“Coba jelasin perbedaan antara Gymnospermae dan Angiospermae”

Donghyuck berbaring telentang dengan kepala menggantung di tepi tempat tidurnya. Matanya terpejam dan alisnya berkerut kecil menarik hafalan di luar kepala. Menyusun bentukan kata semirip mungkin dengan yang sudah dia pelajari. Jeno yang berada di samping kepalanya, duduk dibawah beralaskan bantal kotak Donghyuck di lantai karpet, menanti jawaban dengan buku pelajaran biologi temannya itu terbuka lebar dipangkuannya.

“gymnospermae mempunyai biji yang tidak terlindungi dalam ovarium sehingga bisa terlihat dari luar. Sedangkan tumbuhan angiospermae tertutupi oleh daun buah sehingga tidak bisa dilihat dari luar. Tumbuhan gymnospermae tidak mempunyai ovarium.. gitu bukan sih?”

Selama setahun di ajarkan oleh Donghyuck, baru kali Jeno mendengar teman sejawatnya itu tidak begitu yakin dengan dirinya sendiri. Padahal jawabannya benar dan tidak ada bataan di lantunan kalimatnya. Sisi muka dibawah pelipis Donghyuck mulai memerah lantaran semua darah mengalir ke kepalanya.

Jeno mengangguk dan mengulurkan sebelah tangannya untuk menggelitik dagu Donghyuck. “Bener kok.”

Lalu membalik halaman selanjutnya, Jeno mulai menanyai kemungkinan pertanyaan yang akan dibuat soal untuk ujian biologi Donghyuck minggu depan.

“Apa yang dimaksud dengan masa domisili biji? Apa yang mempengaruhi?”

Donghyuck mengangkat kepalanya, lalu beberapa saat menjawab pertanyaan tersebut. Seperti yang lainnya, jawaban yang diberikan selalu benar atau mendekati sempurna. Tapi dia masih tampak terlalu ragu-ragu.

“Bener kan?”

“Ada sedikit, kecil banget yang beda dari buku. Tapi sebenarnya sinonim sih.” Donghyuck memajukan bibirnya rada tidak terima jawabannya hanya sembilan puluh sembilan persen benar. Jeno menandai halaman yang dibukanya dengan tekukan kecil diujung kertas lalu bergegas menyisir rambut Donghyuck agar cemberutnya berubah menjadi agak santai.

“Gue gak tahu apa yang bikin lo khawatir karena sampai saat ini jawaban lo tuh udah bener semua. Gak ada yang salah.”

“Tapi ini tuh ujiannya penting”

“Penting banget?”

“Lima belas persen buat nilai akhir semester” Gumam Donghyuck sambil melihat sayu ke langit-langit kamarnya, lalu menepuk kecil pundak Jeno. “Coba tanyain ke gue satu lagi”

Jeno berdecak, mengalihkan perhatiannya kembali ke buku teks. Membolak – balik ke beberapa halaman secara asal dan akhirnya Jeno menutup buku tersebut.

“Sebutkan komponen enzim dan penjelasannya”

“Kayanya tadi lagi di tumbuh-tumbuhan deh Jen”

“Gak tahu nih jawabannya?” Jeno menaikan sebelah alisnya dan Donghyuck berdengus.

Donghyuck kembali memejamkan mata dan membuka mulutnya untuk melontarkan jawaban. Selagi Donghyuck sibuk merapal pengertian Molekul anorganik, Jeno mengesampingkan buku yang masih digenggam. Beringsut dan berlutut mendekati Donghyuck, Jeno membasahi bibirnya dengan sapuan lidah. Menurut dia jawaban Donghyuck sudah cukup mendekati definisi yang tercetak tinta hitam di kertas pelajaran itu setelah tadi sudah dia lihat sekilas. Jeno meletakan kedua sikunya di samping kepala Donghyuck tepat ketika dia selesai meracau istilah biologi.

Hening merayapi tanpa ada balasan dari Jeno sehingga Donghyuck langsung mengerjapkan kelopak matanya hanya untuk mendapati kepalanya Jeno secara terbalik sudah ada di atasnya.

“Hai” Ucap Jeno agak gugup padahal ini tingkah impulsifnya sendiri.

“Hai” Balas Donghyuck balik dengan menggigit bibir bawahnya yang gerakan tersebut langsung diikuti ekor mata Jeno.

“Selamat ya jawabannya sudah benar. Mau di taruh dimana hadiahnya?” Bisik Jeno serapuh sayap kupu-kupu. Senyum Donghyuck merekah ketika tangan Jeno mengait ditepi rahangnya. Memiringkan kepalanya sedikit ke belakang saat Jeno membungkuk untuk menciumnya.

Posisi mereka sudah dipastikan canggung. Bibir atas Jeno menyentuh dagu Donghyuck, lalu menyeret lidahnya ke bibir bawah yang paling muda sebelum menghisapnya. Donghyuck mengeluarkan erangan kecil, tangannya auto pilot melingkari tengkuk Jeno agar membuatnya tetap mendekat. Tanpa sadar jemari Donghyuck mengusak acak surai hitam Jeno saat lidah mereka beradu.

Menarik nafas disela kegiatan mereka, Donghyuck bergumam “Makasih, Hadiahnya menarik”. Membuat Jeno menyeringai senang hingga matanya menghilang menjadi bulan sabit sebelum berubah panik karena tiba-tiba terdengar ketukan di pintu Donghyuck yang terkunci.

Jeno otomatis tersentak kebelakang dan dengan kilat membuka kembali buku pelajaran Donghyuck yang tadi digeletakan tak berdaya. Sedangkan Donghyuck mengeluarkan suara aneh karena terpaksa bangkit dari posisi nyamannya.

“Hyuck, ini mama. Ambil cemilan kalian nih”

Donghyuck merapikan baju dan rambutnya sehingga dia tidak terlihat baru saja diberikan anugrah yang mengambil hidupnya satu detik yang lalu.

Donghyuck membuka sedikit pintunya dan memberi senyuman palsu terbaiknya lalu mengulurkan tangan untuk mengambil nampan berisi kue biskuit dan sirup jeruk. Namun sepertinya ibunya sedang tersambat hantu apa sehingga memaksa Donghyuck membuka pintu selebar mungkin.

“Ngapain sih kunci-kuncian, udah kaya lagi pada ngapain aja” Kata Ibunya saat Donghyuck enggan menuruti arahan.

“Ya kan biar fokus ma belajarnya. Kasihan Mamanya Jeno udah bayar masa aku gak kasih layanan terbaik.”

“Dih aneh banget si kamu” Lalu Ibunya Donghyuck meninggalkan mereka sebelum mencubit pipi gembul Donghyuck kembali ke kamarnya.

“Aneh banget deh lo” Ejek Jeno mengikuti ucapan tante tetangganya ketika Donghyuck sudah mengunci kembali pintunya dan melintasi jarak diantara mereka.

Menyingkirkan buku yang terbuka secara terbalik dari tangan Jeno, lalu merapikan rambut Jeno yang berantakan, Donghyuck melingkarkan lengannya di leher putih yang paling tua dan mencium ujung hidung Jeno.

“Aneh begini juga lo demen nyiuminnya”

Jeno berdengung menyetujui.

“Sekarang waktunya ngajarin gue fisika kan?”

Berpura-pura memikirkan sesuatu, Donghyuck menjutai bibir bawahnya.

“Satu ciuman dulu?”

Jeno tergelak lalu menarik pinggang ramping Donghyuck mendekat.

“Satu ciuman dulu”