jinyeokissm

irresistibleweishin

  • A/N: Edisi kangen One Direction dan Weishin. Jadilah oneshot ini. Masih banyak kurang dan ga ngena mungkin banget.

enjoy!

Don't try to make me stay Or ask if I'm okay I don't have the answer (Jangan coba buat aku tinggal, atau bertanya apa aku baik-baik saja, karena aku tidak punya jawabannya.)

Bulan Desember. Seminggu sebelum memulai tahun yang baru, tahun yang mungkin bisa menjadi lebih baik bagi semua orang, yang nyatanya kebanyakan tidak merasakan perbedaan apa-apa. Tahun ini terasa menyenangkan, seperti dua tahun sebelumnya ketika dunia Lee Jinhyuk berubah. Nektar-nektar manis menghiasi hari-harinya kala waktu takdir memberi temu dua individu berbeda. Merasakan sekelebat kebahagiaan yang ternyata mampir dalam waktu hampir tiga tahun lamanya.

Kalau saja, Jinhyuk bisa mengubah masa lalunya, sepertinya ia tetap tak akan merubah bagaimana dia bertemu dengan Kim Wooseok, lebah lain yang menghasilkan nektar dalam kehidupannya. Manis. Dunia terasa begitu mudah dijalani. Banyak tawa, bahkan memori yang terekam sangat jelas menciptakan kolase beragam gambar bergerak di benaknya.

“Hyuk! Ayo, kamu ngapain sih bengong aja disitu kayak bocil. Bocah ilang.” Kemudian tawa jenaka lelaki manis yang menggodanya pecah. Terpukau. Entah apa lagi kata yang dapat menggambarkan keadaan Jinhyuk kala itu. Senyum simpul Jinhyuk menghiasi wajahnya yang berseri. Bersyukur akan hal tersebut.

Belum lagi memori klasik ketika hujan mengguyur ibu kota, menciptakan fraksi gelap dan gundah yang sebenarnya tidak mempengaruhi kedua anak adam yang bergelung dalam selimut menikmati hawa dingin dengan menonton film lawas bersama. Mengomentari bagan film yang menarik untuk mereka, mengeratkan pelukan hangat sepanjang waktu.

Jinhyuk ingat, betapa banyak bintang gemerlap yang muncul ketika Wooseok menatapnya bersemangat, menyalurkan rasa itu hingga ujung kakinya. Berbicara tentang astrologi, demografi, bahkan tentang dewa-dewi yang lucunya mereka betah dengan pembicaraan berat ditemani secangkir kopi susu buat Jinhyuk, dan greentea untuk Wooseok.

Lagi-lagi bayangan kilas balik menghantam dada Jinhyuk. Sesak. Tak ada obat. Menangis. Tapi tak keluar bulir air mata. Malahan dunia seakan menangis untuk dirinya. Pijakannya di atas bumi terasa melayang. Pikirannya tak tenang. Segala hal berbau Wooseok menimbulkan kesedihan dan kebahagiaan di dirinya.

Sampai satu suara, yang tidak pernah dia lupaㅡ mengagetkannya.

“Jinhyuk?”

Jinhyuk seperti tersengat ribuan tawon. Kepalanya seketika berputar pening. Menolak mengiyakan jikalau yang didengarnya mungkin hanyalah khayalannya saja. Dadanya ia tepuk pelan berusaha meraih oksigen seolah dia terkungkung dalam air.

“Jinhyuk! Kamu gak apa apa??!” Suara itu. Suara yang benar ia pikirkan selama hampir lima bulan terakhir. Suara... Wooseok.

Pandangan Jinhyuk mengabur. Entah karena efek terguyur hujan dan masih basah kuyup belum terseka, atau perasaannya yang berkata bahwa ia harus menangis.

“Wooseok?” Jinhyuk menyipitkan matanya, mencari fokus di tengah gelapnya kota Surabaya malam ini.

“Kamu gapapa?????” Pertanyaan klise sebenarnya. Bagaimana dia bisa dengan santainya berkata seperti itu ketika pria di depannya menggigil memeluk dirinya sendiri, menahan isak pedih.

“Wooseok...” Tangis Jinhyuk pecah begitu saja. Dia memang lemah. Semua hal yang ada Wooseok-nya membuat substansi yang ada di tubuhnya meneriakinya lemah.

Wooseok langsung menghampiri pria yang tingginya lebih darinya. Mendekapnya erat. Memenuhi kepala Jinhyuk dengan frasa kenapa? atau bagaimana?

“Jangan tanya aku gapapa, Seok. You know i don't have the answer.

-

Heartache doesn't last forever I'll say I'm fine (Sakit hari tidak bertahan lama, aku akan bilang aku baik saja.)

“Kamu apa kabar?” Retoris. Pertanyaan yang cukup penting untuk sekedar basa-basi. Keduanya berhadapan di kediaman Wooseok. Setelah upayanya memaksa Jinhyuk yang bibirnya kelewat biru karena kedinginan. Dan Wooseok mana tega meninggalkannya. Menariknya masuk ke unit apartemennya, mendorongnya ke kamar mandi serta memberikannya satu set pakaian Jinhyuk. Yang ternyata masih tertinggal, syukurlah.

Rongga tenggorokan Jinhyuk terasa kering. Otak dan hatinya tak berjalan seiringan. Yang harus dia katakan hanyalah satu kata;

“Baik.” Susah payah akhirnya keluar juga. Wooseok tersenyum.

I have been better before.” Pahit. Seolah dia merasakan hal yang sama.

Honestly, i ain't got time for laughing, past these months, after you say goodbye, Seok.” Bitterly even. Wooseok menghela napasnya berat.

We all know why i did that, don't we?

Iㅡ I just don't get it why would you gave up. We were fine, right?” Jinhyuk mencoba mencari kebenaran. Otaknya mengatakan, repetisi seperti ini akan menyakitinya lagi, kalau hasilnya sama. Tapi di lubuk hatinya ㅡyang mungkin sudah mencapai dasar, mengatakan bahwa bisa saja berubah. Semua hal yang ingin dibenahi, kalau bukan sekarang lalu kapan?

“Kamu tau jawabannya bakal tetep sama, Hyuk.”

We can do this all over again.

Fact. But why would repeat the same scenario if you could find a new fresh story for your life? Why would you stuck being here with me when you can find someone else better?

Bold of you to assume i didn't tried!

I've tried to ask myself Should I see someone else? I wish I knew the answer. (Aku pernah berpikir, haruskah aku mencari orang lain? Aku tidak punya jawabannya.)

But I know, if I go now, if I leave Then I'm on my own tonight I'll never know the answer. (Tapi aku tahu, kalau aku pergi sekarang, aku akan sendirian, dan tidak tahu jawabannya.)

“Jinhyuk.”

“Diem, Wooseok.” Gerakan tiba-tiba Jinhyuk membungkam segala calon argumen yang akan dikatakan oleh Wooseok. Lembut. Sedikit gestur memaksa. Tapi tetap ada batasan. Sama seperti yang lalu. Tidak ada yang berubah barang sejengkal.

It makes your lips so kissable And your kiss unmissable Your fingertips so touchable (Itu membuat bibirmu kissable, ciumanmu sangat dirindukan, sentuhanmu sangat menyentuh.)

Wooseok lemas. Dia tidak bisa menahan. Otaknya mengatakan jangan, namun kali ini hatinya menang. Ciuman Jinhyuk, mendominasi tidak ingin dibantah. Seolah mengatakan bahwa ia tidak baik saja, mengatakan bahwa yang ia butuhkan hanya Wooseok. Hanya Wooseok. Ditambah air mata turun merembes pada kedua pipi Jinhyuk menambah pesan absolut;

yang Jinhyuk mau cuma Wooseok. Bukan yang lain.

Dan Wooseok? Pertahanannya hancur. Rasa bersalahnya melebur terganti oleh rasa mendambakan pria itu lagi. Padahal jika dihitung belum genap setahun mereka berpisah.

And your eyes irresistible (Dan matamu, tidak bisa dipungkiri.)

Wooseok tahu ia jatuh. Lagi. Lagi. Terus. Dan menerus. Dan kali ini egonya kalah. Rasanya menang.

“Jinhyuk, you are so irrisistible.”

Right. Irrisistible.

Kecewa yang pernah ada hilang. Alasan mengapa mereka berpisah lenyap. Yang ada hanya satu. Kesalahan yang pernah terjadi, tidak akan pernah mereka ulangi. Selamanya, atau sampai nanti. Untuk waktu yang tidak ingin mereka tentukan.

TO BE CONTINUE?

jinyeokisme

irresistibleweishin

  • A/N: Edisi kangen One Direction dan Weishin. Jadilah oneshot ini. Masih banyak kurang dan ga ngena mungkin banget.

enjoy!

Don't try to make me stay Or ask if I'm okay I don't have the answer (Jangan coba buat aku tinggal, atau bertanya apa aku baik-baik saja, karena aku tidak punya jawabannya.)

Bulan Desember. Seminggu sebelum memulai tahun yang baru, tahun yang mungkin bisa menjadi lebih baik bagi semua orang, yang nyatanya kebanyakan tidak merasakan perbedaan apa-apa. Tahun ini terasa menyenangkan, seperti dua tahun sebelumnya ketika dunia Lee Jinhyuk berubah. Nektar-nektar manis menghiasi hari-harinya kala waktu takdir memberi temu dua individu berbeda. Merasakan sekelebat kebahagiaan yang ternyata mampir dalam waktu hampir tiga tahun lamanya.

Kalau saja, Jinhyuk bisa mengubah masa lalunya, sepertinya ia tetap tak akan merubah bagaimana dia bertemu dengan Kim Wooseok, lebah lain yang menghasilkan nektar dalam kehidupannya. Manis. Dunia terasa begitu mudah dijalani. Banyak tawa, bahkan memori yang terekam sangat jelas menciptakan kolase beragam gambar bergerak di benaknya.

“Hyuk! Ayo, kamu ngapain sih bengong aja disitu kayak bocil. Bocah ilang.” Kemudian tawa jenaka lelaki manis yang menggodanya pecah. Terpukau. Entah apa lagi kata yang dapat menggambarkan keadaan Jinhyuk kala itu. Senyum simpul Jinhyuk menghiasi wajahnya yang berseri. Bersyukur akan hal tersebut.

Belum lagi memori klasik ketika hujan mengguyur ibu kota, menciptakan fraksi gelap dan gundah yang sebenarnya tidak mempengaruhi kedua anak adam yang bergelung dalam selimut menikmati hawa dingin dengan menonton film lawas bersama. Mengomentari bagan film yang menarik untuk mereka, mengeratkan pelukan hangat sepanjang waktu.

Jinhyuk ingat, betapa banyak bintang gemerlap yang muncul ketika Wooseok menatapnya bersemangat, menyalurkan rasa itu hingga ujung kakinya. Berbicara tentang astrologi, demografi, bahkan tentang dewa-dewi yang lucunya mereka betah dengan pembicaraan berat ditemani secangkir kopi susu buat Jinhyuk, dan greentea untuk Wooseok.

Lagi-lagi bayangan kilas balik menghantam dada Jinhyuk. Sesak. Tak ada obat. Menangis. Tapi tak keluar bulir air mata. Malahan dunia seakan menangis untuk dirinya. Pijakannya di atas bumi terasa melayang. Pikirannya tak tenang. Segala hal berbau Wooseok menimbulkan kesedihan dan kebahagiaan di dirinya.

Sampai satu suara, yang tidak pernah dia lupaㅡ mengagetkannya.

“Jinhyuk?”

Jinhyuk seperti tersengat ribuan tawon. Kepalanya seketika berputar pening. Menolak mengiyakan jikalau yang didengarnya mungkin hanyalah khayalannya saja. Dadanya ia tepuk pelan berusaha meraih oksigen seolah dia terkungkung dalam air.

“Jinhyuk! Kamu gak apa apa??!” Suara itu. Suara yang benar ia pikirkan selama hampir lima bulan terakhir. Suara... Wooseok.

Pandangan Jinhyuk mengabur. Entah karena efek terguyur hujan dan masih basah kuyup belum terseka, atau perasaannya yang berkata bahwa ia harus menangis.

“Wooseok?” Jinhyuk menyipitkan matanya, mencari fokus di tengah gelapnya kota Surabaya malam ini.

“Kamu gapapa?????” Pertanyaan klise sebenarnya. Bagaimana dia bisa dengan santainya berkata seperti itu ketika pria di depannya menggigil memeluk dirinya sendiri, menahan isak pedih.

“Wooseok...” Tangis Jinhyuk pecah begitu saja. Dia memang lemah. Semua hal yang ada Wooseok-nya membuat substansi yang ada di tubuhnya meneriakinya lemah.

Wooseok langsung menghampiri pria yang tingginya lebih darinya. Mendekapnya erat. Memenuhi kepala Jinhyuk dengan frasa kenapa? atau bagaimana?

“Jangan tanya aku gapapa, Seok. You know i don't have the answer.

-

Heartache doesn't last forever I'll say I'm fine (Sakit hari tidak bertahan lama, aku akan bilang aku baik saja.) “Kamu apa kabar?” Retoris. Pertanyaan yang cukup penting untuk sekedar basa-basi. Keduanya berhadapan di kediaman Wooseok. Setelah upayanya memaksa Jinhyuk yang bibirnya kelewat biru karena kedinginan. Dan Wooseok mana tega meninggalkannya. Menariknya masuk ke unit apartemennya, mendorongnya ke kamar mandi serta memberikannya satu set pakaian Jinhyuk. Yang ternyata masih tertinggal, syukurlah.

Rongga tenggorokan Jinhyuk terasa kering. Otak dan hatinya tak berjalan seiringan. Yang harus dia katakan hanyalah satu kata;

“Baik.” Susah payah akhirnya keluar juga. Wooseok tersenyum.

I have been better before.” Pahit. Seolah dia merasakan hal yang sama.

Honestly, i ain't got time for laughing, past these months, after you say goodbye, Seok.” Bitterly even. Wooseok menghela napasnya berat.

We all know why i did that, don't we?

Iㅡ I just don't get it why would you gave up. We were fine, right?” Jinhyuk mencoba mencari kebenaran. Otaknya mengatakan, repetisi seperti ini akan menyakitinya lagi, kalau hasilnya sama. Tapi di lubuk hatinya ㅡyang mungkin sudah mencapai dasar, mengatakan bahwa bisa saja berubah. Semua hak yang ingin dibenahi, kalau bukan sekarang lalu kapan?

“Kamu tau jawabannya bakal tetep sama, Hyuk.”

We can do this all over again.

Fact. But why would repeat the same scenerio if you could find a new fresh story for your life? Why would you stuck being here with me when you can find someone else better?

Bold of you to assume i didn't tried!

I've tried to ask myself Should I see someone else? I wish I knew the answer. (Aku pernah berpikir, haruskah aku mencari orang lain? Aku tidak punya jawabannya.)

But I know, if I go now, if I leave Then I'm on my own tonight I'll never know the answer. (Tapi aku tahu, kalau aku pergi sekarang, aku akan sendirian, dan tidak tahu jawabannya.)

“Jinhyuk.”

“Diem, Wooseok.” Gerakan tiba-tiba Jinhyuk membungkam segala calon argumen yang akan dikatakan oleh Wooseok. Lembut. Sedikit gestur memaksa. Tapi tetap ada batasan. Sama seperti yang lalu. Tidak ada yang berubah barang sejengkal.

It makes your lips so kissable And your kiss unmissable Your fingertips so touchable (Itu membuat bibirmu kissable, ciumanmu sangat dirindukan, sentuhanmu sangat menyentuh.)

Wooseok lemas. Dia tidak bisa menahan. Otaknya mengatakan jangan, namun kali ini hatinya menang. Ciuman Jinhyuk, mendominasi tidak ingin dibantah. Seolah mengatakan bahwa ia tidak baik saja, mengatakan bahwa yang ia butuhkan hanya Wooseok. Hanya Wooseok. Ditambah air mata turun merembes pada kedua pipi Jinhyuk menambah pesan absolut;

yang Jinhyuk mau cuma Wooseok. Bukan yang lain.

Dan Wooseok? Pertahanannya hancur. Rasa bersalahnya melebur terganti oleh rasa mendambakan pria itu lagi. Belum genap setahun.

And your eyes irresistible (Dan matamu, tidak bisa dipungkiri.)

Wooseok tahu ia jatuh. Lagi. Lagi. Terus. Dan menerus. Dan kali ini egonya kalah. Rasanya menang.

“Jinhyuk, you are so irrisistible.”

Right. Irrisistible.

Kecewa yang pernah ada hilang. Alasan mengapa mereka berpisah lenyap. Yang ada hanya satu. Kesalahan yang pernah terjadi, tidak akan pernah mereka ulangi. Selamanya, atau sampai nanti. Untuk waktu yang tidak ingin mereka tentukan.

TO BE CONTINUE?

jinyeokisme

irresistibleweishin

  • A/N: Edisi kangen One Direction dan Weishin. Jadilah oneshot ini. Masih banyak kurang dan ga ngena mungkin banget.

enjoy!

Don't try to make me stay Or ask if I'm okay I don't have the answer

Bulan Desember. Seminggu sebelum memulai tahun yang baru, tahun yang mungkin bisa menjadi lebih baik bagi semua orang, yang nyatanya kebanyakan tidak merasakan perbedaan apa-apa. Tahun ini terasa menyenangkan, seperti dua tahun sebelumnya ketika dunia Lee Jinhyuk berubah. Nektar-nektar manis menghiasi hari-harinya kala waktu takdir memberi temu dua individu berbeda. Merasakan sekelebat kebahagiaan yang ternyata mampir dalam waktu hampir tiga tahun lamanya.

Kalau saja, Jinhyuk bisa mengubah masa lalunya, sepertinya ia tetap tak akan merubah bagaimana dia bertemu dengan Kim Wooseok, lebah lain yang menghasilkan nektar dalam kehidupannya. Manis. Dunia terasa begitu mudah dijalani. Banyak tawa, bahkan memori yang terekam sangat jelas menciptakan kolase beragam gambar bergerak di benaknya.

“Hyuk! Ayo, kamu ngapain sih bengong aja disitu kayak bocil. Bocah ilang.” Kemudian tawa jenaka lelaki manis yang menggodanya pecah. Terpukau. Entah apa lagi kata yang dapat menggambarkan keadaan Jinhyuk kala itu. Senyum simpul Jinhyuk menghiasi wajahnya yang berseri. Bersyukur akan hal tersebut.

Belum lagi memori klasik ketika hujan mengguyur ibu kota, menciptakan fraksi gelap dan gundah yang sebenarnya tidak mempengaruhi kedua anak adam yang bergelung dalam selimut menikmati hawa dingin dengan menonton film lawas bersama. Mengomentari bagan film yang menarik untuk mereka, mengeratkan pelukan hangat sepanjang waktu.

Jinhyuk ingat, betapa banyak bintang gemerlap yang muncul ketika Wooseok menatapnya bersemangat, menyalurkan rasa itu hingga ujung kakinya. Berbicara tentang astrologi, demografi, bahkan tentang dewa-dewi yang lucunya mereka betah dengan pembicaraan berat ditemani secangkir kopi susu buat Jinhyuk, dan greentea untuk Wooseok.

Lagi-lagi bayangan kilas balik menghantam dada Jinhyuk. Sesak. Tak ada obat. Menangis. Tapi tak keluar bulir air mata. Malahan dunia seakan menangis untuk dirinya. Pijakannya di atas bumi terasa melayang. Pikirannya tak tenang. Segala hal berbau Wooseok menimbulkan kesedihan dan kebahagiaan di dirinya.

Sampai satu suara, yang tidak pernah dia lupaㅡ mengagetkannya.

“Jinhyuk?”

Jinhyuk seperti tersengat ribuan tawon. Kepalanya seketika berputar pening. Menolak mengiyakan jikalau yang didengarnya mungkin hanyalah khayalannya saja. Dadanya ia tepuk pelan berusaha meraih oksigen seolah dia terkungkung dalam air.

“Jinhyuk! Kamu gak apa apa??!” Suara itu. Suara yang benar ia pikirkan selama hampir lima bulan terakhir. Suara... Wooseok.

Pandangan Jinhyuk mengabur. Entah karena efek terguyur hujan dan masih basah kuyup belum terseka, atau perasaannya yang berkata bahwa ia harus menangis.

“Wooseok?” Jinhyuk menyipitkan matanya, mencari fokus di tengah gelapnya kota Surabaya malam ini.

“Kamu gapapa?????” Pertanyaan klise sebenarnya. Bagaimana dia bisa dengan santainya berkata seperti itu ketika pria di depannya menggigil memeluk dirinya sendiri, menahan isak pedih.

“Wooseok...” Tangis Jinhyuk pecah begitu saja. Dia memang lemah. Semua hal yang ada Wooseok-nya membuat substansi yang ada di tubuhnya meneriakinya lemah.

Wooseok langsung menghampiri pria yang tingginya lebih darinya. Mendekapnya erat. Memenuhi kepala Jinhyuk dengan frasa kenapa? atau bagaimana?

“Jangan tanya aku gapapa, Seok. You know i don't have the answer.

-

Heartache doesn't last forever I'll say I'm fine

“Kamu apa kabar?” Retoris. Pertanyaan yang cukup penting untuk sekedar basa-basi. Keduanya berhadapan di kediaman Wooseok. Setelah upayanya memaksa Jinhyuk yang bibirnya kelewat biru karena kedinginan. Dan Wooseok mana tega meninggalkannya. Menariknya masuk ke unit apartemennya, mendorongnya ke kamar mandi serta memberikannya satu set pakaian Jinhyuk. Yang ternyata masih tertinggal, syukurlah.

Rongga tenggorokan Jinhyuk terasa kering. Otak dan hatinya tak berjalan seiringan. Yang harus dia katakan hanyalah satu kata;

“Baik.” Susah payah akhirnya keluar juga. Wooseok tersenyum.

I have been better before.” Pahit. Seolah dia merasakan hal yang sama.

Honestly, i ain't got time for laughing, past these months, after you say goodbye, Seok.” Bitterly even. Wooseok menghela napasnya berat.

We all know why i did that, don't we?

Iㅡ I just don't get it why would you gave up. We were fine, right?” Jinhyuk mencoba mencari kebenaran. Otaknya mengatakan, repetisi seperti ini akan menyakitinya lagi, kalau hasilnya sama. Tapi di lubuk hatinya ㅡyang mungkin sudah mencapai dasar, mengatakan bahwa bisa saja berubah. Semua hak yang ingin dibenahi, kalau bukan sekarang lalu kapan?

“Kamu tau jawabannya bakal tetep sama, Hyuk.”

We can do this all over again.

Fact. But why would repeat the same scenerio if you could find a new fresh story for your life? Why would you stuck being here with me when you can find someone else better?

Bold of you to assume i didn't tried!

I've tried to ask myself Should I see someone else? I wish I knew the answer.

But I know, if I go now, if I leave Then I'm on my own tonight I'll never know the answer.

“Jinhyuk.”

“Diem, Wooseok.” Gerakan tiba-tiba Jinhyuk membungkam segala calon argumen yang akan dikatakan oleh Wooseok. Lembut. Sedikit gestur memaksa. Tapi tetap ada batasan. Sama seperti yang lalu. Tidak ada yang berubah barang sejengkal.

It makes your lips so kissable And your kiss unmissable Your fingertips so touchable

Wooseok lemas. Dia tidak bisa menahan. Otaknya mengatakan jangan, namun kali ini hatinya menang. Ciuman Jinhyuk, mendominasi tidak ingin dibantah. Seolah mengatakan bahwa ia tidak baik saja, mengatakan bahwa yang ia butuhkan hanya Wooseok. Hanya Wooseok. Ditambah air mata turun merembes pada kedua pipi Jinhyuk menambah pesan absolut;

yang Jinhyuk mau cuma Wooseok. Bukan yang lain.

Dan Wooseok? Pertahanannya hancur. Rasa bersalahnya melebur terganti oleh rasa mendambakan pria itu lagi. Belum genap setahun.

And your eyes irresistible

Wooseok tahu ia jatuh. Lagi. Lagi. Terus. Dan menerus. Dan kali ini egonya kalah. Rasanya menang.

“Jinhyuk, you are so irrisistible.”

Right. Irrisistible.

Kecewa yang pernah ada hilang. Alasan mengapa mereka berpisah lenyap. Yang ada hanya satu. Kesalahan yang pernah terjadi, tidak akan pernah mereka ulangi. Selamanya, atau sampai nanti. Untuk waktu yang tidak ingin mereka tentukan.

TO BE CONTINUE?

jinyeokisme

treatment. – weishin WARN – Long naration – Bahasa kotor dan frontal – in consent; bj, foodkink – mention of degrading (little)

  • a/n : gak enak.

Jinhyuk merasa tubuhnya penat sekali. Seharian ia bekerja keras menghadapi klien-kliennya yang bermacam-macam karakternya. Ada yang begitu cerewet hingga membuatnya pusing tujuh keliling, hingga klien yang begitu mudah approval proposalnya. Jinhyuk merasa ingin sekali di pijat. Dia ingat saran Seungwoo akan bagaimana melakukan semuanya dari rumah. Bahkan pijatpun dengan mudah bisa dilakukan di kediaman. Akhirnya ia memesan dari sebuah perusahaan pijat yang melayani pelanggan di mana saja. Tak lama kemudian, bel apartemennya berbunyi. Jinhyuk membuka pintu dan melihat seseorang dengan seragam ketat dan wajah manisnya tersenyum ke arahnya.

“Anda yang pesan layanan pijat dari kami, 'kan tuan?”

“Iya benar, silahkan masuk.” Jinhyuk hanya menggunakan bokser tanpa menggunakan baju atasan. Lelaki manis dengan name tag Wooseok itu masuk mengikuti Jinhyuk. Jinhyuk rebahan di sofa dan menunggu Wooseok mempersiapkan minyak zaitun dan sebagainya.

“Saya mulai ya, tuan.” Jinhyuk mengangguk dan memainkan hapenya. Tangan Wooseok mulai memijat kaki Jinhyuk pelan. Jinhyuk mengerang karena disitulah ia merasakan lelah. Wooseok memijat paha Jinhyuk dan kemudian naik ke atas, semakin ke atas. Wooseok mengurut paha dalam Jinhyuk pelan. Tangannya yang halus tersebut memberikan ketenangan sendiri bagi Jinhyuk.

“Maaf, permisi.” Wooseok melorotkan bokser Jinhyuk. Jinhyuk mulai terangsang ketika Wooseok memijat daerah selangkangannya. Penisnya berkedut dan mulai menegang, ia merasa awkward dengan situasi ini.

“Tak usah malu, tuan, ini memang biasa terjadi, saya mengerti.” Wooseok melumuri tangannya dengan minyak zaitun dan mengurut penis Jinhyuk pelan. Jinhyuk meneguk ludah berat, merasa bingung dengan treatment Wooseok. Jinhyuk meremas handphonenya menahan desahan. Wooseok masih dengan santainya memijat pangkal, lalu skortum Jinhyuk. Jinhyuk melihat wajah manis Wooseok mulai memerah.

“Ahh,” Jinhyuk meloloskan satu desahan dari mulutnya. Wooseok semakin gencar mengurut penis Jinhyuk hingga mengeluarkan pre-cum manisnya. Wooseok mengocok penis Jinhyuk handal.

“Milik anda begitu keras, tuan. Saya belum pernah melihat yang sebesar dan sekeras ini.” Wooseok berkata sensual dengan bibirnya yang ia gigiti seksi. Jinhyuk menatapnya sedikit malu. Seharusnya ia tak bangun secepat ini. Tapi melihat pegawai yang memijatnya memiliki wajah semanis dan seputih susu tersebut membuat Jinhyuk lupa diri. Ia hanya bisa meneguk ludahnya kasar.

Wooseok menjawil lubang penis Jinhyuk pelan menimbulkan Jinhyuk berjengit kaget. Wooseok tersenyum miring. Lelaki yang berbaring di hadapannya sungguh menawan. Jiwa pelacurnya bangkit dengan sendirinya.

Wooseok meninggalkan penis tegak tersebut sendiri dan memijat perut kotak-kotak Jinhyuk halus. Jinhyuk menghela napas lega. Setidaknya ia tak perlu menahan desahan akibat pijatan Wooseok. Wooseok meraba perut Jinhyuk pelan. Begitu indah dan padat. Wooseok menelan ludahnya, kulit tanned Jinhyuk membuatnya semakin hot.

Pemuda tersebut mengusap dada bidang Jinhyuk pelan, memijatnya dengan benar membuat Jinhyuk rileks. Terkadang siku Wooseok menyenggol penis—setegak menara eiffel— milik Jinhyuk membuat Jinhyuk lagi-lagi berjengit. Wooseok menghentikan pergerakannya dan meminta izin untuk menduduki perut Jinhyuk — yang pastinya ditumpu kakinya—

“Apa saya berat?” tanya Wooseok ketika menduduki perut Jinhyuk. Jinhyuk menggeleng pasti. Wooseok ringan seperti bulu. Wooseok tersenyum tipis. Ia mulai memijat lagi dada Jinhyuk dengan menurunkan badannya sedikit membuat Jinhyuk gagal fokus dengan leher putih Wooseok. Pantat Wooseok menusuk-nusuk penis Jinhyuk membuat Jinhyuk mengerang frustasi. Wooseok masih kalem dan kini memelintir puting Jinhyuk halus. Jinhyuk menegang dan meremas pinggul Wooseok.

Wooseok meliriknya dan tersenyum kecil. Triknya mulai berhasil, sejauh ini Jinhyuk satu-satunya pelanggan yang mampu menahan untuk tidak menyerangnya langsung. Wooseok menambah kekuatan memelintir puting Jinhyuk jenaka. Ia merasakan tangan Jinhyuk memasuki bajunya pelan, mengelus pinggang Wooseok lembut dan memejamkan matanya. Jinhyuk mengerang halus dengan mata yang masih terpejam.

“Tuan bisa memasukkan tangan anda ke dalam tubuh saya.” Wooseok mengagetkan Jinhyuk dengan bisikan halus. Jinhyuk mengangguk canggung dengan Wooseok yang masih tersenyum manis. Wooseok melanjutkan treatment putingnya lagi. Jinhyuk kini memasukkan tangannya ke dalam celana Wooseok. Meraba bongkahan munyil yang sedari tadi menyebabkan ia penasaran. Matanya tertutup rapat menikmati kenyalnya pantat Wooseok. Wooseok tersenyum menang. Pinggulnya ia goyangkan seolah tak sengaja. Peluh Jinhyuk menetes deras menahan hasratnya untuk menyetubuhi kucing manis di atasnya.

“Oh.” Wooseok menatap Jinhyuk yang terlihat kepanasan dan mulai menggrayangi lubangnya pelan. Menjejali pikiran Jinhyuk dengan hal-hal kotor yang menyebabkan penisnya semakin menjulang tegap. Wooseok meraba wajah Jinhyuk perlahan membuat sang empunya membuka matanya. Kedua iris kelabu itu bertabrakan dengan iris coklat terang Wooseok. Membuatnya tenggelam dalam kekaguman dan hasrat yang melunjak.

Wooseok menggigit bibir merah mudanya sensual membuat Jinhyuk ingin melumatnya kasar. Lelaki tersebut menegakkan tubuh telanjangnya yang atletis dengan Wooseok di pangkuannya. “Oh, tuan... Anda menusukku.” Wooseok mendesah ketika lubangnya yang masih dilapisi celananya tertusuk penis Jinhyuk. Wooseok mencium bau lelaki jantan menguar semerbak. Wooseok menjilati leher berkeringat Jinhyuk. Jinhyuk tak tinggal diam. Tangannya masuk ke dalam kaos Wooseok dan mencari puting kecil Jinhyuk. Setelah menemukannya, Jinhyuk memelintir puting Wooseok kencang membuat Wooseok terhentak dan ditahan lutut Jinhyuk. Wooseok menyusu di puting Jinhyuk setelahnya. Menggigit puting coklat itu dan menyesapnya liar. Jinhyuk terengah-engah dan mendorong kepala Wooseok semakin menempel.

“Yah, begitu kucing manis.” Wooseok mengedipkan matanya sembari menatap Jinhyuk yang terkekeh gemas melihat Wooseok yang mengundang nafsu tersebut. Wooseok menidurkan dirinya diatas badan Jinhyuk. Badan kekar Jinhyuk merengkuhnya lembut. Tangan Wooseok mulai menanggalkan baju atasannya. Sedangkan celananya, ia dibantu Jinhyuk meloloskannya dengan tergesa. Kali ini mereka bertindihan dengan tanpa sehelai benangpun menempel di tubuh mereka.

“Lihat kulit bersihmu itu Wooseok. Aku akan menghiasinya agar semakin terlihat cantik.” Jinhyuk mengangkat tubuh Wooseok dan membaliknya ganas.

“Ah jangan. Ah ah. OHh. Tuan. Hentihhkan.”

“Apa?”

“Jangan hentikan. Ohh suck me, feel me, fuck me hard Tuan. I beg you. OhHH.” Wooseok merasakan lehernya digigiti dengan tak sabaran, di sedot kencang dengan mulut basah Jinhyuk.

“Feel so good.” Wooseok meraba tubuhnya yang dikagumi banyak orang karena kulitnya yang putih bersih dan juga rampingnya pinggang lelaki cantik tersebut. Jinhyuk mengelus penis Wooseok kencang, meremasnya hingga membuat Wooseok mendesah pelan. Jinhyuk mengangkat Wooseok dan menidurkannya di sofa.

Matanya menelisik ke arah Wooseok yang terlihat sangat cantik dengan mulut terbuka pasrah dan lehernya yang penuh bercak kemerahan.

“Kau sangat cantik.” Jinhyuk melebarkan kaki Wooseok dan menenggelamkan wajahnya di bagian bawah tubuh Wooseok. Menciuminya penuh nafsu, mengulum, serta menggigitnya gemas.

“TUAN! AHHH! AH. AH. Wooseok menyukai ini.” Wooseok menghimpit kepala Jinhyuk dan mendorongnya maju hingga wajah Jinhyuk tersumpal oleh bagian bawahnya. Jinhyuk menghiasi lubang Wooseok dengan piawai, menyedot kulit halus Wooseok dengan rakus. Jarinya meraba lubang Wooseok perlahan.

“Oh uhh t-tuan aaah. Begitu! Ohh,” Wooseok menjambak rambut Jinhyuk, merematnya kencang membuat Jinhyuk semakin terpompa untuk membasahi selangkangan Wooseok. Dia meludah dan meratakannya di penis Wooseok.

“TUAN! AHH.”

“Moan until your voice ran out, baby.” Wooseok meneguk ludahnya ketika Jinhyuk merangkak dan menciumi wajahnya garang. Penisnya ditekan di perut Jisoo membuatnya mengerang kehabisan akal. “I’ll enter.”

“T-tuanhh tuanhh tuaaanhhh. Penis anda oh! Oh God, oh God.” Wooseok meracau tak jelas dengan pinggulnya ditahan Jinhyuk erat. Wooseok mendongak dan merem melek keenakan ketika Jinhyuk memperdalam hentakan penisnya dengan kencang. Tangannya mengusap dada bidang Jinhyuk kasar. Jinhyuk benar-benar panas. Dan Wooseok-lah yang memanaskannya. Lidah Jinhyuk menjilati wajah Wooseok.

“Wooseok— .” Jinhyuk menggendong Wooseok dan membawanya ke dapur miliknya. Di dudukkannya ia diatas meja pantry dan beralih ke kulkas untuk mengambil beberapa bahan.

“I'll decorate you, kitten.” Ujar Jinhyuk melompat mencium Wooseok lembut. Wooseok menggoyang-goyangkan badannya tak sabar. Ia tidur telentang di atas meja sambil menari seksual sembari menunggu Jinhyuk. Jinhyuk meneguk ludahnya melihat gaya Wooseok yang menaik turunkan badannya seperti ulat merayap. Desahan halus Wooseok mengimbangi gerakannya yang lemah gemulai tersebut. Pantatnya naik dengan sendirinya.

“TUAN!” PLAK. Pantat Wooseok ditepuk kencang ketika Jinhyuk melewatinya. Gigi Wooseok bergemeletuk tak bisa menahan nafsunya lebih lama. Ia ingin di hajar Jinhyuk. Jinhyuk terkekeh. Dia melempar kedipan mata menggoda disertai desahan kasarnya ketika Wooseok membelai penisnya sendiri. Dia mempercepat urusannya sambil mengurut batang penisnya keras.

“Ah ah cepatlah Tuan, aku kedinginan. Aku butuh tangan besarmu untuk merengkuhku.” Wooseok menghetakkan kakinya tak sabaran. Jinhyuk kembali dan mencium bibir Wooseok kalut, kepala Jinhyuk ditahan Wooseok ditekan kencang agar menguasai bibir bengkaknya.

“Ahemmh, ohhh tuanhh. Tu— anhh ohh oh lagih— .” Wooseok menggelinjang tatkala Jinhyuk mengoral penisnya sembari memasukkan jarinya ke dalam mulut Wooseok. Jinhyuk melepas kulumannya disambut desahan tak setuju dari Wooseok sendiri. Jinhyuk membuka lebar paha Wooseok dan bekerja dengan cekatan. Pertama-tama ia memijit Wooseok sensual yang membuat Wooseok mendesah tak hentinya. Lalu Jinhyuk melumuri penis Wooseok dengan cream yang ia buat menggunung. Tak lupa ia memberi selai strawberry di paha Wooseok. Mencicipinya sedikit dengan lidah basahnya.

“Tuanhh ohh.” Wooseok melenguh panjang ketika jari Jinhyuk meratakan selainya. Beralih ke perut Wooseok dan melumurinya dengan nutela yang diambilnya dan dioleskan dengan sendok sehingga dinginnya logam membuat Wooseok bergetar dan mendesah lagi.

“Kau begitu seksi sayang dan sangat manis.” Jinhyuk mencupang perut Wooseok kasar. Menikmati nutella kesayangannya membalut tubuh Wooseok menyenangkan. Wooseok menggigit bibirnya ketika Jinhyuk menjilati tubuhnya liar bak kelaparan.

“Ah ah ah. T-tuanhh.” Wooseok menggelinjang lebih hebat lagi ketika Jinhyuk menggigiti penisnya. Jinhyuk mengambil sendok makan logam dan mencelupnya ke tempat Jinhyuk, setelah itu mencobloskannya ke dalam anus Wooseok cepat. Wooseok merintih kesakitan.

“STOP TUAN. SAKIT HH. NGHH. AKHHH JANGAN TUAN.” Wooseok menangis ketika sendok itu mengorek lubangnya. Seakan tuli, Jinhyuk terus menjejali lubang Wooseok ganas. Air mata kesakitan Wooseok berganti dengan air mata kebahagiaan karena Jinhyuk menubrukkan sendok ke protatnya telak. Melenguh dan membusung sambil mendesah tak karuan.

“Wooseok. Kau membangunkan monsterku, aku tak akan berhenti bahkan jika kamu yang memintaku.” Jinhyuk menggeram rendah dan memelintir nipple Wooseok kuat menimbulkan sang empunya berteriak kencang.

“AAAAAAH. TUAN-hhh.” Jinhyuk menjilati perlahan tubuh yang terlumuri makanan tanpa menghentikan sodokan sendok ke dalam lubang Wooseok sesekali menyesap sendoknya sensual mencicipi rasa Wooseok yang begitu khas. Surai coklat Wooseok berantakan. Matanya mengagumi Jinhyuk dalam diam. Mendesah gemulai meneteskan liurnya seperti jalang.

Kakinya ia lebarkan lagi sehingga Jinhyuk dapat merasakannya dengan leluasa. Jinhyuk mengerang tatkala kaki Wooseok menemukan penisnya, menjepit dan menarik ulur dengan pelan, menimbulkan getaran bergairah dari keduanya. Wooseok keluar ketika Jinhyuk mencumbu penisnya garang. Menimbulkan kecapan nista dari mulutnya. Jinhyuk berdecap ketika Wooseok squirting dengan indahnya, matanya menerawang jauh. Wooseok masih terengah kencang. Jinhyuk menjilati bibir Wooseok sensual membuat Wooseok mendesah tertahan, manis mulut Jinhyuk membuatnya mabuk kepayang.

“Ride me, Tuan-hhh hhh. Fuck me till i die.” Wooseok menggenggam penis Jinhyuk dan mengarahkannya ke dalam lubangnya yang terlihat begitu sempit.

“Ahh, kau yakin lubangmu cukup dengan penisku yang begitu besar huh?” Jinhyuk tersenyum miring dan Wooseok membalasnya dengan yakin.

“Walau tidak muat, kau harus cari cara agar bendamu ini bisa masuk, tuan.” Wooseok mengerang keras ketika pangkal Jinhyuk sudah masuk sedikit, sensasinya begitu panas. Jinhyuk membiarkan Wooseok berusaha memasukkan kebanggaannya.

“Ahh hhh, masuk tuan.” Wooseok menggeram halus. Lubang penis Jinhyuk masuk setengahnya. Jinhyuk mencium bibir Wooseok kembali. Memaju mundurkan pinggulnya setelah itu.

“Mmhh, Seok— lubangmu sangat sempit. Aku ingin mengoyaknya sayang.” Tangan Jinhyuk menjamah puting Wooseok dengannya yang menusuk Wooseok lembut. Wooseok melingkarkan kakinya di pinggang Jinhyuk. Dengar, lenguhan Wooseok membangkitkan libido Jinhyuk.

“Astaga! Lebih cepat.” Wooseok meringsut maju membantu pergerakan Jinhyuk. Jinhyuk mendorong pinggulnya masuk dalam sekali sentakan. membuat Wooseok berteriak sungguh kencang. Jinhyuk mengobrak-abrik lubang Wooseok begitu kasar. yang diobrak-abrik mendesah keras menikmati tusukan Jinhyuk.

“Apa pernah orang lain menusukmu hebat seperti ini? Apa pernah mereka... melesakkan penis sebesar dan sekeras ini? Apa pernah mereka memanjakan penismu tatkala sedang mengendaraimu seperti ini?” Jinhyuk bertanya sambil menusukkan penisnya telak, tubuh Wooseok terhentak begitu kencang. Kupingnya memanas ketika lontaran pertanyaan dari Jinhyuk keluar dari bibir seksi nan panasnya. Wooseok mencakar punggung sang dominan menyalurkan ketidakmampuannya untuk berbicara barang sedikitpun.

“Unghhh. Ahh tuan— .”

“Panggil aku Jinhyuk.”

“Sshh... Jinhyuk.” Wooseok menjambak pelan surai Jinhyuk. Terengah-engah dengan tubuh yang bergetar hebat dibawah kungkungan kencang Jinhyuk. Pria di atasnya kini menyesap puting Wooseok. “Ayo main di kamar saja.” Jinhyuk mengangkat tubuh ringan Jisoo tanpa melepaskan kontak fisik keduanya. Bahkan semakin membrutal. Wooseok menciumi bibir Jinhyuk. French kiss liar mereka menjadi pemanis hentakan pinggul lebar Jinhyuk dan naik turunnya Wooseok di gendongan Jinhyuk.

Membanting Wooseok ke atas kasur besar miliknya dan menatap Wooseok yang terengah pasrah. Malam masih panjang, dan persetan dengan kalimat lelahnya tadi. Jinhyuk siap menggempur Wooseok hingga besok.

FIN- or to be continue?

Jinhyuk entah mengapa seperti kehabisan nafas ketika jarinya menekan logo game yang beberapa hari ini kerap dimainkannya. Belum sampai target, memang. Tapi mau tidak mau dia memang harus mengurangi intensitas bermainnya sebelum bola matanya pecah karena melihat layar handphone dan otak yang berpikir keras.

Malam ini tak pernah sekalipun terbayang di benaknya. Bertemu Wooseok secara tidak langsung. Mendengar suaranya secara eksklusif bahkan dipuji gemas. Jantungnya benar-benar berpacu bagai mesin mobil yang berjalan diatas kecepatan 180km. Tangannya berkeringat dingin. Rasanya mual membayangkan suara indah Wooseok, dan pasti tawanya perihal bermain bersama.

Memasuki lobby permainan, tulisan 'FFY Wooseok invites you to join a team' menyapa indra penglihatannya. He nearly freaked out kalau saja dia tidak bisa mengendalikan dirinya.

“Relaks.” Serunya pada diri sendiri. Menenangkan serta memberi kepercayaan diri. Tak menunggu lama, dia memencet tombol 'v' tanda ia menerima permintaan bergabung. Hanya satu pintanya dalam hati, semoga ia bisa mengoptimalkan permainan yang ia latih selama 5 hari ini.

“Eh?! Hai, babysun! Welcome.” Suara indah bagai angin semilir segar menyapa gendang telinga Jinhyuk. Hatinya seolah meleleh. Walau Wooseok tidak tahu bahwa itu adalah dirinya,ㅡsecara asli. Dia sudah merasa cukup. Biarkan begini sebentar.

Jinhyuk mengaktifkan microphonenya, berdeham sedikit untuk mengontrol rasa gugupnya dan mulai berbicara. “Hai.”

“Gimana? Seneng gak ketemu kita-kita?” Suara yang bisa ia notis dari karakternya sebagai Han Seungwoo gantian menyapa Jinhyuk.

“Seneng bang, rasanya kayak mimpi, Hahaha.”

“Ini kita manggil lo apaan bang? Eh bener abang 'kan ya? Gue semester 2 nih, in case.” Eunsang, Lee Eunsang. Salah satu pemain Fight For You yang masih belia tapi memiliki ciri permainan sebagai sniper yang handal di grupnya.

“Iya, gue semester 4, Sang.”

“Wah, kita satu semester dong?” Wooseok menimpali dengan semangat membuat Jinhyuk tak sadar tersenyum. Ia rasanya ingin mengabadikan suara Wooseok, menjadikannya alarm pagi.

“Iya hehe.”

“Btw canggung gak sih kalo manggilnya baby? Secara lo juga cowok, hahahah. Kita bisa manggil lo siapa nih? Nama asli lo gitu?” Seungwoo bertanya kasual. Jinhyuk menelan ludahnya. Haruskah ia membeberkan nama aslinya?

“Nyeok aja bang.” Tidak. Ia belum siap. Walau Wooseok belum tentu tahu ada Jinhyuk yang satu fakultas dengannya tapi, tetap. Ia belum siap.

“Oke, Nyeok. Gimana? Udah siap?”

“Siap, bang. Start aja.” Loading dari tencent game itu akhirnya muncul di layar ponsel masing-masing. Memasuki lobby map Vikendi, suara dari percakapan ketiga member FFY terdengar oleh Jinhyuk. Mulai membicarakan live scrim yang lalu, championship nasional yang kemarin mereka juarai, hingga dimana mereka akan turun.

“Follow gue. Kita turun Castle?”

“Iya, Sang, ato ga Krichas .” Seungwoo menanggapi. Wooseok bergumam berkata dia ikut saja dimanapun.

“Btw, Nyeok lo udah berapa lama main pubg?” Seungwoo seakan tersadar bahwa ada orang lain selain merrka bertiga disini.

“Eh.. Baru seminggu kurang bang. Jadi maaf ya kalo masih noob hehe.”

“Santai aja Nyeok, ini kan buat have fun aja, relaks yaa. Kita ga akan marah kok walau ga chicken.” Wooseok hhuhuhu Jinhyuk beneran lemah dengernya.

“Iya, will do.” Harus diapresiasi betapa terlihat kalemnya suara Jinhyuk sekarang meanwhile dalam hatinya menjerit-jerit bak fanboy kehilangan akal.

Seungyoun pasti tertawa kencang sekarang. Garis pesawat menandakan bahwa sebentar lagi mereka akan terjun dan mendarat di Krichas sesuai keinginan Seungwoo. Jinhyuk benar-benar berharap waktu tidak berlalu begitu cepat untuk saat ini.

*

Dua puluh menit berlalu. Sisa player alive tinggal 23 lagi. Peluh di jemari Jinhyuk ia usapkan. Sudah 20 menit lebih, tapi groginya masih ada. Wooseok begitu cerewet dan Jinhyuk bersyukur. His ears have been blessed by Wooseok's voice.

“Nyeok udah dapet senjata kah?”

“Ih aku baru dapet pistol sih.”

“Bang Woo itu depan aku. Tolong bang, aku healing.”

“Anjir dia make M16 aja berani majuin aku loh yang pake G36C.”

“Eh tembak flare gun ya?”

“Nyeok ikut aku deh, back up in.”

“Eunsang nih sniper. Aku ada scope x6 juga nih mau ga?”

“Kok Nyeok jago deh? Boong ya kalo baru main seminggu???”

“EH ada step! Kiri Eunsang!”

“Aduh ngakakk bisa banget Nyeok.”

Masih banyak lagi ocehan Wooseok. Dia tak pernah sekalipun mengabai Jinhyuk, seolah mereka telah kenal lama.

Jinhyuk memukau ketiga pemain lainnya. Yang katanya baru main seminggu, tapi telah mendapatkan 9 kill. Yang mana menurut mereka itu sangat bagus.

Pada menit ke 28, akhirnya mereka mendapat Winner Winner Chicken Dinner mereka. MVP diraih oleh Seungwoo dengan total 16 kill.

Di akhir, satu kalimat Wooseok membuat Jinhyuk membatu.

“Nyeok beginner rasa pro player hahaha. Keren banget! Bisa kali join team kita, rusher kan? Rusher hatiku juga?”

ALLAHUAKNAR NYEBUT LANGSUNG JINHYUKNYA.

Dangdut abis.

Tapi Jinhyuk LEMES.