Jinhyuk, kamu jangan jadi atlet dong, aku pusing liat badan kamu gede banget.
An entry for #100WaysOfWeishin on June.
⚠️ contains 🔞 scene ⚠️ sugar sex ⚠️ couple thingy, might be cringey ⚠️ a lot of mention nasty words
ㅡenjoy!
Apalah kata yang bisa diucapkan jika orangnya saja susah dihubungi. Tiga hari yang dijanjikan pemuda tinggi tak tertepati. Kalimat manis pengganti seolah tak bisa memberi sebuah arti.
Wooseok kepalang kesal dengan kekasihnya. Dikatakan egois dia tak peduli. Sudah berapa kali Jinhyuk mengingkari. Dan sudah berapa puluh kali Wooseok memaklumi.
“Capek banget, Chan. Sumpah deh. Dia itu mikir ga sih kalau jadwalnya dia tuh terlalu penuh? Bukan gue mau egois ya anjir.” Byungchan meringis mendengar caci maki yang keluar dari mulut Wooseok, mengetukkan jari tanda berpikir bagaimana ia harus menanggapi.
“Yaiya, kak. Tapi mau gimana lagi? Dia tuh kerjaannya emang begitu. Harus kesana kemari buat cari duit 'kan. Toh ini juga buat kalian ke depannya. Katanya mau tinggalndi rumah gede biar bisa lari-lari sama anak-anak lo kelak?” Menimpali dengan ekspresinya seolah meyakinkan Wooseok bahwa Jinhyuk begini juga beralasan.
“Emang lo mau tinggal di gubuk?”
“Ya nggak!” Bibirnya mengerucut tanda tak setuju.
“Nah. Kalo gitu lo harus sanggup-sanggupin kangen. Besok balik kan dia?” Byungchan terkekeh kala Wooseok menyeruput minumannya tak sabaran.
“Iya sih.. Tapi janjinya tiga hari Chan! Dianya pergi seminggu????! Kesel ga sih kalo lo jadi gue??!” Mata bulatnya membesar semakin ketika intonasinya ikut naik beberapa oktaf.
“Diem kek, malu kali diliatin orang-orang,” Byungchan membekap mulut Wooseok, dan sepertinya it's safest to say yes, to agreeing with this anger for a little bit.
“Iya, kesel sih. Tapi nih saran gue, dia besok dateng jangan lo ambekin deh kak.” Byungchan mendekat ke arah lelaki manis dua puluh enam tahun itu, berbisik agar sekitarnya tak mengerti apa yang dia akan utarakan.
“Angetin aja.”
“Brengseeeeek Byungchaaaan!” Wooseok paham ke arah mana kalimat Byungchan tertuju,
dan sebenarnya dia juga rindu akan keberadaan Jinhyuk di dekatnya.
ㅡ
Suara tombol kunci apartemen ditekan berbunyi, tak begitu lama geretan koper terdengar menggema, diikuti teriakan kecil dari yang datang.
“Wooseok! Aku udah pulang.” Jinhyuk melepas sepatu ketsnya dan menyenderkan koper kecil miliknya di dinding dekat sekat awal.
Jinhyuk disambut dengan bau harum yang menyergap indra pembauannya. Melangkah masuk ke arah dapur dan melihat Wooseok-nya berkutat di sana. Jinhyuk tersenyum. Bebannya seolah hilang begitu saja melihat sosok mungil yang berjarak dua meter darinya. Kaki panjangnya ia bawa mendekat, meraih pinggang si mungil dan menyusruk ke perpotongan leher kekasihnya tersebut.
“Hmm. Abis ini makanannya selesai. Mandi dulu sana, udah aku siapin air angetnya.” Wooseok berkata dengan tangannya yang masih mengaduk sup jagung yang ia buat.
“Kangen banget sama kamu.” Jinhyuk berbisik di telinga Wooseok. Mengecup pipinya sekilas dan mengusap perut Wooseok yang rata. Memberikan reaksi geli di perutnya.
“Jangan ganggu dulu kek, orang lagi masak.” Wooseok memukul ringan tangan Jinhyuk menyuruhnya berhenti.
“Aku ga diliat nih? Ini pacar kamu paling ganteng baru balik loh?” Wooseok mendengus mendengarnya, berbalik dan menatap wajah Jinhyuk intens.
“Iya, aku tau. Tapi ayo cepet mandi dulu trus makan. Aku kangen sama kamu.” Wooseok memberi sinyal rindu apa yang ia maksud. Jinhyuk mengerti dan mengangguk semangat. Langkahnya langsung dibawa memenuhi perintah Wooseok yang kini tertawa kecil. Betapa lucunya Jinhyuk yang seperti ini.
Selesai mandi, Jinhyuk telah siap di bar mini milik mereka menunggu Wooseok menyiapkan segalanya. Lahapnya Jinhyuk membuat Wooseok tersenyum senang dan begitu lebar.
“Enaaak banget ih ini. Kamu pinter banget, Seok, bikinnya.” Jinhyuk menyuap sendok terakhir dari sup dan nasinya. Meminum segelas air putih dan yogurt yang Wooseok siapkan.
“Makasih, Hyuk.” Wooseok berjalan memutari bar dan naik ke atas pangkuan Jinhyuk. Mengelus rahang si lelaki dengan gerakan pelan. Menikmati raga dan rupa lelakinya. Jinhyuk memejamkan mata.
“Tapi, enakan aku ga sih?” Wooseok mencium bilah bibir yang menjadi kesukaannya 2 tahun terakhir ini. Jinhyuk membalasnya dengan lumatan-lumatan lembut. Menikmati rasa bibir yang ketika merajuk menrengut lucu. Atau ketika senang tak bisa berhenti tersenyum. Dan ketika Jinhyuk memasuki bergetar sambil menyebut namanya.
“Kangen banget. Kangen kontol Jinhyuk...” Wooseok mengalungkan lengannya di leher panjang Jinhyuk. Mengirimkan keinginannya vokal.
“Ambil sayang. Ini emang punya kamu. Mmh.” Tangan Jinhyuk menuntun Wooseok ke bawah. Ke arah hal yang diinginkan kekasih cantiknya tersebut.
“Aaa, akhirnya aku megang kontol kamu lagi.” Wooseok berbinar ketika tangannya meremas penis Jinhyuk dari luar celana kainnya.
“Ah Jinhyuk ga pake celana dalem.” Wooseok mencium bibir lelaki tinggi yang kini membiarkan Wooseok melakukan eksplorasi pada tubuhnya.
“Pinter.” Lanjut Wooseok. Dia turun dan melepaskan celana kain Jinhyuk pelan. Jinhyuk mengelus kepala Wooseok sayang. Menantikan si mungil melahap jagoannya.
“Jinhyuk.”
“Apa sayang?”
“Boleh?” Wooseok meminta izin. Jinhyuk gemas dan mencubit pipi Wooseok pelan, memasukkan jarinya ke dalam mulut Wooseok dan membukanya lebar. Jinhyuk mengarahkan penisnya dan memasukkannya ke dalam mulut Wooseok yang kini bergumam senang.
“Ahshsyik. Wooseokh mauh minum pejuh Jimhyullkk.” Karena mulutnya telah disumpal oleh penis Jinhyuk, kalimat yang keluar darinya tak begitu jelas. Mulutnya bekerja keras menyedot dan menghisap kencang seolah dia menyusu dari dot. Jinhyuk menggeram rendah, menikmati permainan mulut Wooseok.
“Wooseok pinter... Wooseok hebat... Pinter nyepongin kontol. Uhh.” Jinhyuk mendorong pelan kepala Wooseok semakin maju. Wooseok mencengkram pinggul Jinhyuk mencari pegangan. Lututnya yang menumpu tubuhnya mulai sakit. Tapi tak masalah selama Jinhyuk merem melek keenakan di atasnya.
“Kamu udah lama ga nyepongin aku, ahh, enak banget. Yang, boleh ga sambil pijitin yang gabisa masuk mulut?” Jinhyuk meremas rambut sehalus sutra milik Wooseok.
“Bolehhhh. Nggghhh bentarhh yanghh.” Wooseok sedikit kewalahan karena tubuh kecilnya agak tidak seimbang dengan tubuh Jinhyuk yang kekar. Dia memijit bagian yang tak bisa masuk ke dalam mulutnya.
Jinhyuk keluar. Di dalam mulut Wooseok. Banyak dan menyenangkan. Jinhyuk mencium bibir Wooseok yang masih meninggalkan sedikit bekas spermanya. Setelahnya, dia membuka seluruh fabrik yang masih menempel di tubuh mereka. Wooseok kembali memeluk Jinhyuk di atas pangkuan sang dominan.
“Kamar ya?” Jinhyuk takut badan Wooseok sakit nantinya karena bercinta di tempat yang tak seharusnya. Wooseok terengah dan mengangguk. Jinhyuk langsung menggendong Wooseok ala koala, jarinya tak tinggal diam, mencubiti bongkahan bulat yang menggoda seluruh iman manusia. Menyentuh lubangnya sedikit dengan dijawab lenguhan manja dari Wooseok.
“Jangan godain aku.” Wooseok menghisap leher Jinhyuk hingga meninggalkan tanda cinta di sana.
“Kamu enak sih digodain, nih lubangnya udah kedut-kedut. Gemes.”
“Cepet kek ke kasur.” Jinhyuk mempercepat langkahnya. Mendaratkan Wooseok di atas kasur dan mengecupi tubuh polos Wooseok. Dari atas hingga pinggulnya. Dibaliknya tubuh mungil itu dan melebarkan pantat putih tanpa cela si manis. Dikecupinya pipi pantat Wooseok dengan penuh pendambaan dan gemas.
“Gemes banget sumpah.” Jinhyuk mencupang pipi pantat Wooseok. Wooseoknya menggelinjang keenakan. Diangkatnya tinggi pinggulnya memberikan akses mudah bagi Jinhyuk untuk mengeksploitasi tubuh telanjangnya.
Puas bermain dengan itu, Jinhyuk memulai preparasi lubangnya. Ditungkan lube ke sekitar lubang Wooseok dan penisnya.
“Aku masukin sekarang yang.” Jinhyuk memberi aba-aba. Penisnya mulai masuk, Wooseok mencengkram sprei kencang. Menikmati prosesnya.
“JINHYUUUUK.” Wooseok menjerit ketika penis Jinhyuk tertanam drngan sempurna di miliknya. Jinhyuk bergerak pelan dan mendesah berat.
“Hmmm Wooseok. Ketatin lubangmu.” Tanpa disuruh dua kali, Wooseok melakukan apa yang Jinhyuk pinta. Keduanya bergerak dengan tempo yang tak terburu-buru, cenderung pelan untuk merasakan tiap inchi dari milik pasangannya.
“Jinh-yuk... Remes titit aku.” Jinhyuk bergerak maju menyebabkan tabrakan antar penis dan prostat Wooseok. Hanya desahan kasar yang terdengar di dalam ruangan tak terlalu besar itu.
“Wooseok... Kecil banget.” Jinhyuk meremas milik Wooseok kencang dan berirama.
Tusukannya semakin cepat mengejar putih. Wooseok terhentak sambil bergumam.
“Enak, Jinhyuk... Enak banget... Di ewe Jinhyuk...” Jinhyuk yang mendengarnya tak kuasa menghujam lubang Wooseok seperti mengendarai kuda.
“Enak? Kuda-kudaan sama aku enak, sayang?” Jinhyuk memilin puting Wooseok kencang.
“AH! ENAK BANGET. Aku mau jadi kudanya Jinhyuk.” Keduanya meracau tak jelas dan akhirnya putih menjemput.
“Wooseok!!”
“Jinhyuk!” Keduanya terengah ketika cairannya keluar. Jinhyuk roboh dengan penis yang masih tertanam lekat dengan sperma yang mengalir dari belahan pantat Wooseok. Jinhyuk mengelus lengan Wooseok pelan.
“Kamu harus tau kalo kamu itu mendekati sempurna Wooseok. Karena yang sempurna cuma Tuhan.” Jinhyuk mengecupi seluruh permukaan wajah Wooseok. Wooseok tersenyum senang dalam untaian manis Jinhyuk.
“Aku beruntung dapetin kamu.” Dua-duanya berkata dengan jelas, tertawa dan menikmati aftertaste yang ada.
“Jinhyuk, kamu jangan jadi atlet dong,” Wooseok berbalik melepas tautan bawah mereka. Meraba tubuh Jinhyuk yang berbentuk, “aku pusing liat badan kamu gede banget.“
Jinhyuk tertawa. Aneh dengan kalimat kacau Wooseok.
“Kalau aku ga jadi atlet terus jadi apa? Tukang becak?” Jinhyuk mengecup mata Wooseok.
“Kamu ini, lucu banget sih.”
-fin.