Sean memarkirkan motornya, lalu langsung pergi menuju perpustakaan. Karena ia ingin menenangkan diri disana, hanya tempat itu yang terasa sepi. Sekalian juga ingin meminjam buku tentang pembelajaran animasi.
“Eh, Sean. Baru keliatan lagi nih.”
“Hehe iya, Pak Dwi. Tumben banget perpus sepi?”
“Iya, sebenarnya untuk sementara perpus saya tutup dulu.”
“Kenapa?” tanya Sean bingung.
“Kasian, ada anak dari kelas berapa tuh katanya kepalanya pusing. Mau nenangin diri, jadi saya gak buka deh perpustakaan sementara.”
Alis Sean terangkat sebelah pertanda ia sedang bingung. Kalau ada yg sakit, harusnya langsung saja pergi ke UKS. Kenapa harus ke perpus? Ini kan tempat belajar bukan buat bersantai. Aneh sekali.
“Anaknya gak mau di bawa ke UKS. Tadi saya udah maksa. Yaudah jadi saya ijinin aja dia tidur di pojok sana.” Tunjuknya.
Sean langsung menoleh kebelakang dan melihat seorang pria sedang tertidur pulas dengan menaruh kepalanya di atas meja.
“Oke, saya kesini mau pinjem buku tentang pembelajaran animasi, Pak. Tenang aja saya gak bakalan berisik kok.”
“Oke. Kalo butuh bantuan panggil bapak aja ya?”
“Siap pak.”
Sean berjalan menuju beberapa rak buku yang terjejer disana. Dirinya masih fokus untuk mencari buku.
“Ssshhhh~”
Sean menoleh ke samping karena baru saja mendengar suara ringisan. Ia pun mendekati cowok itu.
Setelah berada di sampingnya, Sean seketika terpaku pada wajah manis nya. Bulu matanya yang lentik, hidung mancungnya, pipi tembam nya, dan yang terakhir bibir tipis kemerahan yang begitu menggoda.
Sean langsung menggelengkan kepala nya, bisa-bisa nya ia berpikir seperti itu. Kedua matanya secara tak sengaja melihat ponsel cowok itu yang tergeletak di meja dengan menampilkan menu game mobile legend. Ah, Sean tebak cowok ini pasti tertidur setelah habis bermain game. Dan lupa untuk mengeluarkan nya.
Sean berbalik badan, karena sudah waktunya ia pulang. Tapi kemudian langkahnya berhenti dan kembali berbalik ke arah cowok itu yang masih posisi tertidur.
Dengan lancang Sean mengambil ponsel itu dan melihat username cowok itu.
“Kawan Moomin? Jadi dia yang ngalahin gue kemaren malem?”
“Ya ampun rame banget, gak ada tempet duduk kosong.” Rengek Reza saat melihat para penonton memenuhi bangku. Sama sekali tidak ada yg tersisa, semuanya meneriaki nama Sean.
“Iya anjir, gila si Sean fans nya banyak banget.” Ujar Haikal. Ia mengedarkan pandangannya dan melihat sosok Marcel sedang minum air botol. Haikal menarik kedua lengan sahabatnya untuk menuju Marcel.
“Aduh-aduh, ada apa nih anak kelas 12 akuntansi kesini?” Celetuk Marcel.
“Kita pengen nonton tapi kita gak kebagian tempet duduk. Gimana nih?” Adu Haikal. Sedangkan Reza sedari tadi sibuk untuk mencari sosok seseorang. Seharian ini Reza tidak melihatnya di sekolah.
“Palingan sebentar lagi sepi. Soalnya Sean gak ikut tanding. Dia lagi ada perlu.” Sahut Jonathan yang baru saja turun ke arena lapangan, ia sehabis ganti baju basket.
Raut wajah Reza langsung murung, ia kira datang kesini bisa melihat pria itu. Tapi ternyata tidak ya? Percuma saja ia datang kesini kalau tidak ada Sean.
“Kirain ada Sean.” Gumam Reza sambil berbisik. Gibran yang mendengar itu tersenyum kecil. Gibran melihat tangan mungil itu meremat ujung kemeja sekolahnya, tolong kuatkan Gibran agar dapat menahan hasrat nya ingin menguyel pipi tembam Reza.
Sebenarnya Gibran ingin menonton pertandingan ini karena ada Jonathan, tapi sepertinya Reza tidak nyaman berada disini.
“Mau balik ke kelas aja?” tawar Gibran. Haikal langsung menolehkan kepalanya, “Gue lupa hahaha tujuan kita kesini buat nonton Sean aja sih. Jadi karena Sean gak ada, kita balik dulu ya?” Haikal menggenggam tangan Reza untuk balik ke kelas. Tapi sebelum pergi jauh, ada yang memanggil nama Reza.
Reza pun menghentikan langkahnya.
“Iya, kenapa?” tanya Reza gugup saat melihat teman sekelasnya menghampiri dirinya.
“Kalo kelas kita menang ... Lo mau gak jalan bareng sama gue?”
“Hah? Uhmmm, gimana ya... Soalnya kelas kita gak bakal menang tuh.” Reza menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal. Ia sangat gugup sekali. Dirinya mau menolak pun tidak enak. Takut di bilang sok jual mahal.
“Gue yakin pasti bakal menang.” Cowok jangkung tersebut mengusap kepala Reza dengan gemas.
Reza tersenyum tipis, “uhmm kalo gitu, semangat Lucas.”
Setelah mengatakan itu Reza pergi dari lapangan. Apa baru saja ia memberikan semangat pada teman sekelasnya itu agar menang?!! Tidak, ini pasti salah. Reza tidak mau jalan sama siapapun. Ia hanya ingin bersama Sean. Pujaan hatinya yang ia sukai sejak dua tahun belakangan ini dan ia hanya bisa memendam perasaannya. Reza terlalu pengecut.
“Gibran, Haikal~ gue gak mau jalan bareng Lucas kalo kelas kita menang~” rengek nya.
“Hadehh, tadi siapa yang setuju?” tanya Haikal.
“Trus ngasih semangat lagi 'Semangat ya Lucas'” tambah Gibran untuk memanaskan situasi.
“Ishh tau ah, gue ke perpus aja lah. Jangan cari gue!” Reza pun pergi ke perpustakaan untuk menenangkan dirinya. Dan berdoa agar kelas 12 Akuntansi tidak memenangkan pertandingan, jadi dirinya tidak perlu jalan bersama dengan Lucas.
Sean menggunakan komputer nya untuk mabar. Karena baterai ponselnya sedang sekarat dan lagi mengisi ulang daya. Ia mengambil handset gaming nya. Lalu menghidupkan audio agar dirinya bisa mendengarkan suara teman nya.
Fyi, Sean melakukan mabar sambil melakukan Live.
“Tes, tes. Suara gue masuk gak?” Sean mulai berbicara dan setelah itu dirinya mendengar suara grasak grusuk di game tersebut.
“Oy, iya nih. Masuk. Jadi mau pake audio?”
“Iya, Nat. Marcel, nyalain audio nya. Soalnya gue gak mabar pake hape tapi komputer.”
“Tes, tes, iya nih udah bisa. Sean, lo nanti jaga tengah, gue sama Nathan ke atas kiri.”
“Okey”
Sean mulai fokus pada game nya dan berusaha membunuh musuh kecil-kecil prajurit itu. Ia melihat ke arah peta, dan melihat Jonathan bersama Marcel sedang di keroyok oleh tim lawan.
Sean ingin menghampiri mereka tapi turent di depan nya ini sebentar lagi akan hancur.
Tiba-tiba ada boom kencang ke arahnya, ia pun berusaha membalas dengan menggunakan skin 2 lalu di susul skin 3. Darah Sean menipis dan dirinya berusaha kabur tapi sang lawan lainnya tiba-tiba membuatnya menjadi kelinci. Sial.
“Woi anjing, lu berdua dimana? Gue hampir mati sial.”
“Sean, Yang masih sisa darahnya cuma Marcel. Ini juga lama banget sih jeda kematian gue sampe 50 detik.”
You have been slain
Enemy Double Kill
Enemy Triple Kill
Enemy Killing Spree
Enemy Mega Kill
Sean tercengang saat melihat teman game nya di bunuh berturut-turut oleh sang lawan. Ia masih menunggu detik jeda kematian nya yg masih tersisa 30 detik. KENAPA LAMA SEKALI.
“Sean! Detik jeda kematian lo sisa berapa lagi emang? Bangke banget tuh dia maen nya keroyokan” Marcel berujar panik saat dirinya kembali mati di bunuh oleh musuh.
“Sean, pokoknya gue gak mau tau kita harus menang! Rank gue huhuhu.”
“Nathan berisik! Mendingan fokus lawan dulu! Rank master tapi takut sama lawan, aneh dasar!
Sean sudah bisa kembali lagi dalam game setelah menunggu satu menit lamanya. Ini gila! Biasanya tidak seperti ini, jaringan Sean tidak bermasalah tapi kenapa dirinya mendadak kalah begini? Bukannya tadi pihak lawan hampir kalah? Tidak, tidak. Sean tidak akan membiarkan pihak lawan menang.
Kalah adalah bukan prinsipnya. Tidak ada yang bisa mengalahkan Sean dalam bermain game Moba sejauh ini.
Our turret has been destroyed
Our base is under attack!
“Anjing, turent bawah kita darurat. Ayo mundur cepet!”
Sean menggunakan kekuatan lari agar bisa mencapai turent nya. Dan ia memberikan signal pada kawan game nya.
Initiate Retreat!
Request Backup!
“Awas hati-hati! Nathan depan lo ada Nana! Awas nanti ngerubah lo jadi kelinci.”
An Ally has been slain
“Astaga si Nathan gak hati-hati. Udah tau darah nya habis, bukan recall dulu.” Omel Sean
Enemy Double Kill!
“Marcel?! Lo mati juga?”
“Hehehe Sorry Sean. Yuk bisa yuk menangin.” Marcel memberikan semangat pada Sean yang tengah berjuang sendirian. Tim nya pada mati dan masih menunggu jeda kematian.
“Sean awas Layla di belakang ngeboom pake skin 3. Lu jangan fokus ke si balmond”
You have been slain
“Yah kalah ini mah. Dia udah ngancurin turent utama kita.”
Defeat
Sedari tadi Sean terlalu fokus pada ponselnya, dan itu membuat Nathan sangat geram. Ia pun tak segan memukul kepala Sean, karena sedari tadi Nathan mengajaknya berbicara tapi sama sekali tidak di hiraukan oleh Sean.
“Anjing! Lu ada masalah apa sih sama gue? Gak usah mukul juga kali.” Gerutu Sean.
“Lu budek atau gimana dah? Gue dari tadi ngomong di cuekin.”
“Yaudah kenapa, cepetan ngomong. Gue habis ini mau langsung balik, soalnya ada sesuatu yang harus gue bicarain sama keluarga gue.” Sean merapihkan alat tulis beserta buku nya dan memasukkan nya kedalam tas.
“Ohh, bilang dong. Jadi gini besok kita ada tanding basket nah lawan nya tuh anak kelas dua belas akuntansi. Lo ikut serta ya?”
“Gak ah, males. Gue besok gak sekolah, soalnya mau ikut tes kuliah beasiswa di universitas Royal College of Art di London itu. Impian gue lebih penting di banding main basket kayak gitu.”
Nathan merasa tercengang saat mengetahui kalau Sean akan benar-benar mengikuti ujian tes beasiswa universitas di London.
“Lu bener-bener ngambil jurusan Animasi?” tanya Nathan
Sean mengangguk, “Gue pengen bikin animasi alias karakter buat game dan impian gue bisa kerja di perusahaan Moonton Tiongkok. Walaupun gue maniak game, tapi masih bisa memikirkan masa depan. Nah, kalo lu udah mikir belom di masa depan nanti mau ngapain? Kerja apa? Kuliah atau enggak? Hahaha. Pikirin dah tuh, gue mau balik dulu.”
Nathan hanya bisa terdiam mendengar kata-kata Sean. Benar juga yang di katakan pria itu, dan Nathan merasa tersindir. Sial sekali Sean. Batin nya kesal.
Welcome to the Mobile Legend~
Five Second ‘til the enemy reach the battlefield, smash them. All troops deployed~
“Astaga, Sean! Kamu bukannya belajar malah maen game terus! Belajar gak?! Atau mau Bunda sita hape nya?!”
“Sebentar, Bun! Ini aku baru mulai!”
“Kata itu terus yang keluar dari mulut kamu. Bunda capek denger nya.”
Sean mendengus kesal saat dirinya baru saja memulai permainan game mobile legend. Ini semua salahnya, harusnya Sean mengecilkan volume game nya agar tidak ketahuan oleh sang bunda.
Sean terkejut ketika ponselnya di rampas begitu saja oleh sang bunda dan mengeluarkan menu game ke awal.
“Bunda, please ~ sekali aja ya? Aku lagi main rank, nanti kalo rank aku turun gimana?” Sean berusaha membujuk sang bunda agar mengijinkannya bermain game untuk malam ini.
“Bunda, jangan kasih hape nya ke abang.” Sahut seseorang yang lebih muda dua tahun dari nya. Sean melotot tajam, ini adalah urusan dirinya dengan Bunda, kenapa adik nya sangat suka ikut campur sih. Sean kan kesal.
“Apaan sih Aji! Gak usah ikut campur–”
“Belajar Sean. Besok kamu ulangan.”
“Tapi–”
“Gak ada tapi-tapi an.” Bunda keluar dari kamar Sean, sedangkan pria itu hanya menatap sedih ketika pujaan hati–Hapenya– di bawa pergi oleh Bunda. Sean menghela napas dan kemudian dengan terpaksa belajar untuk pelajaran besok.
Aji yang melihat Kakak nya tiba-tiba murung merasa tidak enak. Karena ini semua salahnya yang mengadukan diam-diam kepada bunda kalo Sean malah bermain game bukannya belajar.
“Abang–”
“Keluar, Aji. Gue mau belajar.”
Aji pun langsung keluar dari kamar Sean. Setelah kepergian Aji, Sean menidurkan kepalanya di meja belajarnya.
“Nasib sudah. Rank gue bakal turun nih. Mana tadi maen rank bukan classic. Semoga aja Marcel sama Nathan menang jadi gak perlu rank gue turun.”