- It's been a long time
Jeongwoo sampai dirumah sakit setelah mengalami kemacetan parah selama hampir 1 jam. Dia langsung memapah wanita disebelahnya ke dalam rumah sakit sembari menggendong seorang gadis kecil berusia 3 tahun.
Lelaki itu tampak tergesa-gesa, mengingat wanita yang tengah ia tangani saat ini sedang membawa masa depan keluarganya.
Jengwoo tergesa-gesa mengambil kursi roda yang dibawa oleh suster dan mendudukkan wanita itu disana.
“Woo sakiit.” Rintih wanita itu meremas tangan Jeongwoo. Pelipisnya dipenuhi keringat sebesar bulir jagung.
“Iyaa Na, sabar sebentar ya, bentar lagi kita sampe ke ruangannya kok.” Ucapnya lembut berusaha menenangkan.
Jeongwoo mendorong kursi roda dengan cepat dan membawa wanita itu ke ruangan operasi di iringi dengan tenaga medis lainnya.
“Papa..” panggil gadis kecil yang sedari tadi tidak lepas dalam gendongan Jeongwoo.
“Iyaa nak..”
“Bunda gapapa kan?” Mata gadis kecil itu berkaca-kaca.
Jeongwoo menggeleng. “Bunda lagi berjuang untuk dedenya Ruka, bentar lagi Ruka punya dede baru.”
Gadis kecil itu melingkarkan tangan mungilnya di leher Jeongwoo.
“Tapi tadi bunda nangis, luka sedih.” Ucap gadis kecil itu cadel, karena belum bisa mengucapkan huruf R dengan sempurna.
“Ruka gaboleh sedih, kalau Ruka sedih nanti bundanya Ruka juga sedih.” Ucap seseorang tiba-tiba, membuat Jeongwoo dan Ruka menoleh.
Seorang wanita cantik menggunakan jas dokter tersenyum lembut ke arah mereka.
Jeongwoo terkesiap melihat siapa yang kini berdiri didepannya.
Salsabila Veronica, dalam balutan jas dokter.
Wanita itu masih terlihat cantik sepeti dulu. Tidak ada yang berubah selama 10 tahun. Sasa masih menjadi Sasa yang cantik yang Jeongwoo kenal. Kini, wanita itu terlihat lebih berwibawa dengan jas dokter yang dikenakannya.
“Udah lama ya Woo.” Sapanya sembari tersenyum.
Seolah menular, Jeongwoo juga ikut tersenyum melihat Sasa.
“Lama banget Saa.” Ucapnya hampir seperti berbisik.
“Papa, katanya doktel itu selem, tapi doktel ini cantik ga selem.” Celetuk Ruka.
Baik Jeongwoo dan Sasa tertawa bersama.
“Ruka mau digendong sama bu dokter ini ga?” Tanya Sasa kemudian dengan senyum hangat.
Gadis itu mengeratkan lingkaran tangannya di leher Jeongwoo.
“Bu dokter ini temennya papa dulu. Ayo salim dulu Ruka.” Ucap Jeongwoo lembut.
Gadis itu mengulurkan tangan mungilnya ke arah Sasa. Sasa menyambut tangan mungil itu. Gadis kecil itu bahkan mencium tangan Sasa.
Sasa memperhatikan perlakuan Jeongwoo terhadap gadis kecil yang memanggil Jeongwoo dengan panggilan papa itu.
Ada sesak tertahan yang selama ini tidak bisa ia ungkapkan.
Ada rindu yang masih belum terobati.
Ada cerita yang belum usai.
Ada penantian yang belum berujung.
Namun semuanya terasa musnah dalam sekejap ketika melihat Jeongwoo dan keluarga kecilnya.
Ah, ternyata semuanya sia-sia.
Ternyata harapan yang diucapkan Yedam beberapa bulan lalu hanya akan menjadi angan yang tak tersampaikan.
Beberapa bulan yang lalu, Yedam mengatakan bahwa Jeongwoo akan kembali ke Indonesia dan berencana menetap lebih lama.
Sasa kira itu akan menjadi harapan baru untuknya. Sasa kira ia bisa mengungkapkan perasaan yang telah ia pendam selama 15 tahun ini.
Jujur, tidak mudah melupakan Jeongwoo. Mengingat perpisahan mereka masih meninggalkan cerita yang belum usai. Jeongwoo dari awal sudah mengatakan bahwa ia tidak berjanji akan kembali. Ia juga tidak berjanji bahwa jika memang ia kembali perasaannya terhadap Sasa masih sama. Tapi entah mengapa Sasa masih menunggu, ia belum bisa melepas bayangan Jeongwoo dalam pikirannya.
Semuanya terbukti saat ini, melihat Jeongwoo menggendong seorang gadis kecil nan lucu sedang menunggu istrinya membawa masa depan Jeongwoo disana.
Sasa menghela nafas, berusaha menahan sesak dan airmatanya didepan Jeongwoo. Tidak mungkin ia mengharapkan seseorang yang telah menjadi milik orang lain.
Karena tak kuat, Sasa pamit undur diri dari hadapan bapak dan anak itu.
“Kita udah lama ga ketemu, gue boleh minta kontak lo?” Ucap Jeongwoo sebelum Sasa pergi.
Sasa mengerutkan keningnya.
Kontak? Tiba-tiba? Disaat istrinya sedang berjuang untuk masa depan mereka?
Jeongwoo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Gadis kecil yang tadi berada dalam gendongannya kini sudah duduk rapi di bangku pengunjung.
“Sebelum lo salah paham lebih jauh. Ini Haruka, putri pertamanya Haruto, dan didalam sana bundanya Haruka yang berarti istrinya Haruto yang lagi memperjuangkan putra pertama mereka.”
Sasa mematung. Waktunya yang tadi berhenti, kini kembali berputar disekelilingnya.