Jellycuddles


Reza mengerucutkan bibirnya saat mengetahui pendaftaran eskul musik mendadak rame. Ia juga tidak tau tiba-tiba seperti ini. Bahkan Haikal sama Gibran tidak menyangka.

Haikal merangkul bahu Reza, “Tenang aja, Re. Nanti kita kebagian daftar kok. Mending kita ngantin dulu.”

“Ohh! gue tau alasan kenapa tiba-tiba banyak yang ikut eskul musik!” Celetuk Gibran tiba-tiba. Seketika langkah Haikal dan Reza berhenti, lalu menoleh ke belakang tepat dimana Gibran yang berjalan di belakangnya.

“Kenapa?” tanya Reza penasaran.

“Kan sekolah kita ngadain pensi nanti. Nah, Sean berpatisipasi dan dia lagi cari pasangan duet buat nyanyi bareng tapi ngambil anak eskul musik maybe? itu sebabnya cewek-cewek banyak yang ikut?”

Ucapan Gibran seketika membuat Reza terdiam. Sedangkan Haikal menggelengkan kepalanya, lalu melirik wajah masam Reza.

“Kayak nya sulit sih. Lo apa gak mau ikut coba?” tanya Haikal.

“Hiks, Sean kenapa nyebelin banget sih~” gumam Reza pelan. Ia menundukkan kepalanya, karena merasa kesal.

“Lah malah nangis anaknya.”

“Gue aja belom bisa dapetin username moba dia, di tambah dia lagi nyari temen duet buat nyanyi, hiks. Gue harus gimana? Gu-gue gak bisa liat Sean duet nyanyi atau bahkan main gitar sama cewek lain.”

Gibran dan Haikal saling menatap, ia merasa kasihan melihat Reza galau seperti ini.

Haikal yang merangkul bahu nya mengusap-usap punggung Reza, untuk menenangkannya.

“Gue sebel banget, Sean nih kenapa banget susah di deketin, hiks.”

“Bukan Sean yang susah di deketin, tapi lo nya aja yang gak mau deketin dia. Lo gak berani bilang ke dia kalo lo suka sama Sean. Makanya Sean gak tau,” ucap Gibran.

“Terus gue harus gimana? Gak mau tau pokoknya harus lolos test! Hiks! Gue kemaren bela-belain belajar main gitar sama Kak Jun, bahkan jari telunjuk gue sampe sakit hiks. Dan niatnya hari ini mau belajar sama username “Golden Hours” tapi dia katanya hari ini gak masuk sekolah! Nyebelin banget,” oceh Reza.

“Iya-iya, yaudah yukk. Mendingan kita ngantin.”

Gibran dan Haikal saling tatap, lalu mengangguk kan kepalanya. Mereka memutuskan untuk membantu Reza bagaimana pun caranya.


Reza dengan tergesa menuju kamar sang Kakak, bahkan mengetuk pintu tersebut dengan tidak sabar. Merasa kesal tidak di hiraukan, Akhirnya Reza memutuskan untuk masuk ke kamar kakaknya. Oh, tidak di kunci. Tau gitu Reza masuk saja, jadi tak perlu repot-repot mengetuk pintu. Eh, tapi Reza masih mau menjaga privasi kakak nya. Siapa tau kakak nya lagi mandi atau pake baju, bisa mampus nanti atau mata suci nya ternodai.

“Kak Jun?” Panggil Reza, saat mulai memasuki kamar sang Kakak, bahkan Arjuna–Kakak Reza– tidak menoleh. Oh, ternyata sang Kakak lagi fokus menyusun dan menulis kunci gitar.

Reza duduk di depan Arjuna, “Kak, ajarin aku main gitar lagi dong.”

Arjuna mendongak untuk melihat wajah Reza yang sedang memohon bak anak kucing yang ingin di pungut. Sang kakak mengeryitkan alisnya bingung. Tumben sekali adiknya ini minta di ajarkan main gitar. Biasanya Reza sangat anti alias tidak mau menyentuh gitar lagi semenjak tangannya terluka karena belajar main gitar dahulu .

“Tumbenan banget. Lagian apa gak takut jari kamu luka lagi? Dulu siapa yang bilang gak mau belajar gitar lagi? Sampe gitar Kakak di banting-banting.” Oceh Arjuna. Ia tak menghiraukan Reza yang berada di depannya. Karena sibuk dengan gitarnya.

“Kak, plis deh ini mah. Demi sebuah kebersamaan, ajarin aku huhuhu.”

“Kamu belajar lagi karena Sean?” tebak Arjuna. Bagaimana ia bisa tau? Karena Reza sering curhat tentang pria yang di sukai nya pada Arjuna. Ia bahkan sampai muak melihat kebucinan Reza pada Sean. Tetapi ia kadang kasihan dengan Reza yang hanya bisa menatap Sean dari kejauhan, tidak berani mengungkapkan perasaannya. Reza terlalu pengecut. Ya, memang.

“Aku mau ikut eskul musik demi–”

“Iya-iya, Kakak udah tau. Gak usah di lanjutin lagi. Kalo udah bucin mah susah yaa. Yaudah, nanti kakak ajarin. Tapi inget, jangan di banting-banting lagi kalo emang gak bisa main. Kontrol emosi kamu.”

“YEAYY!!!”


Setelah keluar dari masjid, Jeno merapihkan rambutnya yang agak sedikit basah, dan kemudian tersenyum tipis di spion kaca. Ia menaruh peci yang di pakai ke dalam jok motor. Ponsel Jeno berdering, menampilkan pesan dari Renjun–kekasihnya– kalau acara kebaktian ibadahnya hampir selesai. Jeno pun bergegas, dan menghidupkan motor nya lalu menuju vihara dimana Renjun berada.


“Kamu ganteng banget habis sholat. Mukanya keliatan adem,” ucap Renjun. Ia mengusap kepala Jeno yang masih terasa basah karena air wudhu.

Sedangkan Jeno hanya tersenyum sambil mengusap pipi tembam Renjun dengan lembut.

“Gimana tadi kebaktian kamu?” tanya Jeno. Matanya tak lepas untuk memandang wajah Renjun dengan tatapan sendu.

“Ya seperti biasa. Penceramah nya sungguh membosankan. Aku sampai tergantuk-ngantuk tadi.”

Jeno tersenyum maklum, “Lain kali jangan gitu ya? Kamu harus bener-bener serius kalo ikut ibadah. Mau sengantuk apapun, kamu harus tetap mendengarkan nya, paham?”

“Iya-iya. Dasar ustadz Jeno.”

Renjun terkekeh, kemudian menaiki motor mio Jeno. Mereka ingin menghabiskan malam minggu bersama setelah ujian akhir sekolah menengah pertama mereka yang baru saja selesai.

“Oiya, sholat kamu gak pernah bolong kan?” tanya Renjun penuh selidikan. Jeno terkekeh dan melihat wajah raut kebingungan Renjun di spion kaca.

“Enggak kok, sayang. Lagian nih ya, kalo aku sampe bolong sholatnya bisa di babat habis sama ayah aku. Kamu tau sendiri kan kalo ayah ku itu patuh banget sama agama,” jelas Jeno dengan suara kencang. Karena jika ia berbicara pelan, Renjun tidak akan mendengar. Karena kondisinya jalanan sangat ramai

“Hihi, iya juga. Tapi Jen ... Selama ini hubungan kita–

“Kita bicarain ini nanti ya? Aku mau ngomong sesuatu sama kamu,” ucapan Jeno mampu membuat Renjun terdiam. Entah mengapa firasat nya mengatakan bahwa ini akan jadi malam terakhir mereka untuk bersama. Renjun berusaha menghapus pikiran buruknya. Semoga firasatnya ini tidak benar. Bagaimana pun juga, Renjun akan mempertahankan hubungan ini, walaupun takdir tidak berpihak pada mereka.


“Jadi kamu mau ngomong apa?” tanya Renjun gugup setelah Jeno memarkirkan motornya di pinggir sungai.

“Aku–” Jeno berusaha menahan tangisnya yang akan segera pecah. Jujur dalam lubuk hatinya, ia tidak ingin mengatakan ini tapi ia harus.

“Kenapa?” tanya Renjun takut. ia menghampiri Jeno yang sedang menunduk, perasaannya tidak menentu. Ia meraih rahang Jeno dan menyuruh pria itu menatap dirinya.

“Setelah lulus nanti ayah nyuruh aku pesantren dan aku mau memutuskan hubungan kita.” Setelah mengatakan itu mata air Jeno menetes tanpa ijin. Tangan Renjun yang ada di rahang Jeno tampak bergetar. Mata rubah itu berkaca-kaca, tampak tak percaya apa yang di katakan kekasihnya.

Renjun menggelengkan kepalanya pelan, “Enggak, aku gak mau putus please. Aku–”

“Renjun dengarkan aku.” Jeno menangkup wajah mungil Renjun.

“Kita berbeda, Renjun. Dan sampai kapanpun tidak akan pernah bisa bersama. Sebelum kita jatuh terlalu jauh, lebih baik akhiri sekarang. Aku juga gak mau ini terjadi tapi–tuhan kita berbeda.”

“Hiks, aku gak mau, Jeno. Aku cinta sama kamu. Gak mau pisah sama kamu.” Renjun menangis dalam pelukan Jeno dan memeluk erat pria itu.

“Sebelumnya kamu bilang kan kalo kita bakal sama-sama terus. Gak peduli kepercayaan kita kayak gimana, kita harus tetap bersama. Please, aku rela pindah ke agama kamu biar bisa sama kamu terus. Aku gak mau pisah sama kamu, hiks. Aku janji nanti belajar sholat, ngaji, puasa atau apapun itu asal kita gak putus.” Renjun semakin mengeratkan pelukannya pada leher Jeno. Ia sungguh tidak ingin berpisah dari Jeno.

Jeno adalah separuh hidupnya, dan ia tidak ingin kehilangan itu.

Jeno menggelengkan kepalanya kuat, “No! Kamu gak bakal bisa ngelakuin itu, Renjun! Itu gak segampang yang kamu pikirin.”

Renjun tetap menggelengkan kepalanya, “Gak mau, Hiks. Aku sayang kamu, Jeno. Ngerti gak sih? Aku rela lakuin apapun supaya bisa–”

Jeno berusaha melepaskan pelukan Renjun namun tidak bisa karena pelukan si mungil terlalu erat.

“Denger Renjun, dengerin aku!” Jeno berbicara tersendat karena lelah menangis, tapi tidak pada pria yang ada di pelukannya yang semakin mengencangkan tangis. Jeno merasa bersalah pada pria mungil di pelukannya.

“Jika tuhan mengijinkan kita bersama, pasti kita akan kembali. Percaya pada tuhan, hm? Untuk saat ini kita fokus pada kehidupan kita sebenarnya.”

“Bilang sama tuhan kamu kalo aku cuma mencintai umatnya, bukan niat merebutnya. Kadang Tuhan menguji manusia dengan cinta beda agama, hanya untuk memastikan apakah manusia lebih mencintai penciptanya atau ciptaannya. Jadi kamu jangan pernah ada niatan pindah agama atau keyakinan, Apalagi cuma karena aku yang hanya manusia biasa. Tetap lah jadi pengikut setia nya. Tuhan selalu bersama mu, tapi kalo aku belum tentu.”

“Hiks, Jeno~ Maafin aku yang sempet punya pemikiran kayak gitu, hiks. Tapi aku beneran gak mau pisah.”

Renjun menundukkan kepalanya, kedua tangannya terkepal dengan erat.

“Kenapa tuhan jahat banget sama kita, Jeno? Kenapa, hiks”

“Tuhan gak jahat sama kita. Tapi kita. Dari awal kita yang salah dan tidak akan bisa bersama tapi kita tetap menjalani hubungan ini dan berakhir kita yang jatuh terlalu dalam.” Jeno tersenyum pahit, lalu mengecup pelipis Renjun dengan sayang. Ia juga berat melepaskan Renjun. Tapi mau gimana lagi? Mereka bukan takdir tuhan yang pantas bersama. Ia dan Renjun berbeda.

“Oke, kalau kamu mau hubungan kita berakhir. Aku juga gak bisa maksa. Tapi kita tetep temenan kan?”

“Tentu,” Jeno mengusak kepala Renjun dengan gemas.

Mereka dipertemukan hanya untuk menjadi teman. Terkadang Tuhan hanya mempertemukan bukan mempersatukan. Ketika restu tidak kunjung ada, kita hanya ada dua pilihan. Menyerah atau berjuang dalam sebuah hubungan.


Reza mendengus kesal saat membaca pesan dari username “Golden Hours” sumpah demi apapun rasanya Reza ingin sekali mengumpati orang di balik username tersebut. Ia beneran bersumpah, jika suatu saat nanti Reza sudah tau orang nya siapa, dirinya akan pukul orang itu sampai mampus. Benar-benar menyebalkan. Sudah hati nya terasa sedih karena gagal mendapatkan username Moba Sean.

Reza menaruh kepalanya di atas meja, kenapa sulit sekali ingin mengejar cinta Sean secara diam-diam begini. Ia terlalu malu jika secara gamblang meminta username Moba nya. Kalau Sean memberitahu, jika tidak? Malu sudah Reza. Dan harga dirinya ilang entah kemana.

Reza menghela napasnya dengan pasrah, haruskah ia menyerah? Tapi ia tidak rela jika Sean bersama orang lain selain dirinya. Selama 3 tahun ini ia merasa baik-baik saja karena Sean tidak pernah berpacaran dengan siapapun. Tapi setelah melihat cuitan twitter Sean beberapa hari yang lalu, membuat hatinya diliputi rasa cemburu. Ia tidak terima ketika ada seseorang yang bisa mengalahkan Sean di dalam game. Terlebih lagi Sean akan memacari orang tersebut jika ada yang berhasil mengalahkan nya. Reza takut. Itu lah sebabnya dirinya sangat gencar ingin mengetahui username Sean agar dirinya bisa mabar.

“Welcome to Mobile Legends”

“Five seconds till the enemy reaches the battlefield, Smash them!”

Reza langsung menoleh saat mendengar suara game mobile legend terdengar sangat kencang. Siapa sih yang bermain game di dalam perpustakaan dengan kondisi suara seperti itu?! Kayaknya dia gak wa–

“Hmm, maaf kalo gue ganggu hehe. Suaranya udah gue kecilin. Lanjutin aja belajarnya, maaf.”

Reza terdiam saat melihat orang yang tidak ia sangka berada disini alias satu ruangan dengannya. Jantungnya seketika berdetak sangat keras. Matanya tak henti menatap sosok yang berada di depannya dengan berjarak 2 meja saja.

Ia menelan ludahnya kasar saat matanya bertatapan dengan Sean secara tidak sengaja. Pria itu tersenyum tipis pada Reza, lalu melanjutkan game nya kembali. Ya tuhan, rasanya Reza mau menghilang dari bumi saja! Eh tidak, tidak! Jika dia menghilang nanti Sean bersama siapa? Reza menundukkan kepalanya, pipi gembilnya bersemu merah saat mengingat kembali Sean tersenyum manis padanya.

Tangan mungilnya meremat laptop yang ia bawa. Dirinya harus pergi dari sini agar bisa berteriak dengan bebas. Dengan tergesa ia ingin pergi keluar perpus, tapi langkahnya seketika berhenti. Tepat di samping Sean yang sedang bermain game nya.

Reza sangat gugup. Haruskah ia meminta username moba Sean sekarang?

“Se-sean ...” Panggil Reza dengan gugup, bahkan kedua kaki nya bergetar ketika Sean menjawabnya dengan suara lembut. Ya Tuhan, rasanya Reza ingin berteriak dengan keras sekarang juga! Tolong kuatkan Reza.

“Ada apa? Lo Reza kan? Anak kelas 12 Akuntansi?” tanya Sean yang masih fokus pada game nya.

DEMI APA SEAN TAU DIRINYA?! TAHAN REZA TAHAN. JANGAN BERTERIAK DISINI. INGAT INI TEMPAT PERPUS.

“I-iya, anu ... Gue ...” Reza menghela napasnya berkali-kali pertanda ia gugup luar biasa. Bahkan dirinya sudah berkeringat dingin.

“Kenapa, hm?”

“Guebolehmintausernamemobalogak?” tanya Reza dengan cepat.

Sean mengeryitkan alis nya bingung. Reza sedang berbicara atau nge rapp sih? Cepat sekali. Tapi setelah tau apa yang Reza maksud, Sean berniat menggoda Reza. Sesekali tak apa kan?

“Minta apa? Ngomong nya pelan dong. Santai aja, gak usah buru-buru.” Ujar Sean. Ia masih fokus pada gamenya, hingga semua musuh mati di tangannya. Dan ia berkesempatan menghancurkan turrent musuh.

“Gue mi-minta username moba lo, boleh?”

“Boleh.” Tepat saat mengatakan itu, Sean menang dalam pertandingan dan membuat Reza kagum sekaligus senang.

“Tapi ada satu syarat,” Tambah Sean.

Reza menelan ludahnya, ia merasa gugup ketika Sean berdiri sangat dekat di depan nya.

“A-apa syaratnya?” tanya Reza gugup.

“Lo harus ikut eskul musik.”

“Apa? Tapi gue gak bisa main alat musik.” Reza menundukkan kepala nya. Kenapa sangat sulit sekali mendapatkan username moba Sean. Ia tidak suka musik, dan tidak bisa bermain alat musik. Apalagi gitar. Pernah ia belajar sekali karena Sean, jemari mungilnya terluka karena senar gitar yang keras dan susah untuk di petik.

“Ya terserah lo sih. Kalo mau dapet username moba gue ya lakuin apa yang gue pinta. Semangat ya.” Sean mengusap kepala Reza dengan lembut. Lalu setelah melakukan itu, ia pergi dari perpustakaan. Semua orang yang ada di sana menjerit heboh, bahkan tidak menghiraukan ucapan Pak Dwi agar tidak berisik. Reza masih terdiam dan mencerna apa yang terjadi. Bagaimana pun juga ia harus mengikuti eskul musik! Karena Sean tadi sudah memberinya semangat!!

Dengan cepat Reza langsung pergi ke ruangan musik.


Sedangkan di sisi lain, Sean tersenyum senang saat melihat wajah salting Reza. Lagi pula ia tak sembarang menyuruh Reza untuk masuk ke eskul musik, ia memiliki alasan tertentu.

Alasan yang pertama, Sean ingin tau seberjuang apa Reza yang ingin mendapatkan username moba nya.

Dan alasannya yang kedua... Biarkan ini menjadi rahasia terlebih dahulu.

Lagi pula, tanpa di sadari Reza, sebenarnya ia sudah mempunyai username moba Sean, ups~ mengingat itu Sean kembali tertawa. Fakta baru yang ia tau tentang Reza, dia sangat polos dan manis tentunya.


Sean berjalan dengan langkah terburu-buru menuju perpustakaan untuk menemui Reza secara diam-diam dan tanpa sepengetahuan Reza juga pastinya. Pasti kalian selalu bertanya, kenapa tidak langsung saja Sean mengatakan kalau dirinya seseorang di balik username “Golden Hours” yang di kalahkan Reza dua kali.

Sebenarnya Sean cukup terkejut dengan isi Chatnya dengan Reza. Secinta itu Reza pada dirinya? Kenapa Sean tidak menyadari nya? Pria mungil itu terlalu pintar untuk menyembunyikan perasaannya pada Sean. Tapi suatu saat juga Sean akan tau, oh atau kemungkinan besar Sean tidak akan pernah tau ketika mengingat sifat Reza yang begitu pasrah terhadap perasaan nya. Jika itu Sean, maka dirinya tidak akan kuat. Jadi Sean memutuskan untuk memperjuangkan Reza diam-diam. Hingga pada waktunya nanti ia akan muncul di hadapan Reza.

Dirinya semalaman tidak bisa tidur, bagaimana cara dirinya memberitahu username Moba. Padahal diri sendirinya lah seorang Sean. Entahlah, Sean pusing, yang jelas sekarang ia ingin melihat Reza.

Sean memasuki perpustakaan dengan jantung berdegup kencang, dan baru kali ini ia merasakan seperti ini.

Pak Dwi—Si penjaga perpustakaan— menyapa dirinya ketika sudah masuk. Dan Sean menyapa balik. Ia memerhatikan sekitar dan pandangan nya melihat Reza di pojok kanan sedang fokus pada laptopnya dengan headset menyumpal kedua telinganya.

Kedua jari lentiknya begitu aktif di atas keyboard beserta mouse. Pandangan tajamnya, bahkan sesekali bibirnya mengerucut dengan gemas karena tim lawan membuat karakter game nya mati.

Sean putuskan untuk menatap Reza di balik sela-sela rak buku. Dan biarkan Sean menatap Reza dalam diam yang sedang bermain game dengan serius. Bahkan dirinya sesekali tersenyum tipis melihat Reza memenangkan gamenya kembali.

“Manis banget.” gumam Sean


Reza sudah login dan ia pun membalas Chat dari user 'Jonathan' entahlah, kenapa firasatnya mengatakan bahkan 'Jonathan' ini adalah Jonathan yang di sekolahnya alias teman Sean. Tapi kemudian pikiran logika nya berjalan, tidak mungkin ini Jonathan kan? Lagi pula yang mempunyai nama itu bukan hanya dia. Jadi Reza tak mau banyak berharap. Bahkan ia sudah bertanya pada 'Jonathan' apakah mereka di satu sekolah yang sama? Tapi dia menjawab kalau dirinya anak Jakarta, bukan Tangerang. Lagi-lagi pupus sudah harapan Reza. Lagian juga sih, kenapa dirinya terlalu berharap? Kan jadi sakit hati bila jawaban yang 'Jonathan' berikan tidak sesuai ekspektasi Reza. Menyebalkan.

Reza membaca dengan seksama chatnya dengan Jonathan

Temen gue mau ikut mabar juga. Jangan lupa fb ya, dia udh follow lo.”

“Oh, jadi itu temen lo?”

Iya, nanti kalo di ajak mabar sama dia Gapapa gaskeun aja oke. Kasian dia kalo mabar sama kita-kita trus wkwkwk.”

“oke-oke. Maen classic aja. Gue lagi males maen rank. Tapi dia keren juga rank nya udah Mythic. Apalah gue yg masih Grand Master.”

Merendah untuk meroket nih ceritanya lo? Hahaha. Gue aja rank nya kalah sama lo, master masih ada di bawah Grand Master wkwk.”

Reza tertawa membaca chatan nya dengan Jonathan. Mereka pun mulai mabar, tanpa Gibran. Sebenarnya Reza tidak marah dengan Gibran, hanya saja ia sangat kesal. Dan ia ingin mengajak mabar, tapi hanya cukup 5 orang. Dirinya bersama Haikal. Sedangkan Jonathan bersama 'Dua teman nya'


Reza sudah login dan ia pun membalas Chat dari user 'Jonathan' entahlah, kenapa firasatnya mengatakan bahkan 'Jonathan' ini adalah Jonathan yang di sekolahnya alias teman Sean. Tapi kemudian pikiran logika nya berjalan, tidak mungkin ini Jonathan kan? Lagi punya yang mempunyai nama itu bukan hanya dia. Jadi Reza tak mau banyak berharap. Bahkan ia sudah bertanya pada 'Jonathan' apakah mereka di satu sekolah yang sama? Tapi dia menjawab kalau dirinya anak Jakarta, bukan Tangerang. Lagi-lagi pupus sudah harapan Reza. Lagian juga sih, kenapa dirinya terlalu berharap? Kan jadi sakit hati bila jawaban yang 'Jonathan' berikan tidak sesuai ekspektasi Reza. Menyebalkan.

Reza membaca dengan seksama chatnya dengan Jonathan

Temen gue mau ikut mabar juga. Jangan lupa fb ya, dia udh follow lo.”

“Oh, jadi itu temen lo?”

Iya, nanti kalo di ajak mabar sama dia Gapapa gaskeun aja oke. Kasian dia kalo mabar sama kita-kita trus wkwkwk.”

“oke-oke. Maen classic aja. Gue lagi males maen rank. Tapi dia keren juga rank nya udah Mythic. Apalah gue yg masih Grand Master.”

Merendah untuk meroket nih ceritanya lo? Hahaha. Gue aja rank nya kalah sama lo, master masih ada di bawah Grand Master wkwk.”

Reza tertawa membaca chatan nya dengan Jonathan. Mereka pun mulai mabar, tanpa Gibran. Sebenarnya Reza tidak marah dengan Gibran, hanya saja ia sangat kesal. Dan ia ingin mengajak mabar, tapi hanya cukup 5 orang. Dirinya bersama Haikal. Sedangkan Jonathan bersama 'Dua teman nya'


Reza sudah login dan ia pun membalas Chat dari user 'Jonathan' entahlah, entah kenapa firasatnya mengatakan bahkan 'Jonathan' ini adalah Jonathan yang di sekolahnya alias teman Sean. Tapi kemudian pikiran logika nya berjalan, tidak mungkin ini Jonathan kan? Lagi punya yang mempunyai nama itu bukan hanya dia. Jadi Reza tak mau banyak berharap. Bahkan ia sudah bertanya pada 'Jonathan' apakah mereka di satu sekolah yang sama? Tapi dia menjawab kalau dirinya anak Jakarta, bukan Tangerang. Lagi-lagi pupus sudah harapan Reza. Lagian juga sih, kenapa dirinya terlalu berharap? Kan jadi sakit hati bila jawaban yang 'Jonathan' berikan tidak sesuai ekspektasi Reza. Menyebalkan.

Reza membaca dengan seksama chatnya dengan Jonathan

Temen gue mau ikut mabar juga. Jangan lupa fb ya, dia udh follow lo.”

“Oh, jadi itu temen lo?”

Iya, nanti kalo di ajak mabar sama dia Gapapa gaskeun aja oke. Kasian dia kalo mabar sama kita-kita trus wkwkwk.”

“oke-oke. Maen classic aja. Gue lagi males maen rank. Tapi dia keren juga rank nya udah Mythic. Apalah gue yg masih Grand Master.”

Merendah untuk meroket nih ceritanya lo? Hahaha. Gue aja rank nya kalah sama lo, master masih ada di bawah Grand Master wkwk.”

Reza tertawa membaca chatan nya dengan Jonathan. Mereka pun mulai mabar, tanpa Gibran. Sebenarnya Reza tidak marah dengan Gibran, hanya saja ia sangat kesal. Dan ia ingin mengajak mabar, tapi hanya cukup 5 orang. Dirinya bersama Haikal. Sedangkan Jonathan bersama 'Dua teman nya'


Reza sudah login dan ia pun membalas Chat dari user 'Jonathan' entahlah, entah kenapa firasatnya mengatakan bahkan 'Jonathan' ini adalah Jonathan yang di sekolahnya alias teman Sean. Tapi kemudian pikiran logika nya berjalan, tidak mungkin ini Jonathan kan? Lagi punya yang mempunyai nama itu bukan hanya dia. Jadi Reza tak mau banyak berharap. Bahkan ia sudah bertanya pada 'Jonathan' apakah mereka di satu sekolah yang sama? Tapi dia menjawab kalau dirinya anak Jakarta, bukan Tangerang. Lagi-lagi pupus sudah harapan Reza. Lagian juga sih, kenapa dirinya terlalu berharap? Kan jadi sakit hati bila jawaban yang 'Jonathan' berikan tidak sesuai ekspektasi Reza. Menyebalkan.

Reza membaca dengan seksama chatnya dengan Jonathan

Temen gue mau ikut mabar juga. Jangan lupa fb ya, dia udh follow lo.”

“Oh, jadi itu temen lo?”

Iya, nanti kalo di ajak mabar sama dia Gapapa gaskeun aja oke. Kasian dia kalo mabar sama kita-kita trus wkwkwk.”

“oke-oke. Maen classic aja. Gue lagi males maen rank. Tapi dia keren juga rank nya udah Mythic. Apalah gue yg masih Grand Master.”


Reza sudah login dan ia pun membalas Chat dari user 'Jonathan' entahlah, entah kenapa firasatnya mengatakan bahkan 'Jonathan' ini adalah Jonathan yang di sekolahnya alias teman Sean. Tapi kemudian pikiran logika nya berjalan, tidak mungkin ini Jonathan kan? Lagi punya yang mempunyai nama itu bukan hanya dia. Jadi Reza tak mau banyak berharap. Bahkan ia sudah bertanya pada 'Jonathan' apakah mereka di satu sekolah yang sama? Tapi dia menjawab kalau dirinya anak Jakarta, bukan Tangerang. Lagi-lagi pupus sudah harapan Reza. Lagian juga sih, kenapa dirinya terlalu berharap? Kan jadi sakit hati bila jawaban yang 'Jonathan' berikan tidak sesuai ekspektasi Reza. Menyebalkan.

Reza membaca dengan seksama chatnya dengan Jonathan

Temen gue mau ikut mabar juga. Jangan lupa fb ya, dia udh follow lo.”

“Oh, jadi itu temen lo?”