kalriesa

Satu dan Kita

Jaemren oneshot au

cw , tw // hurt-comfort , mention of toxic parents , arranged marriage


Jaemin pada dasarnya bukanlah seseorang yang melahap makanan dalam porsi banyak. Ia hanya akan mengambil secukupnya. Entah dalam kondisi sedang makan sendiri atau bersama keluarga dan sejawat, modenya selalu sama.

Itulah kenapa ia sangat salut dengan siapapun yang bisa mengkonsumsi sesuatu dengan kuantitas melebihi dirinya. Di saat dirinya ingin mencoba banyak makanan, perutnya sudah terasa penuh duluan.

Teman-teman Jaemin juga merupakan tipikal pemakan segala jenis makanan dan porsi besar. Jadi, setiap ada acara di rumahnya, Jaemin akan selalu menyediakan makanan berlebih.

Namun, s

Like i need you

Jaemren oneshot au

cw // mutual pinings , hurt-comfort , mention of suicide , mention of selfharm

Ini adalah slowburn au. Selamat membaca🦋


Renjun adalah sosok manusia yang paling suka mencoba banyak hal baru. Baginya, kesempatan tak akan datang dua kali. Selagi ia tak merasa ragu dengan apa yang akan dilakukannya, maka bulat keputusannya untuk menjalankan apapun sampai ia rasa harus berhenti.

Lain Renjun, lain pula Jaemin. Sosok yang mengenal Renjun hampir dari separuh hidupnya sendiri itu bukanlah tipe yang suka coba-coba. Selagi ia sudah nyaman dengan apa yang ada, maka ia akan bertahan; termasuk berada di sisi Renjun yang entah kenapa masuk di zona nyamannya. Padahal mereka hanya sebatas kawan dekat.

“Jaemin, aku mau nyoba jadi talents boyfriend rent deh...”

Minuman Jaemin muncrat seketika. “Ha? Apa Ren?” tanyanya memastikan bahwa kedua telinganya yang diyakininya masih berfungsi dengan baik tak salah dengar penuturan sahabatnya barusan.

“Ih jorok ah! Nah tissue!” sodornya pada Jaemin. “Iya, aku penasaran aja. Soalnya di kampus udah banyak yang pakai jasa boyfriend rent atau girlfriend rent. Bahkan jasanya nggak sebatas itu aja Jaem, ada yang bisa disewa sebagai keluarga juga teman dekat.”

Jaemin menyetop kegiatannya membersihkan sisa semburan di beberapa area di depannya demi mendengarkan penuturan Renjun.

Sebenarnya, ia sudah berulang kali menangkap gerak-gerik Renjun yang memang secara tersirat menyampaikan bahwa ia penasaran dengan rent world dan seisinya. Apalagi Renjun adalah seseorang yang rasa ingin tahunya tinggi. Hanya saja Jaemin tak menyangka bahwa Renjun akan secepat ini mengutarakan maksudnya.

“Jaem? Kamu dengerin aku ngga?” bola mata Renjun bergerak ke kiri-kanan, berbalik menatap Jaemin yang sepertinya pikirannya sedang melanglang buana entah ke mana.

“Aku dengerin kok. Tapi apa kamu yakin?”

Renjun sudah bisa tebak, Jaemin dan template pertanyaannya yang selalu sama. “Iya aku yakin kok. Soalnya pengen ketemu banyak tipikal manusia di luar sana.”

“Hmm,” dan Jaemin yang selalu bergumam setelah mendapatkan jawaban penuh keyakinan dari sahabatnya tersebut. “Ya kalau kamunya mau nyoba, lanjutin aja. Asal udah tau konsekuensinya” Jaemin berujar penuh penekanan di kalimat terakhirnya.

“Iya. Aku udah tau kok. Kamu tenang aja,” dan Renjun dengan jawabannya yang selalu sama setiap kali Jaemin memberikan tanggapan atas semua kemauannya.


Setiap Renjun mencoba berbagai hal baru, ada Jaemin di sisinya yang selalu jadi tim pemantau. Tak hanya sekali dua kali. Hal yang sama terulang lagi saat Renjun benar-benar membuktikan ucapannya untuk menyelami dunia sewa-menyewa pacar online.

Hal pertama yang dilakukan Renjun bukanlah menjadi talents, melainkan menjadi kustomer.

“Coba kamu pilih deh kira-kira yang cocok jadi boyfie aku yang mana” ujar Renjun sembari menyodorkan ponselnya pada Jaemin.

“Kamu maunya yang gimana emang?”

“Terserah kamu aja. Kan kamu lebih tau selera aku gimana” jawab Renjun enteng.

Ya, saking taunya, Jaemin sibuk menjelajah profile talents yang kira-kira cocok sesuai keinginan Renjun.

Benar saja, sudah ada 4 sosok yang profilnya disodorkan Jaemin tepat dihadapan wajah Renjun. “Tuh, tinggal pilih aja.”

“Aku coba semuanya deh. Ntar booking sessionnya dibedain hari aja. Aku udah percaya sama pilihan kamu soalnya.”


Selama empat hari berturut-turut, Renjun yang memang sudah addicted dengan ponselnya, malah semakin menjadi-jadi karena sibuk membalas notifikasi pesan yang masuk dari pacar sewaannya.

“Ren, habisin makanannya” pinta Jaemin dengan nada tegas.

“Bentar, Bayu ngechat aku”

Beberapa detik kemudian, ponsel Renjun bergetar lagi. Mau tak mau ia harus kembali menjeda suapan batagor ke mulutnya.

“Siapa lagi Ren?”

“Ini si Zidan nanyain aku makan apa. Bentar ya Jaem...”

Jaemin masih setia menunggu. Bahkan suapannya turut dijeda sampai Renjun selesai membalas pesan demi pesan yang tak henti masuk ke ponselnya.

Seharusnya Renjun menyewa satu pacar per hari, namun entah kenapa niat awalnya itu sirna setelah ia berhasil melakukan sesi rent di hari pertamanya.

“Aku mau nyoba nyewa mereka di beda platform ah dalam sehari. Penasaran punya tiga pacar gimana“

Jaemin hanya bisa melongo dengan pemikiran ajaib Renjună…ˇ yang pada akhirnya mulai mengganggu perlahan keintimannya saat berdua dengan sahabatnya itu karena Renjun jadi semakin sibuk dengan ponselnya.

“Makanan kamu nanti dingin Ren. Kasih tau deh ke semua pacar kamu apa yang kamu makan siang ini. Biar mereka paham”

“Iya-iya. Ini lagi aku kasih tau kok”

“Cepetan. Aku tungguin.”

Jaehyun pikir, Jaemin hanya sebatas menjadi viewers yang tak menunjukkan gelagat kecemburuan atas tindakannya mengupdate status tentang Renjun. Maka, ia pun mengirimkan pesan pada Winwin bahwa dua puluh menit lagi dirinya akan pulang dan mengantar Renjun terlebih dahulu.

Waktu sudah menunjukkan hampir jam sepuluh malam. Renjun terlihat gelisah karena ia hampir melewati batas jam malamnya untuk keluar rumah.

“Mau ngajak kak Jae pulang, tapi lagi pada asyik main uno” Renjun membatin pasrah.

Sampai akhirnya ia mendengar suara dari arah belakang yang sangat dihafalnya; Na Jaemin.

“Ren, pulang”

“Hah. Lo ngapain di sini?” tanya Renjun tak percaya.

“Udah mau jam sepuluh. Besok kita sekolah” jawab Jaemin seadanya.

“Tapi—” Renjun menjeda kalimatnya dan ujung matanya melirik ke arah Jaehyun yang belum sadar dengan kehadiran sepupunya.

“Kak Jae, Renjun pulang sama gw. Kalau kakak masih mau lanjut di sini, terserah” Jaemin tanpa basa-basi langsung menarik tangan mungil tetangganya.

“E-eh, kak Jae— Injun pamit dulu ya. Makasih udah ngajak ke sini kak!” ungkap Renjun sedikit meninggikan nada suaranya karena tangannya masih terus ditarik oleh Jaemin.

“LAH JAEMIN!!! KENAPA GW DITINGGAL WOY!!!” teriak Jaehyun menggelegar.

Sesampainya di parkiran motor, Jaemin langsung memakaikan Renjun jaket jeans yang sengaja dibawanya dari rumah. Juga dengan helm yang tak luput dipasangkan ke kepala Renjun.

“Pegang pinggang gw. Kita harus sampai di rumah jam sepuluh pas” ujar Jaemin tegas. Sebelum menstarter motornya, ia memastikan dulu kedua tangan Renjun telah melingkar erat di pinggangnya.

Renjun berdehem tipis. Bukan karena dingin atau malas menanggapi lebih lanjut, melainkan karena tangan kiri Jaemin yang turut menggenggam dua tangannya dari arah depan.

“Bundaaaa, Nana kenapa sih ini??? Injun pusinggg” jerit Renjun dalam hatinya.

© Kalriesa🦋

Part of Tetangga Punya Rasa

Jaemren AU~

💛💚149.


Jaemin membaca chat yang masuk dari kakak tetangga. Keningnya mengernyit bingung karena bukan Renjun yang mengirimkan pesan padanya.

Faith~

Jaemren oneshot au

cw , tw // smoking , mention of cigarettes , toxic relationship , emotional abuse , anger issues , harshwords , mention of break up , hurt-comfort


~Jangan pernah berharap dirimu bisa mengubah perilaku seseorang jika bukan mereka sendiri yang berniat untuk merubahnya~

Renjun adalah manusia yang percaya akan keseimbangan hidup. Yin-yang, baik-buruk, positif-negatif, semuanya tercipta berpasangan.

Banyak yang mengira, jika dunia hanya diisi oleh sisi baik saja, maka seseorang tak akan mengetahui pelajaran hidup yang sebenarnya. Juga dengan sebab-akibat yang terjadi atas perilaku seseorang.

Renjun juga masih percaya, perihal yang baik pasti bisa mengubah segala jenis keburukan. Tapi Renjun lupa, manusia masih punya kuasa dan ego atas dirinya sendiri untuk menentukan pilihan hidupnya.

Suatu malam di hari Sabtu, Renjun dapat laporan dari Jeno, teman akrab Jaemin, bahwa pacarnya itu mengamuk di arena tempat mereka biasa nongkrong, dikarenakan ada yang tak sengaja menyenggolnya saat sedang duduk.

Jaemin yang Renjun tau memiliki tempramen gampang tersulut amarahnya, langsung saja menghajar sosok yang menyenggolnya tanpa ampun. Teman-temannya sulit menahannya sampai harus meminta tolong pada Renjun.

Renjun pikir Jaemin telah pelan-pelan berubah, karena minggu lalu ia berjanji akan menahan emosinya untuk sesuatu yang tak perlu dibalas menggunakan fisik.

“Na, udah berapa kali aku terima laporan dari teman-teman kamu. Kamu nggak capek apa?”

“Oh, jadi kamu capek sama aku?”

“Enggak gitu Na. Aku cuma mau kamu pelan-pelan tahan emosi, jangan gampang mukul orang sembarangan. Ngga baik tau! Pokoknya kalau kamu kayak gini lagi, aku ngga mau ngomong sama kamu!”

“Ck! Yaudah iya! Aku janji ngga akan sembarangan lagi!”

Nyatanya, malam ini. Renjun terima laporan yang sama.

“Ren, mending nggak usah diajakin ngomong dulu Jaeminnya. Takutnya, dia kalap lagi” saran Jeno yang lebih dulu menemui Renjun saat kekasih temannya itu datang.

Renjun menanggapi dengan anggukan kecil. Langkahnya diburu menuju ke arah Jaemin yang sedang duduk di atas jok motornya. Terlihat kepulan asap rokok di sekitarnya.

Ketika Renjun sampai di hadapan Jaemin, hal pertama yang dilakukannya adalah mengecek wajah dan tangan Jaemin. Dadanya kembang kempis begitu melihat ada beberapa luka memar di kulit kekasihnya.

Jaemin terkesiap kecil saat Renjun berada di depannya. Bibirnya yang masih menghembuskan asap rokok, diarahkannya ke samping agar tak mengenai wajah Renjun. Ia tau, Renjun sangat benci dengan asap rokok. Tapi dirinya masih butuh nikotin untuk mengalihkan rasa sakit yang tersisa setelah adu jotos tadi.

Renjun menutup mulutnya. Tiada sepatah kata pun keluar dari bilah bibirnya. Ia membuka tasnya dan mengeluarkan kotak P3K. Tangannya dengan lihai membersihkan luka yang terdapat di ruas tangan, juga pelipis Jaemin.

Setelah semuanya beres, Renjun meletakkan kotak P3K miliknya di jok belakang motor Jaemin, “aku titip di sini. Nanti kamu obatin lukanya sendiri kalau masih ada lanjutannya.”

Renjun segera pergi meninggalkan Jaemin tanpa menatap kekasihnya.

Jaemin merasakan sindiran tajam atas ucapan Renjun barusan. Rasanya seperti sang kekasih tak percaya padanya sampai-sampai harus meninggalkan kotak P3K di dekatnya.

Tanpa aba-aba, Jaemin ambil kotak tersebut, lalu melemparnya dengan kuat ke sisi aspal sampai isinya ikut terpental.

Lagi, Jaemin masih belum bisa mengontrol emosinya.


“Kamu masih ngerokok ya Na?”

Hari di mana Renjun mendapati Jaemin masih melakukan kebiasaan lamanya itu ia kira menjadi hari terakhir kekasihnya candu akan nikotin, ternyata tidak. Jaemin masih saja kedapatan merokok diam-diam jika tidak bersama Renjun.

“Tadi ada yang nawarin rokok ke aku. Nggak enak kalau ditolak Ren” jawab Jaemin seadanya.

“Mana ada yang nawarin rokok sampai sebungkus gini” tangan Renjun mengacungkan bungkusan rokok yang masih terisi tiga perempat slotnya.

“Kamu kenapa ngga percaya sih sama aku!”

“Ya kamunya ngga jujur sama aku”

“Kenapa hal kecil kayak gini suka dibesar-besarkan sih Ren!” Jaemin menggunakan nada tingginya pada Renjun. Tangannya mulai mengepal menahan emosi yang siap meluap.

Di seberangnya, ada Renjun yang menghela nafas. Bungkus rokok milik Jaemin itu dilemparnya ke arah tas sang kekasih. Dengan sigap ia berjalan melewati Jaemin untuk menuju ke arah pintu keluar kamar kos kekasihnya.

“Mau ke mana kamu!”

“Pulang”

“Jangan kayak anak kecil Ren! Kalau ada masalah, hadapin sama-sama. Suka banget kabur, terus diamin aku berhari-hari!”

Renjun yang sedang memasang tali sepatu Vans miliknya, seketika berhenti dan berbalik badan, “apa kamu bilang? Aku kayak anak kecil?” sorot mata Renjun kini berbeda.

“Iya, nggak usah kayak gini lah. Aku ngaku salah karena bohong sama kamu, tapi kamu harus tau kalau aku juga susah hilangin kebiasaan ngerokok ini, Ren. Tolong jangan pergi seenaknya aja. Aku masih butuh kamu”

Renjun memijit pelipisnya, “aku pergi karena kamu lagi-lagi nggak bisa pegang omongan sendiri, Na. Kamu yang janji duluan untuk berhenti ngerokok. Aku udah coba percaya, tapi apa? Sekarang terserah kamu ajalah Na. Aku pulang dulu” pintu kos itu segera ditutup dari luar.

Jaemin yang kini tinggal sendirian, langsung saja meninju dinding kos di sampingnya sekuat tenaga.


“Gw denger-denger, Jaemin masih sering marah gak lihat tempat ya Ren?” Haechan menggigit kue semprongnya yang masih tersisa.

“Lo denger darimana?”

“Siapa sih yang nggak tau Na Jaemin, Ren. Sampai fakultas tetangga aja tau. Makannya anak-anak pada heran waktu lo mau nerima Jaemin. Jangan-jangan emang beneran lo kena pelet ya?” Haechan memelankan suaranya agar tak ada yang mendengarnya selain sahabatnya sendiri. Itu karena mereka berdua sedang berada di kantin kampus.

Renjun terbahak sampai mengeluarkan air mata.

“Lah ngapa lo nangis woy Ren!” Haechan seketika panik. Tangannya menepuk-nepuk punggung Renjun.

Tanpa sadar, di belakang mereka ada Jaemin yang sedang memperhatikan keduanya. Begitu melihat kekasihnya dielus-elus lelaki lain, emosi Jaemin seketika naik. Kursi duduk Haechan ditendang dari belakang sampai-sampai sang empu harus terjatuh. Tangan Renjun ditarik dan dicengkeram kuat sampai memerah.

“Nana!”

“Lo ngapain ngelus-ngelus Renjun hah!”

“Gw Haechan kalau lo lupa!” Haechan bangkit dan segera maju ke hadapan Jaemin, namun ditahan oleh sahabatnya.

“Chan jangan...”

“Cowok lo yang mulai duluan, Ren!”

“Lo yang harusnya ngaca! Gw gak suka badan Renjun dipegang-pegang orang lain!” Jaemin sudah siap untuk mengangkat Haechan dengan satu tangannya.

“Gw sahabatnya Renjun yang lebih lama kenal dia dibanding lo ya anjir!” Haechan turut mengepalkan tangannya dan melangkah ke sisi Jaemin. Padahal di tengah-tengahnya ada Renjun. Posisi Renjun kini terapit dua lelaki bongsor yang siap meledak jika tak ditahan.

Sekeliling mereka heboh seketika. Air mata yang awalnya turun karena tertawa, kini berubah menjadi air mata yang tertampung di pelupuk dan siap membanjiri wajah Renjun karena kekasih dan sahabatnya malah akan adu fisik di depannya sendiri.

“Lo berdua—Bisa stop gak—” suara Renjun mulai bergetar. Tenaga yang dimilikinya hampir habis karena dua lelaki di sisi kiri dan kanannya masih berada di posisi masing-masing.

“Lo jangan kegatelan sama pacar orang! Padahal sendirinya juga punya pacar!” amarah Jaemin masih belum surut.

“Mulut lo dijaga ya bangsat!”

“Lo juga Ren, kenapa diam aja dielus-elus Haechan? Kayak laki-laki gak ada prinsip” tatapan Jaemin diarahkan ke Renjun.

PLAK!

Satu tamparan kuat menghampiri pipi kanan Jaemin, yang asalnya dari Renjun. Air matanya turun tak bersisa. Di belakang Renjun, ada Haechan dengan mulut menganga yang tidak menyangka bahwa sahabatnya akan menampar kekasihnya sendiri di depan umum.

Jaemin masih mencerna apa yang terjadi, sampai rasa perih berhasil menjalar di pipinya. “Lo—nampar gw?”

Renjun tak bergeming, “Kenapa?”

Melihat kekasihnya yang menangis tanpa suara, Jaemin seketika meminta maaf. Namun Renjun hanya diam. “Ren, aku sayang kamu. Maaf. Aku khilaf”

Jaemin yang selalu meminta maaf atas semua kesalahan yang dilakukannya dan berjanji tak akan mengulanginya lagi. Namun selalu saja kembali terulang.


Renjun tak bisa tidur. Beberapa menit yang lalu, Jeno meneleponnya. Ia memberikan kabar bahwa Jaemin sedang mengamuk karena kalah taruhan.

“Ren, Jaemin nggak bakalan berhenti kalau lo ga datang. Dia udah mirip orang kesurupan. Please datang ya Ren. Tenangin Jaemin, cuma lo yang bisa soalnya.”

Renjun teringat saat ia mengambil keputusan menerima Jaemin sebagai kekasihnya. Renjun sebenarnya tau track record Jaemin seperti apa, tapi ia yakin Jaemin akan berubah pelan-pelan karena dirinya. Sedari awal niat Renjun berpacaran dengan Jaemin adalah untuk mengarahkan Jaemin menjadi manusia yang bisa mengontrol kemarahannya sendiri karena Renjun percaya bahwa manusia itu bisa berubah jika ada alasan kuat yang merubahnya. Jaemin punya Renjun sebagai alasannya.

Renjun pikir, segampang itu merubah sifat manusia dalam konteks cinta. Ia sebagai pihak eksternal menganggap Jaemin hanya butuh sosok sepertinya untuk tak lagi berperilaku merugikan sekitar. Bahkan tanpa Renjun sadari, ia telah terjebak oleh perilaku Jaemin yang seenaknya berbuat lalu meminta maaf dan kemudian mengulanginya kembali.

Seharusnya Renjun paham, andilnya untuk merubah Jaemin tak akan maksimal, jika kekasihnya itu tak menjadikan internalnya sendiri sebagai faktor utama. Karena perubahan tak akan berhasil jika seseorang memang tak niat sedari awal.

Maka, Renjun akhirnya ambil keputusan demi dirinya sendiri untuk tak lagi ikut campur di kehidupan Jaemin dan memutuskan mengakhiri hubungannya dengan kekasihnya.

From Renjun to Jaemin: Na, aku kira setelah kita berdua pacaran, kamu bisa berubah pelan-pelan. Ternyata nggak. Akunya juga kepedean ngerasa bisa ubah perilaku kamu. Nyatanya aku salah besar. Aku perlu introspeksi diri sendiri Na. Semoga kamu juga. Jadi mulai sekarang, kita kembali fokus sendiri-sendiri aja ya. Kamu urusin diri kamu, aku urusin diri aku. Kita putus ya Na~

©Kalriesa🦋

“Mataku merah nggak, Na?”

“Heum, nggak terlalu sih. Emangnya kenapa?”

“Keringatnya masuk ke area mata, jadi pedih. Mau garuk tapi masih on camera” Renjun terlihat beberapa kali menyeka peluh yang turun membanjiri dahinya.

“Sakit ngga?” Jaemin nadanya terlihat khawatir. Bagaimana tidak, Renjun sampai bertanya padanya saat mereka masih di atas panggung dengan raut menahan pedih.

“Enggak. Masih bisa ditahan kok” jawab Renjun kalem.

Walau kekasihnya telah menjawab pertanyaannya, Jaemin masih saja menatap dalam pujaan hati di depannya.

“Kamu kenapa malah ngeliatinnya sampai begitu? Aku ngga apa-apa kok. Bener deh” gantian Renjun yang bingung dengan tatapan Jaemin.

“Sayangnya aku lucu banget waktu ngadu tadi. Jadi pengen ciumin matanya biar ga perih lagi. Hehe”

© Kalriesa 🦋

“Lusa mau temenin aku ke acara gathering kantor ngga? Bakalan rame di sana”

Renjun menimbang, apakah ia perlu menerima ajakan sosok lelaki yang baru dikenalnya beberapa hari dari aplikasi kencan ternama ini; Jaemin.

“Emangnya boleh bawa orang luar di acara kantor kamu?”

Jaemin mengangguk kecil, “pastinya. Aku mau kenalin kamu ke rekan-rekan yang lain.”

Renjun berpikir sejenak. Mungkin ada baiknya untuk ikut serta, sekaligus mengetahui bagaimana lingkungan tempat Jaemin bekerja.

Sampai akhirnya, keputusan Renjun jadi berubah setelah kalimat lanjutan Jaemin tercetus.

“Iya, aku pengen nunjukin ke yang lain kalau kamu itu dephead di perusahaan X. Biar teman-teman aku tau. Jadi mereka nggak bakalan ngejekin aku lagi. Kan aku bisa berbangga hati untuk jalin hubungan sama kamu. Lagipula, kamu juga cakep Ren.”

Renjun pikir strata sosial, pendidikan, jabatan, bahkan fisik tak lagi jadi tolak ukur segala hal untuk dibandingkan. Tapi nyatanya? Di depan matanya sendiri, bahkan untuk yang kesekian kali dirinya mengalami hal yang sama ketika berusaha memulai suatu hubungan. Bukan itu yang Renjun cari. Ia hanya menginginkan kedamaian dan kenyamanan dalam menjalin hubungan serius tanpa memandang status sosial yang tersandang pada dirinya.

Pertanyaannya; apakah di luar sana masih ada yang berpikiran sama seperti Renjun?

©Kalriesa🦋

Baik Renjun maupun Jaemin sama-sama saling menyayangi. Mereka berusaha untuk menjadi yang terbaik di mata pasangan masing-masing.

Segala hal tentang keduanya adalah kombinasi sempurna di mata orang yang menilai.

Namun siapa yang bisa menyangka, Jaemin sering salah memanggil Renjun dengan sebutan mantan kekasihnya sendiri yang kabur di saat mereka akan menikah, juga dengan Renjun yang melihat Jaemin sebagai sosok pacarnya terdahulu sebelum ajal memisahkan mereka.

Bahkan, ketika ibu jari Jaemin mengusap kening Renjun yang penuh peluh, hati Renjun malah meneriakkan nama lain.

Siluet Renjun yang selalu menemani Jaemin saat menyelesaikan pekerjaannya, selalu dianggap sebagai replika mantan kekasihnya yang justru paling malas menghabiskan waktu ketika Jaemin sibuk dengan kertas kerja dihadapannya.

Mengapa Semesta harus menghadirkan Renjun yang selalu ada untuk Jaemin?

Mengapa harus Jaemin yang bertemu Renjun dan menjadi pengganti kekasihnya yang telah meninggal?

“Dan mengapa mereka harus membohongi nuraninya sendiri ketika keduanya belum bisa secara utuh menerima sosok dan perasaan baru di saat satu sama lain masih terbayang masa lalu yang pernah mengisi hidup masing-masing?????”

©Kalriesa🦋

Film Favorit

Jaemren Oneshot au

Jaemin bekerja part time sebagai penjaja paket makanan dan minuman di studio bioskop salah satu mall di kotanya.

Jika Renjun diharuskan memilih dari sekian banyak opsi dalam hidupnya, maka opsi ditatap dan menatap langsung mata sang kekasih, alias Jaemin, adalah pilihan paling terakhir yang akan dilakukannya. Kenapa? Apa karena Renjun tak sesayang itu sama Jaemin? Justru salah. Renjun nggak akan kuat natapin mata kekasihnya yang terlalu indah. Apakah Jaemin marah? Justru enggak, karena Jaemin tau, ada momen tertentu si kesayangannya itu akan natap matanya dalam dengan senyum tulus yang terukir manis dari belah bibir mungilnya.

Kalau Jaemin dikasih kemampuan mengetahui isi hati seseorang, dia bakalan terus-terusan ngintip isi hati kekasihnya; pasti gemes dengerin Renjun muji dirinya terus diam-diam.

Ya Jaemin sih pede aja tuh.