#Amerta | 6.
Yoshida, benar-benar tak menyangka jika tak berselang lama setelah ia mengirim pesan kepada Denji, dering ponselnya berbunyi dan yang menghubunginya adalah Denji itu sendiri.
Dengan telinga yang memerah dan kegugupan kecil yang menghampiri, Yoshida segera mengangkatnya.
Suara tawa halus Denji, segera menyapa gendang telinganya.
“Aneh. Rindu berat darimananya sih lo? Baru ketemu kemarin juga.” Senyum Yoshida, mengembang saat itu juga pada sudut bibirnya.
“Gue gak bisa ngatur persoalan hati dan rindu, Den,” sahut Yoshida.
Terdengar helaan nafas dari speaker ponsel.
“Besok kan ketemu di sekolah?”
Yoshida menggeleng, meskipun ia tahu jika Denji tak mungkin melihatnya.
“Di sekolah, lo dimonopoli penuh sama Yoru.”
Kembali terdengar alunan tawa halus dari Denji.
“Yaudah, gue temenin telponan sampai lo ketiduran.”
Yoshida, tersenyum lebar mendengarnya. Ia melangkah tergesa menuju balkon kamarnya, duduk di sana seraya menatap langit malam yang sedang cerah-cerahnya, seolah sedang menggambarkan suasana hatinya saat ini.
“Ji?”
“Hm?”
“Lagi dimana? Bener udah pulang ke Kos?”
“Lagi di halte deket kos, langitnya cantik. Sia-sia banget kalo gue pulang sekarang.”
“Ji?”
“Apaaaa?”
Entah Yoshida yang terlalu perasa, atau memang saat ini Denji terdengar lebih lembut dari biasanya? Jantungnya berdebar-debar karena hal ini.
“Are you sure you're not tired?”
Suara Denji, terdengar bingung di seberang sana. “Uh— I don't know? Why?”
Yoshida, tersenyum tipis. “You've been running through my mind all day.”
Hening. Hanya terdengar hembusan nafas halus dari Denji, sehingga Yoshida, hanya bisa terkekeh di tempatnya. “Ji?”
“... Bi...”
“Hah ngomong apa?”
“APAAN SIH BABIIIIIIII!”
Setelah itu, hanya terdengar suara tawa dari Yoshida, dan jeritan salah tingkah dari Denji yang masih menetap di posisinya.
Tanpa sadar, ada sepasang mata menatapnya dengan ekspresi sendu yang nampak memilukan.