Jeno paling benci saat Haechan sudah berkata, “Kan gue bilang juga apa”

Di kalimat tersebut selalu terdapat kecongakan, ke-sok-tahuan, ke-sok-pintaran, ke-perasaan seseorang yang maha tahu di dunia ini.

Tapi, yang paling Jeno benci adalah ketika kalimat tersebut digunakan pada momen seperti ini. Momen ketika hatinya ambruk. Hancur redam ditindas oleh orang yang tega meninggalkannya disaat sedang sayang-sayangnya.

Momen dimana hanya ada Jeno dan Haechan, kasur single, dan muka Jeno yang terpendam di perut Haechan, mencari kenyamanan di sela air matanya yang mengalir terus tanpa izin.

“Gue gak mau ngomong gini sih, tapi kan gue bilang juga apa...”

Jeno terdiam, tahu Haechan menggantung ucapannya sendiri.

“Kalau lo daridulu ama gue, lo gak akan sakit kaya gini”

Jeno menggeleng, hidungnya menggesek kain yang masih menutupi kulit Haechan.

“Gue gak mau. Gue gak mau suatu saat lo juga akan ninggalin gue kaya mereka”