kalriesa

Jangan ada yang bertanya tentang pusat semesta pada Jaemin, maka satu nama yang sudah terpatri jauh di lubuk hatinya akan muncul secara spontan

Renjun

Ya memang Renjun orangnya.

“Bang, Jisung lupa lagu yang sering abang putar”

“Yang mana satu?”

“Aduh, bang Jaemin sering nyanyiin. Katanya itu lagu kesukaan bang Renjun seminggu terakhir ini, makannya bang Jaemin jadi suka”

“May I Ask bukan? Lagunya Luke Chiang?”

“Nah iya! Makasih ya bang. Hehe”

Renjun tersenyum manis dengan tangannya yang mengelus pipi Jisung lembut, “lucu amat sih kamu.”

Jaemin yang sedari tadi matanya memang tak lepas memandang Renjun, langsung mengingat satu lirik kesukaannya dari lagu yang disebut Renjun barusan.

“Kenapa orang-orang bisa segitunya bucin? “

“Karena memang ada sosok yang jadi sumber kebucinan mereka”

“Nonsense”

“Lo ketauan sama gw bucin ke orang lain, traktir udon lima mangkok ya, Jaemin. Gw sumpahin deh!”

Jaemin mengingat percakapan terakhirnya dengan Haechan, sahabat setia yang juga satu angkatan dengannya. Saat itu ia bingung kenapa sahabatnya selalu menatap Jeno, pacar kesayangannya dengan penuh cinta dan senyum tiada henti.

“Gw titip Jisung ya, Jaem. Sorry karena ngga bisa ikut. Udah terlanjur ada acara di rumah. Sekalian jagain Jeno deh. Pacar gw tuh suka tebar senyum, ntar ada yang klepek-klepek sama dia. Gak rela gw! Eh ya, ntar abangnya Jisung juga ikut kok. Lo ngga usah khawatir, Renjun tuh ramah. Satu aja pesan gw, awas kepincut lo!”

“Kan udah ada abangnya?”

“Double proteksi apa salahnya sih? Lagian Jisung tuh sepupu kesayangan gw juga. Biar lo sekalian kenalan sama Renjun. Lumayan kan nambah teman baru. Dia juga baru pulang dari luar kota, ambil libur semester”

“Yaudah iya.”

“Kalau lo jatuh cinta sama Renjun, traktir gw!”

“Gw ngga gampang jatuh cinta sama orang”

“Liat aja ntar, ckck.”

Saat itu Jaemin anggap semua kalimat Haechan tentang kebucinan pada seseorang hanyalah sebagai angin lalu. Sampai ketika ia bertemu Renjun di airport. Matanya selalu mengarah ke sosok yang memakai long blazer berwarna cokelat itu dengan tatapan memuji.

Kok indah ya?

Saat Renjun menoleh ke arahnya sembari tersenyum, Jaemin gelagapan sampai harus berpura-pura memandang ke arah lain dengan tangan penuh keringat.

Gw ngga pernah nervous begini deh sebelumnya kalau ketemu orang.

Suara hati Jaemin bergema.

“Adek, sini abang benerin dulu” tangan Renjun perlahan merapikan kupluk milik Jisung, “nanti dekat-dekat abang ya.”

Tak perlu jauh-jauh mengagumi sesuatu jika di depan matamu ada sosok seperti Renjun.

Renjun beralih ke Jaemin yang berada di dekat Jisung, “kamu Jaemin bukan? Temannya Haechan?” sapa Renjun sopan.

“I—ya...”

“Salam kenal Jaemin. Aku Renjun, abangnya Jisung”

Jaemin bisa lihat senyum Renjun dari pancaran mata yang juga ikut tersenyum saat memperkenalkan diri. Ia mendekatkan diri ke arah Renjun sembari berbisik, “salam kenal juga, Renjun. Semoga nanti kita bisa semakin dekat ya.”

Jisung yang berdiri tepat di depan keduanya hanya bisa mengernyitkan mata dan akhirnya teringat ucapan abang sepupunya, Haechan; “lapor gw kalau Jaemin udah mulai deketin Renjun. Biar gw ledekin habis-habisan.”

Narasi Jaemren

24/7


Renjun meragu dengan kalimat yang Jaemin utarakan di roomchat. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia merasa kesal karena Haechan tidak memberitahu bahwa masih ada kamar kosong yang terletak di ujung tangga. Ia kira itu adalah gudang dan akhirnya hanya menyewa empat kamar yang terletak di lantai dua milik sepupunya Haechan, yakni bang Johnny. Sampai ketika Jaemin datang sebagai penghuni kamar kos baru di lantai dua atas rekomendasi Haechan karena ia malas harus kerja jauh dari rumah. Tapi Renjun tak ambil pusing, ia tetap menganggap bahwa penghuni utama kos-kosan lantai dua hanya dirinya seorang. Kadang Renjun melihat Jaemin ada di dapur untuk mencuci piring kotor atau menggunakan mesin cuci. Tiada tegur sapa di antara keduanya.

Renjun addicted dengan lagu. Prinsipnya hanya satu; hidup tanpa lagu bagaikan sayur tanpa micin. Hambar total.

Itulah kenapa Renjun selalu membawa handphonenya kemanapun ia pergi dan memutar playlist favoritnya atau lagu kebangsaannya. Setelahnya, akan terdengar paduan nada yang harmonis dari penyanyi asli dan kombinasi suara Renjun yang juga apik.

Cklek...

Dua pasang mata itu bertemu. Teduh bercampur penasaran.

“Renjun...” / “Apa?”

Mereka terdiam. Begitu berbeda sapaan keduanya. Jaemin dengan tatapan teduhnya mengarah ke bibir laki-laki di hadapannya, “suara lo ternyata lagi serak ya?”

Dahi Renjun mengernyit bingung, Jaemin sangat memperhatikan pita suaranya yang memang sedang bermasalah karena ia kebanyakan makan gorengan dan minyaknya buat tenggorokan Renjun gatal sampai meradang. Tapi pertanyaannya, kenapa perlu sedetail itu?

“Iya” jawab Renjun sekenanya.

Satu plastik kecil berisi obat dan vitamin disodorkan persis di depan muka Renjun. “Ini ada obat anti radang untuk tenggorokan. Biasanya gue minum obat ini kalau lagi serak suaranya. Tiga kali sehari. Vitaminnya cukup sekali di pagi aja”

Renjun tak habis pikir, kenapa tetangga kosnya sampai perlu memberikan obat radang, padahal dengan minum air hangat saja, tenggorokannya akan baikan.

“Biar lo bisa nyanyi lagi, Ren—kosan sepi kalau ngga ada suara lo...”

Bibir bawahnya digigit pelan tanpa sadar. Jantungnya ikut bertalu dua kali lebih cepat dengan ucapan Jaemin barusan. Otak Renjun perlu memperjelas semua ini dengan baik.

“Lo kan bisa nyanyi sendiri. Kenapa harus nungguin gue?”

“Telinga gue udah kebiasaan dengerin lo nyanyi selama di sini”

“Mandiri dong! Kenapa sih! Inisiatif putar lagu sendiri juga bisa kan?!” nadanya panik dan bergetar.

“Engga bisa. Gue emang udah jatuh cinta sama suara lo” Jaemin masih tetap lembut menanggapi Renjun, “jadi sekarang lo istirahat dulu. Minum obatnya. Biar cepat sembuh. Nanti kalau butuh apa-apa, chat gue aja ya” senyum Jaemin terukir di akhir, tangannya memindahkan plastik obat ke tangan Renjun. Tak lupa pula, rambut Renjun yang berantakan, dirapikannya.

“Enak banget lo main jatuh cinta seenaknya sama suara gue. Bayar!” hanya itu yang bisa Renjun keluarkan dari mulutnya yang sudah kelu sedari tadi. Semacam konfrontasi bahwa dirinya tak semudah itu jatuh karena perhatian Jaemin.

Jaemin tertawa. Renjun meyakini bahwa dirinya sebentar lagi akan hilang kesadaran karena sosok lelaki di depannya ini terlalu mempesona.

“Gue ngga mau bayar, Ren” jawab Jaemin dengan satu alisnya yang naik ke atas.

”...”

“Kalau bayar, gue ngga bisa dengarin sepuasnya. Gimana kalau lo jadi milik gue aja selamanya?”

©Kalriesa🦋

Narasi Jaemren

24/7


Jaemin mulanya merasa semua lagu yang terputar memenuhi lantai dua kos yang ditempatinya adalah sesuatu yang mengganggu. Renjun, sebagai penghuni pertama kos lantai dua yang sengaja menyewa semua kamar kos kosong dengan dalih agar ia lebih tenang mengerjakan tugas dan me time sepuasnya selalu masa bodoh atas keberadaan Jaemin saat mereka berpapasan.

Tapi dua hari berturut-turut dimulai dari Minggu, Jaemin tak mendengar lantunan nada 24/7 seperti sebelumnya, sampai akhirnya ia meyakini bahwa memang terjadi sesuatu dengan penghuni kos kamar 23 itu.

***

Renjun meragu dengan kalimat yang Jaemin utarakan di roomchat. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia merasa kesal karena Haechan tidak memberitahu bahwa masih ada kamar kosong yang terletak di ujung tangga. Ia kira itu adalah gudang dan akhirnya hanya menyewa empat kamar yang terletak di lantai dua milik abang sepupunya Haechan, yakni bang Johnny. Sampai ketika Jaemin datang sebagai penghuni kamar kos baru di lantai dua atas rekomendasi Haechan karena ia malas harus kerja jauh dari rumah. Tapi Renjun tak ambil pusing, ia tetap menganggap bahwa penghuni utama kos-kosan lantai dua hanya dirinya seorang. Kadang Renjun melihat Jaemin ada di dapur untuk mencuci piring kotor atau menggunakan mesin cuci. Tiada tegur sapa di antara keduanya.

Renjun addicted dengan lagu. Prinsipnya hanya satu; hidup tanpa lagu bagaikan sayur tanpa micin. Hambar total.

Itulah kenapa Renjun selalu membawa handphonenya kemanapun ia pergi dan memutar playlist favoritnya atau lagu kebangsaannya. Setelahnya, akan terdengar paduan nada yang harmonis dari penyanyi asli dan kombinasi suara Renjun yang juga apik.

Cklek...

Dua pasang mata itu bertemu. Teduh bercampur penasaran.

“Renjun...” / “Apa?”

Mereka terdiam. Begitu berbeda sapaan keduanya. Jaemin dengan tatapan teduhnya mengarah ke bibir laki-laki di hadapannya, “suara lo ternyata lagi serak ya?”

Dahi Renjun mengernyit bingung, Jaemin sangat memperhatikan pita suaranya yang memang sedang bermasalah karena ia kebanyakan makan gorengan dan minyaknya buat tenggorokan Renjun gatal sampai meradang. Tapi pertanyaannya, kenapa perlu sedetail itu?

“Iya” jawab Renjun sekenanya.

Satu plastik kecil berisi obat dan vitamin disodorkan persis di depan muka Renjun. “Ini ada obat anti radang untuk tenggorokan. Biasanya gue minum obat ini kalau lagi serak suaranya. Tiga kali sehari. Vitaminnya cukup sekali di pagi aja”

Renjun tak habis pikir, kenapa tetangga kosnya sampai perlu memberikan obat radang, padahal dengan minum air hangat saja, tenggorokannya akan baikan.

“Biar lo bisa nyanyi lagi, Ren—kosan sepi kalau ngga ada suara lo...”

Bibir bawahnya digigit pelan tanpa sadar. Jantungnya ikut bertalu dua kali lebih cepat dengan ucapan Jaemin barusan. Otak Renjun perlu memperjelas semua ini dengan baik.

“Lo kan bisa nyanyi sendiri. Kenapa harus nungguin gue?”

“Telinga gue udah kebiasaan dengerin lo nyanyi selama di sini”

“Mandiri dong! Kenapa sih! Inisiatif putar lagu sendiri juga bisa kan?!” nadanya panik dan bergetar.

“Engga bisa. Gue emang udah jatuh cinta sama suara lo” Jaemin masih tetap lembut menanggapi Renjun, “jadi sekarang lo istirahat dulu. Minum obatnya. Biar cepat sembuh. Nanti kalau butuh apa-apa, chat gue aja ya” senyum Jaemin terukir di akhir, tangannya memindahkan plastik obat ke tangan Renjun. Tak lupa pula, rambut Renjun yang berantakan, dirapikannya.

“Enak banget lo main jatuh cinta seenaknya sama suara gue. Bayar!” hanya itu yang bisa Renjun keluarkan dari mulutnya yang sudah kelu sedari tadi. Semacam konfrontasi bahwa dirinya tak semudah itu jatuh karena perhatian Jaemin.

Jaemin tertawa. Renjun meyakini bahwa dirinya sebentar lagi akan hilang kesadaran karena sosok lelaki di depannya ini terlalu mempesona.

“Gue ngga mau bayar, Ren” jawab Jaemin dengan satu alisnya yang naik ke atas.

”...”

“Kalau bayar. Gue ngga bisa dengarin sepuasnya. Gimana kalau lo jadi milik gue aja selamanya?”

©Kalriesa🦋

Know Yourself, Know Your Worth~

Jaemren Narasi AU

Tags: Arranged Marriage

CW , TW // angst , toxic relationship , divorce

Note: Ambil hal baik yang bisa dipelajari. Jangan ditiru yang buruknya.


Renjun hanya inginkan hal sederhana; cinta yang apa adanya. Tanpa dibayangi siapapun.


Sinar matahari senja terekam dengan sempurna di galeri ponsel Renjun. Ia memang senang menyimpan potret sang surya. Menurutnya, matahari itu indah dan punya pesonanya sendiri. Ada sisi di mana teduhnya jadi favorit orang-orang, namun sinarnya bisa memancar terlalu silau dan buat sekeliling jadi pusing.

Jika Renjun menyukai matahari, berbeda halnya dengan Jaemin, suaminya, yang lebih menyukai hujan. Menurut Jaemin, suara hujan itu menenangkan jiwanya. Udara akan menjadi bersih setelah hujan turun. Polusi juga berkurang.

Berbeda namun memikat. Itulah hal pertama yang Renjun temukan di diri Jaemin saat mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Jangan tanyakan kenapa masih ada perjodohan di zaman yang canggih ini, karena Renjun akan berikan jawaban; jika sekitarnya bahagia, maka Renjun akan merasakannya juga.


“Ren, kamu ngga bisa contoh Ayah ya? Beliau kerjanya tuh cepat? Sedangkan kamu lama banget. Siput aja kalah” ujar Jaemin dengan nada dingin dan menusuk.

Renjun baru saja menapaki kakinya di ruang tamu rumahnya. Perjalanan dari kantornya lumayan macet dikarenakan ada primeover yang berhenti dadakan. “Ngga bisa gimana, Na?”

“Katanya lukisannya mau diselesaikan. Kok masih setengah jadi?”

Renjun akhirnya paham yang dimaksud suaminya. Mereka memang berencana mengubah tampilan rumah dengan memberikan corak seni lukis dari tangan Renjun. “Maaf, aku ketiduran waktu ngerjainnya. Nanti malam pasti udah jadi kok” secercah senyumnya mengembang pasti demi menenangkan suami yang sudah masam raut mukanya.

“Yakin? Ayah mau lihat lukisan kamu besok malam”

“Yakin kok. Kamu tenang ya, Na”

“Yaudah. Aku tunggu hasilnya.”


“Ren, kamu kenapa ngga bisa duplicate masakannya Bunda dengan baik sih? Bukannya udah diajarin berkali-kali? Ini masih kurang, Ren” Jaemin meletakkan sendoknya begitu saja setelah mencicipi rawon buatan Renjun. Lebih tepatnya resep rawon milik ibunda Jaemin yang memang dibuat Renjun sesuai permintaannya.

“Aku udah masukin semua bumbunya sesuai yang Bunda kamu bilang lho sayang”

“Tapi ini masih kurang. Kamu cobain sendiri deh. Aku lanjut kerja dulu” kursinya mundur ke belakang, bersamaan dengan Jaemin yang meninggalkan Renjun di meja makan sendirian.

Maaf ya masih belum sesuai dengan yang kamu mau, Na.

Renjun berusaha memahami Jaemin sebagai pasangan hidupnya. Ia selalu mengiyakan apa yang Jaemin minta. Sama halnya ketika suaminya mengajaknya ke acara gathering alumni SMA yang dilaksanakan hari ini. Renjun selalu berada di samping Jaemin, menemaninya penuh senyum sembari menghafal sosok yang diajak bicara oleh suaminya itu satu per satu.

“Suami gue jago bikin brownies. Nyokap gue sampai iri gara-gara anaknya lebih suka yang dibuat sama suaminya” Jeno terkekeh, di sampingnya ada Haechan yang menggamit lengan Jeno sambil malu-malu.

“Biasa aja padahal. Jeno nih suka alay kalau ngomong”

“Ya emang bener, aku suka semua makanan yang kamu bikin. Bahkan masakan mama aja bisa kamu tiru” ungkap Jeno bangga.

Renjun mengangguk bahagia mendengarnya. Sedangkan Jaemin hanya menanggapi dengan senyum tipis.

Selama di perjalanan pulang, Jaemin tak henti-hentinya membahas tentang kehidupan rumah tangga teman-temannya.

“Pantas Jeno sumringah terus, suaminya bisa diandalkan”

“Istrinya bang Mark juga hebat, bisa belajar jahit dari awal demi ngikutin keinginan bang Mark yang pengen punya pakaian hasil jahitan istri sendiri”

“Sedangkan Yangyang, punya suami yang kerjaannya bikin dia ketawa terus. What a nice story about them.”

Renjun mencerna semua hal yang dibahas suaminya, tapi ia baru sadar ada satu perbedaan yang signifikan. Jika teman-teman Jaemin membanggakan pasangannya masing-masing, lain halnya dengan Jaemin yang sibuk membahas saat Renjun gagal memasak nasi goreng kambing buatan asli kakaknya, atau ketika tangan Renjun selalu saja terkena goresan pisau saat memotong buah-buahan.

“Kamu coba deh kaya mereka, Ren. Apa yang dimau suami pada bisa ngelakuin semua. Terutama niru masakan dari keluarga suaminya. Pada jago.

***

Malam itu Renjun berkunjung sembari menenteng dua kantong kresek berisi makan malam dan beberapa barang titipan Jaemin yang stoknya sudah habis di kosnya. Ketika Renjun melangkah masuk ke kamar kos pacarnya, terlihat muka Jaemin sedang ditekuk mengarah ke laptop dengan beberapa dokumen berserakan di lantai.

“Na? Makan dulu yuk. Ini aku bawain nasi goreng buat kamu” ujar Renjun lembut.

“Kamu duluan aja. Masih tanggung kerjaan aku” jawab Jaemin sekenanya.

Langkahnya dibawa mendekati sang pacar yang masih serius dengan pekerjaannya dan dua tangannya mampir di pundak Jaemin, “kamu cuma butuh waktu dua puluh menit paling lama untuk makan dan ini kebutuhan primer yang ngga bisa diganti. Sedangkan kerjaan kamu masih bisa dilanjut setelah makan.”

Jaemin menimbang beberapa detik sampai akhirnya ia melemaskan punggungnya di kursi dan menikmati pijitan kecil dari Renjun yang ada di belakangnya. “Yaudah deh, aku makan sama kamu.”

Renjun tersenyum lega. Mereka pun memulai makan malamnya dengan tenang diselingi beberapa konversasi, yang lebih banyak dari sisi Renjun.

“Harusnya aku beli roti buat sarapan kamu besok. Duh” raut wajahnya terlihat masam.

“Ngga usah repot-repot, Ren. Besok juga aku bisa beli sarapan di luar kok”

“Yakin? Bukannya kamu selalu lupa? Ujung-ujungnya malah fokus kerja dibanding mikirin badan sendiri” jeplak Renjun dengan tajam karena memang itu kenyataannya.

“Ya kan akunya kuat. Tanpa sarapan juga aman”

“Aku cuma mau ingatin kalau kamu punya gejala maag, Na”

“Hmm” Jaemin hanya menanggapinya dengan gumaman kecil. Otaknya sudah tak fokus lagi dengan apa yang dikatakan Renjun dan dalam diamnya, Renjun bisa melihat raut muka Jaemin yang sedang banyak pikiran, tapi ia menahan diri untuk bertanya, hanya menghela nafas sebagai ungkapan bingungnya.

Setelah selesai, Jaemin tak langsung menuju ke tempatnya semula, melainkan tetap duduk di hadapan Renjun.

“Kamu ngga sembunyiin sesuatu kan?” tanya Renjun to the point.

Mata Jaemin terbelalak kaget. “Kok kamu ngomongnya gitu?”

“Semua orang yang liat raut wajah kamu sekarang juga bakal tau kalau kamunya lagi ada masalah. Tapi kenapa ngga mau cerita sama aku?”

Gantian Jaemin yang menghela nafas, “kalau memang kamu liatnya begitu, maaf, tapi aku ngga apa-apa.”

“Mau sampai kapan sih kamu simpan semuanya sendiri? Aku berasa ngga guna jadi pacar kamu tau! Urusan pekerjaan, keluarga, rekan kerja kamu, berapa yang kamu share ke aku coba?! Sedangkan aku selalu jadiin kamu tempat cerita, Na!” Renjun secara sadar mulai mengeluarkan segala uneg-unegnya ke Jaemin.

“Kamu masih belum paham ya? Aku bakalan ngomong kalau memang udah siap atau perlu diceritain. Selagi masih bisa aku handle semuanya sendiri, yaudah. Jangan dibesar-besarin gini dong, Ren. Ini cuma perkara kecil.”

Perkara kecil, katanya.

“Terserah kamu lah, Na.”

Jaemren one tweet au

Jaemin pikir, jatuh cinta pada pandangan pertama itu hanyalah bullshit belaka. Apalagi kalimat dari mata turun ke hati, menurutnya terlalu berlebihan.

“Gw bakal jadi orang pertama yang nyorakin paling kencang kalau lo kemakan omongan sendiri!” Haechan menggebu-gebu dengan wajah super sinis. Di sampingnya ada Jeno, pacarnya yang cengar-cengir sambil ngelus-ngelus punggung Haechan.

“Ah, ngga bakal” jawab Jaemin pede pada saat itu.

Part of Tetangga Punya Rasa

Jaemren AU~

💚💛160.

“Hoamnnn” Renjun menguap untuk yang ke sekian kalinya. Matanya mengerjap kecil. Selang pianika sudah terletak tak berdaya di pahanya. Sama seperti dirinya yang juga tak kuasa melanjutkan latihan pianika yang sedari tadi dilakukannya. Topi kelinci yang terletak manis di atas kepalanya mulai melorot ke bawah.

“Na, sumpah gw ngantuk...” Renjun berbicara dengan mata yang mulai terpejam. Ia mencari bantalan untuk menyenderkan kepalanya dan berakhir di bahu Jaemin.

Jaemin sedikit kaget karena Renjun terlalu dadakan tiduran di bahunya. Di sisi lain ia bisa merasakan Renjun kurang nyaman karena masih bergerak pelan mencari posisi yang pas. Sampai akhirnya ia harus memundurkan badannya ke sofa belakang dan mengarahkan kepala Renjun ke dadanya agar tetangganya itu mendapatkan posisi tidur yang baik.

“Ren, bobo di kamar lo aja gimana? Makin malam bakalan makin dingin di luar. Nanti masuk angin” ujar Jaemin lembut.

“Hnn—bentar aja Na... Biar bisa ditemenin...” jawab Renjun setengah sadar.

Jaemin mencerna kata demi kata yang keluar dari mulut Renjun. “Nanti tetap gw temenin kok bobonya.”

Renjun merespon dengan gelengan kecil, “udah nyaman begini hmm—gw bisa dengerin bunyi jantung—kok enak ya? Ngalah-ngalahin pianika—candu”

Jaemin yang awalnya biasa saja, terkesiap sampai harus memastikan apa yang didengarnya barusan, “maksudnya?”

“Iyaaa. Canduuu Naaaa, canduuu—pengen didengerin teruuuus—boleh kaaaan??” suara Renjun semakin lama semakin mengecil.

Jaemin tak tau harus merespon apa. Lebih tepatnya ia bingung memaknai kalimat Renjun barusan. Otaknya mendadak pusing. Padahal ia belum mengantuk sama sekali.

“Naaaa—bolehkaaaan?? Maunya cuma Injun aja yang bisa dengeriiiin—”

Kini jantung Jaemin tiga kali lipat berdetak lebih kencang. Jaemin mengira itu adalah efek dari kepala Renjun yang semakin menekan dadanya.

”—yang lain engga boleh Naaa—Nana sama Injun ajaaa pokoknyaaa—” kalimat barusan menjadi kalimat terakhir yang diucapkan Renjun dengan suara sangat pelan sebelum ia benar-benar tertidur dengan lelap. Jaemin tetap berhasil mendengarnya karena telinganya didekatkan ke mulut Renjun. Sampai akhirnya Jaemin merespon kalimat Renjun yang terakhir di dalam hatinya; gw hanya mengizinkan satu sosok untuk bisa dengerin detak jantung gw sedekat ini. Sosoknya itu adalah elo, Renjun.

©Kalriesa🦋

Part of Tetangga Punya Rasa

Jaemren AU~

💚💛157.

Renjun mendengarkan dengan mode mata menyipit ketika Pembina ekstrakurikuler Marching Band yang berdiri tak jauh di depannya memberikan beberapa omelan karena anggota ekskul masih belum maksimal menghafal notasi lagu wajib untuk lomba tingkat SMA yang akan diadakan satu bulan ke depan.

Di sampingnya ada Jaemin yang sedang berdiri memperhatikan Renjun sedari awal. Sedangkan di belakangnya ada Jeno dan Haechan.

Mereka berempat memang tergabung di ekskul yang sama walau beda kelas. Renjun dan Haechan ada di tim pianika, sedangkan Jaemin bagian cymball dan Jeno ada di tim bass drum.

“Woy tetangga Renjun. Biasa aja kali mukanya napa? Bu Leni tuh ada di depan, bukan di samping” sinis Haechan yang berdiri persis di belakang Renjun.

Jaemin yang sadar bahwa Haechan sedang mengomentarinya hanya menganggap angin lalu saja sembari memutar bola matanya malas. Sedangkan Renjun yang kesadarannya sudah semakin low, tidak peduli dengan apa yang dikatakan teman sebangkunya sendiri. “Bu, masih lama apa gimana ini? Renjun ngantuk bu... Hoahmnn” tiba-tiba saja ia menguap lebar, untungnya Jaemin sigap mengulurkan tangannya untuk menutup mulut Renjun.

“Tahan ya Ren. Bentar lagi selesai kok” ujar Jaemin pelan dengan tangan kanannya yang masih menempel di mulut Renjun. Bahkan ia masih sempat untuk mengelus pipi tembem dan mata tetangganya yang terlihat berair menahan kantuk.

“Mohon maaf bro, gw ngga keliatan muka Bu Leni gara-gara ketutupan tangan lo” kali ini Jeno yang ikut berkomentar dengan senyuman manis mengejek karena tidak tahan dengan tingkah bucin Jaemin pada Renjun.

Mau tak mau Jaemin terpaksa menurunkan tangannya ke posisi semula, “lo berdua bising amat deh!” ungkap Jaemin dengan geram yang hanya ditanggapi Haechan dan Jeno dengan kekehan kecil.

Renjun yang matanya 0,0001 watt malah jadi segar seketika karena ia sadar bahwa pipinya tadi sempat diusap-usap oleh Jaemin. Ia sibuk menahan nafas dan goncangan di jantungnya yang masih belum berhenti bereaksi karena ulah tetangga sebelah.

Ingin rasanya batin Renjun berteriak; BUNDAAAAA!!! RENJUN MAU PINGSAN AJA BOLEH NGGA BUNDAAA!!!

©Kalriesa🦋

🦊🐰

Kedatangan Aries di FE menjadi pusat perhatian karena mahasiswa Fisip itu menghampiri sang pacar yakni Jaema yang sedang duduk nyaman di depan kelasnya.

“Nih kopi buat kamu de” Aries datang dengan kopi kaleng dingin yang ditempelkan ke muka Jaema.

“Hiiiiy. Abaaaaang. Dingiiiin pipi Jaemaaa” yang lebih muda bergidik ngeri karena pipinya terasa dingin maksimal.

Di samping mereka berdua ada Lijeno yang sibuk geleng-geleng kepala melihat tingkah Jaema. “Mulai deh alay anak Pak Dudu. Biasanya ditempelin lahar magma juga anteng aja ckck.”

Jaema melirik Lijeno dengan mata sinis lalu mengambil kopi dari pacarnya untuk kemudian menoyor jidat sahabatnya itu. Sementara Aries hanya bisa tersenyum manis melihat kelakuan dua anak muda di depannya. Lebih tepatnya ia merasa bahagia melihat Jaema yang ceria. Tangan kanannya menghampiri kepala Jaema lalu mengelusnya perlahan.

“Dede, kamu lucu banget sih sayang” ujar Aries bangga.

Jaema yang tak menyangka akan diperlakukan sebegitu manisnya di depan umum seketika pipinya memerah dan hanya bisa terdiam.

“Minum dulu kopinya. Gw beliin buat lu juga Jen” sodor Aries pada Lijeno. Dengan cepat Aries membuka kopi milik Jaema, lalu mengarahkan ke mulut Jaema, “nih de. Biar kamu ngga ngantuk lagi sayang.”

Jaema tidak berani menatap wajah Aries karena dirinya terlalu salting. Pacarnya ini benar-benar membuatnya tak bisa berkutik karena menunjukkan afeksi yang luar biasa tanpa merasa malu di hadapan orang lain.

” Woy muka lu ngapa jadi kayak udang rebus gitu!” teriak Lijeno kencang sambil tertawa.

Aries langsung saja menyipitkan matanya, setelahnya malah tertawa, “kamu makin lucu kalau mukanya begini” godanya pada yang lebih muda.

“Iiiih abaaaaang! Jangan gitu!! Dede malu beneran ini!!!” Jaema yang sedang duduk malah menghamburkan dirinya ke dada Aries untuk menyembunyikan wajahnya yang kepalang merah. Aries dengan senang hati menyambutnya dan mengelus-elus punggung Jaema perlahan.

“Iya udah kalau gitu abang minta maaf sama kamu. Tapi ngga ada maksud ngegodain. Kamu emang lucu beneran soalnya” ungkap Aries lebih lanjut.

Lijeno hanya bisa menghela nafas pasrah. Namun di satu sisi ia merasa lega karena Aries tidak menolak Jaema yang mode clingy depan umum begini. Berbeda dengan jajaran para mantan sahabatnya itu yang sering merasa aneh dengan kemanjaan Jaema.

“Gw udah cocok cosplay jadi semut rangrang liatin kalian berdua pacaran.”

🦋