jsrachie

alasan


Zenandra tiba di apartemen miliknya pukul sebelas malam.

Apartemen miliknya yang ia berikan kepada Alika satu tahun yang lalu.

Dirinya berjalan ke dapur untuk meletakkan beberapa cemilan di atas meja. Matanya menangkap sebuah sticky notes di atas toples nastar yang bertuliskan,

Zeze aku lagi mandi, bentar yah!

Lelaki itu terkekeh lantas berbaring di sofa sembari memejamkan matanya sejenak.

Lima belas menit kemudian Alika keluar dari kamarnya dan tersenyum melihat kekasihnya yang sedang terlelap di sofa.

“Ze? Ini aku.” Ucap Alika sambil mengelus rahang tegas milik Zenan.

Zenandra yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk sebagai respon.

“Capek banget, ya?” Tangan gadis itu mengelus surai hitam kekasihnnya dengan lembut.

“Lumayan.” Zenandra membuka matanya. “Kamu gimana? Hari ini ada cerita apa?”

“Nggak ada.” Jawab Alika seadanya. “Di kampus kayak biasa aja sih, habis itu pulang beli makan.”

Zenandra masih setia menatap wajah Alika yang meskipun tanpa polesan make up terlihat begitu cantik di matanya.

“Oh iya, tadi kamu gimana tadi dinnernya?”

“Ya makan biasa? Aku dateng sendirian soalnya mama papa duluan.”

“Temen-temen kamu juga dateng, kan? Jadi nggak bosen.”

Lelaki itu mengangguk. Kemudian ia mengingat kejadian dimana kedua sahabatnya membawa kekasih mereka tanoa sepengetahuan dirinya.

Yang alhasil Zenandra menjadi nyamuk diantara mereka berempat.

“Kinda bosen juga sih, sama kesel.”

“Kenapa?”

“Mereka bawa pacar. Apa-apaan coba? Kan aku jadi sendirian.” Gerutu Zenandra.

Alika menaikan satu alisnya. “Hm? Emang ada larangan nggak boleh bawa pacar?”

“Nggak ada si.”

“Yaudah, kenapa tadi nggak ngajak aku?”

Usapan tangan Zenandra di jemari Alika sontak berhenti. Ia terdiam sembari menatap tautan tangan mereka.

Seolah tersadar, Alika lantas tertawa kaku. “Hahaha...ya ampun aku lupa kalo kita backstreet.”

Mata bulat gadis itu berubah menjadi sendu.

“Juga aku nggak pantes dateng ke acara konglomerat kayagitu.”

Zenan lantas memeluk daksa gadisnya. Membawanya ke dalam kehangatan yang tubuhnta suguhkan sebelum ia berbisik lirih di telinga gadisnya,

“Alika, denger, kamu itu kesayanganku. Aku udah beberapa kali bilang, jangan ambil kesimpulan sendiri. Aku punya alasan, sayang.”

“Aku ngelakuin ini semua untuk melindungi kamu. Liat dari kondisi aku sekarang, bukan engga mungkin kalo banyak orang yang ngincer kamu, jahatin kamu. Sekali lagi aku tegasin, aku nggak pernah bilang kalo kamu nggak pantes, Al. Tapi kamu layak dapet yang lebih. Aku lagi usahain kebahagiaan kamu, jadi nurut, ya sayang? Nanti kalo udah waktunya juga semuanya bakalan tau kalo kamu satu-satunya kesayangan aku.”

alasan


Zenandra tiba di apartemen miliknya pukul sebelas malam.

Apartemen miliknya yang ia berikan kepada Alika satu tahun yang lalu.

Dirinya berjalan ke dapur untuk meletakkan beberapa cemilan di atas meja. Matanya menangkap sebuah sticky notes di atas toples nastar yang bertuliskan,

Zeze aku lagi mandi, bentar yah!

Lelaki itu terkekeh lantas berbaring di sofa sembari memejamkan matanya sejenak.

Lima belas menit kemudian Alika keluar dari kamarnya dan tersenyum melihat kekasihnya yang sedang terlelap di sofa.

“Ze? Ini aku.” Ucap Alika sambil mengelus rahang tegas milik Zenan.

Zenandra yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk sebagai respon.

“Capek banget, ya?” Tangan gadis itu mengelus surai hitam kekasihnnya dengan lembut.

“Lumayan.” Zenandra membuka matanya. “Kamu gimana? Hari ini ada cerita apa?”

“Nggak ada.” Jawab Alika seadanya. “Di kampus kayak biasa aja sih, habis itu pulang beli makan.”

Zenandra masih setia menatap wajah Alika yang meskipun tanpa polesan make up terlihat begitu cantik di matanya.

“Oh iya, tadi kamu gimana tadi dinnernya?”

“Ya makan biasa? Aku dateng sendirian soalnya mama papa duluan.”

“Temen-temen kamu juga dateng, kan? Jadi nggak bosen.”

Lelaki itu mengangguk. Kemudian ia mengingat kejadian dimana kedua sahabatnya membawa kekasih mereka tanoa sepengetahuan dirinya.

Yang alhasil Zenandra menjadi nyamuk diantara mereka berempat.

“Kinda bosen juga sih, sama kesel.”

“Kenapa?”

“Mereka bawa pacar. Apa-apaan coba? Kan aku jadi sendirian.” Gerutu Zenandra.

Alika menaikan satu alisnya. “Hm? Emang ada larangan nggak boleh bawa pacar?”

“Nggak ada si.”

“Yaudah, kenapa tadi nggak ngajak aku?”

Usapan tangan Zenandra di jemari Alika sontak berhenti. Ia terdiam sembari menatap tautan tangan mereka.

Seolah tersadar, Alika lantas tertawa kaku. “Hahaha...ya ampun aku lupa kalo kita backstreet.”

Mata bulat gadis itu berubah menjadi sendu.

“Juga aku nggak pantes dateng ke acara konglomerat kayagitu.”

Zenan lantas memeluk daksa gadisnya. Membawanya ke dalam kehangatan yang tubuhnta suguhkan sebelum ia berbisik lirih di telinga gadisnya,

“Alika, denger, kamu itu kesayanganku. Aku udah beberapa kali bilang, jangan ambil kesimpulan sendiri. Aku punya alasan, sayang.”

“Aku ngelakuin ini semua untuk melindungi kamu. Liat dari kondisi aku sekarang, bukan engga mungkin kalo banyak orang yang ngincer kamu, jahatin kamu. Sekali lagi aku tegasin, aku nggak pernah bilang kalo kamu nggak pantes, Al. Tapi kamu layak dapet yang lebih. Aku lagi usahain kebahagiaan kamu, jadi nurut, ya sayang? Nanti kalo udah waktunya juga semuanya bakalan tau kalo kamu satu-satunya kesayangan aku.”

alasan


Zenandra tiba di apartemen miliknya pukul sebelas malam.

Apartemen miliknya yang ia berikan kepada Alika satu tahun yang lalu.

Dirinya berjalan ke dapur untuk meletakkan beberapa cemilan di atas meja. Matanya menangkap sebuah sticky notes di atas toples nastar yang bertuliskan,

Zeze aku lagi mandi, bentar yah!

Lelaki itu terkekeh lantas berbaring di sofa sembari memejamkan matanya sejenak.

Lima belas menit kemudian Alika keluar dari kamarnya dan tersenyum melihat kekasihnya yang sedang terlelap di sofa.

“Ze? Ini aku.” Ucap Kyandra sambil mengelus rahang tegas milik Zenan.

Zenandra yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk sebagai respon.

“Capek banget, ya?” Tangan gadis itu mengelus surai hitam kekasihnnya dengan lembut.

“Lumayan.” Zenandra membuka matanya. “Kamu gimana? Hari ini ada cerita apa?”

“Nggak ada.” Jawab Alika seadanya. “Di kampus kayak biasa aja sih, habis itu pulang beli makan.”

Zenandra masih setia menatap wajah Alika yang meskipun tanpa polesan make up terlihat begitu cantik di matanya.

“Oh iya, tadi kamu gimana tadi dinnernya?”

“Ya makan biasa? Aku dateng sendirian soalnya mama papa duluan.”

“Temen-temen kamu juga dateng, kan? Jadi nggak bosen.”

Lelaki itu mengangguk. Kemudian ia mengingat kejadian dimana kedua sahabatnya membawa kekasih mereka tanoa sepengetahuan dirinya.

Yang alhasil Zenandra menjadi nyamuk diantara mereka berempat.

“Kinda bosen juga sih, sama kesel.”

“Kenapa?”

“Mereka bawa pacar. Apa-apaan coba? Kan aku jadi sendirian.” Gerutu Zenandra.

Alika menaikan satu alisnya. “Hm? Emang ada larangan nggak boleh bawa pacar?”

“Nggak ada si.”

“Yaudah, kenapa tadi nggak ngajak aku?”

Usapan tangan Zenandra di jemari Alika sontak berhenti. Ia terdiam sembari menatap tautan tangan mereka.

Seolah tersadar, Alika lantas tertawa kaku. “Hahaha...ya ampun aku lupa kalo kita backstreet.”

Mata bulat gadis itu berubah menjadi sendu.

“Juga aku nggak pantes dateng ke acara konglomerat kayagitu.”

Zenan lantas memeluk daksa gadisnya. Membawanya ke dalam kehangatan yang tubuhnta suguhkan sebelum ia berbisik lirih di telinga gadisnya,

“Alika, denger, kamu itu kesayanganku. Aku udah beberapa kali bilang, jangan ambil kesimpulan sendiri. Aku punya alasan, sayang.”

“Aku ngelakuin ini semua untuk melindungi kamu. Liat dari kondisi aku sekarang, bukan engga mungkin kalo banyak orang yang ngincer kamu, jahatin kamu. Sekali lagi aku tegasin, aku nggak pernah bilang kalo kamu nggak pantes, Al. Tapi kamu layak dapet yang lebih. Aku lagi usahain kebahagiaan kamu, jadi nurut, ya sayang? Nanti kalo udah waktunya juga semuanya bakalan tau kalo kamu satu-satunya kesayangan aku.”

alasan


Zenandra tiba di apartemen miliknya pukul sebelas malam.

Apartemen miliknya yang ia berikan kepada Alika satu tahun yang lalu.

Dirinya berjalan ke dapur untuk meletakkan beberapa cemilan di atas meja. Matanya menangkap sebuah sticky notes di atas toples nastar yang bertuliskan,

Zeze aku lagi mandi, bentar yah!

Lelaki itu terkekeh lantas berbaring di sofa sembari memejamkan matanya sejenak.

Lima belas menit kemudian Alika keluar dari kamarnya dan tersenyum melihat kekasihnya yang sedang terlelap di sofa.

“Ze? Ini aku.” Ucap Kyandra sambil mengelus rahang tegas milik Zenan.

Zenandra yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk sebagai respon.

“Capek banget, ya?” Tangan gadis itu mengelus surai hitam kekasihnnya dengan lembut.

“Lumayan.” Zenandra membuka matanya. “Kamu gimana? Hari ini ada cerita apa?”

“Nggak ada.” Jawab Alika seadanya. “Di kampus kayak biasa aja sih, habis itu pulang beli makan.”

Zenandra masih setia menatap wajah Alika yang meskipun tanpa polesan make up terlihat begitu cantik di matanya.

“Oh iya, tadi kamu gimana tadi dinnernya?”

“Ya makan biasa? Aku dateng sendirian soalnya mama papa duluan.”

“Temen-temen kamu juga dateng, kan? Jadi nggak bosen.”

Lelaki itu mengangguk. Kemudian ia mengingat kejadian dimana kedua sahabatnya membawa kekasih mereka tanoa sepengetahuan dirinya.

Yang alhasil Zenandra menjadi nyamuk diantara mereka berempat.

“Kinda bosen juga sih, sama kesel.”

“Kenapa?”

“Mereka bawa pacar. Apa-apaan coba? Kan aku jadi sendirian.” Gerutu Zenandra.

Alika menaikan satu alisnya. “Hm? Emang ada larangan nggak boleh bawa pacar?”

“Nggak ada si.”

“Yaudah, kenapa tadi nggak ngajak aku?”

Usapan tangan Zenandra di jemari Alika sontak berhenti. Ia terdiam sembari menatap tautan tangan mereka.

Seolah tersadar, Alika lantas tertawa kaku. “Hahaha...ya ampun aku lupa kalo kita backstreet.”

Mata bulat gadis itu berubah menjadi sendu.

“Juga aku nggak pantes dateng ke acara konglomerat kayagitu.”

Zenan lantas memeluk daksa gadisnya. Membawanya ke dalam kehangatan yang tubuhnta suguhkan sebelum ia berbisik lirih di telinga gadisnya,

“Alika, denger, kamu itu kesayanganku. Aku udah beberapa kali bilang, jangan ambil kesimpulan sendiri. Aku punya alasan, sayang.”

“Aku ngelakuin ini semua untuk melindungi kamu. Liat dari kondisi aku sekarang, bukan engga mungkin kalo banyak orang yang ngincer kamu, jahatin kamu. Sekali lagi aku tegasin, aku nggak pernah bilang kalo kamu nggak pantes, Al. Tapi kamu layak dapet yang lebih. Aku lagi usahain kebahagiaan kamu, jadi nurut, ya sayang? Nanti kalo udah waktunya juga semuanya bakalan tau kalo kamu satu-satunya kesayangan aku.”

23;00


Zenandra tiba di apartemen miliknya pukul sebelas malam.

Apartemen miliknya yang ia berikan kepada Alika satu tahun yang lalu.

Dirinya berjalan ke dapur untuk meletakkan beberapa cemilan di atas meja. Matanya menangkap sebuah sticky notes di atas toples nastar yang bertuliskan,

Zeze aku lagi mandi, bentar yah!

Lelaki itu terkekeh lantas berbaring di sofa sembari memejamkan matanya sejenak.

Lima belas menit kemudian Alika keluar dari kamarnya dan tersenyum melihat kekasihnya yang sedang terlelap di sofa.

“Ze? Ini aku.” Ucap Kyandra sambil mengelus rahang tegas milik Zenan.

Zenandra yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk sebagai respon.

“Capek banget, ya?” Tangan gadis itu mengelus surai hitam kekasihnnya dengan lembut.

“Lumayan.” Zenandra membuka matanya. “Kamu gimana? Hari ini ada cerita apa?”

“Nggak ada.” Jawab Alika seadanya. “Di kampus kayak biasa aja sih, habis itu pulang beli makan.”

Zenandra masih setia menatap wajah Alika yang meskipun tanpa polesan make up terlihat begitu cantik di matanya.

“Oh iya, tadi kamu gimana tadi dinnernya?”

“Ya makan biasa? Aku dateng sendirian soalnya mama papa duluan.”

“Temen-temen kamu juga dateng, kan? Jadi nggak bosen.”

Lelaki itu mengangguk. Kemudian ia mengingat kejadian dimana kedua sahabatnya membawa kekasih mereka tanoa sepengetahuan dirinya.

Yang alhasil Zenandra menjadi nyamuk diantara mereka berempat.

“Kinda bosen juga sih, sama kesel.”

“Kenapa?”

“Mereka bawa pacar. Apa-apaan coba? Kan aku jadi sendirian.” Gerutu Zenandra.

Alika menaikan satu alisnya. “Hm? Emang ada larangan nggak boleh bawa pacar?”

“Nggak ada si.”

“Yaudah, kenapa tadi nggak ngajak aku?”

Usapan tangan Zenandra di jemari Alika sontak berhenti. Ia terdiam sembari menatap tautan tangan mereka.

Seolah tersadar, Alika lantas tertawa kaku. “Hahaha...ya ampun aku lupa kalo kita backstreet.”

Mata bulat gadis itu berubah menjadi sendu.

“Juga aku nggak pantes dateng ke acara konglomerat kayagitu.”

Zenan lantas memeluk daksa gadisnya. Membawanya ke dalam kehangatan yang tubuhnta suguhkan sebelum ia berbisik lirih di telinga gadisnya,

“Alika, denger, kamu itu kesayanganku. Aku udah beberapa kali bilang, jangan ambil kesimpulan sendiri. Aku punya alasan, sayang.”

“Aku ngelakuin ini semua untuk melindungi kamu. Liat dari kondisi aku sekarang, bukan engga mungkin kalo banyak orang yang ngincer kamu, jahatin kamu. Sekali lagi aku tegasin, aku nggak pernah bilang kalo kamu nggak pantes, Al. Tapi kamu layak dapet yang lebih. Aku lagi usahain kebahagiaan kamu, jadi nurut, ya sayang? Nanti kalo udah waktunya juga semuanya bakalan tau kalo kamu satu-satunya kesayangan aku.”

Kesayangan


Zenandra tiba di apartemen miliknya pukul sebelas malam.

Apartemen miliknya yang ia berikan kepada Alika satu tahun yang lalu.

Dirinya berjalan ke dapur untuk meletakkan beberapa cemilan di atas meja. Matanya menangkap sebuah sticky notes di atas toples nastar yang bertuliskan,

Zeze aku lagi mandi, bentar yah!

Lelaki itu terkekeh lantas berbaring di sofa sembari memejamkan matanya sejenak.

Lima belas menit kemudian Alika keluar dari kamarnya dan tersenyum melihat kekasihnya yang sedang terlelap di sofa.

“Ze? Ini aku.” Ucap Kyandra sambil mengelus rahang tegas milik Zenan.

Zenandra yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk sebagai respon.

“Capek banget, ya?” Tangan gadis itu mengelus surai hitam kekasihnnya dengan lembut.

“Lumayan.” Zenandra membuka matanya. “Kamu gimana? Hari ini ada cerita apa?”

“Nggak ada.” Jawab Alika seadanya. “Di kampus kayak biasa aja sih, habis itu pulang beli makan.”

Zenandra masih setia menatap wajah Alika yang meskipun tanpa polesan make up terlihat begitu cantik di matanya.

“Oh iya, tadi kamu gimana tadi dinnernya?”

“Ya makan biasa? Aku dateng sendirian soalnya mama papa duluan.”

“Temen-temen kamu juga dateng, kan? Jadi nggak bosen.”

Lelaki itu mengangguk. Kemudian ia mengingat kejadian dimana kedua sahabatnya membawa kekasih mereka tanoa sepengetahuan dirinya.

Yang alhasil Zenandra menjadi nyamuk diantara mereka berempat.

“Kinda bosen juga sih, sama kesel.”

“Kenapa?”

“Mereka bawa pacar. Apa-apaan coba? Kan aku jadi sendirian.” Gerutu Zenandra.

Alika menaikan satu alisnya. “Hm? Emang ada larangan nggak boleh bawa pacar?”

“Nggak ada si.”

“Yaudah, kenapa tadi nggak ngajak aku?”

Usapan tangan Zenandra di jemari Alika sontak berhenti. Ia terdiam sembari menatap tautan tangan mereka.

Seolah tersadar, Alika lantas tertawa kaku. “Hahaha...ya ampun aku lupa kalo kita backstreet.”

Mata bulat gadis itu berubah menjadi sendu.

“Juga aku nggak pantes dateng ke acara konglomerat kayagitu.”

Zenan lantas memeluk daksa gadisnya. Membawanya ke dalam kehangatan yang tubuhnta suguhkan sebelum ia berbisik lirih di telinga gadisnya,

“Alika, denger, kamu itu kesayanganku. Aku udah beberapa kali bilang, jangan ambil kesimpulan sendiri. Aku punya alasan, sayang.”

“Aku ngelakuin ini semua untuk melindungi kamu. Liat dari kondisi aku sekarang, bukan engga mungkin kalo banyak orang yang ngincer kamu, jahatin kamu. Sekali lagi aku tegasin, aku nggak pernah bilang kalo kamu nggak pantes, Al. Tapi kamu layak dapet yang lebih. Aku lagi usahain kebahagiaan kamu, jadi nurut, ya sayang? Nanti kalo udah waktunya juga semuanya bakalan tau kalo kamu satu-satunya kesayangan aku.”

Dinner

___

“Kenapa?” Tanya Zenandra kepada perempuan yang duduk di sampingnya. “Kenapa liatin aku terus?”

Mampus! batin Kyandra. Kenyataannya Zenandra malam ini terlihat begitu tampan dengan suit berwarna putih yang terlihat begitu cocok di tubuhnya. Bahkan lelaki itu baru saja memotong rambutnya agar terlihat sedikit rapi.

“Nggak, kamu ganteng banget.” Ucapnya yang masih bisa didengar oleh orang di sekitar mereka.

“Iye, tau dah laki lo ganteng.” Celetuk Arka sembari mengunyah makanannya.

“Iri aja lo, jomblo.” Sahut Zenan.

Matthew yang mendengar itu ikut mengangguk setuju. “Tau, sirik amat sih bocah.”

Sedangkan Arka hanya mendelik tidak suka. Terlalu malas untuk melanjutkan perdebatan ini. Apalagi mereka sedang melangsungkan sebuah makan malam di salah satu resort di Bali.

Dinner yang Zenandra bilang hanya makan malam sederhana nyatanya malah sangat mewah karena berada di sebuah private resort di tepi pantai.

Karena Matt Dan Arka rusuh, jadilah mereka memilih untuk memilih table sendiri. Hanya mereka, Zenan dan Kyandra. Orangtua dan kerabat Zenandra berada di meja yang berbeda.

“Gue penasaran deh, lo napa tiba-tiba ngelamar ibu negara?” Tanya Arka. Masih penasaran rupanya.

Bagaimana tidak? Dirinya terkejut ketika beberapa hari yang lalu, Zenandra mengutarakan niatnya untuk melamar Kya.

Bukan, Arka bukan mengkhawatirkan masalah 'finance' mereka. Toh Zenandra sudah bekerja meskipun ia masih kuliah.

Yang Arka khawatirkan sebenarnya kesiapan mereka, menikah itu ibadah. Bukan mainan.

Zenandra tersenyum tipis. “Kenapa ya? Sebenernya juga bingung. Tiba-tiba ada pikiran mau lamar kamu.” Matanya beralih menatap gadisnya lembut.

“Mungkin aku bukan orang yang bisa ngelakuin hal-hal romantis gitu, ini suprisenya juga aku rasa gagal karena kurang woah, ya nggak? Ya apapun itu, aku cuma mau kamu tau kalo aku sayang banget sama kamu Ky. Lebih tepatnya aku juga pengin selalu ada buat kamu, maaf, soal keluarga kamu, aku jadi pengin selalu ada di deket kamu, ngelindungin kamu, jadi tempat pulang kamu, apapun itu intinya I love you, and I want to protect you, no matter what aku cuma khawatir aja kalo ninggalin kamu sendirian, meskipun kamu juga tinggal di apart aku. Dan solusinya cuma satu, nikahin kamu. Aku rasa nggak etis juga kalo aku bisanya cuma ngasih apa yang kamu mau, tapi nggak ngasih kamu status atau kejelasan buat hubungan kita kedepannya.”

Kyandra lagi-lagi dibuat speechless oleh lelaki di hadapannya ini. Lantas ia menarik bahu tegap Zenandra. Mereka saling mendekap satu sama lain, menyalurkan kebahagiaan yang mereka rasakan malam ini.

Dan pelukan Zenandra masih sama hangatnya.

“Satu lagi si,” Bisik Zenan tepat di telinga gadisnya. “Biar bisa kiss kamu, kan udah halal nanti boleh hehe.”

“ANJING!” rupanya telinga tajam mereka berfungsi dengan baik.

“ZENANDRA SIALAN GUE NGGAK JADI TERHARU!”

Matt dan Arka akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan memilih untuk mencari meja baru daripada telinga dan mata mereka tercemar.

Sekali lagi, Selamat Zenandra & Kya, semoga semesta ikut mengaminkan apa yang kalian semogakan!

So?

___

Tepat ketika Kyandra membuka kedua matanya, ia terperanjat. “Lah? Gue dimana?”

Ia memijat keningnya, agak sedikit pusing karena tadi malam dirinya minum beberapa gelas tanpa sadar.

“Hah? Gue diculik?” Ucapnya ketika mengingat kejadian semalam. “Hah?! ZENAN GUE DICULIK! YA TUHAN GUE BELUM NIKAH!”

Kemudian ia tersadar bahwa tempatnya dikurung ini adalah sebuah kamar. Seperti kamar hotel tepatnya. “Ya Tuhan, please tolongin gue, masa diculik om om ke hotel?!”

Ia melihat jam di atas nakas, jam sepuluh lewat lima belas menit. “Yang bener ini udah siang dan gue baru sadar?”

Kemudian dirinya bergegas membuka pintu kamar yang ternyata tidak dikunci.

Gadis itu terkejut karena pintu yang ia buka membawanya ke sebuah pantai. “Mana gue baru sadar kalo ini villa pinggir pantai. Ini gimana cara kaburnya?”

Kyandra yang masih kebingungan itu mendapati sebuah bucket bunga mawar yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri.

“Hello, beautiful? Gimana tidurnya, nyenyak? Coba yuk ikutin kelopak bunga ini sampai pinggir pantai!

Dan benar saja, ia melihat banyak kelopak bunga mawar ditata membentuk sebuah jalan yang membawanya ke pinggir pantai. “Ini jebakan bukan? Masa iya gue dijebak sama om-om sampe segininya?”

Akhirnya mau tidak mau, gadis itu berjalan menyusuri pantai. Dan tepat ketika ia sudah sampai disana terlihat dekorasi yang sudah ditata dengan baik.

Lalu, di mejanya terdapat tulisan, “Nah, sekarang udah sampe nih. Coba kamu tengok deh ke belakang kamu, see you cantik!”

Kyandra menengang. Jujur ia sedikit takut. “Ini salah orang atau gimana, sih? Please Zenan kalo lo sayang gue tolongin gue sekarang.”

“Iya sayang, ini aku mau nolongin kamu kok.” Sahut suara berat dibelakangnya.

Pupil gadis itu melebar, ia segera membalikkan badanya. “LAH, ZENANDRA?!”

“Hai?”

Lelakinya itu terlihat sangat tampan. Rambutnya yang ditata sedemikian rupa dan jangan lupakan bahwa otot lengannya yang sangat tercetak jelas dibalik kemeja putihnya itu.

“Hah? Bentar. Aku kayaknya masih mabok.”

Zenandra tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit. “Kyandra, maaf ya kalau kamu kaget, maaf nih kalau kurang romantis. Karena kamu tau, kan? Aku bukan orang yang romantis. Maksud aku disini, aku mau ngomong sama kamu,”

Lelaki itu menarik napasnya pelan.

“Kamu tau kan, Ky? Kalo aku sayang banget sama kamu?”

Gadis itu mengangguk.

“Mungkin aku nggak pandai berkata-kata. Tapi disini aku mau bilang kalo aku sayang banget sama kamu sampe rasanya aku mau egois. Aku mau egois buat milikin kamu seutuhnya, cuma buat aku. Nggak akan aku bagi ke siapapun.

Kyandra, love, izinin aku, pacar kamu yang punya banyak kekurangan ini untuk memiliki kamu seutuhnya, ya? Biar kita bisa saling melengkapi satu sama lain. So, Kyandra kamu mau nemenin aku sampe tua nanti?”

Gadis itu mengerjap. Apa katanya?

“Ze-

“Love, will you marry me?”

“Ze, ini-

“Iya sayang, kamu dikerjain. Matt sama Arka juga boong. Aku nggak ke mana-mana kok kemarin. Aku cuma nyiapin ini, ya walaupun garing hehe.”

Lelakinya ini, sungguh luar biasa. Kyandra menatap Zenandra yang masih saja tersenyum ke arahnya. “Kenapa sayang? Kok belum jawab?”

“Tanpa aku jawab, kamu udah tau jawabannya Ze. Sampai kapanpun aku selalu siap buat nemenin kamu.”

“So?”

“I will, Zenandra.”

Dan kedua insan itu pun saling berpelukan menyalurkan kebahagiaan yang mereka rasakan saat ini. Tidak lupa Zenandra memasangkan sebuah cincin di jari manis gadisnya.

Cincin yang terlihat sangat apik karena dipakai oleh wanita paling cantik, wanitanya.

Setelah itu, semua orang keluar dari persembunyiannya. Termasuk Matt dan Arka yang sedari tadi cemas, cemas akan jawaban Kyandra. Tetapi semua itu terbayar ketika gadis itu menerima lamaran Zenandra.

Zenan & Kyandra, selamat berbahagia! Semoga selalu bersama sampai tua!

Good bye.

___

Pemakaman Aldara pagi ini tidak dihadiri banyak orang karena gadis itu tidak memiliki banyak teman.

Hanya rekan kerjanya dan Ibu kontrakan yang sudah tiga tahun terakhir ini ia kenal.

Satu yang menarik perhatian, Sandya, lelaki itu nampak tidak berani mendekati gundukan tanah penuh bunga milik Aldara.

Ia malu, malu atas semua hal yang sudah ia lakukan kepada gadisnya.

Ah, bahkan sudah lama ia tidak menyebut Aldara dengan sebutan miliknya.

Lelaki itu malu untuk mengakui Aldara yang jauh dari kata cukup itu.

Lelaki itu malu bersanding dengan Aldara yang kusam, berpakaian lusuh dan memiliki tubuh yang kurus.

Lelaki itu malu, malu hanya karena dirinya sudah sukses sedangkan sang gadis hanyalah seorang pelayan biasa.

Namun sekarang ia malu, malu untuk mengunjungi makam Aldara yang masih basah.

Malu. Malu karena bahkan ketika Aldara pergi, dirinya sedang bersenang-senang seolah tidak terjadi apa-apa.

“Alda, aku minta maaf.”

“Maaf karena kesalahnku, kamu harus pergi secepat ini, maaf.”

23.45

___

Aldara baru saja selesai membeli mie instan di minimarket depan komplek kontrakannya.

Dirinya terpaksa berjalan kaki karena sepeda satu-satunya yang ia punya sudah tidak layak untuk dinaiki.

Sejenak ia berhenti di halte untuk membetulkan kunciran rambutnya.

“Wah, itu kan pameran lukisan Sandy!” Serunya ketika melihat iklan di layar besar di sisi gedung tinggi.

Tarasandya adalah seorang pelukis yang sedang naik daun. Lelakinya itu sangat pandai melukis hingga akhirnya kerja kerasnya terbayar ketika Sandy sukses mengadakan pameran lukisan di galeri miliknya beberapa bulan lalu.

Dan pameran keduanya ini akan dilakukan di sebuah hotel kenamaan di Ibukota. Bahkan sepertinya pameran itu akan dihadiri oleh beberapa orang penting, seperti seorang desainer kondang──Arelita Gunawan──yang beberapa kali digosipkan dekat dengan Sandy.

Gadis itu tersenyum kecil. “Sandy hebat, ya? Sandy udah sukses sekarang, aku ikut seneng deh. Do'ain aku ya Sa? Meskipun aku nggak punya keahlian hebat seperti kamu, tapi aku punya mimpi dan tekad yang besar, biar kalau udah sukses nanti, kamu nggak perlu malu untuk mengakui aku jadi pacar kamu.”

Brukkk

Tiba-tiba seseorang menabrak bahunya lumayan keras.

“Yah, maaf mba, saya nggak sengaja. Mba ngapain, sih? Ditengah trotoar gitu liatin apa mba?” Ucap orang itu sembari berjalan meninggalkannya.

Aldara yang sudah jatuh terduduk itu hanya diam. Ia berusaha meraba kacamata yang biasa ia pakai. Dan ternyata benda itu jatuh ke tanah dan lensanya pecah. Meskipun tidak terlalu jelas, ia bisa merasakan serpihan lensa itu di tangannya.

Gadis itu mencelos. Kalau begini ia tidak bisa pulang. Minusnya itu sudah lebih dari 5. Untuk melihat jalan saja sudah tidak bisa.

Matanya menyipit berusaha meraih ponsel di sakunya.

“Sandy udah pulang belum, ya? Aku mau minta tolong lagi, tapi nggak enak deh.”

Aldara masih terduduk di trotoar, bergelut dengan pikirannya sampai akhirnya perlahan air hujan jatuh membasahi helaian rambutnya.

“Sandy, maaf aku ngrepotin lagi, tapi aku benar-benar butuh bantuan kamu lagi.”

Ucapnya sebelum menekan tombol angka satu yang langsung mengarahkannya ke nomor telepon Sandy di ponselnya.

Dering ke lima, akhirnya panggilan itu diangkat.

“Sandy? Halo? Aku boleh minta jemput di halte deket mini market? Kacamata aku jatuh, ini aku nggak keliatan jalannya, Sa.” Ucap gadis itu penuh harap.

“Nggak.” Balas Sandy dengan suara beratnya. “Mendadak gini, gabisa.”

Gadis itu menghela napas. “Tapi, Sa-

“Nggak usah manja, kamu nggak buta.”

” Tut.”

Akhirnya Aldara memasukan ponselnya kembali ke dalam kantong. Dirinya berusaha berjalan pelan agar tidak tersandung dan berakhir jatuh.

Mungkin bagi beberapa orang, itu berlebihan. Namun bagi Aldara, kacamata itu sangat berarti untuknya. Seperti saat ini, ia beberapa kali merutuki kebodohannya, bisa-bisanya kacamatanya itu jatuh dan pecah. Sedangkan jika tidak memakai benda itu, Aldara sangat sulit untuk melihat objek yang berada di sekitarnya.

Perlahan hujan menjadi deras, penglihatannya semakin kabur. Meskipun ia hafal jalan menuju kontrakannya, tetapi tetap saja ia merasa kesulitan, apalagi ditambah keluhan silinder yang ia miliki.

“Aku nggak bisa lari, nih. Kalau lari nanti aku jatuh.” Gumamnya yang tetap berjalan dengan pelan meskipun baju dan badannya sudah basah kuyup oleh air hujan.

Tepat setelah ia berbelok ke kiri, tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kencang hingga ia merasa tubuhnya terpental dari posisinya.

“Ya Tuhan, Mba! Mba kenapa jalan lawan arah begini?!” Panik si pengguna mobil yang langsung turun untuk menolong Aldara yang tergeletak tak berdaya di aspal.

Setelah mendengar itu, dirinya sadar bahwa ia telah mengambil langkah yang salah.

Tidak lama kemudian semuanya terasa gelap dan ia tidak bisa merasakan apapun selain itu.

Bersamaan dengan getar ponsel di sakunya yang membuat si penabrak mengalihkan atensinya.