write.as/jeongwooniverse/

Misi Pencarian


Yoshi masuk kedalam mobil dengn terburu-buru. Bahkan sebelum menutup pintu lelaki itu sudah misuh-misuh duluan.

“Tinggal lapor polisi aja kenapa sih Sa? Kita kaya detektif aja deh.” Ujarnya bawel.

“Kita belum bisa pastiin Chiara kemana, Yeji bilang kemungkinan dia pulang ke desa. Dan lapor ke polisi harus nunggu 1x24 jam kan?”

“Chiara teh saha? Yeji teh saha?”

“Chiara pacar gue yaampun, Yeji tuh yang duduk disebelah lo.”

Yoshi terkejut dan melihat ke arah samping. “Eh, neng. Diem-diem bae.. Ngomong atuh, saya kan jadi horror.”

Yeji tertawa kecil. “Yeji.” Ucapnya mengulur tangan.

“Yoshi.” Sambut Yoshi dengan senyum manis.

Yedam berdeham keras. “Yosh, UTS lo gimana?”

“Dammmm, mau nangis aja guee. Temen lo tu suruh gue skip UTS. GUE JADI HARUS BAYAR UKT LAGI KAN SEMESTER DEPAN.” Ujar yoshi sembari menekankan kata 'bayar ukt'.

“Ya lo pikir aja, gue yang kuliah 2 jurusan malah skip semuanya. Bayangin aja Yosh, bayangin. Soalnya gua yang jalanin sih.”

Asahi yang mendengarkan rewelan teman-temannya tidak menghiraukan. Ia tahu bahwa teman-temannya sedang bercanda.

“Ini kita ngikutin jalan tol ini aja Ji?” Tanya Asahi yang masih fokus menyetir.

“Iya, nanti kalau udah keluar dari tol baru gue tunjukin jalannya.”

“Oke.”

“Apa gak mau ngelacak hpnya Chia?” Tawar Yoshi.

“IH KENAPA GAK DARITADI. ” Yeji ngegas.

“Duh, selow neng. Jangan ngegas-ngegas ntar cantiknya nambah.”

“Sempet-sempetnya Yosh, mending lacak sekarang deh.” Yedam berujar.

“Oke.”

Yoshi membuka laptopnya. Ia terlihat serius dengan bahasa pemograman yang sama sekali tidak dipahami Yeji.

“Ketemu.”

Yeji melebarkan bola matanya. “Cuma 3 menit???”

“Gue bahkan bisa dalam beberapa detik. ” ucap Yoshi jumawa.

Laptop itu kini menampilkan gambar google map dengan sebuah titik merah dan titik biru.

“Titik merah ini keberadaan hpnya Chiara, titik biru ini kita.” Yoshi menjelaskan tanpa ditanya.

“Berarti ga jauh dong?”

“Sa, coba liat gps. Udah gue kirim koordinatnya.”

Asahi pun mengikuti arah penunjuk jalan yang ditampilkan di gps tersebut. 5 menit kemudian mereka berhenti tepat didekat guardrail atau pembatas jalan. Baik Asahi, Yedam dan Yeji terlihat kebingungan.

“Kok gaada apa-apa?” Tanya Yeji.

“Lo gak salah kan yosh?” Yedam melanjutkan.

“Dih, kalian gak percaya sama gue? Ayok turun dulu kita liat.”

Mereka pun turun dan melihat sekeliling. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Chiara disana.

“Disini!” Yeji berteriak.

Asahi, Yedam dan Yoshi bergegas ke arah Yeji.

“Ini Hp Chia. Tapi dibuang begitu aja. Gue nemu tadi di bawah guardrail ini.”

Asahi mengambil hp putih itu. Ponsel itu mati yang artinya sengaja di nonaktifkan. Asahi mencoba menghidupkannya. Namun tetap tidak bisa.

Anehnya, ada sebuah benda kecil berwarna hitam yang bentuknya seperti memori external ponsel dibalik casing yang digunakan oleh Chiara.

“Hpnya low batt, berati udah lama ditinggal disini. Dan ini, gue gatau ini benda apaan.”

Yoshi melirik benda kecil pipih berwarna hitam itu. “Coba ntar gue cari tahu ini apa.” Ujarnya.

Setelahnya mereka kembali masuk kedalam mobil.

@.bae

Jae dan Ayah

Jae menatap pusara Ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Ia mengelus nisan yang dingin itu sembari mengucapkan doa didalam hati, berharap doa itu benar-benar sampai kepada almarhum.

“Ayah, ayah pernah bilang kan.. Jangan pernah membalas perlakuan orang kepada kita kecuali dengan kebaikan.” Jae memulai ceritanya.

“Tapi, kenapa orang-orang marah ketika Jae berbuat baik kepada mereka yah?”

“Jae sama sekali gak mendendam, tapi terkadang tubuh Jae gak kuat. “

“Jae gak paham, kenapa setelah menyelamatkan seseorang, orang itu malah membenci Jae.”

“Atau Jae yang sama sekali gak pernah mengganggu orang lain, tapi Jae tetap diganggu.”

“Bahkan saudara tiri Jae yang sekarang..”

Jae bahkan tidak sanggup melanjutkan ceritanya. Hatinya sakit setiap mengingat perlakuan bang Ajun kepadanya. Satu hal yang menjadi pertanyaan besar bagi Jae selama ini.

Jae salah apa?

Apakah permintaan maaf bisa mengubah semuanya?

Apa yang telah Jae lakukan sehingga mereka membenci Jae?

Jae bahkan berani berlutut jika memang kesalahan yang ia lakukan terlampau besar.

“Apa Jae gak boleh ikut Ayah aja?” Tanya lelaki itu putus asa.

“Tapi Jae gamau ninggalin bunda, Ayah.”

Tiba-tiba angin sepoi-sepoi bertiup menghangatkan tubuh Jae. Seolah, angin tersebut memberikan pelukan penenang bagi Jae yang sedang menangis.

Jae menghapus jejak airmatanya dan kembali mengelus batu nisan milik Ayahnya.

“Ayah, Jae sayang dengan Ayah. Semoga kita bisa segera bertemu, ayah.” Ucap Jae bangkit dengam bersusah payah.

Kini Jae meninggalkan pemakaman dan berjalan tertatih menuju rumahnya.

Jadian??

Chiara bergegas menuju kamar rawat inap Asahi. Lelaki itu kini terbaring lelap akibat bius yang masih berefek pada tubuhnya. Tangannya dililit infus yang panjang, matanya terlelap dengan damai.

Chia tidak dapat menahan airmatanya. Ia langsung berjalan ke sebelah ranjang dan duduk disana, menatapi Asahi yang tengah terlelap saat ini. Sementara ke empat teman Asahi menunggu diluar, memberikan ruangan untuk Chia dan Asahi.

Chiara memegang lembut tangan Asahi yang tidak terpasang infus. Air matanya semenjak tadi tidak bisa berhenti menetes.

“Hobby lo emang ditusuk orang ya? Berapa kali sih gue harus liat lo berdarah terus? Plis Sahi, gue khawatir banget.. plis bangun sekarang juga.. hiks..” perempuan itu terisak dengan kuat.

Ia menundukkan kepalanya, menempelkan dahinya di atas tangan Asahi dan menangis disana. Menangis terisak, Chia tidak mampu membendung kesedihannya.

Hingga kemudian Chiara merasakan kepalanya diusap lembut. Perempuan itu terkejut.

“Asa?”

Asahi kini tersadar dengan senyuman. Itu adalah senyuman pertama yang Chia lihat semenjak ia mengenal Asahi. Ternyata lelaki itu memiliki lesung pipi yang dalam dikedua pipinya.

Namun, bukannya berhenti menangis. Chiara malah terisak semakin kuat.

“Bisa-bisanya lo senyum ganteng kaya gini disaat gue udah mau pingsan liat lo terbaring lemah kaya gitu huaa..” kini Chiara merengek seperti bayi.

Sebuah keajaiban lain terjadi, Asahi tertawa melihat rengekan Chiara. Dan rengekan Chiara tersebut malah membuat teman-teman Asahi yang berada diluar masuk karena terkejut.

“Lo udah sadar?” Itu pertanyaan pertama dari Jihun.

Asahi mengangguk dan masih tersenyum. Semua teman-temannya saling bertatapan satu sama lain. Ternyata bukan hanya Chiara, itu juga senyum pertama yang dilihat oleh teman-teman Asahi selama 6 tahun pertemanan mereka.

Like a miracle, things happen.

Merasa tenang karena Asahi baik-baik saja. Teman-teman Asahi pamit keluar dengan dalih pergi mencari makan.

Jam sudah menunjukkan pukul 03.00 dinihari, dan Chiara masih terisak dihadapan Asahi.

“Hey, udah nangisnya. Gue udah bangun dan gue gapaapa Chia.” Ucap Asahi lembut.

“Lo tau ga khawatirnya gue gimana? Bisa ga sih ga main tusuk-tusukan lagi? Ini perut udah berapa kali dijait coba?” Omel Chiara diikuti senyum Asahi.

Tiba-tiba Asahi jadi teringat ucapan Yedam.

“Chia, lo khawatir sama gue?” “Iya lah. Siapa yang gak khawatir kalau udah gini keadaannya. ” “Lo dirumah, mikirin gue?” “Gak cuma dirumah, 24 jam gue mikirin dan cemasin lo.” “Gue bangun tidur kaya tadi, menurut lo ganteng ga?” “Ya ganteng lah- eh apaan sih Sa pertanyannya.” Kini semburat merah muncul di kedua pipi Chiara yang masih basah dengan airmata.

“Lo suka sama gue?” Tanya Asahi polos.

Dan Chiara terdiam.

“Udah ya, udah malem. Gue ngantuk mau tidur.” Chiara kemudian bangun, hendak berjalan ke arah sofa untuk membaringkan tubuhnya, tapi tangannya di cekal oleh Asahi.

“Lo tidur disini aja, biar gue tidur di sofa.”

“HEH.. dimana-mana orang sakit yang tidur di sini. Gue ga sakit. Gamau ah..”

“Ntar badan lo sakit tidur di sofa. Tidur disini aja ya.” Asahi kemudian bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju sofa sembari menggiring tiang infusnya sendiri.

Chiara ternganga. “Itu luka jahitan belum kering loh Sa.” Chiara berujar.

“Lo gatau ya? Gue ini vampir. Luka kaya gini mah kecil sama gue.”

“Tidur disini atau gue pulang?” Ancam Chia.

“Dih, ngancem-ngancem.”

“Asa, gak lucu loh ini. Plis dengerin gue sekali ini aja.”

“Kalo lo tidur disitu, lo jadi pacar gue.”

HEH APA-APAAN..

Chiara menarik tangan Asahi dan mendudukkan pria itu di ranjang pasien kembali.

“Gue bakal jadi pacar lo. Kalo lo nurut dan tidur dengan tenang malam ini, disini.” Ucap Chiara tegas sambil menaikkan kaki Asahi ke atas bed dengan telaten.

Sebuah senyuman keluar dari bibir Asahi, menampakkan kedua lesung pipi yang manis itu.

“DEAL.” ucap Asahi kemudian. Lelaki itu kemudian menarik selimut, menutup mata dan terlelap.

Tanpa Asahi sadari, jantung Chiara berdetak kencang saat ini. Perempuan itu ingin berteriak kegirangan tetapi ia tahan.

“Ntar di kostan aja teriak-teriaknya.” Batin Chiara.

“Tapi Chia-”

“ASTAGA ASA.. BISA GAK GA BIKIN JANTUNGAN?”

“Kita beneran jadian?” Tanya Asahi dengan wajah polos.

Wajah Chiara sekarang sudah seperti kepiting rebus.

“Ih gatau.. menurut lo aja.”

“Kok gatau? Kan gue udah nurut tidur di bed.”

“IH ASAHI.. TIDUR SANA CEPET.”

“Jadi belum ya?”

ASTAGA. CHIA BISA GILA.

“Iya... udah sekarang tidur ya tidur. Gausah nanya-nanya lagi.”

“Oke, selamat malam. Pacar.”

MAMPUS LO CHIA.

JAE

Waktu istirahat tiba, Jae mengeluarkan bekal yang ia siapkan sendiri tadi pagi. Bukannya bunda tidak menyiapkan sarapan untuk Jae, Jae hanya tidak ingin bunda kerepotan nantinya. Dia juga bangun lebih cepat hari ini, bahkan Jae pergi ke sekolah sebelum matahari terbit dengan sempurna.

Lelaki itu tersenyum menatap nasi putih dan sebuah telur diatasnya. Ia membaca doa dan bersyukur sebelum makan.

Tepat sebelum suapan pertama masuk kedalam mulutnya, pintu kelas dibanting dan semua murid berhamburan keluar ketakutan. Jae yang melihat hal tersebut terkejut setelah melihat 3 orang anak kelas sebelah datang menghampirinya.

Mereka adalah Doyoung, Mashi dan Haruto.

Haruto menggebrak meja dengan kuat, hal itu membuat bekal Jae terjatuh dan berceceran di lantai.

“LO, udah cacat gatau diri juga ternyata.” Ucap Haruto.

“Bukannya gue udah suruh lo mundur jadi kapten tim basket?!” Tanya Mashi kesal.

Jae menatap ketiga siswa didepannya itu dengan tatapan kebingungan. Ia lalu menjawab.

“Pak Mino yang gak bolehin. Katanya beliau bakal nunggu gue sembuh.”

“BAJINGAN. LO MAU SOMBONG SAMA KITA??” Doyoung yang kesal menarik kerah Jaehyuk hingga lelaki itu sedikit terangkat dari kursinya.

Haruto berdecak kesal. Lelaki itu kemudian melihat ke arah kaki Jae yang masih terpasang gips dibalik sepatu sekolahnya.

Dengan sengaja, Haruto menendang kaki Jae dan Menginjaknya. Jae menahan sakit dalam diam. Berteriak pun tidak mempan, mereka membekap mulutnya. Tak ada seorang pun yang bisa menyelamatkan Jae dari masalah ini. Hingga bel masuk berbunyi mereka baru melepaskan Jae.

Diserang.

Asahi berjalan menapaki sebuah lorong sepi. Seperti biasa, setelah mengantarkan Chia ke rumah, ia baru membawa dirinya pulang.

Tapi insting kuatnya merasakan bahwa ada beberapa orang yang mengikutinya dari belakang. Lelaki berambut perak itu segera berjalan lebih cepat.

Namun, tanpa Asahi sadari, secepat kilat sebuah tusukan menembus rongga dadanya. Asahi terhenyak. Ia melihat siapa orangnya, namun wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup oleh topeng hitam.

“Kita liat, seberapa tahan lo sama luka yang ini.” Gumam pria yang menusuknya.

Asahi menggenggam erat tangan pria yang menusuknya. Ia ingin melepaskan tusukan itu namun seketika ia merasa dunia berputar. Tenaga laki-laki itu hilang.

Apa yang terjadi pada dirinya? Bukankah sebelumnya dia baik-baik saja dengan semua rasa sakit? Bukankah dia kebal terhadap apapun?

Tapi mengapa kini Asahi merasa lemah tak berdaya?

Tidak. Tusukan itu sama sekali tidak menyakiti dirinya, namun yang ia khawatirkan kali ini adalah mengapa kepalanya pusing dan ia menjadi lemah didepan para pecundang itu.

Tidak beberapa lama setelah itu. Asahi merasa dunianya gelap seketika.

Pak Menteri yang terhormat.

Seorang lelaki dengan jas hitam turun dari sebuah Lamborghini metalik. Usianya berkisar sekitar 24 atau 25 tahun. Di saku jasnya sebelah kiri terapit sebuah broche berbentuk kelinci kecil sebagai tanda pengenal. Lelaki berambut merah itu tersenyum menyapa penjaga pintu.

Sementara itu, Dibelakang lelaki itu telah berjejer 7 buah mercedes keluaran terbaru secara paralel. Dari 7 mobil yang berjejer tersebut turun 10 orang dengan kacamata hitam dan jas berwarna hitam pula. Dibalik jas mereka tersimpan masing-masing 2 revolver dan anak peluru yang siap menembus kepala siapapun yang mengganggu pria berambut merah.

Pria berambut merah itu masuk kesebuah gedung bertingkat yang berada didepannya, diikuti dengan 10 orang pengawal yang siap menghadang siapapun yang berani menyakiti pria ini.

Kemudian pria tersebut diantar kesebuah ruangan mewah. Di tengah ruangan telah duduk seorang lelaki paruh baya, dengan kacamata bulan sabit tengah membaca koran.

Melihat kedatangan pria berambut merah, lelaki paruh baya itu lantas berdiri dan menyambutnya.

“Selamat pagi bapak menteri. Perkenalkan saya Rabbit, anggota tim Alpha, tangan kanan golden blood.” Ucap pria berambut merah itu tersenyum.

Senyuman pak mentri hilang seketika, ketika nama golden blood disebut.

Segera para pengawal dibelakang menteri itu menaikkan senjata apinya dan mengarahkan ke arah lelaki berambut merah. Namun, hal yang sama juga terjadi pada pengawal Rabbit. Mereka segera mengeluarkan revolver dibalik jas mereka dan mengarahkan langsung ke kepala pak menteri.

Rabbit duduk di sofa empuk berwarna krem itu dengan tenang, diikuti oleh pak menteri setelahnya.

“Ini adalah artikel yang dirilis kemarin pagi, dan semalam sudah di takedown diseluruh negara oleh hacker andalan kami.” Rabbit menyerahkan artikel tersebut ke hadapan pak menteri.

“Kami sangat tahu bahwa keinginan bapak untuk memajukan ekonomi negara sangatlah tinggi. Namun, kami tidak bisa membiarkan siapapun mencampuri pekerjaan yang telah kami lakukan secara bertahun-tahun.”

“Jadi, sebelum melangkah terlalu jauh. Sebaiknya bapak diam di radar bapak saja. Karena urusan kami,tidak ada kaitannya sama sekali dengan negara.”

Pak menteri menarik nafas. “Tapi kalian telah menjarah hasil tambang berlian di pulau Timur. Itu milik negara. Itu kekayaan negara.” Nada pak menteri agak meninggi.

Rabbit menggeleng. “Gubernur telah setuju dengan semua intensif yang kami tawarkan terhadap tambang berlian. Pembagiannya juga adil.”

“Bahkan jika pembagian itu tidak cukup untuk negara, yang harusnya anda salahkan adalah pejabat-pejabat yang serakah, bukan kelompok kami.”

“Oleh karenanya bapak menteri yang terhormat. Saya datang untuk menghimbau anda, jika anda melewati radar dan mengganggu kami. Jangan salahkan kalau hal-hal yang belum pernah terjadi dalam hidup anda, malah akan datang kepada anda secara bertubu-tubi.

“Misalnya, saya bisa menjamin kalau tahun depan anak anda tidak naik sebagai gubernur kembali. Atau..”

“Atau anda yang akan dipecat dan di blacklist dari pejabat pemerintahan.”

Rabbit bangkit dari duduknya dan tersenyum sembari mengucapkan salam perpisahan. Namun sebelum tubuhnya keluar dari ruangan tersebut ia berbalik sembari tersenyum.

“Ah.. saya lupa, bukankah anak perempuan anda telah menyelesaikan pendidikan dokter nya? Apa yang terjadi ya jika sumpah dokternya dibatalkan dan dia di blacklist menjadi dokter selamanya?”

Pak menteri bangun dari duduknya dan menatap Rabbit dengan tajam.

“Jangan bawa-bawa anak perempuan saya kedalam masalah ini.”

Rabbit tersenyum manis hingga matanya menyipit. “Kalau begitu, anda sudah tahu apa yang seharusnya dilakukan. Kali ini saya benar-benar pamit pak menteri yang terhormat.” Rabbit sedikit membungkukkan kepalanya dan berlalu dari hadapan pak menteri.

Bertemu.

Chiara menapakkan kakinya kembali ke tempat ini. Ini adalah ketiga kalinya ia datang. Sebuah taman nasional yang sudah tidak terpakai selama setahun lalu.

Taman ini merupakan tempat ia dan haruto menjalin kasih. Haruto menyatakan perasaannya 2 tahun lalu disini, dan sekarang, ia harus bertemu dengan Haruto kembali disini.

“Udah lama?” Tanya Chiara menyapa.

Haruto menggunakan hoodie berwarna hitam dipadu dengan jeans belel yang menambah kesan kasual dirinya. Ya, bagaimanapun tidak ada yang menyangkal bahwa Haruto itu tampan.

“Enggak kok. Duduk Chia.” Ucap Haruto melebarkan senyumannya.

Chiara duduk disamping Haruto.

“Chiaa..” Haruto lalu menggenggam tangan Chiara. Gadis itu terkejut sepersekian detik. Tapi membiarkan Haruto menggenggam tangannya.

“Aku minta maaf.”

“Maafin aku yang gabisa ngertiin kamu. Semua yang aku lakuin ke kamu adalah kesalahan. Tapi semakin hari aku semakin berfikir bahwa aku gabisa ninggalin kamu begitu aja.”

“Aku udah bilang To, kita selesai-”

“Aku sama Aira gaada hubungan apa-apa Chia, masalah ciuman itu. Dia yang maksa, mungkin kamu ngeliatnya begitu, tapi aku sama sekali gak balas, bahkan dia yang langsung nerobos bibir aku gitu aja.”

Chiara menggeleng. “Aku udah lupain kamu Haruto. Aku makasih banget sama Aira, kalau bukan karena dia aku gabakal bisa lupain kamu. Kamu paham kalau aku gabisa mentolerir perselingkuhan. Meskipun, aku tau itu memang gak masuk kategori perselingkuhan, karena kamu ngelakuinnya setelah kamu mutusin aku.”

“Yang jelas, aku sepenuhnya udah ga bisa balikan sama kamu. Jadi, please.. leave me alone.” Chiara bangkit, namun tangannya dicengkram oleh Haruto.

“Plis, Chia aku butuh kamu.”

Chiara tertahan, sepersekian detik gadis itu tidak menoleh. Namun, Chiara merasakan sesuatu mengalir di lengannya. Gadis itu berbalik ke belakang dan melihat tangan Haruto yang kini berlumuran darah.

“HARUTO.”

lelaki itu masih bersikeras menggenggam tangan Chiara. Tetapi ia tertunduk lemas.

Chiara mengangkat wajah Haruto. Darah mengalir begitu deras dari lengan lelaki itu. Ia lalu mengambil syal yang dipakai oleh dirinya untuk membalut tangan Haruto. Tetapi darah itu tak kunjung berhenti.

“Haruto, ini kenapaa? Tolong... tolooongg...”

Darah Haruto semakin mengalir dengan deras.. kini baju putih Chia berlumuran darah. Seolah mereka baru saja mengalami kecelakaan besar.

“Tolong, telpon Justin, aku-.”

“Siapa? Justin? Mana hp kamu?”

Chia mengambil ponsel Haruto di kantung hoodie nya dan langsung mencari nama justin.

“Halo, Justin.. tolong, Haruto ... tolongin guee..”

Penyerangan.

Asahi berjalan beriringan dengan Chiara. Mereka tidak mengobrol banyak, hanya sesekali bertanya dan Asahi menjawab dengan jawaban yang singkat.

Hingga kemudian, tepat 500 meter dari kafe Treasure, sekelompok orang bertopeng hitam datang dan mengeroyok Asahi seketika.

Chiara yang melihat hal tersebut menjadi shock. Ditambah mereka benar-benar tidak memberi ampun kepada Asahi. Jumlahnya 3 orang, mereka memukul dan menginjak tubuh kecil Asahi.

Sreett!!

Chiara menegang. Tubuh Asahi berlumuran darah. Chiara dapat melihat perut lelaki itu disayat cukup dalam.

“Tolooong-toloooong..” teriak Chiara.

Tapi tak ada satupun orang yang yang datang. Bahkan tidak ada yang melewqti jalan itu kecuali mereka.

3 manusia jahanam itu kemudian meninggalkan Asahi yang terkulai di tanah. Chiara langsung menghampiri Asahi.

“ASA,LO GA PAPA?” tanya Chiara panik.

Asahi berusaha bangkit. Dikeroyok seperti tadi memang tidak membuatnya merasa sakit. Tapi, tubuhnya lelah saat ini.

“Gue gapapa kok.” Ucap Asahi tenang, lelaki itu lalu berdiri seolah tidak terjadi apa-apa.

Chiara bingung.

“Perut lo ditusuk dan lo masih bisa pura-pura gapapa? Sa, ini harus dijahit. Kita ke rumah sakit sekarang!.”

“Gue gapapa, Chi. Sekarang gue antar lo pulang.” Asahi menggenggam tangan Chiara.

Tapi, gadis itu menghempaskan tangannya kasar.

“Bisa gak sih khawatir sama diri lo sendiri dulu baru khawatir sama orang?!” Tanya Chiara tegas. Gadis itu tampak berkaca-kaca. Batinnya terguncang dua kali karena melihat adegan tusuk-menusuk secara langsung.

Asahi menghela nafas. Bagaimana caranya mengatakan kepada Chiara bahwa dia memang tidak apa-apa?

“Gue bakal jelasin sama lo tapi gue anter lo pulang dulu.”

“Ayo ke rumah sakit.. jangan pura-pura baik-baik aja begini Saa, hiks..” Gadis itu terisak. Tangannya bergetar hebat.

Asahi mengangguk pasrah. “Oke, ayo ke rumah sakit.”

Antara Chiara dan Kopi

Asahi tiba tepat pukul 6 sore di cafe Treasure. Ia melihat sekeliling. Suasana cafe terlihat sangat nyaman dan aesthetic. Banyak lukisan grafiti yang tergambar jelas di dinding-dinding cafe menambah kesan photo-able untuk para pecinta foto.

Bangku-bangkunya terbuat dari kayu jati pilihan, yang dipoles dengan pernis agar memberikan kesan yang lebih segar pada kayu. Meja-meja nya terbuat dari batu pualam berbentuk bundar. Semua ini merupakan perpaduan gaya vintage dengan alam. Jangan lupakan air yang mengalir di dinding cafe menghasilkan suara seperti sedang berada di tepi sungai.

Selama 20 tahun Asahi bernapas, ini kali pertamanya ia pergi ke cafe. Bukan teman-temannya tidak mengajak. Namun, Asahi sangat mencintai perpustakaan dan aroma buku. Jadi apapun moodnya, perginya pasti ke perpustakaan.

“Loh, udah sampe?” Interupsi sebuah suara dibelakang Asahi.

Asahi menoleh, mendapati Chiara dibalut kemeja krem dengan celemek berwarna hitam bertuliskan “find your treasure.” Gadis itu tersenyum sumringah melihat Asahi.

“Duduk dulu Sa, sebentar lagi gue selesai kok. Tunggu 10 menit ya.”

Chiara kemudian berlari kecil ke arah mini bar dan berdiri dibelakang meja pesanan. Asahi kemudian duduk di bangku paling pojok (menghindari keramaian). Lelaki itu melihat jelas bagaimana Chiara tersenyum menerima pelanggan.

Tanpa diberitahu pun, Asahi paham bahwa Chiara mencintai pekerjaannya.

Asahi merasakan jantungnya yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Mungkin, karena semuanya terasa baru bagi Asahi. Lelaki itu takjub dengan semua hal asing yang ia temukan dalam sehari.

Chiara datang ke meja Asahi, gadis itu membawa secangkir minuman dan satu kaleng susu beruang.

“Ini coffe latte. Cocok banget sama orang yang emang gasuka kopi pait kaya lo. Dan ini susu beruang pesanan tuan muda Asahi.” Chiara kemudian tertawa, tapi tidak dengan Asahi.

“Dih, lo gak ada ekspresi gitu. Dah lah gue gondok banget.”

Asahi menatap Chiara datar.

“Ya ampun Sa, apa susahnya sih senyum sedikiiit.” Ujar Chiara gemas.

Gadis itu kemudian menempelkan kedua telunjuknya di pipi Asahi dan memaksakan lelaki itu tersenyum. Asahi mengikut, walaupun senyumnya terpaksa.

“Gimana cafe ini menurut lo?”

“Keren.”

“Keren kan? Banget sih. Gue salut banget sama filosofi pemilik kafe ini.”

Kemudian Chiara mulai bercerita.

“Kaya yang lo liat, ini tu perpaduan gaya vintage dan nuansa Alam. Air mengalir di dinding itu untuk kasih healing sounds bagi siapa pun yang suka dengan Alam. Jadi, kami ga perlu nyalain musik segala macam, karena denger suara air mengalir aja orang-orang bakalan nyaman. Graffiti itu juga sebenarnya punya makna tersendiri.”

“Lo harus liat lantai 2 kafe ini. “

Chiara kemudian menarik tangan Asahi agar mengikutinya.

Ketika Asahi sampai di lantai 2, hal pertama yang ia lihat adalah guyuran hujan di luar jendela.

“Hujan? Tapi tadi-”

“Ini hujan buatan. Kalau di bawah itu healing sounds nya pake suara air sungai, kalau ini pake suara hujan.”

Chiara menoleh ke arah Asahi.

“Jadi Sa,kalau lo suka dengan alam. Dateng aja kesini. Lo anak arsi kan? Ini tu bisa banget tau jadi referensi untuk lo.”

“Tau ga kenapa nama kafe nya Treasure, dan slogannya find your treasure? Karena, setiap orang yang dateng kesini tu bisa dapet harta berharga dalam berbagai bentuk. Orang yang suka kopi akan dapat hartanya yaitu kopi. Orang yang suka alam akan dapat hartanya yaitu belajar sambil menikmati alam.”

Terpana. Satu kata yang menggambarkan pikiran Asahi saat ini. Asahi merasakan jantungnya berdegub lebih kencang lagi. Pasti ini tanda bahwa ia menyukai kafe ini.

“Lo pulang jam berapa?” Tanya Asahi.

“Biasanya jam 9 malam.”

“Perpus juga tutup jam 9 malam.”

Chiara mengerutkan keningnya mencari korelasi dari ucapan Asahi.

“Tapi mulai besok kayanya gue bakal belajar disini.” Sambung Asahi.

Chiara melompat kegirangan.

“Akhirnya gue dapet pelanggan tetap. Yeaay. Gaji gue bakal dinaikin Saaa. Thankyouu.”

Haloo..

Kamu, iya kamu, anda, elo, anti, anta, antuma, antum. Hahaha apasi gue..

Gue gabisa sebenarnya softie-softie. Cuma mau berterimakasih sama lo udah mau jbjbin gue, hingga akhirnya kita jadi temen, deket, dan getting closer each day. Makasih yaa..

Mau gak lanjut lagi jadi temen gue? Gak cuma sampe 2021 tapi sampe 20nn yang tak terhingga. Kalo lo bersedia, gue makasih banget ❤.

Selamat tahun baru... Semoga suatu saat kita bisa jumpa langsung yaa..

Entah itu di suatu kota, di suatu masa, atau bahkan di venue konser. Duduk sebelahan sambil nyanyi lagu orenji bareng-bareng.

Kalo lo adalah salah satu orang yang gue kirim ini, berarti lo orang spesial.

Thankyou for accepted me as a part of your youth, big hug and much love. -bil.