alasan
Zenandra tiba di apartemen miliknya pukul sebelas malam.
Apartemen miliknya yang ia berikan kepada Alika satu tahun yang lalu.
Dirinya berjalan ke dapur untuk meletakkan beberapa cemilan di atas meja. Matanya menangkap sebuah sticky notes di atas toples nastar yang bertuliskan,
Zeze aku lagi mandi, bentar yah!
Lelaki itu terkekeh lantas berbaring di sofa sembari memejamkan matanya sejenak.
Lima belas menit kemudian Alika keluar dari kamarnya dan tersenyum melihat kekasihnya yang sedang terlelap di sofa.
“Ze? Ini aku.” Ucap Alika sambil mengelus rahang tegas milik Zenan.
Zenandra yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk sebagai respon.
“Capek banget, ya?” Tangan gadis itu mengelus surai hitam kekasihnnya dengan lembut.
“Lumayan.” Zenandra membuka matanya. “Kamu gimana? Hari ini ada cerita apa?”
“Nggak ada.” Jawab Alika seadanya. “Di kampus kayak biasa aja sih, habis itu pulang beli makan.”
Zenandra masih setia menatap wajah Alika yang meskipun tanpa polesan make up terlihat begitu cantik di matanya.
“Oh iya, tadi kamu gimana tadi dinnernya?”
“Ya makan biasa? Aku dateng sendirian soalnya mama papa duluan.”
“Temen-temen kamu juga dateng, kan? Jadi nggak bosen.”
Lelaki itu mengangguk. Kemudian ia mengingat kejadian dimana kedua sahabatnya membawa kekasih mereka tanoa sepengetahuan dirinya.
Yang alhasil Zenandra menjadi nyamuk diantara mereka berempat.
“Kinda bosen juga sih, sama kesel.”
“Kenapa?”
“Mereka bawa pacar. Apa-apaan coba? Kan aku jadi sendirian.” Gerutu Zenandra.
Alika menaikan satu alisnya. “Hm? Emang ada larangan nggak boleh bawa pacar?”
“Nggak ada si.”
“Yaudah, kenapa tadi nggak ngajak aku?”
Usapan tangan Zenandra di jemari Alika sontak berhenti. Ia terdiam sembari menatap tautan tangan mereka.
Seolah tersadar, Alika lantas tertawa kaku. “Hahaha...ya ampun aku lupa kalo kita backstreet.”
Mata bulat gadis itu berubah menjadi sendu.
“Juga aku nggak pantes dateng ke acara konglomerat kayagitu.”
Zenan lantas memeluk daksa gadisnya. Membawanya ke dalam kehangatan yang tubuhnta suguhkan sebelum ia berbisik lirih di telinga gadisnya,
“Alika, denger, kamu itu kesayanganku. Aku udah beberapa kali bilang, jangan ambil kesimpulan sendiri. Aku punya alasan, sayang.”
“Aku ngelakuin ini semua untuk melindungi kamu. Liat dari kondisi aku sekarang, bukan engga mungkin kalo banyak orang yang ngincer kamu, jahatin kamu. Sekali lagi aku tegasin, aku nggak pernah bilang kalo kamu nggak pantes, Al. Tapi kamu layak dapet yang lebih. Aku lagi usahain kebahagiaan kamu, jadi nurut, ya sayang? Nanti kalo udah waktunya juga semuanya bakalan tau kalo kamu satu-satunya kesayangan aku.”