jinyeokissm

Jinhyuk, kamu jangan jadi atlet dong, aku pusing liat badan kamu gede banget.

An entry for #100WaysOfWeishin on June.

⚠️ contains 🔞 scene ⚠️ sugar sex ⚠️ couple thingy, might be cringey ⚠️ a lot of mention nasty words

enjoy!

Apalah kata yang bisa diucapkan jika orangnya saja susah dihubungi. Tiga hari yang dijanjikan pemuda tinggi tak tertepati. Kalimat manis pengganti seolah tak bisa memberi sebuah arti.

Wooseok kepalang kesal dengan kekasihnya. Dikatakan egois dia tak peduli. Sudah berapa kali Jinhyuk mengingkari. Dan sudah berapa puluh kali Wooseok memaklumi.

“Capek banget, Chan. Sumpah deh. Dia itu mikir ga sih kalau jadwalnya dia tuh terlalu penuh? Bukan gue mau egois ya anjir.” Byungchan meringis mendengar caci maki yang keluar dari mulut Wooseok, mengetukkan jari tanda berpikir bagaimana ia harus menanggapi.

“Yaiya, kak. Tapi mau gimana lagi? Dia tuh kerjaannya emang begitu. Harus kesana kemari buat cari duit 'kan. Toh ini juga buat kalian ke depannya. Katanya mau tinggalndi rumah gede biar bisa lari-lari sama anak-anak lo kelak?” Menimpali dengan ekspresinya seolah meyakinkan Wooseok bahwa Jinhyuk begini juga beralasan.

“Emang lo mau tinggal di gubuk?”

“Ya nggak!” Bibirnya mengerucut tanda tak setuju.

“Nah. Kalo gitu lo harus sanggup-sanggupin kangen. Besok balik kan dia?” Byungchan terkekeh kala Wooseok menyeruput minumannya tak sabaran.

“Iya sih.. Tapi janjinya tiga hari Chan! Dianya pergi seminggu????! Kesel ga sih kalo lo jadi gue??!” Mata bulatnya membesar semakin ketika intonasinya ikut naik beberapa oktaf.

“Diem kek, malu kali diliatin orang-orang,” Byungchan membekap mulut Wooseok, dan sepertinya it's safest to say yes, to agreeing with this anger for a little bit.

“Iya, kesel sih. Tapi nih saran gue, dia besok dateng jangan lo ambekin deh kak.” Byungchan mendekat ke arah lelaki manis dua puluh enam tahun itu, berbisik agar sekitarnya tak mengerti apa yang dia akan utarakan.

“Angetin aja.”

“Brengseeeeek Byungchaaaan!” Wooseok paham ke arah mana kalimat Byungchan tertuju,

dan sebenarnya dia juga rindu akan keberadaan Jinhyuk di dekatnya.

Suara tombol kunci apartemen ditekan berbunyi, tak begitu lama geretan koper terdengar menggema, diikuti teriakan kecil dari yang datang.

“Wooseok! Aku udah pulang.” Jinhyuk melepas sepatu ketsnya dan menyenderkan koper kecil miliknya di dinding dekat sekat awal.

Jinhyuk disambut dengan bau harum yang menyergap indra pembauannya. Melangkah masuk ke arah dapur dan melihat Wooseok-nya berkutat di sana. Jinhyuk tersenyum. Bebannya seolah hilang begitu saja melihat sosok mungil yang berjarak dua meter darinya. Kaki panjangnya ia bawa mendekat, meraih pinggang si mungil dan menyusruk ke perpotongan leher kekasihnya tersebut.

“Hmm. Abis ini makanannya selesai. Mandi dulu sana, udah aku siapin air angetnya.” Wooseok berkata dengan tangannya yang masih mengaduk sup jagung yang ia buat.

“Kangen banget sama kamu.” Jinhyuk berbisik di telinga Wooseok. Mengecup pipinya sekilas dan mengusap perut Wooseok yang rata. Memberikan reaksi geli di perutnya.

“Jangan ganggu dulu kek, orang lagi masak.” Wooseok memukul ringan tangan Jinhyuk menyuruhnya berhenti.

“Aku ga diliat nih? Ini pacar kamu paling ganteng baru balik loh?” Wooseok mendengus mendengarnya, berbalik dan menatap wajah Jinhyuk intens.

“Iya, aku tau. Tapi ayo cepet mandi dulu trus makan. Aku kangen sama kamu.” Wooseok memberi sinyal rindu apa yang ia maksud. Jinhyuk mengerti dan mengangguk semangat. Langkahnya langsung dibawa memenuhi perintah Wooseok yang kini tertawa kecil. Betapa lucunya Jinhyuk yang seperti ini.

Selesai mandi, Jinhyuk telah siap di bar mini milik mereka menunggu Wooseok menyiapkan segalanya. Lahapnya Jinhyuk membuat Wooseok tersenyum senang dan begitu lebar.

“Enaaak banget ih ini. Kamu pinter banget, Seok, bikinnya.” Jinhyuk menyuap sendok terakhir dari sup dan nasinya. Meminum segelas air putih dan yogurt yang Wooseok siapkan.

“Makasih, Hyuk.” Wooseok berjalan memutari bar dan naik ke atas pangkuan Jinhyuk. Mengelus rahang si lelaki dengan gerakan pelan. Menikmati raga dan rupa lelakinya. Jinhyuk memejamkan mata.

“Tapi, enakan aku ga sih?” Wooseok mencium bilah bibir yang menjadi kesukaannya 2 tahun terakhir ini. Jinhyuk membalasnya dengan lumatan-lumatan lembut. Menikmati rasa bibir yang ketika merajuk menrengut lucu. Atau ketika senang tak bisa berhenti tersenyum. Dan ketika Jinhyuk memasuki bergetar sambil menyebut namanya.

“Kangen banget. Kangen kontol Jinhyuk...” Wooseok mengalungkan lengannya di leher panjang Jinhyuk. Mengirimkan keinginannya vokal.

“Ambil sayang. Ini emang punya kamu. Mmh.” Tangan Jinhyuk menuntun Wooseok ke bawah. Ke arah hal yang diinginkan kekasih cantiknya tersebut.

“Aaa, akhirnya aku megang kontol kamu lagi.” Wooseok berbinar ketika tangannya meremas penis Jinhyuk dari luar celana kainnya.

“Ah Jinhyuk ga pake celana dalem.” Wooseok mencium bibir lelaki tinggi yang kini membiarkan Wooseok melakukan eksplorasi pada tubuhnya.

“Pinter.” Lanjut Wooseok. Dia turun dan melepaskan celana kain Jinhyuk pelan. Jinhyuk mengelus kepala Wooseok sayang. Menantikan si mungil melahap jagoannya.

“Jinhyuk.”

“Apa sayang?”

“Boleh?” Wooseok meminta izin. Jinhyuk gemas dan mencubit pipi Wooseok pelan, memasukkan jarinya ke dalam mulut Wooseok dan membukanya lebar. Jinhyuk mengarahkan penisnya dan memasukkannya ke dalam mulut Wooseok yang kini bergumam senang.

“Ahshsyik. Wooseokh mauh minum pejuh Jimhyullkk.” Karena mulutnya telah disumpal oleh penis Jinhyuk, kalimat yang keluar darinya tak begitu jelas. Mulutnya bekerja keras menyedot dan menghisap kencang seolah dia menyusu dari dot. Jinhyuk menggeram rendah, menikmati permainan mulut Wooseok.

“Wooseok pinter... Wooseok hebat... Pinter nyepongin kontol. Uhh.” Jinhyuk mendorong pelan kepala Wooseok semakin maju. Wooseok mencengkram pinggul Jinhyuk mencari pegangan. Lututnya yang menumpu tubuhnya mulai sakit. Tapi tak masalah selama Jinhyuk merem melek keenakan di atasnya.

“Kamu udah lama ga nyepongin aku, ahh, enak banget. Yang, boleh ga sambil pijitin yang gabisa masuk mulut?” Jinhyuk meremas rambut sehalus sutra milik Wooseok.

“Bolehhhh. Nggghhh bentarhh yanghh.” Wooseok sedikit kewalahan karena tubuh kecilnya agak tidak seimbang dengan tubuh Jinhyuk yang kekar. Dia memijit bagian yang tak bisa masuk ke dalam mulutnya.

Jinhyuk keluar. Di dalam mulut Wooseok. Banyak dan menyenangkan. Jinhyuk mencium bibir Wooseok yang masih meninggalkan sedikit bekas spermanya. Setelahnya, dia membuka seluruh fabrik yang masih menempel di tubuh mereka. Wooseok kembali memeluk Jinhyuk di atas pangkuan sang dominan.

“Kamar ya?” Jinhyuk takut badan Wooseok sakit nantinya karena bercinta di tempat yang tak seharusnya. Wooseok terengah dan mengangguk. Jinhyuk langsung menggendong Wooseok ala koala, jarinya tak tinggal diam, mencubiti bongkahan bulat yang menggoda seluruh iman manusia. Menyentuh lubangnya sedikit dengan dijawab lenguhan manja dari Wooseok.

“Jangan godain aku.” Wooseok menghisap leher Jinhyuk hingga meninggalkan tanda cinta di sana.

“Kamu enak sih digodain, nih lubangnya udah kedut-kedut. Gemes.”

“Cepet kek ke kasur.” Jinhyuk mempercepat langkahnya. Mendaratkan Wooseok di atas kasur dan mengecupi tubuh polos Wooseok. Dari atas hingga pinggulnya. Dibaliknya tubuh mungil itu dan melebarkan pantat putih tanpa cela si manis. Dikecupinya pipi pantat Wooseok dengan penuh pendambaan dan gemas.

“Gemes banget sumpah.” Jinhyuk mencupang pipi pantat Wooseok. Wooseoknya menggelinjang keenakan. Diangkatnya tinggi pinggulnya memberikan akses mudah bagi Jinhyuk untuk mengeksploitasi tubuh telanjangnya.

Puas bermain dengan itu, Jinhyuk memulai preparasi lubangnya. Ditungkan lube ke sekitar lubang Wooseok dan penisnya.

“Aku masukin sekarang yang.” Jinhyuk memberi aba-aba. Penisnya mulai masuk, Wooseok mencengkram sprei kencang. Menikmati prosesnya.

“JINHYUUUUK.” Wooseok menjerit ketika penis Jinhyuk tertanam drngan sempurna di miliknya. Jinhyuk bergerak pelan dan mendesah berat.

“Hmmm Wooseok. Ketatin lubangmu.” Tanpa disuruh dua kali, Wooseok melakukan apa yang Jinhyuk pinta. Keduanya bergerak dengan tempo yang tak terburu-buru, cenderung pelan untuk merasakan tiap inchi dari milik pasangannya.

“Jinh-yuk... Remes titit aku.” Jinhyuk bergerak maju menyebabkan tabrakan antar penis dan prostat Wooseok. Hanya desahan kasar yang terdengar di dalam ruangan tak terlalu besar itu.

“Wooseok... Kecil banget.” Jinhyuk meremas milik Wooseok kencang dan berirama.

Tusukannya semakin cepat mengejar putih. Wooseok terhentak sambil bergumam.

“Enak, Jinhyuk... Enak banget... Di ewe Jinhyuk...” Jinhyuk yang mendengarnya tak kuasa menghujam lubang Wooseok seperti mengendarai kuda.

“Enak? Kuda-kudaan sama aku enak, sayang?” Jinhyuk memilin puting Wooseok kencang.

“AH! ENAK BANGET. Aku mau jadi kudanya Jinhyuk.” Keduanya meracau tak jelas dan akhirnya putih menjemput.

“Wooseok!!”

“Jinhyuk!” Keduanya terengah ketika cairannya keluar. Jinhyuk roboh dengan penis yang masih tertanam lekat dengan sperma yang mengalir dari belahan pantat Wooseok. Jinhyuk mengelus lengan Wooseok pelan.

“Kamu harus tau kalo kamu itu mendekati sempurna Wooseok. Karena yang sempurna cuma Tuhan.” Jinhyuk mengecupi seluruh permukaan wajah Wooseok. Wooseok tersenyum senang dalam untaian manis Jinhyuk.

“Aku beruntung dapetin kamu.” Dua-duanya berkata dengan jelas, tertawa dan menikmati aftertaste yang ada.

Jinhyuk, kamu jangan jadi atlet dong,” Wooseok berbalik melepas tautan bawah mereka. Meraba tubuh Jinhyuk yang berbentuk, “aku pusing liat badan kamu gede banget.

Jinhyuk tertawa. Aneh dengan kalimat kacau Wooseok.

“Kalau aku ga jadi atlet terus jadi apa? Tukang becak?” Jinhyuk mengecup mata Wooseok.

“Kamu ini, lucu banget sih.”

-fin.

Belum Waktunya.

Hari itu, semua berjalan seperti biasa. Wooseok pergi ke kampus pukul 8 pagi, mampir sebentar ke tempat print-printan, mencetak tugas yang akan dikumpulkan, lalu mampir sebentar ke sekre himpunan. Kakinya berjalan santai. Suasana FISIP pagi itu tak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang yang terlalu rajin adanya telah berada di area kampus. Entah untuk apa.

Wooseok ada kelas pukul 9. Masih ada sekitar empat puluh menit baginya untuk menunggu. Sendirian, sekre kosong. Batinnya, bagus ia bisa rebahan sejenak. Pintu sekre ia buka lebar agar angin bersirkulasi di ruangan yang tak terlalu besar ini. Menyemprot sedikit pengharum ruangan agar membuatnya nyaman.

Bokongnya ia bawa duduk di salah satu bantal duduk yang ada. Diambilnya ponsel yang ada di sakunya, mengecek kurang berapa lama lagi pemuda kucing ini harus naik ke lantai 4.

“Masih lumayan lama, se-game dulu kali ya?” Wooseok bergumam, menghitung waktu kira-kira ia bermain dalam satu babak kemudia menancapkan airpods di telinganya. Jarinya mulai memilih ikon game yang ia geluti.

Kalau ditanya kenapa Wooseok bisa menjadi pro player sampai sekarang, sebenarnya simpel. Wooseok yang sedikit tertutup itu iseng mencobanya ketika game itu baru pertama kali rilis. Dia belajar sendiri, entah bagaimana controlling, aiming, mempelajari satu persatu fitur yang ada, pokoknya sendiri dia coba-coba. Taunya, skill itu makin berkembang walau Wooseok tak harus berusaha sangat keras. Ia ditawari menjadi pro player oleh Seungwoo yang lebih dulu terjun ke sini, juga itung-itung menambah uang jajannya. Toh dia mencetak prestasi di dalam bidang ini. Kuliahnya juga tidak terbengkalai, dia bisa mengatur waktunya. Kapan untuk berhenti dan kapan dia harus memenuhi kewajiban dengan skala prioritas.

Wooseok menatap ponselnya secara serius. Hingga ia tak menyadari bahwa ada sosok yang mengintip sambil tersenyum simpul. Menatap sosok itu dengan pandangan memujanya. Bisa gila dia kalau melihat Wooseok dalam mode serius seperti ini.

Wooseok tiba-tiba mendongak, entah karena dorongan apa. Matanya bertemu pandang dengan milik orang itu. Tubuhnya menjulang, tinggi, belum pernah Wooseok lihat sebelumnya. Tapi entah mengapa pemuda lainnya itu tersenyum semakin lebar. Menunduk sekilas seolah menyapa.

Belum sempat Wooseok melepas airpods dan bertanya ada apa, pemuda itu berlalu. Turun dari lantai dimana ruangan-ruangan LKM LSO fakultas berada, entah kemana. Wooseok mengedikkan bahunya.

“Siapasi?”

kayaknya?

home alone yet not aloneweishin

⚠️ may contain harsh word ⚠️ vulgar ⚠️ bdsm, a lil bit ⚠️ blowjob, handjob ⚠️ in consent from both characters ⚠️ age gap

enjoy.

Matahari mulai meninggalkan tahtanya. Bergantian dengan bulan yang malu-malu muncul dengan paras eloknya. Jauh terdengar sentimen burung pipit yang mulai beranjak jauh, mencari tempat berteduh.

Langit jingga melukisi langit, memberikan kesan peringatan dan himbauan. Memberikan sedikit presensi toleran untuk bersiap diam di rumah setidaknya hingga pagi menjemput kembali.

Wooseok mengeluh kesal. Di rumahnya yang berdiameter gila, dia harus rela ditinggal sendiri oleh orang tuanya. Perjalanan bisnis mengharuskan tuan dan nyonya Kim bertandang melipir ke negeri sebelah, mengejar entah apa lagi. Sebrankas besar di setiap sudut kamar yang berisikan seluruh keinginan duniawi yang manusia impikan. Brankas luas yang menimbun segala kekayaan dunia yang rasanya tak akan pernah habis bagai air galon diisi ulang milik keluarga Kim.

Tapi untuk apa seluruh hal itu jika Wooseok masih merasa sepi?

Masih merasa tak berarti?

Masih berasa kosong di hati?

Mengusap wajah lelah, ia berencana menjadikan malamnya dengan berendam di bathtub sebesar kasur queen sizenya. Berharap hal ini dapat mengobati.

Wooseok memutar lagu yang kalinya bisa membuatnya rileks dan nyaman. Seluruh fabrik di badannya ia lepas. Masuk ke dalam bathtub penuh gelembung lucu.

Tanpa ia sadari, ia tertidur. Jam telah menunjukkan pukul 18.30. Yang mana ia menghabiskan waktu hampir satu jam lamanya. Dia berjengit, melihat buku tangannya yang memutih. Keluar dari bak dan membalut tubuhnya dengan sepotong handuk.

Di sisi lain, ada yang mengawasi gerak-geriknya dari sebuah kamera. Bejat bisa dibilang, karena tanpa diketahui sang pemilik ruangan bahkan rumah, ia menginstalasi kamera chip dengan ukuran mini namun daoat menangkap dengan jelas apa yang dilakukan oleh penghuni kamar tersebut.

Jinhyuk, penjaga rumah shift malam itu tak melepas matanya yang membulat kala Wooseok melepas sepotong handuknya itu. Menatap tubuh telanjang putih mulus tanpa noda dari sang pangeran. Jinhyuk menenggak ludahnya. Wooseok gila, sekarang ia mematikan lampu terang memggantinya dengan lampu remang-remang. Menambah visualisasi sensual darinya. Jinhyuk mengerang. Bagian bawahnya sudah mulai bangun perlahan.

Tiba-tiba hal yang tak Jinhyuk kira, terjadi. Wooseok melambaikan tangannya ke arah kameranya. Jinhyuk terbelalak. Wooseok tahu dia menaruh kamera tersembunyi di kamarnya. Siap-siap keluar dari pekerjaanmu, Lee Jinhyuk.

Wooseok meraba tubuhnya. Seolah mengundang Jinhyuk yang kini meneteskan sedikit peluhnya. Sedikit menahan sakit.

Wooseok memberikan satu godaan lagi, dia berbalik. Pantatnya diangkat tinggi-tinggi. Jinhyuk nyaris berteriak kala lubang pink Wooseok dibelah oleh jari lentik pemuda cantik itu.

Jarinya memutar di permukaan lubangnya. Kepalanya berputar memberi pemandangan erotis yang tak pernah Jinhyuk lihat dari wajah lugu Wooseok.

Wooseok berkedip. Tangannya yang lain menunjuk penisnya, lalu ke kamera, dan sekarang lubangnya. Jika dijabarkan, kira-kira begini:

Masukkan penismu ke lubangku.

Dan tentu saja. Jinhyuk tak akan melewatkan kesempatan ini demi pekerjaannya. Masa bodoh jika ia dipecat. Toh sesuatu yang lebih gila akan terjadi sesaat lagi.

Jinhyuk melesat meninggalkan posnya. Masuk ke dalam rumah yang sepi bak kuburan, derap langkahmya ia usahakan untuk tetap pelan. Pembantu yang lain sudah masuk ke ruangannya masing-masing. Jadi, tidak ada yang berkeliaran di sini.

Jinhyuk sangat hafal dimana letak kamar sang pangeran, menambah kecepatan langkahnya dan berhenti tepat di depan pintu kayu mahoni yang begitu kokoh. Menggedornya sedikit tak sabar hingga dibukakan oleh sang empunya.

“Udah kuduga. Lee Jinhyuk.” Wooseok menarik lengan Jinhyuk, menutup pintunya dan menguncinya dari dalam. Memojokkan Jinhyuk di pimtu dan menjilati rahang yang lebih tua dan lebih tinggi.

“Nghh. Aku udah tau dari lama kalo om Jinhyuk pasang kamera lain di kamarku.” Wooseok menggesekkan tubuhnya di tubuh Lee Jinhyuk yang masih berbalut seragam kerjanya.

“Anda marah?”

“Awalnya.” Wooseok mengusap pundak Jinhyuk, kemudian turun, semakin turun ke dadanya. Mencium maskulinitas dsri tubuh Jinhyuk. Meraba tubuh gagahnya dari luar.

“Tapi begitu tahu bentukan om Jinhyuk... Yang kayak gini... Aku jadi ga marah lagi. Malah mau di entot sama om. Ughhh liat aja ini batang om udah kejiplak banget di celana ketat om. Sengaja ya seragamnya dikecilin?” Jinhyuk tak menyangka Wooseok sevokal ini dalam menggoda lelaki yang umurnya lebih tua sekian tahun.

“Wooseok.”

“Apa om? Ih pegang-pegang.” Wooseok mendekatkan bibirnya ke arah telinga Jinhyuk. Memberikan getaran di sekujur tubuhnya. Lidah Wooseok menjilat telinganya. Tangan Jinhyuk membelai punggung Wooseok. Membawanya ke pelukan hangatnya.

“Kamu bisa bilang 'nggak. Jangan lakuin ini,' ke saya. Belum terlambat, Wooseok.” Jinhyuk menumpukan kepalanya di kepala Wooseok. Wooseok mendesah. Tangannya meraih tangan Jinhyuk. Memberikan yakin bahwa ini yang dia inginkan.

Fuck me. Please om...” Jinhyuk melepas peluknya, menatap Wooseok di matanya. Sial. Hanya ada gairah di mata bulatnya itu. Jinhyuk mana bisa tahan?

“Kamu gabisa mundur lagi setelah ini. Jangan kasih tau saya buat berhenti, Kim Wooseok!”

“Hancurin saya om. Mau penis besarnya om. Ini.” Wooseok menggenggam penis Jinhyuk dari luar celananya. Jinhyuk mengerang. Dibukanya seleting celana miliknya, mengeluarkan penis besarnya dari sana.

Wooseok berbinar. Air liurnya menetes. Jinhyuk terkekeh. Mengusap pipi merah Wooseok pelan.

“Suka?”

“Om gila? Ini besar banget. Lebih besar dari punya pacar aku. Wooseok langsung membawa kepalanya turun. Menggenggam kepala kemaluan yang begitu menggiurkan. Pemuda cantik itu memajukan kepalanya.

“Aku mau cium dulu. Hai, kamu gede banget.” Jinhyuk bergumam rendah. Mengelus kepala Wooseok pelan. Takut menyakitinya.

“Hhh, Wooseok.”

“Ya om?” Napas Wooseok berhembus di sekitaran depannya.

“Om buka semua bajunya boleh?” Jinhyuk melepas satu kancing atas seragamnya. Wooseok menggeleng.

“Celananya aja... Atasnya biar aku nyadar kalo yang lagi ngewein aku itu satpam rumahku.” Wooseok mengulum penis Jinhyuk setelahnya. Jinhyuknya? Ya lemes banget. Bayangin diisep majikan cakep.

“Hnggh mmhhhh. Mmmh.” Wooseok menggumam tak jelas. Membuat Jinhyuk menyandar di pintu, terengah tak karuan.

“K-kasarin aku om. Aku suka kasar.” Wooseok mencengkram pinggul Jinhyuk kencang. Memasukkan penis besar itu lagi ke mulutnya dan mendorongnya hingga menabrak pangkal tenggorokannya.

Jinhyuk membawa Wooseok berdiri. Didorongnya tubuh Wooseok ke arah tempat tidur.

“Ahh!” Wooseok jatuh terlentang di ranjangngnya. Jinhyuk langsung melepas dan melempar celananya ke sembarang arah. Mengungkung Wooseok yang menatapnya mau.

“Kamu cantik banget.” Jinhyuk menciumi wajah Wooseok. Menghisap lehernya hingga membekas tanda merah. Jarinya tertarik pada puting kecoklatan yang ditimpa keringat hingga seolah menyuruhnya segera mencicipnya.

“Ahh! Iya gitu om. Gigit om...” Kepala Jinhyuk ditekan ketika mulutnya berhasil menyentuh puting Wooseok. Jinhyuk menyusu bak kehausan. Kiri kanan, kemudian kiri dan kanan lagi hingga Wooseok keluar. Puting adalah titik tersensitifnya.

“Heh! Kamu ya! Keluar tiba-tiba?!” Jinhyuk menjilati sperma Wooseok yang muncrat mengenai lengannya. Wooseok terpana. Dia benar-benar tak menyangka satpam rumahnya yang berusia 36 tahun dan memiliki usia yang terpaut 16 tahun ini begitu mengagumkan.

Wooseok mencium bibir Jinhyuk ganas. Rasa rokok yang bercampur sperma manisnya terasa pekat. Manjadi harmoni lekat yang tak akan bisa dilupakan keduanya.

“A-ak. Aku mau nafas dulu...” Wooseok melepas pagutan panas keduanya. Tersenyum cerah ketika Jinhyuk tersenyum mendamba.

“Gemes banget sih kamu. Jago lagi ngemut kontol om sama ciumannya gila banget, Wooseok.” Wooseok tersipu kakinya mengapit pinggang Jinhyuk membawa badannya terangkat memperlihatkan leher jenjangnya.

“Ini. Yang pengen aku kasih tanda merah semua.” Jemari Jinhyuk menyusuri leher Wooseok. Wooseok melenguh.

“Seksi banget sayang.” Jinhyuk mencium ujung hidung Wooseok.

“Aku mau dimasukin om.” Wooseok merayu Jinhyuk dengan bibirnya yang digigit. Jinhyuk diminta seperti itu bagai rem blong. Tangannya membalik tubuh Wooseok. Mengangkat pinggul si manis tinggi-tinggi.

PLAK!

“AhHhh. Om Jinhyuk!” Wooseok merasakan panas di pipi pantatnya.

PLAK!!! Tamparan kedua yang lebih kuat. Wooseok meremas spreinya. Ini membuatnya semakin bernafsu.

Jinhyuk meludahi tangannya. Mempreparasikan lubang Wooseok agar ketika ia masuk tak akan terhambat. Pada beberapa saat kemudian, Jinhyuk melesakkan penisnya dalam.

“Aaaaahhh.” Wooseok melolong kencang. Untungnya kamar ini di desain kedap suara. Tak perlupun mereka takut kedengaran dari luar.

“Sekarang biar lubangmu yang ngejaga penis om.”

fin.

online classweishin🔞

⚠️ really short dan gak panas banget ⚠️ handjob solo ⚠️ mention of degrading ⚠️ maybe will have continuation.

enjoy!

Karantina. Bukan tak ada maksud. Tapi keadaan dunia sedang dilanda masalah. Virus luar biasa menyebar ke seluruh dunia. Mematikan segala peraktifitasan, dan kegiatan manusia.

Kerja dilakukan dari rumah. Tak ayal, kegiatan mencari ilmupun dilakukan melalui platform online meeting. Corona bagai ancaman genosida. Yang mungkin saja salah satu dari kita telah terkena.

Kelas besar yang dilaksanakan kampus Universitas Kornesia terjadwal pukul sembilan pagi. Peserta yang ikutpun begitu banyak. Wooseok salah satunya. Pemuda yang mengambil pendidikan gelar sarjana komunikasi itu mengerang malas. Seandainya dia bisa melewati kelas ini, baginya akan sangat menyenangkan. Mendengarkan dosen berbicara panjang lebar yang tak tentu masuk di akalnya sungguh membuatnya pening. Harusnya ia masih tidur. Harusnya ia masih bergelung di dalam selimut, menikmati hujan pagi hari dengan alunan musik lemah lembut yang mengiringi.

Dibukanya laptop miliknya, mengisi daftar hadir dan memberikan kode agar terdata. Mahasiswa yang telah hadir sudah cukup banyak. Dosen yang mengampuh kelas ini masih belum terlihat visualisasinya. Baru beberapa menit kemudian, gambaran suasana berubah menjadi sunyi senyap. Hanya ada suara dosen yang membuka kelas dengan cukup semangat.

Beberapa saat setelahnya, Wooseok merasa bosan. Laptopnya dia beri atensi, iseng, menggulir peserta-peserta yang ada. Beberapa dari mereka Wooseok kenali. Tertawa kecil ketika pergerakan mereka yang cukup bosan juga terekam di layar laptop. Seperti Byungchan yang kini asyik memakan es krim sembunyi-sembunyi, hingga Seungyoun yang mengupil secara kasual. Handphonenya ia ambil untuk mengabadikan momen itu. Lumayan, bisa dijadikan ajang mempermalukan Seungyoun.

Jarinya menggulir lagi. Tatapannya jatuh pada nama Lee Jinhyuk. Tak pernah ia sangka bahwa mahasiswa sosiologi itu ternyata akan satu kelas besar dengannya. Batinnya mengumpat. Andai corona ini tidak ada, dia bisa memandamgi wajah tampan Jinhyuk yang selama empat semester ini ia kagumi.

Wooseok mengetuk ruang Jinhyuk agar menjadi besar di layarnya serta tidak terganti oleh peserta lain. Bahasanya, di-pinned. Dosen yang cuap-cuap tak ia hiraukan. Merasa masa bodoh demi melihati paras Jinhyuk.

Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Jinhyuk yang ada di layar membuatnya bahagia. Tidak jadi kesal lantaran tidurnya terganggu.

Bola matanya mengikuti seluruh pergerakan Jinhyuk. Mengernyit heran ketika pemuda itu meninggalkan kursinya dan kembali membawa botol ㅡyang Wooseok yakini adalah sabun. Wooseok penasaran. Apa maksud dari Jinhyuk?

Mulutnya menganga lebar. Batinnya bergejolak. Bisa-bisanya???

Jinhyuk sepertinya lupa, bahwa kameranya masih menyala.

Wooseok melihat Jinhyuk melakukan apa yang dia yakini tak akan pernah ia tahu. Tapi, hari ini begitu beruntung. Wooseok, menatapnya mendamba.

Jinhyuk duduk menyender di kursinya. Mengeluarkan kebanggaannya. Memperlihatkan betapa perkasa penis Jinhyuk.

Wooseok meneguk ludahnya.

“Besar banget... Anjinggg.” Wooseok berkata dengan getaran yang terasa di setiap katanya. Jinhyuk memejamkan mata, menikmati afeksi lembut yang ia berikan pada kemaluannya. Menganga keenakan kala jemarinya menggenggam miliknya kuat. Wooseok mendekatkan wajahnya le layar, ingin mendapatkan pemandangan lebih baik.

“Anjing, Jinhyuk. Shit...” Wooseok cepat-cepat mematikan kameranya. Memastikan bahwa mikrofonnya mati. Jinhyuk yang ada di layarnya begitu menikmati. Bibirnya seolah mendesis dan mengatakan suatu nama yang Wooseok tak tahu siapa, mungkin seseorang yang kerap menjadi fantasi Jinhyuk.

“Jinhyuk kontolnya gede banget...” Wooseok mengeluarkan miliknya dari celana bahan yang ia kenakan. Menelusuri tiap-tiap mimik muka Jinhyuk yang seolah tak peduli bahwa bisa saja orang lain melihat tingkahnya.

“Mau disodok Jinhyuk. Fuck.” Kocokan di penisnya bertambah cepat. Seolah Jinhyuk yang ada di layarnya lah yang memberikan service begitu handal. Wajah Jinhyuk berpeluh. Urat nadi yang terbentuk kala dia bermain menambah ketegangan Wooseok di bawah sana. Mendesis dengan memanggil nama Jinhyuk berulang kali.

“Ssh Jinhyuk, mau kontolnya Jinhyuuuuk.” Wooseok mengerang dengan sensual. Matanya merah menahan hasrat. Jinhyuk seolah berlomba dengannya. Siapa yang mencapai putih terlebih dahulu. Keduanya benar-benar tenggelam dalam nafsu. Wooseok mengambil handphonenya. Mengambil video Jinhyuk yang dekat dengan pelepasannya.

Dalam hitungan kelima, Jinhyuk terlihat mendesah panjang. Melihatkan penisnya yang memancarkan cairan putih dengan hebatnya. Disusul Wooseok yang gemetar dan akhirnya keluar sesaat setelah Jinhyuk. Terduduk lemas sambil membayangkan Jinhyuk menyetubuhinya.

Wooseok kali ini tak akan gentar dengan keputusannya. Mencari kontak seseorang dan memencet tanda telepon hijau,

Halo?“

“Lee Jinhyuk. You're so dead. I saw you playing in the middle of class. I'll text you soon. Hope you didn't run away.“

Tut. Telepon dimatikan. Wooseok menang.

fin?

online classweishin🔞

⚠️ really short dan gak panas banget ⚠️ handjob solo ⚠️ mention of degrading ⚠️ maybe will have continuation.

enjoy!

Karantina. Bukan tak ada maksud. Tapi keadaan dunia sedang dilanda masalah. Virus luar biasa menyebar ke seluruh dunia. Mematikan segala peraktifitasan, dan kegiatan manusia.

Kerja dilakukan dari rumah. Tak ayal, kegiatan mencari ilmupun dilakukan melalui platform online meeting. Corona bagai ancaman genosida. Yang mungkin saja salah satu dari kita telah terkena.

Kelas besar yang dilaksanakan kampus Universitas Kornesia terjadwal pukul sembilan pagi. Peserta yang ikutpun begitu banyak. Wooseok salah satunya. Pemuda yang mengambil pendidikan gelar sarjana komunikasi itu mengerang malas. Seandainya dia bisa melewati kelas ini, baginya akan sangat menyenangkan. Mendengarkan dosen berbicara panjang lebar yang tak tentu masuk di akalnya sungguh membuatnya pening. Harusnya ia masih tidur. Harusnya ia masih bergelung di dalam selimut, menikmati hujan pagi hari dengan alunan musik lemah lembut yang mengiringi.

Dibukanya laptop miliknya, mengisi daftar hadir dan memberikan kode agar terdata. Mahasiswa yang telah hadir sudah cukup banyak. Dosen yang mengampuh kelas ini masih belum terlihat visualisasinya. Baru beberapa menit kemudian, gambaran suasana berubah menjadi sunyi senyap. Hanya ada suara dosen yang membuka kelas dengan cukup semangat.

Beberapa saat setelahnya, Wooseok merasa bosan. Laptopnya dia beri atensi, iseng, menggulir peserta-peserta yang ada. Beberapa dari mereka Wooseok kenali. Tertawa kecil ketika pergerakan mereka yang cukup bosan juga terekam di layar laptop. Seperti Byungchan yang kini asyik memakan es krim sembunyi-sembunyi, hingga Seungyoun yang mengupil secara kasual. Handphonenya ia ambil untuk mengabadikan momen itu. Lumayan, bisa dijadikan ajang mempermalukan Seungyoun.

Jarinya menggulir lagi. Tatapannya jatuh pada nama Lee Jinhyuk. Tak pernah ia sangka bahwa mahasiswa sosiologi itu ternyata akan satu kelas besar dengannya. Batinnya mengumpat. Andai corona ini tidak ada, dia bisa memandamgi wajah tampan Jinhyuk yang selama empat semester ini ia kagumi.

Wooseok mengetuk ruang Jinhyuk agar menjadi besar di layarnya serta tidak terganti oleh peserta lain. Bahasanya, di-pinned. Dosen yang cuap-cuap tak ia hiraukan. Merasa masa bodoh demi melihati paras Jinhyuk.

Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Jinhyuk yang ada di layar membuatnya bahagia. Tidak jadi kesal lantaran tidurnya terganggu.

Bola matanya mengikuti seluruh pergerakan Jinhyuk. Mengernyit heran ketika pemuda itu meninggalkan kursinya dan kembali membawa botol ㅡyang Wooseok yakini adalah sabun. Wooseok penasaran. Apa maksud dari Jinhyuk?

Mulutnya menganga lebar. Batinnya bergejolak. Bisa-bisanya???

Jinhyuk sepertinya lupa, bahwa kameranya masih menyala.

Wooseok melihat Jinhyuk melakukan apa yang dia yakini tak akan pernah ia tahu. Tapi, hari ini begitu beruntung. Wooseok, menatapnya mendamba.

Jinhyuk duduk menyender di kursinya. Mengeluarkan kebanggaannya. Memperlihatkan betapa perkasa penis Jinhyuk.

Wooseok meneguk ludahnya.

“Besar banget... Anjinggg.” Wooseok berkata dengan getaran yang terasa di setiap katanya. Jinhyuk memejamkan mata, menikmati afeksi lembut yang ia berikan pada kemaluannya. Menganga keenakan kala jemarinya menggenggam miliknya kuat. Wooseok mendekatkan wajahnya le layar, ingin mendapatkan pemandangan lebih baik.

“Anjing, Jinhyuk. Shit...” Wooseok cepat-cepat mematikan kameranya. Memastikan bahwa mikrofonnya mati. Jinhyuk yang ada di layarnya begitu menikmati. Bibirnya seolah mendesis dan mengatakan suatu nama yang Wooseok tak tahu siapa, mungkin seseorang yang kerap menjadi fantasi Jinhyuk.

“Jinhyuk kontolnya gede banget...” Wooseok mengeluarkan miliknya dari celana bahan yang ia kenakan. Menelusuri tiap-tiap mimik muka Jinhyuk yang seolah tak peduli bahwa bisa saja orang lain melihat tingkahnya.

“Mau disodok Jinhyuk. Fuck.” Kocokan di penisnya bertambah cepat. Seolah Jinhyuk yang ada di layarnya lah yang memberikan service begitu handal. Wajah Jinhyuk berpeluh. Urat nadi yang terbentuk kala dia bermain menambah ketegangan Wooseok di bawah sana. Mendesis dengan memanggil nama Jinhyuk berulang kali.

“Ssh Jinhyuk, mau kontolnya Jinhyuuuuk.” Wooseok mengerang dengan sensual. Matanya merah menahan hasrat. Jinhyuk seolah berlomba dengannya. Siapa yang mencapai putih terlebih dahulu. Keduanya benar-benar tenggelam dalam nafsu. Wooseok mengambil handphonenya. Mengambil video Jinhyuk yang dekat dengan pelepasannya.

Dalam hitungan kelima, Jinhyuk terlihat mendesah panjang. Melihatkan penisnya yang memancarkan cairan putih dengan hebatnya. Disusul Wooseok yang gemetar dan akhirnya keluar sesaat setelah Jinhyuk. Terduduk lemas sambil membayangkan Jinhyuk menyetubuhinya.

Wooseok kali ini tak akan gentar dengan keputusannya. Mencari kontak seseorang dan memencet tanda telepon hijau,

Halo?

“Lee Jinhyuk. You're so dead. I saw you playing in the middle of class. I'll text you soon. Hope you didn't run away.

Tut. Telepon dimatikan. Wooseok menang.

fin?

have van ㅡ weishin

⚠️ public sex, vulgar ⚠️ oral, blowjob ⚠️ kata kasar, much ⚠️ mention of degradation ⚠️ consent from both character author's note: masih satu universe sama idol!wsk, student!jnhyuk tapi gaada sangkut pautnya sama main story.

enjoy- 200+ followers!

Pesan yang Wooseok kirimkan telah sukses terkirim lewat aplikasi instant messanger, menyuruh seorang pemuda yang lebih muda darinya beberapa tahun untuk menghampiri dirinya yang menunggu di parkiran kampus. Wooseok setelah melakukan recording lagu untuk upcoming albumnya itu tak sabar untuk bergumul bersama di tempatnya.

Mobil van yang mencolok tak menghentikannya untuk segera bertemu kepada sang pemuda tampan. Sebentar lagi kelas selesai, itu yang tertulis di chatroom bertuliskan Jinhyuk di ponselnya.

Mau tak mau Wooseok memang harus menunggu. Supir yang ada bersamanya disuruh menunggu di cafe saja karena dia tak terlalu suka berada di satu mobil yang sama dengan orang lain, manajer minimal. Namun sayangnya si manajer sedang mengurus hal lainnya sehingga tak ikut bersamanya sepulang rekaman. Toh, dia akan langsung pulang sehabis dari sini.

Wooseok memutuskan untuk berinteraksi dengan fansnya melalui siaran langsung di outstagram. Namun mungkin karena masih begitu siang, maka yang bergabung juga tak begitu banyak. Wooseok akhirnya tenggelam dalam interaksi dengan pengikutnya. Tawa dan sedikit informasi mengenai rencana comebacknya juga dibincangkan.

Hingga setengah jam dia berkutat, tak sadar bahwa sedari lima menit yang lalu Jinhyuk telah datang dan menontoninya dari samping. Wooseok menoleh kala ada yang menyentuh titik sensitifnya di bawah. Kaki Jinhyuk yang telah telanjang karena kaus kakinya dilepas kini menggoda penis Wooseok dari luar celana. Wooseok melotot kaget. Gesturnya menyuruh Jinhyuk untuk berhenti. Untungnya di outstagram ada fitur mute voice saat video siaran berlangsung. Dia mute dan mengarahkan kamera ke atas agar tam memberi pemandangan dia menatap sayu Jinhyuk.

“Hhh. Jangan sekarang, ganteeeng. Astaga.” Wooseok memekik kala jari kaki Jinhyuk menjepit penisnya yang mulai tegang.

“Jinhyuuuk. Ih aku lagi livestagram.”

“Lanjutin aja.” Jinhyuk mengedikkan bahu tak peduli. Wooseok mengerang kecil. Tapi, tangannya meraih ponsel yang sempat tergeletak. Mengaktifkan mikrofon sembari mengontrol wajahnya.

Jinhyuk turun sedikit agar presensinya tak terlihat di kamera. Tangannya mulai usil.

Aku buka, ya, Seok. bisiknya rendah. Wooseok tak mungkin membalas atau mendorong jauh Jinhyuk karena dia takut terdengar penggemar dan menyakiti Jinhyuk.

Jinhyuk membuka seleting celana Wooseok. Dan anehnya, penis Wooseok langsung muncul dari balik jeansnya.

Nakal. Ga pake bokser dulu hm. Masih dengan suara bisikan yang menggetarkan bulu roma Wooseok.

“Uhhh. Aku gatau kalian bakal seneng-hh, atau kecewa sama konsepan aku yang ini. Tapi-hh.” Wooseok menggeliat tak nyaman kala lidah Jinhyuk melapisi ujung penisnya.

“Ah! Iya, aku ingat waktu itu, hahaha...” Wooseok mulai berkeringat. Tangannya meremas rambut Jinhyuk sensual. Jinhyuk merasa bahwa Wooseok memberinya lampu hijau, dia langsung meraup penuh batang penis Wooseok. Secara keseluruhan masuk.

“Ngggghh. Aku mikir berat sama pertanyaan kalian.” Wooseok hampir meloloskan desahan tinggi kalau-kalau Jinhyuk tak mengeluarkan penisnya dari mulut panas milik Jinhyuk.

Konsepnya gimana, Seok? Coba jelasin ke mereka. Aku juga mau denger. Jangan desah, jalang!

“Uhmm, konsepnya lebih dari kemarin sih, guys... Kayak apa ya..”

Kayak Wooseok yang diewe sambil nge-live.

Jinhyuk mengocok penis tegang Wooseok. Melucuti celana pria seksi di depannya sambil mengulum senyum menggoda. Wooseok yang melihat itu hanya bisa menggigit bibirnya. Tangan Jinhyuk yang kiri menelusup pelan ke arah puting susu Wooseok, setelah menemukannya ia menyentuh ringan dan memelintirnya dengan hati-hati agar tak terlihat di kameraㅡ ingat, Wooseok lagi live.

“Lebih panas sih kayanya, hehe.” Wooseok menjawab pertanyaan yang diluncurkan.

Panas apanya, hm?

“AHHH PANAS BANGET UDARANYA SEKARANG YA??!” Wooseok kelepasan mendesah ketika Jinhyuk memasukkan jari tengah yang sudah disiapkan dengan liur Jinhyuk ke lubangnya.

“Aduh bentar ya temen-temen. Aku mute dulu. Aku harus ambil sesuatu.” Klik. Wooseok menaruh ponselnya di sebelahnya.

“LEE JINHYUK GILA. AAAAHHHHH TERUSSSS.” Wooseok langsung berteriak. Tak peduli bahkan jika ada yang mendengarnya dari luar van mini miliknya. Jinhyuk tertawa geli.

“Mau apa sih kamu?” Jinhyuk melucuti celananya yang langsung ditatap lapar oleh Wooseok. Mengharap lebih.

“Mau ngeweeeee. Pake penis Jinhyuk yang gede!” Wooseok langsung menyambar penis tegang Jinhyuk. Meremasnya acak mengakibatkan Jinhyuk hampir jatuh dari posisinya. Terlalu semangat.

Do it quick. Your fans can't wait forever.” Jinhyuk mencium bibir merah Wooseok. Mulai melumat kasar dan mendesah diantara.

“Hmmh. Ahh. Jinhyuk. You're so annoying.” Wooseok mendesah lemah memprotes hal yang dia suka juga sebenarnya.

“Cantik banget kamu, Wooseok. Aku ga nyangka bisa kayak gini sama kamu.” Jinhyuk meraba tubuh Wooseok perlahan. Yang disentuh hanya bergumam tak jelas. Jinhyuk merubah posisinya. Wooseok menghadap depan dan diangkat hingga sejajar dengan mulutnya. Meludahi lubang Wooseok untuk dipreparasi lalu menariknya turun hingga penisnya tenggelam dalam lubang anal Wooseok.

“Ohhh it goes straight down.” Jinhyuk membiarkan Wooseok mengeksplorasi, bergerak sesuai keinginannya. Melancarkan desahan sarat akan nikmat dunia.

Mobil van itu bergoyang mengikuti gerakan keduanya. Hingga mereka lupa,

siaran langsung masih berlaku, terkadang ikut goyang karena tersenggol kaki Wooseok atau tangan Jinhyuk.

Dan ketika mereka mencapai putih, terengah dan penuh keringat,

Itu suara apa?

Wooseok gapapa kan????!

Wooseok ada apa????

Kenapa kok berisik banget?

kemudian fyi, mute dari siaran langsung akan otomatis menyala ketika didiamkan 25 menit.

fin.

have vanweishin

⚠️ public sex, vulgar ⚠️ oral, blowjob ⚠️ kata kasar, much ⚠️ mention of degradation ⚠️ consent from both character author's note: masih satu universe sama idol!wsk, student!jnhyuk tapi gaada sangkut pautnya sama main story.

enjoy- 200+ followers!

Pesan yang Wooseok kirimkan telah sukses terkirim lewat aplikasi instant messanger, menyuruh seorang pemuda yang lebih muda darinya beberapa tahun untuk menghampiri dirinya yang menunggu di parkiran kampus. Wooseok setelah melakukan recording lagu untuk upcoming albumnya itu tak sabar untuk bergumul bersama di tempatnya.

Mobil van yang mencolok tak menghentikannya untuk segera bertemu kepada sang pemuda tampan. Sebentar lagi kelas selesai, itu yang tertulis di chatroom bertuliskan Jinhyuk di ponselnya.

Mau tak mau Wooseok memang harus menunggu. Supir yang ada bersamanya disuruh menunggu di cafe saja karena dia tak terlalu suka berada di satu mobil yang sama dengan orang lain, manajer minimal. Namun sayangnya si manajer sedang mengurus hal lainnya sehingga tak ikut bersamanya sepulang rekaman. Toh, dia akan langsung pulang sehabis dari sini.

Wooseok memutuskan untuk berinteraksi dengan fansnya melalui siaran langsung di outstagram. Namun mungkin karena masih begitu siang, maka yang bergabung juga tak begitu banyak. Wooseok akhirnya tenggelam dalam interaksi dengan pengikutnya. Tawa dan sedikit informasi mengenai rencana comebacknya juga dibincangkan.

Hingga setengah jam dia berkutat, tak sadar bahwa sedari lima menit yang lalu Jinhyuk telah datang dan menontoninya dari samping. Wooseok menoleh kala ada yang menyentuh titik sensitifnya di bawah. Kaki Jinhyuk yang telah telanjang karena kaus kakinya dilepas kini menggoda penis Wooseok dari luar celana. Wooseok melotot kaget. Gesturnya menyuruh Jinhyuk untuk berhenti. Untungnya di outstagram ada fitur mute voice saat video siaran berlangsung. Dia mute dan mengarahkan kamera ke atas agar tam memberi pemandangan dia menatap sayu Jinhyuk.

“Hhh. Jangan sekarang, ganteeeng. Astaga.” Wooseok memekik kala jari kaki Jinhyuk menjepit penisnya yang mulai tegang.

“Jinhyuuuk. Ih aku lagi livestagram.”

“Lanjutin aja.” Jinhyuk mengedikkan bahu tak peduli. Wooseok mengerang kecil. Tapi, tangannya meraih ponsel yang sempat tergeletak. Mengaktifkan mikrofon sembari mengontrol wajahnya.

Jinhyuk turun sedikit agar presensinya tak terlihat di kamera. Tangannya mulai usil.

Aku buka, ya, Seok. bisiknya rendah. Wooseok tak mungkin membalas atau mendorong jauh Jinhyuk karena dia takut terdengar penggemar dan menyakiti Jinhyuk.

Jinhyuk membuka seleting celana Wooseok. Dan anehnya, penis Wooseok langsung muncul dari balik jeansnya.

Nakal. Ga pake bokser dulu hm. Masih dengan suara bisikan yang menggetarkan bulu roma Wooseok.

“Uhhh. Aku gatau kalian bakal seneng-hh, atau kecewa sama konsepan aku yang ini. Tapi-hh.” Wooseok menggeliat tak nyaman kala lidah Jinhyuk melapisi ujung penisnya.

“Ah! Iya, aku ingat waktu itu, hahaha...” Wooseok mulai berkeringat. Tangannya meremas rambut Jinhyuk sensual. Jinhyuk merasa bahwa Wooseok memberinya lampu hijau, dia langsung meraup penuh batang penis Wooseok. Secara keseluruhan masuk.

“Ngggg*hh. Aku mikir berat sama pertanyaan kalian.” Wooseok hampir meloloskan desahan tinggi kalau-kalau Jinhyuk tak mengeluarkan penisnya dari mulut panas milik Jinhyuk.

Konsepnya gimana, Seok? Coba jelasin ke mereka. Aku juga mau denger. Jangan desah, jalang!

“Uhmm, konsepnya lebih dari kemarin sih, guys... Kayak apa ya..”

Kayak Wooseok yang diewe sambil nge-live.

Jinhyuk mengocok penis tegang Wooseok. Melucuti celana pria seksi di depannya sambil mengulum senyum menggoda. Wooseok yang melihat itu hanya bisa menggigit bibirnya. Tangan Jinhyuk yang kiri menelusup pelan ke arah puting susu Wooseok, setelah menemukannya ia menyentuh ringan dan memelintirnya dengan hati-hati agar tak terlihat di kameraㅡ ingat, Wooseok lagi live.

“Lebih panas sih kayanya, hehe.” Wooseok menjawab pertanyaan yang diluncurkan.

Panas apanya, hm?

“AHHH PANAS BANGET UDARANYA SEKARANG YA??!” Wooseok kelepasan mendesah ketika Jinhyuk memasukkan jari tengah yang sudah disiapkan dengan liur Jinhyuk ke lubangnya.

“Aduh bentar ya temen-temen. Aku mute dulu. Aku harus ambil sesuatu.” Klik. Wooseok menaruh ponselnya di sebelahnya.

“LEE JINHYUK GILA. AAAAHHHHH TERUSSSS.” Wooseok langsung berteriak. Tak peduli bahkan jika ada yang mendengarnya dari luar van mini miliknya. Jinhyuk tertawa geli.

“Mau apa sih kamu?” Jinhyuk melucuti celananya yang langsung ditatap lapar oleh Wooseok. Mengharap lebih.

“Mau ngeweeeee. Pake penis Jinhyuk yang gede!” Wooseok langsung menyambar penis tegang Jinhyuk. Meremasnya acak mengakibatkan Jinhyuk hampir jatuh dari posisinya. Terlalu semangat.

“Do it quick. Your fans can't wait forever.” Jinhyuk mencium bibir merah Wooseok. Mulai melumat kasar dan mendesah diantara.

“Hmmh. Ahh. Jinhyuk. You're so annoying.” Wooseok mendesah lemah memprotes hal yang dia suka juga sebenarnya.

“Cantik banget kamu, Wooseok. Aku ga nyangka bisa kayak gini sama kamu.” Jinhyuk meraba tubuh Wooseok perlahan. Yang disentuh hanya bergumam tak jelas. Jinhyuk merubah posisinya. Wooseok menghadap depan dan diangkat hingga sejajar dengan mulutnya. Meludahi lubang Wooseok untuk dipreparasi lalu menariknya turun hingga penisnya tenggelam dalam lubang anal Wooseok.

“Ohhh it goes straight down.” Jinhyuk membiarkan Wooseok eksplorasi, bergerak sesuai keinginannya. Melancarkan desahan sarat akan nikmat dunia.

Mobil van itu bergoyang mengikuti gerakan keduanya. Hingga mereka lupa,

siaran langsung masih berlaku, terkadang ikut goyang karena tersenggol kaki Wooseok atau tangan Jinhyuk.

Dan ketika mereka mencapai putih, terengah dan penuh keringat,

Itu suara apa?

Wooseok gapapa kan????!

*Wooseok ada apa????”

“Kenapa kok berisik banget?”

Mute dari siaran langsung akan otomatis menyala ketika didiamkan 25 menit.

fin.

mati lampuweishin

trigger warning: ⚠️ 18+; vanilla sex ⚠️ rancu dalam pembahasaan ⚠️ a lot of explicit words ⚠️ consent from both characters enjoy

Sebenarnya, siapa yang tak kesal dengan situasi seperti ini? Ketika bumi tak ingin berhenti barang sejenak menyalurkan panasnya matahari. Seharusnya, saat ini pendingin ruangan sudah menyala. Bukannya kibasan tangan yang tak berarti apa-apa.

Wooseok menggerutu. Dia paling kesal kalau sudah mati lampu. Beraktifitas tanpa tahu, pukul berapa listrik bisa lagi mengampu.

“Sumpah, kesel banget sih ah. Terus gimana sekarang? Asli benciiiiii. Kapan sih ini bakal nyala lagi. Anjir ah.” Emosi keluar dari mulutnya, sesekali menghela napas kesal. Dibawanya tungkai kecil miliknya ke arah jendela, membuka sirkulasi udara sampai tahap yang paling pol.

“Ini juga, nyesel milih unit kurang atasan dikit, anginnya ga kerasa. KESEL banget lah.” Tubuhnya dibawa tiduran di sofa dekat jendela. Tangannya mengambil ponsel yang tergeletak di atas karpet. Jarinya mengutak atik layar pipih untuk menghubungi nomor yang bahkan sudah di luar kepala ia menghafal.

“Sini dong, jempuuuut.” Wooseok tanpa salam, tanpa ada rasa sungkan berkata sedetik setelah panggilannya diterima. Bahkan sekedar hai-pun belum sempat keluar dari yang sebrang.

“Sekarang gak?!” Nadanya sedikit naik ketika yang diseberang mengeluh, nanti saja. Masih panas di luar.

Tut. Panggilan diputus sepihak. Wooseok mendengus dan memutuskan mengganti pakaiannya dengan sesuatu yang tipis. Masih. Tetap dengan gerutuannya.

Seperwaktu kemudian, pintu apartemen Wooseok terbuka pelan. Lelaki yang tadi ditelpon oleh Wooseok masuk dengan sedikit keluhan.

“Anjir, Wooseok! Kamu ga bilang ya, apartemenmu mati lampu. Ngapain aku kesini cobaaaa.”

“Berisik. Ayo ngadem. Ke mobil aja.” Wooseok menggamit lengan yang notabene adalah pacarnya. Jinhyuk belum menyadari, bahwa setan kecil ini sedang dalam aksi.

“Aku mager ke parkiran lagi.” Jinhyuk menatap pacarnya, sedikit kaget. Sedikit marah.

“Ini apaan mau keluar bajunya kayak gini heh???!” Wooseok nyengir seolah tak punya salah. Alisnya naik satu.

“Panas. Apaan sih.” Mata Jinhyuk jatuh pada collarbone pacarnya. Susah payah meneguk ludahnya. Jarinya mengelus tulang menonjol di atas dada Wooseok.

“Tanggung jawab. Sekarang aku yang panas. Ga cuman gara-gara mati lampu.” Jinhyuk berbisik di sebelah telinga Wooseok.

Wooseok menggeram, pelan, tapi terdengar jelas oleh Jinhyuk. Gumaman tertahan darinya saat jari Jinhyuk perlahan turun ke kancing baju satin Wooseok yang tipisnya minta ampun. Membukanya perlahan, memberikan afeksi penuh kepada yang tercinta. Jinhyuk mendorong pelan tubuh Wooseok, dengan tangan yang berada di pinggul kecil kekasihnya. Perlahan, penuh kehati-hatian. Seolah takut menabrak sesuatu dalam perjalanan mereka mencari tempat untuk digunakan.

“Sofa...” Wooseok menitahkan Jinhyuk yang refleks mengangguk. Toh, mereka telah mencoba bercinta di setiap inchi apartemen Wooseok ㅡJinhyuk terkadang.

Jinhyuk memberi tanda kemerahan yang jelas di perpotongan leher Wooseok. Tak terlalu besar, tapi cukup memberikan tegas bahwa Wooseok miliknya. Senyum puas terpampang di wajah Jinhyuk.

“Ganteenggg. Jinhyuk ganteng.” Wooseok mencebik manja, tangannya menyusuri garis rahang Jinhyuk. Memujanya dan memberi syukur; “Jinhyuk punya aku. Punya aku doang. Gaboleh sama yang lain.” Bisik Wooseok mendamba. Jinhyuk tersenyum hangat. Mataharinya muncul.

“Sayang Wooseok banget banget banget. Apalagi kalo udah di bawah aku gini. Lucu banget mau aku kantongin rasanya.” Jinhyuk mengecupi seluruh wajah Wooseok. Yang diciumi menggeliat sambil tertawa kecil. Bahagia rasanya mendengar kalimat manis pembuka dari seorang Jinhyuk. Seseorang yang berhasil membawanya pada warna warni dunia. Yang mengubah dunianya jadi lebih cerah.

“Sayang Jinhyuk. Ayo... Mulai dong... Katanya udah panas.” Wooseok menggigit bibir bawahnya seduktif. Ditantang seperti itu membuat Jinhyuk kalang kabut. Dibuka langsung seluruh fabrik yang melekat di tubuhnya dan Wooseok.

“Di dalem apa di luar?” Ambigu. Pertanyaan aneh dari Jinhyuk yang ditangkap baik oleh Wooseok.

“Dalem. Males ambil kondom.” Wooseok mengusap dada telanjang Jinhyuk kasar. Jinhyuk masih sibuk dengan celana jeans-nya.

Wooseok berdecap. Walau dia sudah lumayan sering melihat tubuh telanjang kekasihnya, rasanya masih sama saat mereka pertama kali melakukannya. Masih terpukau dan masih tetap menggiurkan.

Enjoying the view, prince?” Jinhyuk yang telah selesai melepaskan semua penghalangnya mengelus kepala Wooseok penuh sayang.

“Iya. Mau...” Wooseok meminta dengan harap. Memberikan reaksi liar dari Jinhyuk. Menggigit bibir bawah Wooseok, memberi tanda bahwa ia akan memberikan apapun yang Wooseok pinta.

“Mau apa hmm?” Jinhyuk menggoda Wooseok dengan gumaman di ceruk leher yang lebih kecil.

“Mau Jinhyuk. Jinhyuk yang panas, Jinhyuk yang meleleh di dalem aku. Akh!” Puting tegang Wooswok diberi hadiah kecil dari Jinhyuk. Tubuh kecil Wooseok bergetar. Menerima rangsangan Jinhyuk.

“Meleleh, ya.” Jinhyuk mengulum puting kanan Wooseok setelah berkata begitu. Tangannya yang bebas menggulir usapan lembut di pinggang Wooseok, punyanya dibawa mendekati penis Wooseok. Menekannya cukup keras menimbulkan racau kacau dari bilah bibir Wooseok.

“J-jangan diteken ih, yang.” Jinhyuk terkekeh, tahu bahwa Wooseok tidak tahan ketika miliknya bertemu dengan milik Wooseok.

“Kenapa? Aku maunya diteken,” Sekali lagi menekan pusatnya dengan sedikit goyangan menggoda, “kayak gini.”

A-ah! Keras banget kontolmu, yang-ngh.” Wooseok dan mulut kotor frontalnya. Tak apa, ia begini hanya ketika bermain dengan pacarnya. Apapun Jinhyuk bebaskan untuk Wooseok.

“Keras hm? Suka?” Jinhyuk lagi-lagi menggoda Wooseok. Tangannya yang lain mencubit pangkal paha Wooseok.

“Ss-suka.” Wooseok mendesis seolah apa yang dilakukan Jinhyuk adalah segalanya untuk dirinya.

“Kayak uler ih, desis-desis.” Beginilah, meski dalam mode terangsangpun, Jinhyuk tetaplah Jinhyuk yang akan bercanda. Wooseok bukannya marah, dia meringis dan tertawa ringan. Ini adalah salah satu daya tarik Jinhyuk. Dia tak pernah membuatnya bosan.

“Jinhyuk ih, kayak papi beruang kalo gini.” Jinhyuk tertawa, Wooseok-nya mulai melantur, tanda dia harus cepat-cepat memberikan apa yang mereka berdua kejar dari tadi.

Jinhyuk menggesekkan penisnya naik turun, memberi tahu bahwa inilah yang akan memberinya nikmat. Dan inilah kebanggaannya.

“Ngggh.” Jinhyuk meraba bongkahan pantat Wooseok yang kini agak menaikkan pinggulnya, memberi akses yang lebih tinggi memberi sentuhan panas.

Udara tanpa pendingin ruangan, cuaca yang tiba-tiba mendung, seolah mendukung pergumulan mereka dia siang bolong. Seolah memberikan mereka hak istimewa dengan menurunkan suhu bumi.

Kedua tangan Wooseok tak tinggal diam, ikut meraba punggung lebar Jinhyuk tak berpola. Satu tangannya menarik maju mengikis jarak antar tubuh polos mereka.

“Remes dong, yang.” Wooseok meminta Jinhyuk dengan mata yang tertutup setengah. “Pantat aku. Remesin.” Perjelasnya.

“Kalo makin bulet gimana?” Jinhyuk menepuk daging kenyal yang gemar disentuh itu. Wooseok menggeliat memberikan gerakan memutar di pantat Jinhyuk yang berbanding terbalik dengan miliknya. Tak terlalu kenyal dan bulat.

“Ya gapapa, ahh. Kamu seneng 'kan kalo pacarmu bokongnya bulet, bisa dimainin terus.” Jorok. Asli. Tapi Jinhyuk suka.

“Apa mau gantian, biar bokongnya Jinhyuk ikutan bulet?” Jinhyuk bergidik ngeri membayangkan. Gimana kata orang nanti, bingung membedakan siapa yang di atas dong?

“Nggak usah. Sini, bokongnya aku remes-shh. Kenyel banget sumpah.” Bermain di pantat Wooseok sesekali menyentuh lubang buaya yang kerap memberinya ruang untuk si buaya menetap.

Wooseok mengerling. Peluhnya sudah membanjiri wajahnya. Pantulan sedikit dari cahaya matahari membuatnya agak bersinar, seolah dia turunan Dewi Aphrodite.

“Cantik, banget, Wooseok-ku. Cantik bangeeeet huhu nangis.” Wooseok tersipu dengan pujian Jinhyuk. Walau bermiliaran kali dia mendengar itu, tetap akan memberikan sensasi panas pada pipinya jika Jinhyuk yang mengatakan.

“Aku beruntung dapet kamu, Seok. Aku cinta banget sama kamu.” Bibir Jinhyuk menciumi tubuh Wooseok. Memujanya tanpa henti. Bergumam menikmati.

“Aku punya kamu.” Wooseok mendesah kala Jinhyuk menusuk permukaan lubangnya. “Tubuhku buat kamu doang, Hyuk.”

Jinhyuk menjilati jari-jarinya, memberi pelumas alami sebelum memasukkan ke dalam lubang sempit Wooseok yang sangat ia gemari.

“Masukin ya, yang?” Wooseok mengangguk dalam sepersekon detik. Jinhyuk mengucap doa sebelum memasukkannya, dihadiahi tawa kecil Wooseok yang disusul desah panjang.

Hhhnn, Hyuk.” Jinhyuk mengutil lubang Wooseok, memberikan geli dan nikmat secara bersamaan.

“Kurang dalem ga, yang?” Jinhyuk menghembuskan napas beratnya di sekitar telinga Wooseok membuat si empunya merinding. Mengangguk singkat sebagai jawaban dari pertanyaan Jinhyuk.

“Aduh, yang, kesedot.” Racau Jinhyuk ketika jarinya disedot masuk lebih dalam oleh lubang basah Wooseok.

“E-eh maaf. Abisnya enak, yang,” Wooseok terkikik dengan wajah yang kepalang merah. Jinhyuk mengecupi kelopak mata Wooseok.

“Aku ciumin mau ga?” Wooseok menaikkan alisnya mendengar pertanyaan Jinhyuk. Jarinya dilepaskan dari lubang Wooseok.

“Hah?” Belum sempat bertanya lagi, Jinhyuk mengangkat tinggi-tinggi kaki Wooseok, untungnya dia lentur hingga mencapai samping telinga, meraba kerutan basah dengan hati-hati sambil berdecak tak habis pikir bahwa seindah itu Kim Wooseok miliknya.

Aah, Jinhyuk sayang-nghh.” Jinhyuk meniupi lubang tersebut pelan, bersiul kala berkedut meminta sentuhan.

“Wow, Wooseok. Andai kamu liat ini. Ini cantik banget pemandangannya.” Jinhyuk memilin penis Wooseok yang mencuat di antara.

“Ayo cepeeeet.” Wooseok merengek. Jinhyuk membawa turun kepalanya dengan mantap. Diciumi basah lubangnya, melesakkan lidah panasnya masuk. Memberikan getaran saat bergumam rendah.

“Hmmm, enak. Manis banget, yang.” Mencumbunya luar tanpa jijik. Yang ada dipikirannya adalah menyenangkan pacarnya. Syukur-syukur kalau Wooseok mencapai putih duluan. Prioritas Jinhyuk hanya ada sedikit; membahagiakan Wooseok, entah diluar sange-nya, dan membahagiakan Wooseok, di bawahnya.

Panas. Tapi tak masalah.

Jinhyuk dimandikan putih oleh Wooseok sebagai balasan memberinya nikmat.

Aahhh,” Wooseok membuka lebar kakinya, melingkarkannya pada kepala Jinhyuk kala ia mencapai klimaksnya. Tersengal dengan napas yang tak beratur. Menunggu cairannya keluar semua.

“Sayangㅡ aku belum.

Wooseok tersenyum. Mati lampu bakal terasa menyenangkan, kalau ada Jinhyuk bersamanya.

“Ya udah, lanjutin lah, yang.”

“Asiiik. Pengen deh sering-sering mati lampu gini.”

fin.

kelu.weishin

tw: ⚠️ insecurity, anxiety ⚠️ a lot mentioned of self harm ⚠️ consent from both character

Semesta terkadang lebih suka bercanda tentang hidup seseorang. Kala dia ingin bahagia, maka semesta memberikannya, kemudian dengan sukacita dia menerimanya. Belum sampai dua menit lamanya, tumbanglah dia dengan permainan semesta. Jatuhlah dia. Dalam, dan tak tergapai.

Deburan ombak yang terdengar lemah memberikan seluruh atensinya pada bulan purnama yang benderang. Menyatakan bahwa perasaan kalutnya memang terbukti berperang. Hati dan otaknya tak sinkron. Katanya, tak apa, ini akan berlalu, sama hal seperti biasanya.

Wooseok lelah. Lelah selelahnya orang sehabis berlari dua puluh kilometer tanpa berhenti sejenak. Lelah selelahnya bocah mengejar layangannya yang putus dan ditiup angin kencang. Lelah selelahnya menunggu, tapi nyatanya yang ditunggu terlambat.

Wooseok ingin berhenti. Dia ingin berhenti meresahkan dirinya sendiri. Berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Berhenti memaki dirinya sendiri.

Dia sempurna, setidaknya itulah yang mereka katakan tentang Wooseok. Ya, apa lagi kurangan Wooseok?. Carilah, pasti tak kunjung dapat jawabannya.

Mata terpejam. Darah segar meleleh. Bersamaan dengan air mata yang ikut jatuh. Terisak. Meringkuk. Mengharap bantuan, tapi bersamaan mengharap kematian.

Wooseok tak sanggup.

Batinnya bergelut seakan tak ada waktu untuk diam. Jarum jam masih berdetik. Lolongan pedih menancap ke hati yang jika mendengarnya ikut runtuh.

Wooseok masih merintih. Hanya satu pikirannya. Mati. Kalau tidak, dia harus berjuang melawan pikiran-pikiran jahat yang mengelabuinya. Pukul sepuluh malam, yang seharusnya gelap dan dingin, tiba-tiba cahaya hangat, walau temaram tapi seolah memberi pertolongan.

“Seok...” Bersimpuh perlahan, memegang kendali dari silet yang tadi digunakan Wooseok. Menatap sang rembulan penuh kehangatan. Perlahan, Wooseok seperti tertarik. Otak warasnya berfungsi sedikit demi sedikit.

“Ga sakit, Seok?” Jinhyuk menatap pergelangan Wooseok yang jauh dari kata baik. Wooseok menggeleng.

“Lebih sakit waktu liat kamu sama dia.” Wooseok menatap Jinhyuk lekat, memberikan penegasan bahwa dia begitu takut, rapuh, dan bisa dalam sekejap luruh.

“Kamu tau, Seok.” Jinhyuk menggores punggung tangannya menggunakan silet tadi, memberi paham bahwa ia-pun akan merasakan sakit jika Wooseok juga sakit.

“Jinhyuk!”

“Sakit.”

“Jinhyuk berdarah!” Wooseok berusaha mengambil alih benda tajam itu lagi.

“Wooseok kenapa nyakitin diri sendiri... Padahal kamu tau,” Satu gores lagi. “Kalau aku, cuman lihat Wooseok.” Segores lagi.

Wooseok terdiam. Jinhyuk sedang memberikan dirinya sendiri pelajaran. Sekaligus Wooseok, dipikir-pikir.

“Jinhyuk itu nanti perih.” Wooseok menggenggam tangan Jinhyuk pelan. Dibalas senyum simpul lelaki yang lebih tinggi.

“Sama, kamu juga bakal perih. Tapi kenapa kamu lakuin itu?” Jinhyuk meringis. Perihnya sedikit demi sedikit mulai terasa.

“Maaf.”

“Wooseok sakit, aku juga harus sakit. Wooseok kenapa-kenapa, aku juga harus kenapa-kenapa. Impas?” Jinhyuk merangkul Wooseok. Keduanya duduk menyender di dinding kamar mandi. Merenung. Menyadari satu persatu kesalahan mereka.

“Wooseok, kamu itu indah. Lebih dari indah. Beribu, nggak, berjuta, bermiliaran kali aku bakal bilang. Kamu indah. Kamu ga sempurna, tapi kamu cukup, buat aku. Kenapa kamu ragu sama dirimu sendiri ketika aku percaya sama kamu? Kamu terjun, aku bakal ikut. Kamu mati. Aku bakal mati juga.”

Jinhyuk menghela napas, senyumnya terlihat menenangkan tapi siapapun tahu ada sekilas kelebat aneh dalam tatapannya.

“Atau, kamu mau mati sekarang? Aku ga takut, Wooseok. Selama aku bisa sama kamu.”

“Jinhyuk... Nggak. Maafin aku,”

“Sampai kamu kayak gini lagi. Aku gatau harus kayak gimana, Wooseok.” Wooseok menangis dan memeluk Jinhyuk. Menggumamkan maaf beratus kali. Kecemasan Wooseok yang berlebih menimbulkan efek yang luar biasa. Dan sekarang, kalau dia ingin menyicip sedikit dari manisnya dunia bersama Jinhyuk. Otak warasnya harus menang.

Otak warasnya harus menang.