghoon menghampiri ayah mereka yang sedang terlihat gugup di depan ruang operasi.

“Pah?”

Panggil Sunghoon dan Tuan Park menoleh lalu tersenyum pada ke dua anaknya tersebut.

“Jong, hoon”

Sapa balik tuan Park lalu menyuruh kedua anaknya untuk duduk sambil menunggu kabar dari dalam.

Selang tiga puluh menit kemudian, terdengar suara isak bayi dalam ruang operasi membuat ketiga orang di luar sana bernafas lega dan mengulas senyum.

Sunghoon melihat bahwa ayahnya meneteskan air matanya dan Jongseong tersenyum bahagia.

Ia menundukan kepalanya sesaat sebelum akhirnya tersenyum.

Jongseong yang melihat Sunghoon mengenggam tangan Sunghoon sambil tersenyum, sekarang Tuan Park sedang masuk karna di panggil oleh salah satu suster yang ada di sana.

“Ngelihat papa sebahagia itu, aku benar-benar ngerasa bahwa dunia gak adil”

Jongseong mengelus pelan punggung tangan Sunghoon yang baru saja mengucapkan kata-kata tersebut.

“Di dunia ini, gak ada yang gak adil sweetheart. Kita udah berjuang sampai sejauh ini”

Jongseong menepuk pelan kepala Sunghoon yang ngebuat Sunghoon menghela nafasnya.

“Gak ada yang gak adil, tapi emang kayanya takdir lagi main-main sama kita aja”

Sunghoon tertawa lalu bangkit berdiri ketika pintu ruang operasi terbuka dan melihat baby box yang keluar dari sana.

“Lihat? Bukannya ia sangat cantik? Matanya mirip sekali dengan Sunghoon kita dan hidungnya, hidung milik Jongseong”

Tuan Park terkekeh sambil memperlihatkan anak perempuannya kepada kedua kakak laki-lakinya.

Bukankah kebahagian ini akan terus berjalan sampai akhir?

VII. When we first meet.

Sunghoon tersenyum lalu menghampiri Jongseong yang tengah menunggunya di depan kelasnya, karena Sunghoon ada jadwal piket maka ia sedikit terlambat.

“Maaf ya, jadi Dongpyo ngajak ngobrol dulu”

Jongseong menggeleng pelan lalu keduanya berjalan turun ke koridor bawah.

Sepanjang perjalanan ke luar gerbang sekolah, tidak ada perbincangan di antara keduanya. Mereka sama-sama diam, terjebak dalam pikiran masing-masing.

“Kamu inget di sana Jong?”

Sunghoon menunjuk ke lapangan yang ada di tengah sekolah, ia tersenyum sambil melihat Jongseong.

“Tepat disana waktu upacara penerimaan murid baru, kamu nolongi aku”

Jongseong terdiam, sekarang ia seperti melihat sosok dirinya berdiri di ujung sama dan juga bersama dengan anak-anak lainnya. Kejadian yang hampir dua tahun lalu berputar kembali dalam pikirannya.

Bagaimana ia menolong Sunghoon yang datang terlambat dan memberikan Sunghoon sapu tangannya karna Sunghoon terlihat mengeluarkan keringat karna berlarian menuju lapangan.

“Sapu tangannya masih aku simpen”

Sunghoon menunjukan sapu tangan berwarna abu-abu milik Jongseong, Jongseong tersenyum lalu mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan ke luar sekolah.

“Disana, di taman itu juga pertama kalinya kita duduk dan makan siang bersama”

Sunghoon menunjuk taman kecil di deket lapangan sekolah, tempat di mana waktu itu Jongseong dan Sunghoon menghabiskan makan siang bersama. Banyangan keduanya seperti terlihat disana, bagaimana cara mereka mengobrol dan tertawa bersama.

“Waktu cepet banget berlalu ya”

Sunghoon tersenyum, sedangkan Jongseong menatap ke arah Sunghoon.

***

Hari ini mereka ada di kawasan Hongdae untuk menikmati kencan mereka, sambil bergandengan tangan keduanga menyusuri setiap jalan yang ada di pusat Hongdae.

“Kamu inget gak waktu pertama kali kita jalan, rasanya canggung dan malu-malu”

Sunghoon kembali berkata dan Jongseong mengangguk kecil.

“Masih ada, tempatnya masih ada Jong.. ayo kita ke sana”

Sunghoon menarik Jongseong ketempat foto box yang ada disana. Di mana ketika kencan pertama mereka, mereka juga melakukan hal yang sama.

Sunghoon membuka dompetnya dan menunjukan foto yang ada disana pada Jongseong, foto yang di ambil di hari pertama mereka kencan.

“Jong, gayanya kaya gini yaa.. biar sama”

Jongseong sebenarnya tidak mengerti maksud dari yang di katakan oleh Sunghoon, tapi ia tetap menurut dan mengikuti apapun yang di katakan oleh Sunghoon. Asal bisa membuat Sunghoonnya tersenyum bahagia seperti sekarang ini.

“Rasanya kaya kembali ke waktu baru-baru kita kenal”

Sunghoon berkata lalu membandingkan foto dua tahun yang lalu dan foto yang barusan mereka ambil.

“Semuanya gak ada yang berubah, kamu aku, perasaan kita”

Sunghoon tersenyum.

“Hanya keadaan yang berubah”

Ucapnya sepelan mungkin agar tidak di dengar oleh Jongseong.

Jongseong membukakan minuman kaleng dan memberikannya pada Sunghoon, setelah puas bermain di Hongdae sekarang mereka berada di taman yang tidak jauh dari rumah mereka.

Mata Jongseong menatap ke arah Sunghoon yang sedang meminum minumannya dan kembali bercerita tentang apa saja, membuat sudut bibir Jongseong tersenyum.

Jongseong mengenggam tangan Sunghoon yang membuat Sunghoon terkejut.

“Kamu ingat disini? Dua tahun lalu, ketika aku bilang kalo aku jatuh cinta sama kamu. Sama semua yang ada dalam diri kamu?”

Sunghoon menatap Jongseong yang berbicara sedangkan Jongseong menatap lurus ke depan.

“Kalo kamu tau, rasanya aku menjadi laki-laki paling bahagia saat itu bahkan sampai saat ini”

Jongseong memutar badannya dan menatap Sunghoon, kali ini kedua tangannya ia bawa untuk mengenggam tangan Sunghoon.

“Aku pernah berjanji kan? Tidak akan membuat kamu menangis, dan hanya akan membuat kamu tersenyum bahagia”

Sunghoon mengangguk kecil.

“Aku pernah berjanji untuk selalu bersama kamu, apapun yang akan terjadi bukan?”

Sunghoon untuk kedua kalinya mengangguk.

“Aku pernah berjanji untuk tetap mencintaimu, apapun yang terjadi kan?”

Jongseong bisa melihat bahwa mata indah milik Sunghoon yang menatapnya kini memerah dan di pelupuk matanya ada cairan bening nan indah.

Jongseong terdiam.

“Sunghoon, maaf. Aku minta maaf, bahwa aku tidak bisa untuk menepati janji-janji itu”

Jongseong menutup matanya sebentar dan kembali menatap Sunghoon yang menggeleng pelan, sambil mencoba menahan isaknya.

“Jangan pernah menangis untuk laki-laki lain, mengerti?”

Sunghoon mengangguk kecil.

Sekarang mereka berdua harus sadar, bahwa takdir tidak berjalan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

“Maaf sudah membuatmu menangis malam ini, maaf karna aku tidak bisa membuatmu tersenyum lagi. Maaf jika aku tidak bisa bersama denganmu sebagai laki-lakimu”

Jongseong menarik nafasnya pelan-pelan dan menatap Sunghoon yang masih menunduk.

“Sunghoon tatap aku”

Seperti sebuah sihir, perkataan Jongseong membuat Sunghoon menaikan kepalanya dan menatap Jongseong.

“Sunghoon. Ayo kita putus”

Pada akhirnya, Sunghoon dan Jongseong tau bahwa mereka akan berakhir seperti ini. Sebagaimanapun mereka berjuang keras, sebagaimanapun mereka melawan takdir. Jalan mereka sendari awal adalah seperti ini.

VI. Spring Happinnes

Sunghoon yang baru saja keluar dari kamarnya berpapasan dengan Jongseong yang juga baru keluar dari kamar miliknya, keduanya saling melempar senyum sebelum turun ke bawah untuk sarapan sebelum berangkat ke sekolah.

Di meja makan, Nyonya Kim sudah selesai memasak dan juga Tuan Park sedang melihat laporan kantor melalui tablet miliknya.

“morning papa”

Sapa Sunghoon sambil mencium pipi papanya, suatu kebiasaan yang memang selalu Sunghoon lakukan.

Jongseong melihat itu dan menyembunyikan senyumnya, ia tidak pernah melihat sikap manis pacarnya itu selain kepadanya.

“and good morning mama”

Sapa Sunghoon lagi kepada Nyonya Kim, mulai sekarang walaupun ayahnya dan juga Nyonya Kim belum menikah tapi Sunghpon sudah membiasakan diri memanggilnya mama begitu juga dengan Jongseong yang memanggil Tuan Park dengan sebutan papa.

“Papa dengar kalian berdua mewakilkan sekolah untuk olimpiade bulan depan kan?”

Tuan Park bertanya dan Jongseong menjawab pelan.

“Wah, ini akan menjadi hebat bukan? Kedua putraku sangat membanggakan”

Sunghoon dan Jongseong saling menatap lalu tersenyum pelan, walau masing-masing dari mereka memberikan senyum palsu.

“Satu minggu lagi, setelah acara pernikahan kami akan langsung bertolak ke Eropa. Jadi kalian tidak masalahkan berada di rumah?”

Sunghoon melihat ke arah ayahnya.

“Jongseong, kamu bisa menjaga adikmu kan?”

Tuan Park melihat ke arah Jongseong dan Jongseong tersenyum.

“Aku akan bertanggung jawab atas Sunghoon”

Tuan Park tersenyum.

“Aku tau kalo Jongseong dapat di andalkan?”

***

Sunghoon melihat jalanan dari kaca jendela mobil, musim semi. Sebenarnya adalah musim yang sangat ia sukai tapi entah kenapa tahun ini semuanya terasa berbeda.

Jongseong yang berada di sebelahnya tersenyum, lalu tangannya ia bawa untuk meraih tangan milik Sunghoon, lalu ia tutup dengan almameter yang belum ia gunakan supaya tidak terlihat oleh supir pribadi milik keluarga Park tersebut.

Sunghoon menoleh dan melihat Jongseong yang pandangannya melihat ke arah jendela lain.

Jongseong mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Sunghoon. Keduanya menikmati perjalanan mereka ke sekolah sambil melihat kelopak bunga sakura yang berjatuhan terkena angin.

setidaknya, tidak ada yang tau bahwa hanya dengan tindakan kecil tersebut membuat keduanya bahagia

Who it this??

Jungwon mengikuti ibunya yang terlihat tergesah-gesah. Bahkan sekarang mereka melewati sebuah lift VVIP di sebuah perusahaan besar di korea tersebut.

“Jungwon, kali ini kamu bantu mami bisa kan?”

Jungwon hanya terdiam untuk beberapa saat.

“Kali ini pasien mami adalah anak dari pemilik perusahaan ini, orang nomor satu di Korea. Namanya adalah Park Jongseong, ia mempunyai DID dan yang kamu jumpai waktu itu adalah Park Jay alter ego dari Jongseong. Jay akan selalu muncul jika Jongseong tertekan dan trauma”

Nyonya Yang menatap Jungwon.

“Kamu bantu agar Jay mau kembali ke tempatnya dan biarkan hari ini Jongseong yang bekerja oke?”

Jungwon hanya mengangguk, sejujurnya ia tidak tau mengapa harus dirinya yang membantu. Bahkan ia sama sekali tidak mengenal pasien ibunya tersebut.

“Oh, sekertaris Han. Saya dan Jungwon sudah hampir sampai”

***

Jungwon menatap pria di depannya dengan seksama, pria itu terlihat sedang menatap ibunya tajam.

“Jay, kamu bukannya udah janji sama dokter? Kalo hari ini biarkan Jongseong yang muncul”

Jay terlihat tertawa kecil.

“Membiarkan adikku menjadi bahan lelucoan para orang tua sialan itu?”

Jay menghardik tajam.

“Ini pertemuan peting Jay, kamu harus membiarkan Jongseong yang bekerja”

Jay menghela nafasnya, sekarang pandangannya bertemu dengan pandangan milik Jungwon.

perasaan apa ini?

Jay memengang kepalanya yang tiba-tiba menjadi sakit dan pandangannya sedikit memburam.

“Kak Jay?”

Jay melihat sekilas sosok Jungwon yang berdiri di hadapannya dan mencoba menolong dirinya yang hampir saja ambruk.

kenapa? Kenapa?

“Kak Jay.. Kak Jay..”

***

Jungwon yang semula tengah mengambil minum terkejut begitu melihat sosok di depannya baru saja bangun, maka dengan cepat ia memanggil sekertaris Han.

“Tuan-?”

“Jongseong”

Ucap Jongseong sambil bangkit berdiri dan merapikan pakaiannya lalu ia melihat arlogi di tangannya, ada waktu 30 menit sebelum rapat di mulai.

Pandangan Jongseong terhenti begitu ia melihat Jungwon yang berdiri di hadapannya dengan memengang gelas kecil.

“Dia siapa?”

Tanya Jongseong, pandangan mereka bertemu dan membuat Jongseong tidak melepaskan pandangannya tersebut pada Jungwon.

“Anak dari dokter Yang”

Jawab sekertaris Han.

Jongseong mendekati Jungwon dan sekarang berdiri di depannya sambil menatap Jungwon.

Jungwon melihat tatapan Jongseong cukup lama.

“Kau harus mengenaliku, tatapan ini hanya aku yang punya”

Ucap Jongseong lalu ia pergi ke luar untuk menyiapkan dokumen sebelum rapat besar.

Jungwon kembali terdiam.

Tatapan keduanya berbeda.

Tatapan mata yang kali ini lebih sendu dari biasanya.

Jika tatapan sebelumnya adalah tatapan tajam dan menintimidasi, maka kali ini tatapannya terkesan kosong dan sendu.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Mengapa ibunya menyuruh Jungwon untuk tetap di samping mereka?

“Jungwon dengar, mami membawa kamu kesini bukan karena tidak ada tujuan. Mami harap kamu mengerti. Mami ingin kamu membantu mereka, karna cuma kamu yang bisa membantu mereka. Mengerti?”

“Tuan Jungwon?”

Lamunan Jungwon buyar ketika ia mendengar suara sekertaris Han yang memanggilnya.

“Iya?”

“Tuan di harap untuk menunggu disini, sebelum tuan muda selesai rapat”

Jungwon hanya mengangguk kecil lalu kemudian sekertaris Han keluar dari ruang istirahat milik Jongseong dan Jay tersebut.

V. This is Last?

Jongseong menutup Ponselnya dan kembali memakan sarapannya, pesannya tak juga kunjung di balas oleh Sunghoon.

Dari tempat duduknya, ia melihat wajah ibunya yang terlihat bahagia memasukan beberapa menu makanan ke dalam lunch box untuk di bawa ke kantor.

Jongseong jadi ingat, ketika ia mendapatkan lunch box dari Sunghoon

“apa Sunghoon sebahagia itu waktu menyiapkan lunch box untuknya?”

Jongseong menghela nafasnya lagi, lalu kemudian melanjutkan makannya sambil sesekali mengecek ponselnya. Mana tau Sunghoon membalas pesannya.

Jongseong menoleh ketika mendengar suara ponsel milik ibunya yang berdering, yang membuat ibunya tersenyum.

“Iya?”

”....”

“Hah benarkah?”

Jongseong menoleh dan melihat ibunya tengah menatapnya.

“Baiklah aku akan kesana”

Ibuny terlihat membereskan lunch box yang sendari tadi di tata, ia menatap ke arah Jongseong yang menaikan sebelah halisnya.

“Sunghoon masuk rumah sakit, dia pingsan”

“APA?!”

***

Sunghoon mengerjapkan matanya beberapa kali dan menatap langit-langit yang bukan langit-langit kamarnya. Ia menghela nafas, seingatnya ia tadi keluar dari kamarnya untuk pergi sekolah sebelum semuanya terasa perputar dan akhirnya ia jatuh tidak sadarkan diri.

Bau ini, bau rumah sakit. Bau yang sangat tidak disukai oleh Sunghoon.

Sunghoon mencoba bangkit dari tidurnya dan betapa terkejutnya ketika ia melihat Jongseong tengah duduk sambil bermain ponsel di sofa ruang tengahnya.

“Jong?”

“Oh,sweetheart? Kamu udah bangun?”

Jongseong segera menghampiri Sunghoon dan memegang pundak Sunghoon.

“Ada yang sakit? Butuh aku panggilin dokter?”

Tanya Jongseong dan Sunghoon menggeleng pelan, ia mengenggam tangan Jongseong sambil tersenyum.

“Aku gak butuh apapun, yang aku butuh sekarang ada disini”

Sunghoon tersenyum kecil, kemudian Jongseong mengusap pelan kepala Sunghoon.

“Papa kamu sama mama aku ada urusan di kantor, jadi terpaksa aku yang temenin kamu. Tapi aku bersyukur banget bisa temenin kamu”

Ucap Jongseong sambil mengusap pelan punggung tangan milik Sunghoon.

“Kamu kan punya maag, kenapa sampe gak makan? Kalo karna masalah ini kamu gak makan, tolong ya sweetheart jangan kaya gitu, kamu tau segimana aku hawatirnya?”

Sunghoon tersenyum pelan, ia sangat menyukai jika Jongseong sudah mulai mengoceh tidak jelas.

“Jong?”

“Hmmm”

“Boleh gak kalo kita tetep kaya gini? Aku sama kamu, aku pengen kita kaya gini aja”

Sunghoon menatap tangan Jongseong yang masih mengelus punggung tangannya. Ia meraih tangan Jongseong dan mengenggamnya, menyatukan tautan jari-jari mereka.

“Kita jalanin sama-sama dulu ya sayang, sambil kita cari jalan keluar sama-sama”

Ucap Jongseong pelan sambil mencium dahi Sunghoon.

***

“Anjir sih ini mah, kok jadi gua yang bingung?”

Taehyun menatap dari luar pintu ruang rawat inap, harusnya dia ingin menjengkuk Sunghoon namun tidak jadi karna ia baru saja melihat hal yang harusnya tidak ia lihat.

Ia hanya butuh klarifikasi dari Sunghoon.

“Udah lah, masa bodo gua!”

IV. The truth

Sunghoon merapikan sedikit kemejanya dan tersenyum ke arah cermin besar di kamarnya.

“Sunghoon sayang, sudah siap?”

Sunghoon menoleh begitu mendengar suara ayahnya, ia segera mengambil ponselnya dan berjalan keluar.

“Kita sudah hampir terlambat sayang”

Omel Tuan Park dan Sunghoon hanya tersenyum, lalu ia mengambil bucket bunga yang sudah ia beli terlebih dahulu.

“Apa pacar papa suka sama bunganya nanti?”

Tanya Sunghoon sekarang mereka sedang melakukan perjalanan ke restoran china yang menjadi langganan keluarga Park tersebut.

“Pasti dia sangat menyukainya, terutama kamu yang memberikannya sayang”

Sunghoon tersenyum.

“Pacarku yang membantukannya untuk memilih, dia punya selera yang bagus kan?”

Adu Sunghoon dan tuan Park hanya tersenyum sambil mendengarkan cerita anaknya itu.

Sekitar 30 menit mereka telah sampai di tempat tujuan dan masuk ke ruangan yang sudah di pilih.

“Papa, Sunghoon sedikit gugup”

Sunghoon menarik jas milik papanya, karna calon papanya itu sudah berada di dalam.

“Tenang saja, ada papa. Lagian nanti di dalam kamu bakal ketemu temen?”

“Temen?”

Tuan Park mengangguk kecil, lalu menarik tangan Sunghoon agar masuk ke dalam.

Sunghoon menghentikan langkahnya begitu mereka masuk dan melihat dua sosok di depan sana.

Sosok pertama adalah seorang wanita yang mungkin umurnya tidak jauh berbeda dengan papanya dan di samping wanita itu, berdiri sosok yang amat sangat ia kenal.

Park Jongseong

Jika boleh, Sunghoon ingin menghentikan waktunya untuk sekarang.

Bucket bunga yang di pengang oleh Sunghoon hampir saja terjatuh jika ia tidak memengangnya dengan kuat.

Sunghoon menatap Jongseong yang sama terkejutnya, tidak bisa di pungkirin jika keduanya terlihat terkejut sedangkan kedua orang tua mereka tersenyum bahagia.

“Kau pasti Sunghoon kan?”

Lamunan Sunghoon terhenti ketika wanita itu tersenyum padanya, senyum yang sama dengan milik Jongseong.

“Ah.. iya, salam kenal. Park Sunghoon”

Sunghoon tersenyum dan memberikan Bucket bunganya pada wanita tersebut.

“Astaga, bunganya sangat cantik sekali. Terima kasih Sunghoon”

Sunghoon hanya tersenyum kecil lalu ia duduk dengan canggungnya. Duduk berhadapan dengan Jongseong yang menatapnya dengan segala kebingungan yang terjadi.

***

“Kami akan menikah bulan depan”

Perkataan dari Tuan Park membuat Sunghoon maupun Jongseong yang sedang makan menghentikan gerakan tangan mereka dan menatap ke masing-masing orang tua mereka.

“Menikah?”

Tanya Jongseong dan Nyonya Kim mengangguk sambil tersenyum, lalu ia menyentuh perutnya membuat Jongseong menatap ke perut ibunya tersebut.

“Maaf kami terlambat memberitahu kalian,Nyonya Kim sedang mengandung anak kita. Jadi bulan depan kita akan menikah. Dan Sunghoon sebentar lagi kamu mempunyai saudara, kalo di lihat dari bulan lahir bukan kah Jongseong akan menjadi kakak bagi Sunghoon?”

Sunghoon mengeratkan tangannya pada sendok dan garpu yang ia pegang, ia mengigit bibir bawahnya.

“Selamat atas pengumuman pernikahan kalian dan juga atas kehamilannya tan-”

“Panggil mama saja Sunghoon”

“Mama?”

Nyonya Kim tersenyum sedangkan Sunghoon tersenyum pelan, demi apapun sekarang ia tidak bisa menatap Jongseong.

“Mengapa kalian menyembunyikan hubungan kalian dengan kami?”

Jongseong berkata ia menatap tajam ibu dan juga Tuan Park.

“Maaf Jongseong tidak memberitahumu, mama tau kalo kamu sibuk di sekolah”

“Sesibuk apapun, setidaknya kabar bahagia ini kalian beritahu kami. Jika kami memang anak kalian”

Sunghoon dari tempat duduknya menatap Jongseong yang mengepalkan tangannya.

“Maaf Jongseong, paman yang melarang mama mu memberitahu dulu. Kami ingin merencanakannya”

Jongseong menghela nafasnya pelan dan membuang muka.

“Bukan kah kalian satu sekolah?”

“Iya, hanya saja kami berbeda kelas”

“Pah, Sunghoon masih harus mengerjakan tugas. Taehyun bilang ada tugas yang belum Sunghoon selesaikan. Jadi bisakan Sunghoon pamit duluan?”

Sunghoon berkata dan Tuan Park terlihat berpikir, acara makan malam juga sudah selesai.

“Pulang sama siapa kamu?”

Sunghoon terlihat terdiam untuk beberapa saat.

“Naik bus mun-”

“Boleh kalo Jong yang anterin Sunghoon pulang?”

Jongseong berkata membuat Sunghoon menatapnya tajam.

Tuan Park tersenyum.

“Tentu saja, sekalian kalian mengakrabkan diri”

***

“Hoon.. Sunghoon. Denger dulu kenapa sih”

Jongseong menarik tangan Sunghoon yang sendari tadi berjalan di depannya dengan cepat.

“Lepasin Jong.”

Sunghoon menepis pelan tangan Jongseong, ia menatap wajah Jongseong di depannya.

“Hoon, kita sama-sama gak tau. Kita sama-sama kaget oke, kamu tenang dulu ya sayang

Jongseong bisa tau kalo Sunghoon sebenarnya kaget bukan main, ia hanya menahannya sendari tadi.

“Jong.. kita harus apa sekarang? Hah? Mereka.. mer-”

Jongseong menarik Sunghoon kedalam pelukannya, mencoba menenangkan Sunghoon.

“Kamu tenang dulu ya sayang, kita bicarain ini semua sama mereka”

“Gak!”

Sunghoon melepaskan pelukannya pada Jongseong.

“Mama kamu lagi hamil Jong, mama kamu hamil anak papa aku. Kita harus apa? Aku gak bisa hancurin kebahagiaan mereka berdua, Jong.. hikss.. Kenapa? Kenapa harus kaya gini? Hiks”

Jongseong kembali menarik Sunghoon kedalam pelukannya, untuk saat ini dirinya tidak bisa berpikir dengan jernih, semua terasa mendadak untuknya.

semesta sepertinya sedang bermain dengan mereka

III. Lunch

Sunghoon memengang lunch box yang ada di atas pahanya sambil menunggu Jong, Tadi Jong sempat mengirimnya pesan kalo dia agak sedikit terlambat karna ada panggilan dari Guru Yoon.

Sunghoon menoleh begitu mendengar suara pintu atap terbuka dan hendak berdiri namun terhenti ketika ia melihat Jongseong masuk bersama dengan seseorang yang Sunghoon tidak kenal siapa, jadi Sunghoon memutuskan untuk beranjak dan bersembunyi.

“Kak, ini buat kakak?”

Sunghoon sedikit mengintip dan melihat bahwa gadis yang mungkin adalah junior mereka memberikan satu kotak berwarna coklat dengan pita merah ke Jongseong.

“Hyelimssi, sebelumnya terima kasih atas hadiah yang sudah kamu berikan, tapi maaf aku tidak bisa menerimanya”

Jongseong berkata sambil tersenyum dan membalikan kotak tersebut.

“Maaf Hyelim, tapi ada seseorang yang sudah aku sukai. Maka carilah orang lain yang juga menyukaimu”

Maka setelah itu gadis tersebut beranjak dari tempatnya dan Jongseong mengunci atap sekolah dari luar, ia berjalan ke arah Sunghoon yang masih tersenyum.

“Ini sudah yang keberapa kali pacarku di tembak?”

Ucap Sunghoon sambil cemberut dan Jongseong tersenyum sambil mengusak pelan surai hitam milik pacarnya itu.

“Jadi pacarku cemburu ya?”

Goda Jongseong dan membuat Sunghoon menatapnya sebal.

“Iya, sangat cemburuuu”

Jongseong terkekeh lalu mengajak Sunghoon untuk duduk di salah satu bangku panjang yang ada disana.

“Nah, jadi apa yang sudah di buat oleh pacarku ini?”

Jongseong berkata sedangkan Sunghoon membuka lunch boxnya dan mengeluarkan sumpit.

“Kimbab”

Ucap Sunghoon sambil mengambil satu potong besar kimbab buatannya.

“Aaaaaaa cobaaa”

Sunghoon memberikan potongan kimbab tersebut ke Jongseong, menyuapi Jongseong sambil tersenyum.

“Bayiii kuuu makan yang banyakkk yaaaaaa”

Goda Sunghoon sedangkan Jongseong mencubit ujung hidung Sunghoon.

“Enak gak?”

Tanya Sunghoon dan Jongseong memberikan dua jempolnya pada Jongseong.

“Ini berkali-kali lipat enaknya karna pacarku sendiri yang membuatkannya”

Sunghoon memukul pelan bahu Jongseong.

“Nanti pelajaran terakhir kita ruang konseling bersama dengan bu Yuna”

“Yeaaaahhhh.... aku bisa bertemu pacarku lagiii”

Jongseong tersenyum sambil ngelihat tingkah Sunghoon yang kesenangan karna mereka akan bertemu lagi.

“Seneng banget yang mau ketemu pacarnyaaa”

“Tentu sajaaaaaaaaaaaa......”

Jongseong tidak tahan melihat Sunghoon yang selalu bersikap manja dan menyenangkan jika bersama dengannya.

Dringggggg!!!

Bel tanda jam istirahat sudah berakhir dan bisa di lihat bahwa Sunghoon mempout bibirnya karna itu juga tandanya bahwa waktunya bersama dengan Jongseong telah usai.

“Jangan cemberut, jelek tau”

Ucap Jongseong terus dia bangkit.

“Nanti pelajaran terakhirkan kita ketemu”

Sunghoon mengangguk kecil.

“Sekarang, kamu keluar duluan baru aku”

Sunghoon berjalan ke arah pintu namun berbalik sambil menatap Jongseong. Jongseong yang di tatap ngerasa bingung.

“Kenapa?”

“Ciummmmm”

Jongseong terkekeh terus dia nyamperin pacarnya itu, ngecup pelan bibir pacarnya yang merah.

“Yeahh semangat belajarnya sweetheart

Sunghoon berkata dan langsung berlari ke luar pintu atap, sedangkan Jongseong menggelengkan kepalanya dan tersenyum lalu kemudian berjalan mengikuti Sunghoon.

Taehyun membuka headphonenya dan merengangkan otot-ototnya, dia bangkit berdiri dari tempatnya yang tidak jauh dari sana, di tumpukan meja dan kursi yang sudah tidak di pakai lagi.

“Aaaahh, gua lupa nyalain lagunya. Jadi gak sengaja deh denger pembicaraan orang”

Taehyun mengangkat bahunya terus berjalan keluar dari atap sekolah

II. Date

Jongseong dan Sunghoon berjalan beriringan dari lantai 3 menuju lantai dua, dimana ruang guru ada disana. Mereka berjalan dalam diam, walau sesekali saling melirik dan menyapa beberapa teman atau adik tingkat yang mereka lewati.

“kamu populer banget ya?”

Sunghoon berkata sambil sedikit berbisik, karna dari tadi banyak yang menyapa Jongseong.

“kamu juga gak kalah populer, lihat tuh?”

Sunghoon cuma bisa tersenyum terus natap Jongseong sebelum akhirnya mereka berdua masuk ke dalam ruang guru.

Ruang guru mereka ini di pisahkan masing-masing oleh bilik kecil, jadi setiap guru mempunyai privasi masing-masing di tambah saat ini ruang guru sedang sepi.

Jongseong maupun Sunghoon yang berdiri bersebelahan mendengar arahan dari Bu Yuna, selaku guru penanggung jawab olimpiade matematika yang akan di ikuti oleh Jongseong dan juga Sunghoon.

“Ada yang ditanyakan?”

Bu Yuna bertanya pada Sunghoon dan juga Jongseong, kedua menggeleng pelan.

Tanpa di sadari oleh guru di depannya, kedua tangan mereka yang berada di belakang saling bertautan.

“Kalo begitu kalian boleh pergi, jangan lupa persiapkan diri kalian mulai sekarang”

Sunghoon dan juga Jongseong mengangguk kecil lalu keduanya pamit untuk undur diri.

Setelah keluar dari ruang guru, keduanya memilih untuk pergi ke perpus mencari buku yang di perlukan dan sekaligus belajar bersama. Maka disini lah mereka, di sudut perpustakaan sekolah.

“Kamu mau belajar yang mana dulu, soal apa?”

Tanya Sunghoon sambil membuka buku matematika kelas 11, sedangkan Jongseong di sampingnya hanya menopang dagu sambil melihat ke arah pacarnya itu.

“Belajar bagaimana cara mencintamu”

Sunghoon menjitak asal kepala Jongseong yang ngebuat Jongseong meringgis pelan.

“Kok dipukul?”

Tanya Jongseong dan Sunghoon hanya menghela nafasnya.

“Serius dulu ihh”

Cicit Sunghoon yang kelihatan dia serius banget sama bukunya buat Jongseong tersenyum gemas.

“Iya sayang, aku serius”

Ucap Jongseong pelan sambil cium pipi milik Sunghoon. Sunghoon yang di cium langsung menoleh ke kiri dan kanan, matanya melotot tajam sedangkan Jongseong hanya terkekeh.

“Gak ada yang bakalan lihat, soalnya anak jaman sekarang gak ada yang suka perpus”

Ucap Jongseong terus nyium balik pipi Sunghoon lagi.

Terus gak berapa lama dia buka bukunya dan mereka belajar bareng.

1 jam mereka habiskan untuk belajar bersama di perpustakaan, Sunghoon merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Ia menoleh ke samping dan mendapatin bahwa Jongseong tengah tertidur dengan lengan yang di jadikan bantalan.

Sunghoon ikut merebahkan kepalanya dan menatap Jongseong dari samping, telunjuknya ia bawa untuk menyentuh setiap inci bagian wajah milik Jongseong yang amat sempurna.

“Aku sayang banget sama kamu”

Ucapnya pelan terus ngecup singkat bibir Jongseong.

“Maaf ya kalo kita harus kaya gini”

Sambung Sunghoon dengan sedih, ia masih menatap Jongseong dengan tatapan sendunya hingga kedua mata indah dan tajam milik Jongseong terbuka.

“Kenapa? Aku ganteng?”

Sunghoon berdecak sebal,lalu kemudian beranjak dari tempatnya.

“Pelajaran terakhir sebelum pulang, ayok!”

Sunghoon membereskan buku-buku miliknya begitu juga dengan Jongseong.

“Ada jadwal les? Mau aku anter pulang?”

Sunghoon menggeleng pelan, yang menjawab bahwa ia tidak ada les.

“Mau pulang? Atau kencan?”

“Kencan, udah lama gak kencan sama kamu”

Jongseong tersenyum lalu mengusap pelan kepala Sunghoon.

“Aku tunggu di halte belakang sekolah nanti”

Sunghoon mengangguk sebelum keduanya keluar dari tempat mereka dan menjadi orang yang tidak begitu dekat satu sama lain.