effemyorlin

senggama 🔞

“ungh— vai.”

kejadiannya gak bakal begini kalau aja eren gak biarin levi berbaring; dengan posisi kepala yang dibenamkan di ceruk lehernya.

pikirnya cuddle romantis yang hangatkan tubuh mereka dari dinginnya hawa desa bakalan berujung ke adegan picisan yang sering ia lihat. bukan begini, dengan levi yang kungkung dirinya penuh dominasi serta jilatan sensual yang disusul sama hisapan rakus pada leher jenjangnya, munculkan ruam merah keunguan yang pekat.

sialan. bahkan eren cuma bisa dibuat mendongak, persilahkan lebih untuk levi lecehi lehernya dengan sesuka hati.

kondisi ranjang total berantakan. sprei kusut akibat remasan tangan eren yang gak sanggup tahan hormon sialannya kala putingnya dilahap oleh mulut hangat levi. selimut terasampir, bahkan hampir terjatuh, turut serta dengan celana eren dan baju levi yang teronggok mengenaskan di lantai.

“mmh, nata.”

“iya. begitu. panggil gue.”

kecupan kecil yang levi bubuhkan pada setiap inci tubuh eren sukses jadikan empunya menggeliat resah. tangan kirinya ia arahkan menuju selangkangan eren. mengelus halus paha dalam lelaki itu sebelum menuju pada benda yang sudah menegang keras.

“angh— a–ah.” punggung eren meliuk indah kala telapak dingin levi memegang penisnya, mengocok dengan ritme acak— yang sialnya disengaja agar dirinya kewalahan. “n-nata.”

“apa?”

“y-yang cepet, bangsat— ah!” kepalanya kembali mendongak. ritme kocokan yang semakin cepat buat eren tutupi matanya, bibirnya terbuka kecil, mengatur deru nafasnya yang naik turun. terlebih kala telinga; titik sensitifnya kembali dijilat dan dikulum oleh lidah sialan levi.

“nata,” ia merintih. “l-lagi. lebih cepet.”

kemauannya gak dituruti. eren terpaksa buka matanya kala penisnya terasa kosong. menatap sayu ke arah levi yang kini melepaskan celana training serta dalamannya. levi telanjang total di sini.

dengan reflek eren palingkan mukanya ke samping. malu sendiri karena dengan lancang matanya menatap kebanggaan levi yang menegak total.

“apa? kok kaget gitu?” levi kekeh ganteng lihat mata eren yang membolak kaget. giginya robek bungkus kondom yang ia beli tadi siang, tanpa memutus kontak keduanya.

“lo— sinting.”

“iya, sinting,” ucapnya. kepalanya menunduk dengan tangan yang sibuk kenakan protection tadi ke dalam penisnya. “efek liat tubuh telanjang lo waktu lagi mandi. “

“lo ngintip gue mandi?!” eren sedikit teriak. “sumpah, lo cabul banget.”

“gak sengaja.” levi merangkak ke arah ranjang, lantas kembali mengungkung tubuh eren yang sontak buka pahanya lebar, menjepit tubuh levi.

“tukang sang— mmp.” bibir levi candu. apalagi ciuman lembut yang selalu lelaki itu beri, buat eren terlena. tangan reflek mangalung apik di leher, bahkan sedikit dorong tengkuk levi untuk perdalam pagutan mereka yang menjadi panas.

bibir atas dan bawah nya dihisap secara bergantian. jilatan kecil yang menggelitik jadikan eren merengek di sela-sela ciuman mereka. mengusap punggung lebar levi sebelum ia dekap erat begitu sepoi angin masuk ke dalam celah jendela. maka dengan sigap levi menarik selimut lalu ia sampirkan ke bagian pinggulnya, tutupi tubuh bawah mereka.

“uhh.” lenguhan samar keluar dari bilah bibir eren manakala ujung penis levi memasuki permukaan lubangnya yang berkedut lapar, namun kembali dikeluarkan oleh empunya. “nata, masukin.”

kembali terkekeh renyah. levi kecup singkat bibir eren. “sabar, sayang.” sahutnya. sedikit menggoda lubang eren dengan penisnya yang ia putar, buat empunya merengek kesal.

“ahh.” levi mendongak dengan bibir yang terbuka. menggeram tertahan, merasakan bagaimana penisnya dijepit oleh dinding rektum milik eren sebelum pinggulnya bergerak kecil, membiarkan eren terbiasa dengan kejantanan nya yang telah tertancap sempurna.

lantas suara decitan ranjang juga desahan lirih terdengar penuhi tiap-tiap sudut kamar. tubuh eren terhentak seiring gerakan pinggul levi yang semakin cepat. tangan eren meremas kasar rambut hitam levi, bahkan sedikit dijambak kala ujung penis levi menyentuh prostatnya.

“nat— ahh yang pelanhh.” rintih eren. kukunya sontak menancap pada punggung levi manakala lelaki itu justru menambah ritme gerakannya, tanpa perduli dengan racauannya. “nata ada ad—ah. ada adek.”

ucapan eren sukses jadikan levi berhenti. sejenak diam karena dirinya baru sadar akan eksistensi jabang bayi di dalam perut eren. levi meringis, setelahnya menunduk untuk beri kecupan kupu-kupu di seluruh wajah eren.

“maaf, maaf.”

eren mengangguk. menarik tengkuk levi kemudian dia beri gigitan kecil di leher sebagai imbalan atas aktivitas panas yang levi beri kepadanya. “gak apa-apa. lanjutin.”

levi mengangguk sebelum kembali mencium ranum eren kasar. menghisap kuat lalu ditarik. begitu terus untuk waktu yang lumayan lama. tangan kiri levi bergerak, membelai sensual tubuh eren yang dimulai dari dada berisi lelaki itu. sedikit diremas, bahkan jarinya dengan jahil mencubit gemas puting eren yang mencuat tegang. puting coklat itu dipelintir kuat, tanpa peduli dengan eren yang merintih kesakitan akibat tindakannya.

lidah panjang levi menelusup masuk ke dalam goa hangat eren tanpa permisi. bergulat lidah antar keduanya, sesekali eren akan menghisap lidah levi yang menjulur layaknya permen. mengabsen deretan gigi serta setiap ornamen yang ada di dalam mulut eren. pagutan dilepas oleh yang lebih muda kala dirasa oksigennya mulai habis.

“ngh ahh.” terhentak kecil. levi kembali cepatkan ritme tumbukannya, karena— sial. lubang eren begitu sempit dan nikmat. sampai-sampai buat dirinya menggeram kala lagi-lagi penisnya dihimpit oleh dinding eren. membuat hujamannya semakin amburadul juga kasar.

“ahh nata, p–pelan brengsek.”

“fuck, ren. lubang lo enak banget demi tuhan.”

eren menjerit kan nama levi keras tatkala prostatnya ditumbuk beberapa kali.

“terus, ren. desain nama gue terus.” suara serak levi itu sialan. sukses sekali memprovokasi hormon miliknya yang menguar lebih banyak. tangannya menangkup dada berisi miliknya, sedikit diremas sebelum turun menuju kejantanan miliknya yang sudah mengeluarkan cairan putih di ujung penisnya. mengocok nya dengan ritme senada gempuran levi.

“akh! lebih, lebih.” kembali meracau lantang. eren seperti lupa akan entitas lain di rumah sang nenek. maka dari itu levi menurunkan badannya. mengarahkan kepalanya pada telinga eren. “jangan berisik.” ucap levi lirih. tangannya naik dan menyisakan dua jari panjang nan kurus itu ke arah bibir eren yang reflek dikulum oleh empunya. mengoral dan menekan lidah eren hingga liur keluar basahi dagu. menggelitiki dinding-dinding mulut eren, membuat lelaki itu meracau tidak jelas.

bersamaan dengan itu, levi mulai bermain dengan telinga eren, meniup hangat hingga bulu kuduk eren merinding, lantas menyapu daun telinga itu hingga basah oleh air liurnya.

menit demi menit berlalu. penyatuan mereka masih berlangsung di bawah sana. suara tamparan antara kulit dan kulit penuhi indera pendengaran masing-masing. eren menggerakkan pinggulnya berlawanan arah begitu dirasa penis levi semakin keras dan besar, membuat lubangnya terasa penuh. gempuran semakin cepat, geraman rendah dari levi jadi penghujung sebelum lelaki itu mencapai klimaksnya.

tubuh levi bergetar. mendesahkan nama eren kala cairan beningnya keluar secara keseluruhan. disusul oleh eren beberapa detik kemudian. dada mereka naik turun, mengambil oksigen rakus seakan-akan oksigen akan habis saat itu juga. levi melepas penyatuan mereka, melepas kondom dan diikat, kemudian ia buang ke tong sampah yang terletak di sebelah nakas.

keduanya saling bersitatap. memandang satu sama lain lama sebelum terkekeh bersamaan. levi mengambrukkan tubuhnya di samping eren, menarik kepala lelaki itu agar tidur di atas lengannya. satu kecupan singkat di pelipis levi beri. “capek?”

“lumayan.”

senyum tipis terpatri. jempol levi mengelus halus lengan eren yang mana buat empunya semakin mendusel ke dada bidangnya. “gue mau ngasih tau lo.”

“ngasih tau apa?”

levi diam. sedikit melirik ke arah eren yang tengah mendongak; tatap dirinya sambil menunggu jawaban. “mantan gue balik, loh. kaya omongan lo waktu itu.”

“nah, terus?”

“gak ada. ngasih tau doang.” pelukan tambah erat. “gue tau sifat dia kaya apa. makanya gue bilang sebelum terlambat. jadi kalo kedepannya ada apa-apa, gue minta lo percaya sama gue.”

“oh. jadi waktu itu lo nyuruh gue buat percaya sama lo, gara-gara mantan, tho? paham, paham. “ nadanya lumayan menyindir. disini levi mengerjap sebelum menggeleng kencang.

“gak, ian. gue tau lo mikir apa. tapi serius, gue udah gak ada perasaan sama sekali sama dia ataupun mantan gue yang lain.” posisi diubah menjadi menyamping. levi pandang eren telak di mata. “sumpah. gue cuma sayang sama lo doang.”

eren mendengus. “pembu— ungh.”

setan. jari levi luar biasa sukses porak porandakan kesadarannya. dengan lancang menelusup masuk ke dalam lubang analnya yang bahkan masih basah. bergerak maju mundur dengan cepat, seraya menggerus dinding rektumnya menggoda.

maka kali ini eren tahu, kegiatan panas mereka akan berlanjut dan gak berhenti disini. setelahnya bunyi tamparan antara kulit dengan kulit terdengar penuhi indera masing-masing. suara erangan juga desahan nikmat kembali bersahutan. suara kecipak basah dari pagutan kasar, serta bibir eren yang tak henti-hentinya menyebut nama 'levi, nata' dibalik desahannya mengalun indah.

keduanya tak berhenti bernyanyi hingga fajar menyambut.

tadarus

tarawih selesai. maka anak-anak yang lagi duduk di depan warung mang ukay sambil seruput teh sisri auto berdiri untuk jalan nuju masjid.

dua hari jalan puasa, masjid masih terbilang ramai diisi sama anak kecil dan beberapa orang tua komplek sana yang ikut tadarus. jalan bersisian dengan oikawa, kuroo pasang sarung yang masih disampirkan di bahu sambil jalan.

“eh masang sarung yang bener gimana, dah?” kuroo nyeletuk pakai suara lumayan keras yang mana bikin pasang mata reflek noleh ke arah dia. bokuto yang posisinya ada di belakang kuroo inisiatif tonyor kepala temannya itu kencang.

“goblok. anak mana sih, lu.” kata bokuto seraya balikkan badan kuroo supaya hadap dirinya. sarung ditarik sampai bikin empunya maju beberapa langkah. bokuto telaten benerin sarung kuroo– yang percuma karena gak ada hasil. sama aja, bokuto juga lupa cara pasang sarung yang bener kaya apa. maka decakan keras meluncur dari mulut kuroo sambil tatap bokuto jengkel.

“gimana sih, anying. goblok ngatain goblok.” bokuto nyengir lebar, lalu jalan lebih dahulu tinggalin itu anak. “rin, tolongin.” yang dipanggil ndongak. gak jawab, suna hampiri kuroo dan benerin sarung yang udah kusut.

“sama-sama.” kata suna. lantas jalan ke arah samping dan duduk anteng, terusin aktifitas mabarnya tadi yang sempat terhenti.

“lah gak ikut tadarusan?”

“dibilang gak bisa baca qur'an, bolot.” ketus suna.

“lah terus ngapain dimari?

“disuruh ngeramein masjid 'kan kata kita?” satu geplakan kencang di kepala kuroo layangkan. suna lempar ponselnya asal sebelum ngejar kuroo yang udah ngibrit keluar masjid sambil ketawa ngakak.

___________

bokuto, teru, oikawa, serta kuroo yang udah balik ke masjid duduk anteng di kursi panjang yang disusun U. suna betulan sama ucapannya yang gak ikut tadarus dan cuma ngeramein masjid semata, ikuti kalimat kitashin sewaktu di gc.

semua orang di masjid diam, nyimak seksama kitashin yang lagi baca al-qur'an dengan fasih. beberapa menit kemudian suara gaduh dari luar masjid terdengar. sebagian dari mereka tengok ke arah luar, dapati tanaka, noya, hinata, kageyama juga yaku yang lagi main sabetan sarung.

sendirinya juga tahu mulut mereka kaya apa berisiknya. apalagi hinata yang teriak-teriak ngaduh kesakitan gara-gara kena slepetan sarung di mata hasil perbuatan kageyama. alhasil, teru yang mau kedapat jatah baca al-qur'an total keganggu. fokusnya pecah jadi dua. antara grogi dapat giliran atau hasrat untuk lihat ke arah luar semakin tinggi.

“nih, ter.” kitashin nyodorin mic ke arah teru begitu selesai.

teru hirup nafas panjang untuk bilangin rasa geroginya yang makin gede. “Audzubillah Himinas Syaiton Nirojim, bismillahirrahmanirrahim.”

“IH KENTUT LO BAU BANGET, JIJIK.” – noya.

“AWOWKWOWK. HABIS BUKA SAMA TELOR LO, YA BANG?” – hinata

“kentutnya kaya bau belerang, .” – kageyama.

“shadaqallahul adzim.” – teru.

seisi masjid : ????

lost.

satu buket bunga tulip ia taruh ke dalam vas kaca. mengganti bunga lain yang sudah layu layaknya tak diberi makan oleh sang mentari.

kursi ditarik hingga berbunyi decitan, kemudian dudukkan pantatnya di kursi. menatap sekilas wajah eren yang tengah tertidur lelap sebelum menggenggam jemari lelaki itu lembut.

“hariku buruk, ren,” ucap levi memulai. “uang dibawa kabur sama karyawan. kacau total.” levi terkekeh serak. matanya menatap cincin perak yang tersemat di jemari manis eren. cincin yang sama persis dengan cincin miliknya, hasil kerja keras untuk jadikan eren sebagai pendamping hidup.

beralih tangan eren diletakkan di pipi. levi menggesekkan pipinya sendiri disana macam anak kucing. “kebiasaanmu begini kalau hariku lagi buruk, ren. kamu yang peluk aku sambil usap rambutku halus. ngomong panjang lebar, kasih aku semangat biar gak pundung. sekarang gak bisa, ya?” lagi-lagi levi tertawa serak.

“aksa dua minggu yang lalu ulang tahun, ren,” levi senyum simpul. tangannya yang menganggur terangkat untuk mengusap halus pipi tirus eren. “acara meriah, tapi tetep ngerasa kosong karena gak ada kamu disana.” levi tetap bercerita. menampik fakta bahwa kemungkinan besar eren tidak mungkin mendengarnya. kembali teringat akan insiden satu tahun belakang. dimana dirinya juga eren tengah berboncengan, membelah jalanan malam yang lenggang waktu itu.

tawa riang eren masih terdengar jelas di indera rungunya. sebelum mobil dengan kecepatan tinggi menabrak keduanya hingga eren terpental jauh dari jangkauan levi yang gagal menangkap tangan lelaki itu. keduanya berakhir di rumah sakit yang sama. satu bulan pasca kejadian itu, levi sudah dinyatakan sembuh. alih-alih bahagia, justru fakta yang didapat telak buat dirinya merasakan ngilu luar biasa. eren mengalami koma akibat benturan keras di kepala saat kecelakaan terjadi.

hari-hari dilewati dengan kehampaan. namun tanggung jawab akan sosok lelaki kecil yang masih berumur dua tahun buat dirinya harus bekerja keras.

“aksa kangen kamu, ren. pengin digendong papa lagi, katanya.” levi hembuskan nafasnya yang bergetar menahan tangis.

“aku juga kangen kamu, kalau boleh jujur. kangen suaramu, kangen ketawamu, kangen kamu marah gara-gara dapur dibikin berantakan. k-kangen—” levi menunduk, membiarkan kristal bening turun basahi pipinya. “kangen, ren. kangen.” ucap levi lirih sembari terisak kecil.

levi mendongak, menatap wajah eren sekilas. setelahnya ciumi jemari eren beberapa kali dengan deraian air mata yang masih mengalir. “anak-anak yang lain juga kangen kamu. apalagi jean, kangen berantem sama kamu katanya.” levi berdiri. tangannya mengusak surai eren ke belakang. “bangun, ya? kita jalan-jalan lagi kaya dulu.”

badan sedikit merunduk untuk mencium kening eren lama. bibirnya bergetar, air matanya kembali menurun lebih deras begitu suara monitor yang berhenti terdengar. sepersekian detik raungan keras yang keluar dari bibir levi terdengar hingga penuhi ruangan kamar inap eren.

dunianya hilang. separo hidupnya terenggut. lelaki yang— sumpah demi tuhan paling disayang telah tiada. erennya pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. menyisakan dirinya dalam rangkaian memori manis antara keduanya yang hanya bisa diingat dalam kepedihan.

-end.

intip

mari intip sedikit keluarga baru mereka di kala pagi hari. hitung-hitung jadi pelipur rindu akan sosok om dan bocil, iya?

sop ayam jadi menu sarapan pagi ini. senandung kecil keluar dari mulut eren, ikuti alunan musik yang disetel di spiker. sesekali tubuhnya akan bergoyang kesana kemari seraya gak hentikan aktivitas memotong sayur.

sama sekali gak tau ada lelaki di belakang yang tengah senyum gemas melihatnya. gerakan memotongnya berhenti begitu pingganya dipeluk halus oleh lengan kurus yang sudah ia hafal sekali.

“pagi, sayangku.” eren ucap manis sekali disini. tangan kanannya diangkat untuk mengusap singkat punggung tangan sang suami.

“pagi.” jawab levi. pundak eren dikecup sekilas sebelum tumpu dagunya disana. amati aktivitas eren yang tengah memotong brokoli. “masak apa?”

“masak kamu. sini kamu aku masak.”

“hush, ngomongnya.” perut dicubit main-main. dan tawa eren jadi tanggapan juga sambutan pagi untuk seorang levi.

“ini lepas. aku susah, ini, loh.” tangannya tepuk punggung tangan levi yang justru makin eratkan pelukannya. bahkan duselkan wajahnya di ceruk leher seraya kasih ciuman kupu-kupu disana.

“susah, bangsat. ini— lepas dulu, ih!” eren teriak jengah. perut levi disikut sampai empunya meringis. pelukan di pinggang belum dilepas juga sama levi. “lepas, gak?”

“gak mau.” levi menggeleng. pelukan yang tambah kencang itu buat eren kesal setengah mampus.

“lepas. pagi-pagi jangan bikin emosi.” gumaman malas jadi balasan. eren hela nafas berat dibuatnya.

“kaak.” ini sedikit merengek.

“apa, adek?”

“lepas, ya?”

levi decak sebal, lalu gelengkan kepalanya kembali. “gak mau, aku bilang. mau peluk, mau cium, mau dusel kamu. udah. itu tok.”

ho. si dominan lagi mode clingy, ya?

eren terkikik gemas. “iya. masalahnya aku lagi masak. kamu peluk terus, aku susah gerak.”

“ya jangan dibikin susah. ribet.”

“kok ngeselin?”

“ya orang tinggal motong. aku melu juga diem gini, kok.”

“yaudah lepas.”

“gak.”

“lepas.”

“gak ma—”

“aku lagi bawa pisau omong-omong.”

oke. itu seram.

berakhir pelukan dilepas. eren membalikkan tubuhnya menghadap sang suami. wajahnya masam sekali, macam anak kecil yang merajuk.

“nanti peluk sampe pegel, kok. santai.”

“udah expired.”

“gitu doang ngambek masa?”

“meh.”

eren hendik bahu cuek. kemudian lanjutkan kembali aktivitasnya yang tertunda. “yaudah sih. kamu ini yang pengin, bukan aku.”

kaki levi naik untuk tendang pantat eren gak santai sebagai protes. dan kemudian tawa eren menggelegar hingga penjuru rumah.

puncak

ketukan pintu dua kali buat levi beranjak dari posisinya. tungkainya ia seret malas menuju pintu. pintu dibuka dan pemandangan wajah eren adalah hal pertama yang levi dapatkan. saling pandang sejenak sebelum satu alis dinaikkan. “ngapain?”

gak dijawab. justru satu pelukan kencang levi dapatkan siang ini. pelukannya kencang sampai buat levi sesak sendiri. niat hati ingin longgarkan pelukan urung manakala pundaknya basah ditambah suara isakan kecil terdengar.

eren nangis.

“kangen.” cicit eren lirih. pelukannya tambah erat; inginkan levi membalas pelukannya. namun nihil.

“ngapain nang—”

“siapa, vai?” vokal halus nan serak itu buat keduanya alihkan atensi untuk sekedar menoleh ke belakang.

eren mendongak. gurat wajah kaget tercetak jelas begitu lihat sosok wanita berambut pirang sedang berjalan ke arah nya juga levi. hingga pandangan mereka berdua bertemu, bisa dilihat wanita itu tersenyum lembut ke arahnya. “halo?”

...

isakannya tambah kencang. wajahnya ia telengkupkan ke dalam lipatan tangan. fakta bahwa lelaki yang– setengah mampus eren sayangi menatapnya dengan kosong sembari hisap nikotinnya santai. wajahnya datar ditambah binar mata yang sudah hilang buat hatinya telak ngilu. pikirannya tambah semrawut. berbagai pikiran negatif mulai muncul saat itu juga. ditambah status wanita tadi yang bahkan eren gak tau siapa, buat tangisnya makin pecah.

“niatmu kesini cuma buat nangis, mending pulang, ren.” celetuk levi setelah hening cukup lama.

“gak guna kamu kamu nangis disini.”

isakannya berhenti. eren sedikit mendongak untuk lihat wajah levi yang masih datar menatapnya. walaupun gak menampik, eren bisa lihat kantung mata lelaki itu menghitam. bahkan eren bisa rasa tubuh lelaki itu tambah kurus saat peluk tadi.

“omonganmu nyelekit. sakit hati loh, aku.” eren ketawa sengau. “seneng kamu putus sama aku 'kan?”

“gak usah ngaw—”

“gak ada yang ngawur,” ucapannya dipotong. tangannya usap air mata yang turun walaupun itu percuma: karena nyatanya makin deras. “kamu bawa cewek ke kos itu ngapain, aku tanya? habis having sex apa gimana?”

levi murka total disini. wajahnya mengeras dengan giginya menggertak tahan emosi yang membuncah.

“pulang, kamu.”

“nah, sekarang apa?” wajah mendongak pongah. “aku ngomong apa malah dapet usiran?”

“kenapa juga kamu kesini kalo bikin emosi?” eren bungkam. retina menatap ke arah luar, dimana wanita tadi sedang duduk dengan bilah bibir yang mengapit batang rokok.

“pulang.” ulang levi. “emosi ku lagi tinggi. jangan sampe aku main tangan ke kamu.”

eren menoleh. tatap levi telak di mata. “terus urusanku apa? aku cowok kalau kamu lupa.”

eren tersentak begitu asbak dibanting gak santai ke meja kaca. bahkan sampai sosok wanita tadi masuk ke dalam.

sialan, levi emosi sekali disini.

“gak butuh omongan basi. lo pulang. sekarang.”

“gak ma—”

“lo pulang, bangsat!”

eren kembali tersentak. tatapan mata levi berubah tambah tajam, dan dada yang naik turun menandakan bahwa lelaki itu total murka disini.

“maaf.”

“basi, anjing. pulang, lo.”

“lo yang ben—”

“lo diem.” ucapan nanaba dipotong. levi kembali menatap eren yang kembali menangis. setelahnya jalan ke arah pintu dan dibuka lebar-lebar. “pulang.”

final.

berakhir eren bangkit dari duduknya dan jalan ke arah pintu. turuti perkataan levi. berjalan sambil menunduk, sebisa mungkin hindari pandangan levi.

entitas eren hilang. levi sandarkan punggungnya seraya pijit batang hidung nyaris frustasi.

bangsat, emosi.

dirinya juga gak mau segitu emosinya kalau boleh jujur. namun kala dengar pelontaran eren yang segitu gamblang tuduh dirinya lakukan hal yang enggak-enggak buat emosinya membuncah.

tubuhnya limbung begitu lengannya ditarik. dan satu tamparan keras di pipi levi dapatkan. levi menoleh ke arah nanaba dengan kernyitan dahi.

“apa? gak terima?” ketus nanaba.

“lo ngotak anjir,” telunjuknya dorong kening levi emosi. “anak orang lagi nangis, lo suruh pulang? jalan kaki? hati lo dimana, brengsek?”

levi bungkam. matanya menunduk. akal warasnya baru sadar, dirinya juga kelewat batas tadi.

“sekarang samper anaknya pake mobil atau apa lah. sebelum anaknya udah jauh. sekarang.”

...

melenggang pergi dengan kepala yang menunduk; tutupi wajah sembab karena gak berhenti nangis.

bibir bawah digigit kuat. aksi pongahnya di luar kontrol, sumpah. bahkan eren sadar dan paham betul levi segitu murkanya tadi juga karena dirinya. omongannya di luar kontrol, wajar kalau levi emosi. dan eren rutuki mulutnya yang segitu gamblang ucap hal kelewat sensitif.

langkahnya berhenti manakala rover hitam berhenti di sisi. melirik takut kalau saja itu penculik atau kemungkinan buruk yang lain. namun begitu kaca mobil diturunkan, eren bisa lihat sosok levi yang tengah duduk di kursi kemudi.

“masuk.”

memilih patuh untuk masuk ke dalam mobil, berhubung dirinya sudah jadi tatapan melas di mata orang yang berlalu lalang. juga, gak mau tambah perkara lain.

rover hitam dilajukan pelan. mobil diisi hening. hanya suara putaran musik yang terdengar.

atmosfer canggung. eren tipikal cowok berisik. dan dengan kondisi seperti ini sedikit banyak bikin levi gak nyaman.

lama saling membisu. levi fokus setir mobilnya ke antah berantah dengan eren yang masih betah pandangi jalanan dari jendela. mobil ditepikan. jalanan sekitar sepi itu bonus untuk mereka berdua.

“maumu apa sebenernya?” ucap levi halus memecah hening. dan diamnya eren buat levi hela nafasnya berat. “ajakin putus tiba-tiba tanpa kasih penjelasan, maksudmu apa?”

“adek.” panggil levi kala eren masih juga diam.

“katamu gak ada yang menarik, 'kan?” jawab eren lirih. disini alis levi menyatu, gak paham sama apa yang eren bilang barusan.

“gimana?”

“gak ada yang menarik. aku denger sekilas waktu itu, kak.”

fatal. mantan salah persepsi bos.

“aku bilang begitu dan kamu buletin persepsi ngaco mu itu? iya?”

eren kicep.

“ada jalan keluar yang bagus selain opsi putus, kalau otakmu dipake, ren.”

“gak usah galak. gak suka.”

“ya, oke, maaf,” angguk kepala pasrah. benarkan posisi duduknya jadi menyamping ke arah eren. “gak ada yang menarik, iya. tapi bisa 'kan diomongin baik-baik tanpa bilang putus begitu?”

“kamu juga iya-in ajakan ku waktu itu.”

“mau mu begitu aku bisa apa? pikirmu aku gak sakit hati?” kembali hela nafas kesekian. “ada opsi lain buat perbaiki hubungan, ren. kamu udah gede, otakmu juga tau opsi apa yang aku maksud disini.”

“maaf,” eren menoleh ke arah levi. “omonganku tadi kelewat batas.”

“oh? sadar diri?” ketusnya. berdecak malas kala lihat lagi-lagi eren kembali jauhkan air matanya. gak peduli sama matanya yang membengkak. tangannya masuk saku, merogoh sesuatu lalu dilempar ke arah eren.

mata eren lirik sekilas ke arah sapu tangan yang tergeletak di pahanya. “di lap. gak usah dikucek terus matamu.”

“cengeng. apa-apa nangis.” lanjut levi.

“berisik.”

“gamblang sekali ya?” levi terkekeh miring. “ngatain baru having sex sama orang. seberapa bajingan aku di matamu, ren?”

eren menatap balik levi. mata lelaki itu redup bahkan diisi lara. eren meringis karena rasa bersalahnya makin tinggi. “aku kan udah minta maaf?”

“benerin kalo bawa mulut.”

salah lagi, ya.

eren masih sadar diri, kok.

...

posisi saling hadap. levi sandarkan punggung di kaca mobil sambil silang tangan di dada.

“ngapain masih berdiri? masuk, ren.”

gerbang depan. eren masih betah berdiri di posisinya. tangannya diremat, bibir dalamnya digigit kecil seraya tatap levi.

di sini eren bimbang. hasrat untuk peluk lelaki pendek di depannya sangat tinggi. sedikit banyak eren rindu akan pelukan hangat, ciuman sayang dan usapan halus di kepala yang diberikan oleh levi.

“apa lihat?”

peduli setan. turunkan gengsinya sekali karena eren gak tahan untuk gak peluk lelaki di depannya kencang.

“sesak, anjing.”

“kasar.”

“sesukaku.”

levi meringis kala pelukannya tambah erat. “sesak, anjir re—”

“bales peluk.” kata eren. “kakak, peluk.”

levi diam. tangannya yang masih menggantung di sisi badan buat eren makin duselkan wajahnya ke ceruk leher. “kak,”

“gak mau.” tolak levi. “ngapain peluk mantan?”

eren merengut. pelukannya dilepas, pandangi levi pakai tatapan malas.

“apa? masuk sana. aku mau pulang.”

levi jengah. hendik bahunya cuek, lalu buka gagang pintu mobil. abai total sama eren yang semakin merengut.

“duluan, ya? mantan.” katanya begitu, lantas lajukan rover hitam nya pergi dari kediaman eren.

gak ada pelukan hangat dan ciuman penutup hari, kali ini.

ya sadar diri. sama mantan kok minta cium?

informasi

sore hari ini cerah sekali. seperti senyum arsen yang merekah begitu tahu dirinya akan terjerat bebas dari sisi ajaib zeke.

mata eren sapu sekitar. ada warung kecil yang berdiri sebelah area parkir. dan tempat kos yang bersih itu jadi jackpot tersendiri untuk arsen.

“berat, bangsat, sen.”

“lemah. satu kardus doang.”

berakhir kardus diletakkan di aspal. mahes tatap arsen sebal seraya berkacak pinggang. “angkat sendiri, sono. gue mau samper yang lain.” katanya. lalu jalan hampiri brian dan yang lain, tinggalkan arsen yang masih berdiri di ambang gerbang.

berdecak sebal. disini arsen merengut, sedikit merundukkan badan untuk mengambil kardus bawaannya yang sial— itu betulan berat.

“sini, gue bantuin.” suara barusan total alihkan atensi arsen. tatap pemuda yang sedikit lebih pendek darinya.

hidung mancung, jawline yang tegas ditambah rambut undercute pemuda itu yang bergoyang kena semilir angin sukses buat arsen berdecak kagum.

ganteng.

“mau berdiri terus?”

arsen kerjapkan mata. garuk tengkuknya canggung seraya kasih cengiran malu. “a-ah, sorry. yaudah ayo, bang.”

“anak baru?”

“iya.” jawabnya singkat. “kamar gue di lantai dua, ya, bang. nomor enam.”

dapati anggukan dua kali. setelahnya mereka berjalan dengan diam. arsen curi lirikan, sedikit kagum dengan lelaki di sebelahnya yang kuat membawa kardus miliknya dengan kalem. terkesan santai dan gak ada beban sama sekali.

“lo kecil tapi kuat, ya, bang.”

“gimana?” langkahnya berhenti sejenak pada undakan tangga. disini, arsen baru sadar sama ucapannya barusan. reflek bibirnya digigit kuat efek panik. namun begitu pemuda di depannya kekeh simpul, arsen betulan rasa ada kupu-kupu di dalam perut kalau boleh hiperbola.

“kaku banget? santai kali?” ucapnya. langkah kembali dilanjutkan menuju kamar tujuan. arsen jalan diam di belakang; buntuti pemuda di depannya.

macam anak ayam.

“gue taruh sini, ya?” arsen manggut. setelahnya ucap makasih sambil senyum manis.

“mau sekalian dibantuin nata baju, gak?”

“eh, gak usah. bisa kok.”

“yaudah, gue balik kalo gitu.”

posisi masih berdiri di depan kamar. arsen nyatanya masih betah pandangi punggung lebar lelaki itu. mata menatap ke arah bawah begitu dirasa ada yang kurang.

“nama gue arsen! lo siapa?”

langkah berhenti. arsen bisa lihat bagaimana lelaki itu menoleh ke arahnya sambil naikkan satu alis sebelum senyum simpul. “saka. levi sakala.”

dan dua informasi yang arsen dapat pada sore ini: namanya saka. dan malfungsi jantungnya setiap berdiri di sebelah pemuda itu.

apa ya gak tau ini cuma percobaan tok hahahahahahaha

final

tiba hari yang ditunggu. satu tahun lewat sudah. keduanya makin dekat dan tahu cerita masing-masing yang belum pernah diceritakan.

mengundang hanya lima puluh tamu undangan. teman, dan kerabat dekat. outdoor jadi pilihan untuk latar tempat. taman di dekorasi sesimple mungkin.

dan disini, levi tengah gugup setengah mampus. tuxedo hitam dan rambut yang disisir rapi. levi ganteng sekali hari ini.

“kalem, bos.”

“nervous, bangsat. asli. mau kabur.”

“malu sama titid, goblok.”

ditemani oleh farlan yang masih setia dampingi temannya di ruang rias. menghela nafas jengah begitu lihat levi yang lagi-lagi meremas tangannya yang berkeringat.

“yut,”

“apalagi, setan?” farlan jengah, berakhir keplak kepala levi lumayan sadis. “san—”

“aduh, le. ini kok malah dikeplak loh, gantengnya. rambutnya kan jadi berantakan.” ibu perias datang, kasih tatapan sebal ke arah farlan yang menggaruk tengkuknya canggung.

“nah, udah ganteng. awas kalo dikeplak lagi.” kepala reflek mundur manakala ibu perias menodong kipas. lalu melenggang pergi.

“rame?”

farlan menoleh. kemudian duduk di kursi. “rame. rombongan abangnya eren dibawa semua kemari.”

“levi. ayo.” suara berat menginterupsi keduanya. levi menoleh dan dapati kenny yang berdiri di ambang pintu.

mengangguk mantap. levi berdiri dan keluar dari ruangan.

:

satu hal yang jadi fokus levi saat ini adalah;

eren. dengan rambut panjang yang dikuncir rapi ditambah tuxedo putih cerah baluti tubuh pemuda manis itu. berjalan pelan mengikuti iringan piano dengan bunda carla yang bersanding disamping anaknya.

levi diam, terpesona. ada dua orang cantik di depan mata. bahkan suara ricuh akibat teriakan dari teman-teman eren total terabaikan.

“WEEE MANTEN WOY MANTEN!” – conny.

“KALEM REN KALEM! NTAR KESANDUNG GUE KETAWAIN.” – jean

“JIAH MUKA LO LEMPENG BENER VAI!” – mike

“UDAH DIEM WOY, GOBLOK!” – farlan

“BACOT ANJIR GUE LAGI MAKAN.” – sasha

“berisik.” disusul oleh kenny yang beri lirikan tajam ke arah mereka yang sontak tutup mulutnya rapat-rapat. kembali fokus ke arah altar dimana dua lelaki sedang berdiri disana. saling menatap satu sama lain.

“santai, om. lemes, lemes.” eren berucap lirih lalu terkikik lucu.

“sialan. sendirinya juga gugup mati.”

“oh, udah gak. ada sekumpulan orang idiot disana, gugup hilang.” eren menunjuk ke arah tamu undangan, persis pada bangku yang diduduki oleh jean dan kawan-kawan.

levi balas senyum. kembali menatap puja lelaki di depannya tanpa kedip.

jika ditanya definisi indah menurut levi itu apa, eren lah jawabannya. bahkan jika boleh hiperbola, eren luar biasa indah melebihi apapun yang ada dunia.

halah.

deheman pastur buyarkan lamunan mereka. lalu membacakan janji suci yang dijawab oleh keduanya tanpa ragu.

janji suci selesai. mata eren merah, tahan nangis. seratus persen gak bakal menyangka kalau keduanya sudah sah. bahkan pelafalan levi yang begitu tegas dan mantap kala ucap janji suci akan se mengharukan itu.

pasang cincin. tangan eren ditarik lembut untuk levi semat kan cincin perak di jari manis pemuda itu. tangan sedikit bergetar yang mana buat eren tahan tawanya. “jangan ketawa.”

“iya gak ketawa.”

kendati demikian, kristal bening turun basahi punggung tangan. levi mendongak dan tertawa renyah lihat eren yang sudah menangis. “nangisnya pending dulu. masukin cincin buat aku dulu, dong.” eren manggut lucu. berakhir pasangkan cincin, sama yang seperti levi lakukan tadi.

final. keduanya telah sah dan akan memasuki kehidupan yang sebenarnya.

sesi berciuman. bibir keduanya menempel lama. gak ada nafsu disana, melainkan ciuman sayang yang diutarakan. mata keduanya saling tatap, pancarkan binar jatuh cinta. tersenyum di sela bibir yang terpaut. lalu tawa menggelegar levi terdengar, peluk gemas tubuh eren yang menangis di pundaknya.

beberapa tamu undangan tersenyum haru melihat keduanya. orang tua masing-masing gak sanggup untuk tahan air matanya. bahkan hange juga mikasa turut menangis.

ciuman dilepas. dahi juga hidung saling menempel. telapak tangan levi tangkup pipi eren dan dibelai halus. “halo, pengantin baru.”

“halo juga, pengantin baru.” eren senyum manis. gigit ujung hidung levi keras sampai buat empunya meringis.

“NANTI MALEM EWEEHH. ASHOYY.” dimulai oleh conny yang teriak sambil berdiri. jadi pusat perhatian yang pasti. tapi ya namanya conny, peduli setan. toh yang lain juga ikutan.

“STREAMING KAKAK.” – reiner

“GANTI GAYA GANTI GAYA.” – jean

“JANGAN DI KOS LAGI, YUT. BUDEG TELINGA GUE.” – farlan

“COCOT ANJIR, WOY.” – armin

dan taman yang dijadikan latar tempat berubah jadi ramai akibat gelak tawa dari para tamu undangan.

gak salah kalau eren sebut mereka kumpulan orang idiot 'kan?

“bodoamat! party cuy!”

dan suara dentuman DJ yang dimainkan oleh porco terdengar. menambah suasana jadi ramai. para tamu undangan berkumpul di titik tengah dan berjoget bersama di sana. pengecualian untuk orang dewasa yang memilih untuk berbincang antar sesama.

bisa dilihat suasana jadi ricuh akibat farlan dan jean yang berebut mic untuk bernyanyi.

“gue dulu, anjing.”

“gue dulu, bangsat.”

“gak. gue dulu, gak? ngalah gak lo?!”

“bodoamat. pokoknya gue dulu.” saling tarik ulur dan gak ada yang mau mengalah. “mikasa udah nungguin suara gue, goblok.”

“lah isabel juga udah nungguin gue nembak, ngentot.”

berakhir mic direbut oleh zeke yang mengenakan suit putih. “lama lo berdua.” ucapnya. lalu berjalan ke arah panggung kecil.

“ekhem! mohon perhatiannya, teman-teman.” suara bariton zeke sukses buat para tamu undangan juga kedua pengantin menoleh ke arahnya.

“gue mau nyanyi.”

“NYANYI TINGGAL NYANYI ANYING.” – hange

“gak peduli gua, anjir. mau lo berak disono juga bodoamat gua.” – erwin

“gak usah nyanyi, gak usah! suara lo jelek bang! fales, fales!” – conny, julid.

“yee, botak ngejek lo ya?” zeke balas gak terima. “udah, lo pada diem dulu, anjir. tahan tahan nih gue biar gak ngomong kasar.”

gelak tawa terdengar kembali. “jadi gue mau nyanyi. galau lah pokoknya, soalnya gue keduluan sama adek gue.” zeke menoleh ke arah eren yang ketawa lebar. “anying, lo. ya udah dengerin.”

“tot, sini.” yang punya nama manggut. berthold maju sambil bawa gitar. dan setelahnya petikan gitar juga suara zeke yang ternyata enak didengar penuhi taman itu.

dan begitu. sampai levi serta eren turun, ikut mengumpul bersama dengan yang lain. sampai di mana teriakan meriah terdengar begitu jean yang menyatakan cintanya kepada mikasa melalui perantara lagu. dan sorakan 'cie' dan 'hore' penuhi indera mereka tatkala mikasa mengangguk meng-iyakan.

final, ya? mereka sudah paten. kalian kapan?

restu

“hayo, lagi ngapain.” fokus keduanya beralih menatap jean yang barusan masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu atau bahkan mengucap salam.

“manja bener lo, bi.” jean mencibir kala melihat eren yang mengusel manja dalam dekapan levi.

“yang jomblo diem aja.”

“udah punya gue, mah. maaf maaf aja.”

“sama farlan?” levi menyahut. lantas ketawa begitu kepalanya ditabok kesal oleh jean.

levi melepas pelukan, beralih beranjak dari kasur dan seret kakinya ke area belakang untuk mengambil mangkuk.

“bau sperma, anjing!” teriakan jean sukses buat levi dan eren ketawa ngakak. “jorok banget sprei nya gak diganti.”

“nanti, lah. gampang. sengaja biar lo nyium.”

jean putar matanya jengah. setelahnya kamar kos levi diisi hening. hanya ada suara petikan gitar dari jean yang sedang bersenandung lirih.

“buset, brutal amat bos mainnya.” celetuk jean tatkala lihat banyak ruam bercak ungu di tulang selangka eren.

“maklum. lama gak silaturahmi.” levi kembali menyahut sambil arahkan sendok ke dalam mulut eren secara telaten. jean yang melihat itu reflek senyum tipis.

“eh, bentar bi,” eren menoleh, pasang raut bertanya ke arah jean yang kini berjalan ke arahnya. tangan sebelah kiri milik eren diangkat. fokus jean langsung ke arah jari manis eren.

“SUMPAH?!” jean menatap keduanya bergantian, dan anggukan kepala mereka berikan. jean kembali membolakan matanya. “kapan?!”

“kemarin.” jawab eren santai, kembali menoleh ke arah levi kala pemuda itu mengarahkan sendok ke arahnya.

“bi.” panggil jean. levi tahan ketawa begitu lihat muka jean yang memelas dramatis. kemudian tubuh eren dipeluk erat oleh jean seraya diguncang gemas.

“ini apa sih— aduh!”

“masa lo tega sih sama gue, bi.”

“tega apaan?”

“ya tega.”

“ya tega apaan!”

“ya tega!” jean balas teriak. “pokoknya lo tega sama gue, bi.”

disana levi gelengkan kepalanya gak habis pikir. “udah, yan. eren muntah, lo yang repot sendiri nanti.”

jean manut. lepas pelukannya dan ikut duduk dikasur.

“gak nyangka gue, bang.”

“di nyangka-in aja kalo gitu,” levi terkekeh. taruh mangkuk yang sudah kosong di nakas. “nanti gue mau minta restu. doain dong.”

“ah gak mau. lo bawaannya sensi mulu sama gue.”

“ya anjir. jahat bener.”

“hehe, bercanda,” jean menyengir lebar. “iya. semoga sukses.”

sukses?

ya. semoga.

:

sorenya.

restu dari mama kuchel sudah didapat. dan ruang tamu yeager jadi tujuan akhir untuk keduanya meminta restu.

empat orang saling duduk berhadapan disana. suasana tegang bercampur gugup. keringat dingin turun di pelipis eren yang tengah menggerakkan kakinya resah. bahkan pendingin ruangan jadi malfungsi akibat aura yang dikeluarkan oleh lelaki dominan disana.

mata eren menatap bergantian sepasang bola mata levi juga ayah. kedua mata tajam mereka saling bertatapan, layaknya kasih isyarat satu sama lain dalam diam.

“ada apa?” suara tegas ayah memecah hening. ayah sandarkan punggungnya, bersedekap dada sambil menatap levi.

“saya mau minta restu ayah dan bunda, buat nge paten eren ke jenjang yang lebih serius.”

eren disana sedikit terkejut dengar intonasi levi yang berubah tegas, juga panggilan 'saya' yang menunjukkan bahwa pemuda itu tengah serius.

“punya apa kamu? sampai mau nge paten anak saya?”

“modal sayang.”

ayah menaikkan satu alisnya. “anak saya mau dikasih makan sayang tok, begitu? kamu serius gak disini? kalau gak ada niatan serius. ayah usir kamu sekarang.”

eren bolakan matanya kaget. mulutnya sudah terbuka; niat ingin mengeluarkan suara namun urung manakala tangannya digenggam erat oleh jemari levi.

“saya total serius disini,” kata levi. tangannya merogoh saku jaket denimnya dan meletakkan satu buah kunci ke atas meja. “satu buah kunci rumah, juga,” levi menjeda. ambil tangan kiri eren lalu ia tunjukkan ke arah kedua orang dewasa itu. “satu buah cincin perak di tangan eren jadi bukti se serius apa saya ke anak anda.”

ayah diam. matanya masih betah pandangi benda yang ada di jari manis anaknya itu sebelum kembali menatap levi.

“dapet duit dari?”

“hasil kerja satu bulan, ditambah duit tabungan, dan sedikit bantuan dari kenny, paman saya.”

“ho,” ayah manggut. “kepikiran omongan ayah? atau kamu merasa tersindir?”

levi mengangguk. “kalau boleh jujur, sedikit banyak merasa tersindir telak. tapi, terlepas dari itu, memang udah dari lama ada niatan buat jadikan eren hak paten.”

disana ayah ketawa lebar. seruput tehnya sebelum kembali berucap: “padahal ayah cuma bercanda loh, perihal perjodohan itu.”

satu fakta yang buat eren marah. wajahnya menekuk, dan tubuh reflek berdiri. “ih ayah apa—”

“eren.” suara levi hentikan ucapan eren. “tahan.”

“anak kecil gak usah ikutan.” ayah ketawa lagi. “gak ikhlas ya kalo eren dikasih ke orang lain?”

“gak ikhlas sekali. jelas.”

ayah mengangguk seraya kasih senyum tipis.

“jadi, ayah?”

“iya. ayah kasih restu. dilihat-lihat eren juga bahagia terus kalo sama kamu. ayah bisa apa.”

“bunda?”

“bunda mah ikut eren,” bunda menatap eren lembut. “eren mau gak sama levi?”

“ya mau, lah!” jawab eren semangat.

senyum levi merekah disana. bahagia total yang pasti.

“nah, jadi, rencana kapan nikah?” bunda berceletuk.

“tahun depan.”

“dan kenapa begitu?” tanya ayah.

“mau cari kerjaan yang tetap dan mapan. hidup layak,” levi menoleh ke arah eren. keduanya bertatapan dan saling lempar senyum. tangan levi terangkat untuk usak surai eren. “biar eren bahagia dan kasih saya senyum setiap harinya.”

eren bisa lihat tatapan serius di kedua obsidian levi. senyum bangga ayah dan bunda terpatri di wajah masing-masing. anaknya punya sosok yang sebegini serius dan tulus, orang tua mana sih yang gak senang?

eren gak bisa untuk gak peluk erat lelaki disampingnya. lagi-lagi levi buat dirinya jatuh berkali-kali ke dekapan pemuda itu. tawa serak levi bikin eren eratkan pelukannya.

ayah dan bunda memilih untuk beranjak; membiarkan keduanya menikmati euphoria yang sedang menyelimuti mereka.

levi membalas pelukan eren dan digoyang kan gemas ke kanan dan kiri. “makasih.”

eren mengangguk di dalam dekapan levi. “kembali kasih.”

longgarkan pelukannya dan tangkup kedua pipi eren. “nunggu satu tahun lagi. bisa?”

“pasti.”

restu sudah didapat. satu langkah lagi menuju final, ya?

restu

“hayo, lagi ngapain.” fokus keduanya beralih menatap jean yang barusan masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu atau bahkan mengucap salam.

“manja bener lo, bi.” jean mencibir kala melihat eren yang mengusel manja dalam dekapan levi.

“yang jomblo diem aja.”

“udah punya gue, mah. maaf maaf aja.”

“sama farlan?” levi menyahut. lantas ketawa begitu kepalanya ditabok kesal oleh jean.

levi melepas pelukan, beralih beranjak dari kasur dan seret kakinya ke area belakang untuk mengambil mangkuk.

“bau sperma, anjing!” teriakan jean sukses buat levi dan eren ketawa ngakak. “jorok banget sprei nya gak diganti.”

“nanti, lah. gampang. sengaja biar lo nyium.”

jean putar matanya jengah. setelahnya kamar kos levi diisi hening. hanya ada suara petikan gitar dari jean yang sedang bersenandung lirih.

“buset, brutal amat bos mainnya.” celetuk jean tatkala lihat banyak ruam bercak ungu di tulang selangka eren.

“maklum. lama gak silaturahmi.” levi kembali menyahut sambil arahkan sendok ke dalam mulut eren secara telaten. jean yang melihat itu reflek senyum tipis.

“eh, bentar bi,” eren menoleh, pasang raut bertanya ke arah jean yang kini berjalan ke arahnya. tangan sebelah kiri milik eren diangkat. fokus jean langsung ke arah jari manis eren.

“SUMPAH?!” jean menatap keduanya bergantian, dan anggukan kepala mereka berikan yang mana buat jean kembali membolakan matanya. “kapan?!”

“kemarin.” jawab eren santai, kembali menoleh ke arah levi kala pemuda itu mengarahkan sendok ke arahnya.

“bi.” panggil jean. levi tahan ketawa begitu lihat muka jean yang memelas dramatis. kemudian tubuh eren dipeluk erat oleh jean seraya diguncang gemas.

“ini apa sih— aduh!”

“masa lo tega sih sama gue, bi.”

“tega apaan?”

“ya tega.”

“ya tega apaan!”

“ya tega!” jean balas teriak. “pokoknya lo tega sama gue, bi.”

disana levi gelengkan kepalanya gak habis pikir. “udah, yan. eren muntah, lo yang repot sendiri nanti.”

jean manut. lepas pelukannya dan duduk ikut duduk dikasur.

“gak nyangka gue, bang.”

“di nyangka-in aja kalo gitu,” levi terkekeh. taruh mangkuk yang sudah kosong di nakas. “nanti gue mau minta restu. doain dong.”

“ah gak mau. lo bawaannya sensi mulu sama gue.”

“ya anjir. jahat bener.”

“hehe, bercanda,” jean menyengir lebar. “iya. semoga sukses.”

sukses?

ya. semoga.

:

sorenya.

restu dari mama kuchel sudah didapat. dan ruang tamu yeager jadi tujuan akhir untuk keduanya meminta restu.

empat orang saling duduk berhadapan disana. suasana tegang bercampur gugup. keringat dingin turun di pelipis eren yang tengah menggerakkan kakinya resah. bahkan pendingin ruangan jadi malfungsi akibat aura yang dikeluarkan oleh lelaki dominan disana.

mata eren menatap bergantian sepasang bola mata levi juga ayah. kedua mata tajam mereka saling bertatapan, layaknya kasih isyarat satu sama lain dalam diam.

“ada apa?” suara tegas ayah memecah hening. ayah sandarkan punggungnya, bersedekap dada sambil menatap levi.

“saya mau minta restu ayah dan bunda, buat nge paten eren ke jenjang yang lebih serius.”

eren disana sedikit terkejut dengar intonasi levi yang berubah tegas, juga panggilan 'saya' yang menunjukkan bahwa pemuda itu tengah serius.

“punya apa kamu? sampai mau nge paten anak saya?”

“modal sayang.”

ayah menaikkan satu alisnya. “anak saya mau dikasih makan sayang tok, begitu? kamu serius gak disini? kalau gak ada niatan serius. ayah usir kamu sekarang.”

eren bolakan matanya kaget. mulutnya sudah terbuka; niat ingin mengeluarkan suara namun urung manakala tangannya digenggam erat oleh jemari levi.

“saya total serius disini,” kata levi. tangannya merogoh saku jaket denimnya dan meletakkan satu buah kunci ke atas meja. “satu buah kunci rumah, juga,” levi menjeda. ambil tangan kiri eren lalu ia tunjukkan ke arah kedua orang dewasa itu. “satu buah cincin perak di tangan eren jadi bukti se serius apa saya ke anak anda.”

ayah diam. matanya masih betah pandangi benda yang ada di jari manis anaknya itu sebelum kembali menatap levi.

“dapet duit dari?”

“hasil kerja satu bulan, ditambah duit tabungan, dan sedikit bantuan dari kenny, paman saya.”

“ho,” ayah manggut. “kepikiran omongan ayah? atau kamu merasa tersindir?”

“kalau boleh jujur, sedikit banyak merasa tersindir telak. tapi, terlepas dari itu, memang udah dari lama ada niatan buat jadikan eren hak paten.”

disana ayah ketawa lebar. seruput tehnya sebelum kembali berucap: “padahal ayah cuma bercanda loh, perihal perjodohan itu.”

satu fakta yang buat eren marah. wajahnya menekuk, dan tubuh reflek berdiri. “ih ayah apa—”

“eren.” suara levi hentikan ucapan eren. “tahan. duduk.”

“anak kecil gak usah ikutan.” ayah ketawa lagi. “gak ikhlas ya kalo eren dikasih ke orang lain?”

“gak ikhlas sekali. jelas.”

ayah mengangguk seraya kasih senyum tipis.

“jadi, ayah?”

“iya. ayah kasih restu. dilihat-lihat eren juga bahagia terus kalo sama kamu.”

“bunda?”

“bunda mah ikut eren,” bunda menatap eren lembut. “eren mau gak sama levi?”

“ya mau, lah!” jawab eren semangat.

senyum levi merekah disana. bahagia total yang pasti.

“nah, jadi, rencana kapan nikah?” bunda berceletuk.

“tahun depan.”

“dan kenapa begitu?” tanya ayah.

“mau cari kerjaan yang tetap dan mapan. hidup layak,” levi menoleh ke arah eren. keduanya bertatapan dan saling lempar senyum. tangan levi terangkat untuk usak surai eren. “biar eren bahagia dan kasih saya senyum setiap harinya.”

eren bisa lihat tatapan serius di kedua obsidian levi. senyum bangga ayah dan bunda terpatri di wajah masing-masing. anaknya punya sosok yang sebegini serius dan tulus, orang tua mana sih yang gak senang?

eren gak bisa untuk gak peluk erat lelaki disampingnya. lagi-lagi levi buat dirinya jatuh berkali-kali ke dekapan pemuda itu. tawa serak levi bikin eren eratkan pelukannya.

ayah dan bunda memilih untuk beranjak; membiarkan keduanya menikmati euphoria yang sedang menyelimuti mereka.

levi membalas pelukan eren dan digoyang kan gemas ke kanan dan kiri. “makasih.”

eren mengangguk di dalam dekapan levi. “kembali kasih.”

longgarkan pelukannya dan tangkup kedua pipi eren. “nunggu satu tahun lagi. bisa?”

“pasti.”

restu sudah didapat. satu langkah lagi menuju final, ya?