effemyorlin

deal?

dua puluh dua hari lewat.

genap satu bulan dari levi pergi ke kota orang, dan seharusnya pemuda itu hari ini pulang. dan sialnya lagi, lima hari menghilang tanpa ada kabar itu sukses sekali buat eren kelimpungan setengah mampus.

chat terakhir masih dipantau— bahkan dari beberapa hari yang lalu. berharap notifikasi pesan dari kesayangan muncul di bilah layar ponsel.

berusaha untuk berpikir positif, namun lagi-lagi pikiran eren kembali nyeleneh. setahunya levi tipikal cowok yang bakal kasih kabar sesibuk apapun itu. walaupun gak menampik cuma beri pesan tanda '.' untuk mengabari. dan hilang layaknya ditelan bumi begini, siapa gak khawatir?

eren mendesah berat. ambrukkan tubuhnya di kasur dengan kaki yang menjuntai ke lantai. ponsel masih di tangan dan sesekali melirik, menanti notifikasi yang diinginkan muncul.

nihil. gak ada.

berakhir bantal diambil dan dipukul gemas sebagai pelampiasan rasa kesalnya.

“anjir, lo kemana dah.” monolog eren. kemudian tubuhnya ia gulingkan kesana-kemari malas sambil meracau berbagai umpatan.

eren berhenti sejenak dari kegiatannya kala pintu diketuk dua kali dan dibuka pelan. lalu suara halus dari sang bunda yang panggil namanya terdengar.

“gak mau keluar, bunda. lagi males.” sahut eren.

“ada pacarmu dibawah. yakin gak mau turun?”

dan suara gedebuk keras menyusul. eren jatuh dari kasur secara naas hingga kepalanya terjeduk ujung dipan. sialan itu sakit.

:

sumpah, bangsat.

eren tatap gak percaya pemuda yang tengah duduk anteng di ruang tamu sambil bermain handphone. menunduk, gak sadar akan eksistensinya yang masih mematung di undakan tangga terakhir.

t-shirt polos warna hitam juga boyfriend jeans. dan,—oh jangan lupakan rambut sialan levi yang dikucir man bun; perlihatkan undercute pemuda itu.

setan.

eren gak menyangka kalau lelaki favoritnya bakalan berubah sebegini drastis dari segi penampilan. mata eren masih betah pandangi levi sebelum pemuda itu mendongak dan membuat pandangan mereka bertemu. dari sana, eren bisa lihat senyum tipis levi kembali.

peduli setan dengan gengsi, eren reflek lari dengan tangan yang terbuka lebar.

“yang pel—”

aduh!

ujung jempol kaki menabrak meja. bro, itu sakitnya gak main-main.

disana levi terkekeh sambil gelengkan kepalanya. kemudian tubrukan kuat eren berikan untuk sambutan selamat datang.

;

posisi masih di ruang tamu dengan eren yang duduk di pangkuan levi sambil peluk pacarnya itu erat.

orang kasmaran sedang lepas rindu satu sama lain. siapa peduli?

“sesak, cil.”

niat ingin longgar kan pelukan gagal begitu eren justru makin eratkan pelukannya di leher.

rasanya kangen sekali. betulan.

banyak yang berubah dari seorang levi. salah satunya yaitu postur tubuh pemuda itu kini makin berotot, apalagi di bagian bisep.

“cil,”

“kamu diem. aku lagi kangen. pengin peluk lama-lama.”

ya, oke. levi pasrah. beralih tangannya melingkar di area pinggang eren, lalu beri kecupan lembut di pucuk kepala pacarnya itu.

“kangen.”

“hm.”

“om, kangen.”

“iya.”

pelukan sedikit melonggar, dijadikan kesempatan untuk levi meraih kepala eren supaya menghadap ke arahnya. saling pandang beberapa sekon sebelum bibir keduanya saling menempel.

ciuman pertama setelah satu bulan lamanya gak bertemu.

saling melumat dan menghisap bibir satu sama lain. bahkan keduanya tersenyum di antara ciuman mereka. tautan diputus oleh levi. dahi keduanya menempel, cium ujung hidung eren sekilas lalu gesekkan hidung mereka gemas.

“apa kabar?”

“baik sekali. sumringah. bahagia kelewatan, soalnya ada kamu.”

levi senyum gemas disana. aduh, pacar ditinggal kok makin gemas begini.

“lima hari ngilang kemana aja, bos?”

“sibuk. kejar waktu biar bisa pulang genap sebulan. jadi gak sempet pegang handphone.”

“tubuhmu diforsir begitu?”

levi menggeleng. “gak. santai, istirahat ku cukup, kok.”

“ho, gitu?”

“iya, gitu.”

eren terkikik, tangkup pipi levi lalu diunyel gemas. “hobi bikin khawatir kenapa, hm?”

“biar ada kejutan.”

eren mendecih dan levi terkekeh singkat. mata levi melirik ke arah kaki eren, setelahnya usap halus di bagian jempol yang tadi menabrak meja. dan eren memerah karena hal itu.

“sana ganti baju. kita jalan-jalan hari ini.”

:

berakhir di indotamkot sebagai tujuan akhir setelah capek keliling kota pakai motor gak tau arah. kalau kata levi, sih, habisin bensin.

haduh, kok jadi inget masa pedekate?

suara kursi yang ditarik terdengar. levi letakkan dua kaleng minuman juga beberapa ciki yang penuhi meja. disambut dengan cengiran lebar milik eren efek senang ada banyak cemilan disana.

“bahagia betul, bos.”

“bahagia, dong. lama gak makan banyak, sih.”

“pantes kurus.” ketus levi yang direspon dengan hendikan bahu cuek.

lama hening diantara mereka. fokus masing-masing. levi disana sebenarnya gerogi setengah mampus. dan ucap banyak terima kasih untuk rokok yang selalu jadi penenang dikala gundah.

“curang,” celetuk eren buyarkan lamunan levi yang reflek menoleh ke arahnya.

“apa curang?”

“kamu. curang.”

“iya, curang apa? ngomong yang jelas.”

“makin ganteng. curang, lah pokoknya.” eren berdecak sebal. lalu lempar satu chiki ke arah levi. “dikucir man bun begitu, motif mu apa? sok ganteng, dasar.”

levi ketawa. “gak sok, cil. fakta kok, ini. pacarmu dari dulu memang ganteng.”

“pede sekali.” dibalas dengan levi yang lagi-lagi ketawa.

flashback sedikit, om. jadi inget waktu awal ketemu,” disana eren matanya mengedar ke seluruh area indotamkot. matanya mengawang. “dipikir lucu juga. first impression total buruk. dan aku yang jadi pihak mengejar.”

“ngebetnya gak ada lawan.”

“sialan.”

“tempat awal ketemu juga tempat yang bakalan jadi saksi awal fase baru.”

disana eren loading. otaknya berusaha cerna ucapan levi barusan, namun buntu.

“gimana?” yang ditanya diam. alih-alih menjawab justru levi keluarkan sesuatu yang sukses bikin eren bolakan matanya. bahkan kunyahan nya sontak berhenti.

levi ketawa lebar dapati eren yang menatapnya horror.

“om, sumpah?”

anggukan kepala levi berikan. tatap lembut eren telak di mata seraya kasih senyum gantengnya.

“satu buah cincin dan satu kunci rumah. buat hak ngepaten. ya, oke, gak semuanya dari aku tapi—”

ucapannya berhenti begitu eren yang tiba-tiba peluk dirinya kencang sekali.

“— gaji pertama, ditambah duit tabungan dan sisanya dibantu sama kenny. gimana, cil? deal?

eren manggut beberapa kali. gak bisa jawab efek terlalu bahagia.

levi mengernyit begitu dirasa pundaknya basah. eren nangis. disusul dengan tawa serak levi yang sukses buat eren eratkan pelukannya.

satu bulan penantiannya gak sia sia. eren gak pernah berekspektasi banyak tentang ini kalau boleh jujur. dan fakta bahwa levi seserius ini dengannya total buat eren lagi-lagi jatuh ke pelukan seorang levi.

eren mendongak, perlihatkan wajah sembah khas orang baru menangis. levi gak tahan untuk gak cium pacarnya itu.

“sengaja, ya? buat surprise di hari kita anniv?”

loh?

“emang sekarang hari jadi?”

idiot. bahkan suasana haru juga tempat yang hening sontak berubah ramai akibat gelak tawa seorang levi yang kena pukulan anarkis dari eren.

jadi pusat perhatian? total.

pasang mata tatap mereka heran juga banyak iri nya. hoi, dikasih pemandangan orang bucin yang lagi bahagia siapa gak iri? terlebih untuk penonton yang masih berstatus single.

dan indotamkot jadi saksi bisu gimana awal mereka bertemu dan ukir kisah cinta disana. juga, saksi bisu awal fase baru perjalanan mereka menuju kehidupan yang sebenarnya.

deal?

dua puluh dua hari lewat.

genap satu bulan dari levi pergi ke kota orang, dan seharusnya pemuda itu hari ini pulang. dan sialnya lagi, lima hari menghilang tanpa ada kabar itu sukses sekali buat eren kelimpungan setengah mampus.

chat terakhir masih dipantau— bahkan dari beberapa hari yang lalu. berharap notifikasi pesan dari kesayangan muncul di bilah layar ponsel.

berusaha untuk berpikir positif, namun lagi-lagi pikiran eren kembali nyeleneh. setahunya levi tipikal cowok yang bakal kasih kabar sesibuk apapun itu. walaupun gak menampik cuma beri pesan tanda '.' untuk mengabari. dan hilang layaknya ditelan bumi begini, siapa gak khawatir?

eren mendesah berat. ambrukkan tubuhnya di kasur dengan kaki yang menjuntai ke lantai. ponsel masih di tangan dan sesekali melirik, menanti notifikasi yang diinginkan muncul.

nihil. gak ada.

berakhir bantal diambil dan dipukul gemas sebagai pelampiasan rasa kesalnya.

“anjir, lo kemana dah.” monolog eren. kemudian tubuhnya ia gulingkan kesana-kemari malas sambil meracau berbagai umpatan.

eren berhenti sejenak dari kegiatannya kala pintu diketuk dua kali dan dibuka pelan. lalu suara halus dari sang bunda yang panggil namanya terdengar.

“gak mau keluar, bunda. lagi males.” sahut eren.

“ada pacarmu dibawah. yakin gak mau turun?”

dan suara gedebuk keras menyusul. eren jatuh dari kasur secara naas hingga kepalanya terjeduk ujung dipan. sialan itu sakit.

:

sumpah, bangsat.

eren tatap gak percaya pemuda yang tengah duduk anteng di ruang tamu sambil bermain handphone. menunduk, gak sadar akan eksistensinya yang masih mematung di undakan tangga terakhir.

t-shirt polos warna hitam juga boyfriend jeans. dan,—oh jangan lupakan rambut sialan levi yang dikucir manbun; perlihatkan undercute pemuda itu.

setan.

eren gak menyangka kalau lelaki favoritnya bakalan berubah sebegini drastis dari segi penampilan. mata eren masih betah pandangi levi sebelum pemuda itu mendongak dan membuat pandangan mereka bertemu. dari sana, eren bisa lihat senyum tipis levi kembali.

peduli setan dengan gengsi, eren reflek lari dengan tangan yang terbuka lebar.

“yang pel—”

aduh!

ujung jempol kaki menabrak meja. bro, itu sakitnya gak main-main.

disana levi terkekeh sambil gelengkan kepalanya. kemudian tubrukan kuat eren berikan untuk sambutan selamat datang.

;

posisi masih di ruang tamu dengan eren yang duduk di pangkuan levi sambil peluk pacarnya itu erat.

orang kasmaran sedang lepas rindu satu sama lain. siapa peduli?

“sesak, cil.”

niat ingin longgar kan pelukan gagal begitu eren justru makin eratkan pelukannya di leher.

rasanya kangen sekali. betulan.

banyak yang berubah dari seorang levi. salah satunya yaitu postur tubuh pemuda itu kini makin berotot, apalagi di bagian torso.

“cil,”

“kamu diem. aku lagi kangen. pengin peluk lama-lama.”

ya, oke. levi pasrah. beralih tangannya melingkar di area pinggang eren, lalu beri kecupan lembut di pucuk kepala pacarnya itu.

“kangen.”

“hm.”

“om, kangen.”

“iya.”

pelukan sedikit melonggar, dijadikan kesempatan untuk levi meraih kepala eren supaya menghadap ke arahnya. saling pandang beberapa sekon sebelum bibir keduanya saling menempel.

ciuman pertama setelah satu bulan lamanya gak bertemu.

saling melumat dan menghisap bibir satu sama lain. bahkan keduanya tersenyum di antara ciuman mereka. tautan diputus oleh levi. dahi keduanya menempel, cium ujung hidung eren sekilas lalu gesekkan hidung mereka gemas.

“apa kabar?”

“baik sekali. sumringah. bahagia kelewatan, soalnya ada kamu.”

levi senyum gemas disana. aduh, pacar ditinggal kok makin gemas begini.

“lima hari ngilang kemana aja, bos?”

“sibuk. kejar waktu biar bisa pulang genap sebulan. jadi gak sempet pegang handphone.”

“tubuhmu diforsir begitu?”

levi menggeleng. “gak. santai, istirahat ku cukup, kok.”

“ho, gitu?”

“iya, gitu.”

eren terkikik, tangkup pipi levi lalu diunyel gemas. “hobi bikin khawatir kenapa, hm?”

“biar ada kejutan.”

eren mendecih dan levi terkekeh singkat. mata levi melirik ke arah kaki eren, setelahnya usap halus di bagian jempol yang tadi menabrak meja. dan eren memerah karena hal itu.

“sana ganti baju. kita jalan-jalan hari ini.”

:

berakhir di indotamkot sebagai tujuan akhir setelah capek keliling kota pakai motor gak tau arah. kalau kata levi, sih, habisin bensin.

haduh, kok jadi inget masa pedekate?

suara kursi yang ditarik terdengar. levi letakkan dua kaleng minuman juga beberapa ciki, penuhi meja. disambut dengan cengiran lebar milik eren yang senang ada banyak makanan disana.

“bahagia betul, bos.”

“bahagia, dong. lama gak makan banyak, sih.”

“pantes kurus.” ketus levi yang direspon dengan hendikan bahu cuek.

lama hening diantara mereka. fokus masing-masing. levi disana sebenarnya gerogi setengah mampus. dan ucap banyak terima kasih untuk rokok yang selalu jadi penenang dikala gundah.

“curang,” celetuk eren buyarkan lamunan levi yang reflek menoleh ke arahnya.

“apa curang?”

“kamu. curang.”

“iya, curang apa? ngomong yang jelas.”

“makin ganteng. curang, lah pokoknya.” eren berdecak sebal. lalu lempar satu chiki ke arah levi. “dikucir man bun begitu, motif mu apa? sok ganteng, dasar.”

levi ketawa. “gak sok, cil. fakta kok, ini. pacarmu dari dulu memang ganteng.”

“pede sekali.” dibalas dengan levi yang lagi-lagi ketawa.

“flashback sedikit, om. jadi inget waktu awal ketemu,” disana eren matanya mengedar ke seluruh area indotamkot. matanya mengawang. “dipikir lucu juga. first impression total buruk. dan aku yang jadi pihak mengejar.”

“ngebetnya gak ada lawan.”

“sialan.”

“tempat awal ketemu juga tempat yang bakalan jadi saksi awal fase baru.”

disana eren loading. otaknya berusaha cerna ucapan levi barusan, namun buntu.

“gimana?” yang ditanya diam. alih-alih menjawab justru levi keluarkan sesuatu yang sukses bikin eren bolakan matanya. bahkan kunyahan nya sontak berhenti.

levi ketawa lebar dapati eren yang menatapnya horror.

“om, sumpah?”

anggukan kepala levi berikan. tatap lembut eren telak di mata seraya kasih senyum gantengnya.

“satu buah cincin dan satu kunci rumah. buat hak ngepaten. ya, oke gak semuanya dari aku tapi—”

ucapannya berhenti begitu eren yang tiba-tiba peluk dirinya kencang sekali.

“— gaji pertama, ditambah duit tabungan dan sisanya dibantu sama kenny. gimana, cil? deal?”

eren manggut beberapa kali. gak bisa jawab efek terlalu bahagia.

levi mengernyit begitu dirasa pundaknya basah. eren nangis. disusul dengan tawa serak levi yang sukses buat eren eratkan pelukannya.

satu bulan penantiannya gak sia sia. eren gak pernah berekspektasi banyak tentang ini kalau boleh jujur. dan fakta bahwa levi seserius ini dengannya total buat eren lagi-lagi jatuh ke pelukan seorang levi.

eren mendongak, perlihatkan wajah sembah khas orang baru menangis. levi gak tahan untuk gak cium pacarnya itu.

“sengaja, ya? buat surprise di hari kita anniv?”

loh?

“emang sekarang hari jadi?”

idiot. bahkan suasana haru juga tempat yang hening sontak berubah ramai akibat gelak tawa seorang levi yang kena pukulan anarkis dari eren.

jadi pusat perhatian? total.

pasang mata tatap mereka heran juga banyak iri nya. hoi, dikasih pemandangan orang bucin yang lagi bahagia siapa gak iri? terlebih untuk penonton yang masih berstatus single.

dan indotamkot jadi saksi bisu gimana awal mereka bertemu dan ukir kisah cinta disana. juga, saksi bisu awal fase baru perjalanan mereka menuju kehidupan yang sebenarnya.

deal?

dua puluh dua hari lewat.

genap satu bulan dari levi pergi ke kota orang, dan seharusnya pemuda itu hari ini pulang. dan sialnya lagi, lima hari menghilang tanpa ada kabar itu sukses sekali buat eren kelimpungan setengah mampus.

chat terakhir masih dipantau— bahkan dari beberapa hari yang lalu. berharap notifikasi pesan dari kesayangan muncul di bilah layar ponsel.

berusaha untuk berpikir positif, namun lagi-lagi pikiran eren kembali nyeleneh. setahunya levi tipikal cowok yang bakal kasih kabar sesibuk apapun itu. walaupun gak menampik cuma beri pesan tanda '.' untuk mengabari. dan hilang layaknya ditelan bumi begini, siapa gak khawatir?

eren mendesah berat. ambrukkan tubuhnya di kasur dengan kaki yang menjuntai ke lantai. ponsel masih di tangan dan sesekali melirik, menanti notifikasi yang diinginkan muncul.

nihil. gak ada.

berakhir bantal diambil dan dipukul gemas sebagai pelampiasan rasa kesalnya.

“anjir, lo kemana dah.” monolog eren. kemudian tubuhnya ia gulingkan kesana-kemari malas sambil meracau berbagai umpatan.

eren berhenti sejenak dari kegiatannya kala pintu diketuk dua kali dan dibuka pelan. lalu suara halus dari sang bunda yang panggil namanya terdengar.

“gak mau keluar, bunda. lagi males.” sahut eren.

“ada pacarmu dibawah. yakin gak mau turun?”

dan suara gedebuk keras menyusul. eren jatuh dari kasur secara naas hingga kepalanya terjeduk ujung dipan. sialan itu sakit.

:

sumpah, bangsat.

eren tatap gak percaya pemuda yang tengah duduk anteng di ruang tamu sambil bermain handphone. menunduk, gak sadar akan eksistensinya yang masih mematung di undakan tangga terakhir.

t-shirt polos warna hitam juga boyfriend jeans. dan,—oh jangan lupakan rambut sialan levi yang dikucir manbun; perlihatkan undercute pemuda itu.

setan.

eren gak menyangka kalau lelaki favoritnya bakalan berubah sebegini drastis dari segi penampilan. mata eren masih betah pandangi levi sebelum pemuda itu mendongak dan membuat pandangan mereka bertemu. dari sana, eren bisa lihat senyum tipis levi kembali.

peduli setan dengan gengsi, eren reflek lari dengan tangan yang terbuka lebar.

“yang pel—”

aduh!

ujung jempol kaki menabrak meja. bro, itu sakitnya gak main-main.

disana levi terkekeh sambil gelengkan kepalanya. kemudian tubrukan kuat eren berikan untuk sambutan selamat datang.

;

posisi masih di ruang tamu dengan eren yang duduk di pangkuan levi sambil peluk pacarnya itu erat.

orang kasmaran sedang lepas rindu satu sama lain. siapa peduli?

“sesak, cil.”

niat ingin longgar kan pelukan gagal begitu eren justru makin eratkan pelukannya di leher.

rasanya kangen sekali. betulan.

banyak yang berubah dari seorang levi. salah satunya yaitu postur tubuh pemuda itu kini makin berotot, apalagi di bagian torso.

“cil,”

“kamu diem. aku lagi kangen. pengin peluk lama-lama.”

ya, oke. levi pasrah. beralih tangannya melingkar di area pinggang eren, lalu beri kecupan lembut di pucuk kepala pacarnya itu.

“kangen.”

“hm.”

“om, kangen.”

“iya.”

pelukan sedikit melonggar, dijadikan kesempatan untuk levi meraih kepala eren supaya menghadap ke arahnya. saling pandang beberapa sekon sebelum bibir keduanya saling menempel.

ciuman pertama setelah satu bulan lamanya gak bertemu.

saling melumat dan menghisap bibir satu sama lain. bahkan keduanya tersenyum di antara ciuman mereka. tautan diputus oleh levi. dahi keduanya menempel, cium ujung hidung eren sekilas lalu gesekkan hidung mereka gemas.

“apa kabar?”

“baik sekali. sumringah. bahagia kelewatan, soalnya ada kamu.”

levi senyum gemas disana. aduh, pacar ditinggal kok makin gemas begini.

“lima hari ngilang kemana aja, bos?”

“sibuk. kejar waktu biar bisa pulang genap sebulan. jadi gak sempet pegang handphone.”

“tubuhmu diforsir begitu?”

levi menggeleng. “gak. santai, istirahat ku cukup, kok.”

“ho, gitu?”

“iya, gitu.”

eren terkikik, tangkup pipi levi lalu diunyel gemas. “hobi bikin khawatir kenapa, hm?”

“biar ada kejutan.”

eren mendecih dan levi terkekeh singkat. mata levi melirik ke arah kaki eren, setelahnya usap halus di bagian jempol yang tadi menabrak meja. dan eren memerah karena hal itu.

“sana ganti baju. kita jalan-jalan hari ini.”

:

berakhir di indotamkot sebagai tujuan akhir setelah capek keliling kota pakai motor gak tau arah. kalau kata levi, sih, habisin bensin.

haduh, kok jadi inget masa pedekate?

suara kursi yang ditarik terdengar. levi letakkan dua kaleng minuman juga beberapa ciki, penuhi meja. disambut dengan cengiran lebar milik eren yang senang ada banyak makanan disana.

“bahagia betul, bos.”

“bahagia, dong. lama gak makan banyak, sih.”

“pantes kurus.” ketus levi yang direspon dengan hendikan bahu cuek.

lama hening diantara mereka. fokus masing-masing. levi disana sebenarnya gerogi setengah mampus. dan ucap banyak terima kasih untuk rokok yang selalu jadi penenang dikala gundah.

“curang,” celetuk eren buyarkan lamunan levi yang reflek menoleh ke arahnya.

“apa curang?”

“kamu. curang.”

“iya, curang apa? ngomong yang jelas.”

“makin ganteng. curang, lah pokoknya.” eren berdecak sebal. lalu lempar satu chiki ke arah levi. “dikucir man bun begitu, motif mu apa? sok ganteng, dasar.”

levi ketawa. “gak sok, cil. fakta kok, ini. pacarmu dari dulu memang ganteng.”

“pede sekali.” dibalas dengan levi yang lagi-lagi ketawa.

“flashback sedikit, om. jadi inget waktu awal ketemu,” disana eren matanya mengedar ke seluruh area indotamkot. matanya mengawang. “dipikir lucu juga. first impression total buruk. dan aku yang jadi pihak mengejar.”

“ngebetnya gak ada lawan.”

“sialan.”

“tempat awal ketemu juga tempat yang bakalan jadi saksi awal fase baru.”

disana eren loading. otaknya berusaha cerna ucapan levi barusan, namun buntu.

“gimana?” yang ditanya diam. alih-alih menjawab justru levi keluarkan sesuatu yang sukses bikin eren bolakan matanya. bahkan kunyahan nya sontak berhenti.

levi ketawa lebar dapati eren yang menatapnya horror.

“om, sumpah?”

anggukan kepala levi berikan. tatap lembut eren telak di mata seraya kasih senyum gantengnya.

“satu buah cincin dan satu kunci rumah. buat hak ngepaten. ya, oke gak semuanya dari aku tapi—”

ucapannya berhenti begitu eren yang tiba-tiba peluk dirinya kencang sekali.

“— gaji pertama, ditambah duit tabungan dan sisanya dibantu sama kenny. gimana, cil? deal?”

eren manggut beberapa kali. gak bisa jawab efek terlalu bahagia.

levi mengernyit begitu dirasa pundaknya basah. eren nangis. disusul dengan tawa serak levi yang sukses buat eren eratkan pelukannya.

satu bulan penantiannya gak sia sia. eren gak pernah berekspektasi banyak tentang ini kalau boleh jujur. dan fakta bahwa levi seserius ini dengannya total buat eren lagi-lagi jatuh ke pelukan seorang levi.

eren mendongak, perlihatkan wajah sembah khas orang baru menangis. levi gak tahan untuk gak cium pacarnya itu.

“sengaja, ya? buat surprise di hari kita anniv?”

loh?

“emang sekarang hari jadi?”

idiot. bahkan suasana haru juga tempat yang hening sontak berubah ramai akibat gelak tawa seorang levi yang kena pukulan anarkis dari eren.

jadi pusat perhatian? total.

pasang mata tatap mereka heran juga banyak iri nya. hoi, dikasih pemandangan orang bucin yang lagi bahagia siapa gak iri? terlebih untuk penonton yang masih berstatus single.

dan indotamkot jadi saksi bisu gimana awal mereka bertemu dan ukir kisah cinta disana. juga, saksi bisu awal fase baru perjalanan mereka menuju kehidupan yang sebenarnya.

kegiatan

eren lari kecil begitu dengar pintu yang diketuk dua kali. pintu dibuka, dan pemandangan levi yang setengah basah buat eren reflek tarik pergelangan pacarnya itu untuk masuk ke dalam.

seret levi ke area belakang; bagian dapur dan kamar mandi.

“siapa, ren?” tanya ibu. yang ditanya diam, sibuk ambil handuk kecil dan keringkan rambut basah levi pakai handuk tadi.

“loh? kehujanan?” tanya bunda lagi. levi mengangguk seraya kasih senyum tipisnya.

“iya, tadi di tengah jalan malah keguyur.”

“bunda, sih. segala suruh levi kesini, jadi kehujanan 'kan.” katanya dengan tangan yang masih sibuk keringkan rambut levi. dan sedikit meringis begitu bibirnya disentil oleh pemuda di depannya.

eren tatap levi yang menatapnya datar. hela nafasnya pelan, dan mata reflek menatap ke bawah; gestur bersalah. “iya, maaf.”

disana bunda senyum lembut lihat interaksi keduanya. eren macam anak tk yang sedang diberi didikan oleh guru.

“ganteng mau dibuatin apa?”

“teh, boleh. kalo gak keberatan ya, jahe aja, bun.”

bunda ketawa. “haha, siap. gih sana nonton tv.”

dapat anggukan dari keduanya. bunda berbalik dan lanjutkan aktivitasnya yang sempat ditunda tadi.

“ke kamar aja, ya?” celetuk eren.

“disini aja. temenin bunda sekalian.”

keduanya menoleh ke arah bunda yang terkekeh geli. “gak usah. sana ke kamar aja, bunda juga mau mandi ini,” bunda tolehkan kepalanya sedikit ke belakang. “bertiga nanti yang ada ibu lihatin orang pacaran doang. males, ah. gih sana ke atas.”

“nih, udah jadi.” satu gelas jahesu bunda kasih ke levi yang dengan sigap diambil.

“makasih, bun.”

“iya, sama-sama. sana ke atas.”

bunda tatap punggung keduanya yang kini sedang naik tangga bersamaan.

senyum lembut khas keibuan muncul, punya calon menantu sebegitu sopannya siapa sih, yang gak suka?

:

masih ingat perihal eren yang gak suka kena kacang? terhitung dari keduanya memasuki kamar hingga sekarang, ruangan berukuran 4x4 itu total diisi hening. eren tatap malas levi yang kini tengah berbaring. kaki ditekuk dengan kaki yang satunya menimpa kaki yang lain. posisi pewe.

“tadi udah izin sama bunda?” levi menggumam malas menanggapi. berakhir paha levi ditendang oleh eren yang merengut kesal.

levi mendecak karena kegiatan mabarnya diganggu. “apa?”

“kacang terus. males. pulang sana.”

“ngusir?”

“iya. ngapain juga kesini kalo jadi kacang.” ketus eren. levi berkah mendesah jengah, ponsel diletakkan setelah dirinya kena afk. benarkan posisi berbaringnya menghadap ke arah pacar yang kini fokus membaca komik.

“ya, akunya dikacang balik?”

eren melirik sekilas sebagai respon. bisa didengar setelahnya decakan malas levi muncul.

“maumu apa? bilang. diem doang aku mana ngerti.”

komik ditutup dan diletakkan di nakas. setelahnya eren beringsut ke arah levi dan peluk tubuh pacarnya itu.

“kak,”

“hm?”

“gak kangen apa?”

“kangen?” eren manggut kecil yang mana buat surainya menggelitiki dagu levi. “kangen apa?”

eren menggeleng. “gak jadi.”

“gak jelas, dasar.”

lalu hening. manik kembar levi sedikit merunduk manakala jemari eren naik dan mengelus halus bibirnya.

dan baru sadar. erennya ingin diperhatikan. maka berakhir dengan dagu eren yang diangkat lalu kasih ciuman pertama untuk hari ini.

bibir yang sudah jadi candunya itu dilumat halus. saling melumat, menghisap dan menggigit bibir satu sama lain. sampai suara decakan khas orang berciuman terdengar penuhi kamar eren.

angh—

sumpah serapah untuk tangan levi yang begitu lihai meraba perut ratanya dengan sensual. kegiatan raba badan berhenti sejenak di pucuk dada untuk memilih gemas puting eren yang sudah mencuat. setelahnya beralih merambat dari punggung menuju bokser eren.

eren memekik tertahan kala jemari levi tanpa aba-aba masuk ke dalam lubang anal eren, dan itu tanpa pelumas atau bahkan ludah untuk perantara.

mmh— anh, kak.”

“apa?”

respon yang terbilang malas. berbanding terbalik dengan jemari panjang milik pemuda itu yang terus menusuk analnya lebih dalam hingga mengenai prostat. menit demi menit, dan jari demi jari masuk ke dalam lubang sempit eren.

ahh kak uda—ah!

“katanya kangen?” ucap levi. ketiga jari yang bersemayam di anal eren levi keluarkan. posisi berubah dengan eren yang kini menungging dan levi yang setengah berdiri di belakang; amati lubang basah eren yang berkedut panas layaknya ingin segera dimasuki.

“becek banget? tumben?”

b-berisik— AKH! fuck!

ya, kegiatan silaturahmi setelah sekian lama gak berjumpa. begitu?

____

ya maaf. gak jago bikin anuan. terlebih udah jarang nulis mereka berdua jadi feelnya lumayan ilang wkwk

piece brader

marah?

italic : eren

halo, sayang.”

itu bukan suara eren, melainkan farlan yang kini sedang menyengir lebar ke layar ponsel. disana levi mendecih. “kembaliin ke bocil.”

ck, songong. gak kangen liat tampang ganteng gue apa yut?

“coh. kembaliin buru.”

farlan putar mata, setelahnya kembalikan ponsel ke sang pemilik. “halo.”

gak tau, ya. akhir-akhir suara dan wajah eren adem sekali kalau dilihat dan didengar dari layar ponsel. atau mungkin efek rindu?

“di kos?”

eren kerutkan alisnya. “iya, tau darimana?

“farlan.”

eren mengangguk paham dengan bibirnya yang membuat. “kenapa vc?

“kepengin. kenapa?”

dih, apa loh. tanya ini. sensi betul jadi orang.”

“di kamar siapa?”

farlan.”

“jaga diri.”

yaelah anjing, kaya gue mau ngapa-ngapain eren aja, heran. santai, sih.”

“bacot. gue gak ngomong sama lo, yut.”

berantem ayo lah.”

“ya maju sini kalo berani.”

stres. eren ketawa sekilas lihat obrolan ngawur mereka berdua.

mukamu lesu begitu. kenapa?

“semalam gak tidur.”

kebiasaan. kenapa?

“coli. ereksi tengah malem. gak ada kamu, terpaksa solo.”

anjing.”

dari sana, levi dapat dengar gimana farlan yang ketawa ngakak juga kencang.

otak lo, anjing yut. parah. isinya ranjang, lubang, kondom mulu.”

“manusiawi.”

manusiawi ya gak begitu juga, bangsat. sebel banget.

tangan tahan berapa lama, yut?” ini farlan yang tanya setengah teriak.”

“gak tau. intinya sih, tangan kram total.”

bisa keluar pake apa?

“foto bocil. bahan solo.” dan farlan ketawa ngakak untuk kedua kali.

ya anjing. disini eren gertakan gigi tahan emosi. pandangi levi yang masih sedikit tertawa dengan wajah datar— menyerempet marah. levi yang peka dengan perubahan wajah pacarnya itu spontan naikkan satu alisnya.

“kenapa, cil?”

aku matiin kalo masih bahas begituan.”

“marah?”

iya, marah. kenapa? gak suka?

“bercanda tadi, cil. suer.”

bercandaamu gak lucu, tau?

“iya, maaf. gak maksud git—”

ya terus maksudnya apa? udah dari kemarin loh, obrolan isinya ranjang terus. otakmu kenapa sih? masih waras gak aku tanya?

oke. eren betulan marah. dan farlan agaknya jadi lumayan takut juga merasa bersalah. maka buru-buru dirinya berdiri sambil bawa teo ke teras luar. prahara rumah tangga orang, bos. kan gawat.

“iya, oke maaf.”

ya kamu bercandanya jangan gitu terus lah. lama-lama ngeselin, gak suka aku, vai. beneran.” “niatmu kalo vc cuma mau bahas begituan mending gak usah vc sekalian, anjing. mampus sana.”

ponsel diletakkan di lantai. sambungan video call masih menyala dan levi cuma bisa lihat plafon kamar kos milik farlan.

eren dongakkan kepalanya lalu ambil nafas banyak-banyak. kemudian hela nafasnya kasar. lepas kontrol. dan bahkan eren hampir teriak efek tahan amarahnya.

ya oke, bercanda. eren berusaha mengerti.

pikirnya dengan video call keduanya bisa lepas rindu satu sama lain. namun yang didapat justru obrolan nyeleneh. levi bercanda, dan sebisa mungkin eren maklum.

manusiawi, iya. tapi gak begitu juga kan?

siapa salah?

“iya, oke. aku yang salah disini. tahan, oke?” ucap levi setelah hening cukup lama.

“ren?” yang punya nama masih diam. “dek?”

aku gak suka kalo bercandanya gitu terus, vai.”

“iya, maaf. aku yang salah, oke? handphone diangkat, cil. masa dikasih liat plafon terus?”

gak mau.”

“adek?”

bangsat. eren rasanya mau nangis.

berakhir ponsel diambil kembali. tunjukkan separuh wajahnya yang mana buat levi hela nafasnya panjang.

“gak gitu lagi, janji. mana sini mukanya. mau lihat.”

eren mengalah. wajahnya ia tunjukkan walaupun matanya menatap ke arah lain.

“mata mu merah, kenapa?” yang ditanya masih diam. matanya tambah berair dan sedikit lagi air matanya turun.

“kebiasaan, kalo marah pasti nangis sendiri,” levi hela nafas berat. merasa bersalah telak. “jangan nangis. aku lagi jauh, siapa mau peluk kamu kalo nangis?”

sialan. pertahanannya runtuh. air matanya tumpah saat itu juga. “kangen, bangsat.”

“ya sama. aku kerja disini buat kamu, tahan sebentar, ya?”

gak bisa. nyatanya air matanya mengalir tambah deras. dan berakhir sambungan diputus sepihak oleh eren.

levi reflek kelabakan sendiri. pacarnya masih di kondisi menangis dan levi gak bisa buat apa-apa kali ini.

ah bangsat, pengin peluk bocil. tapi ya sadar diri, disini levi masih butuh.

kangen, ya memang. dan itu pasti. setiap hari nempel sekalinya dipisah seberat ini ya ternyata?

marah?

italic : eren

halo, sayang.”

itu bukan suara eren, melainkan farlan yang kini sedang menyengir lebar ke layar ponsel. disana levi mendecih. “kembaliin ke bocil.”

ck, songong. gak kangen liat tampang ganteng gue apa yut?

“coh. kembaliin buru.”

farlan putar mata, setelahnya kembalikan ponsel ke sang pemilik. “halo.”

gak tau, ya. akhir-akhir suara dan wajah eren adem sekali kalau dilihat dan didengar dari layar ponsel. atau mungkin efek rindu?

“di kos?”

eren kerutkan alisnya. “iya, tau darimana?

“farlan.”

eren mengangguk paham dengan bibirnya yang membuat. “kenapa vc?

“kepengin. kenapa?”

dih, apa loh. tanya ini. sensi betul jadi orang.”

“di kamar siapa?”

farlan.”

“jaga diri.”

yaelah anjing, kaya gue mau ngapa-ngapain eren aja, heran. santai, sih.”

“bacot. gue gak ngomong sama lo, yut.”

berantem ayo lah.”

“ya maju sini kalo berani.”

stres. eren ketawa sekilas lihat obrolan ngawur mereka berdua.

mukamu lesu begitu. kenapa?

“semalam gak tidur.”

kebiasaan. kenapa?

“coli. ereksi tengah malem. gak ada kamu, terpaksa solo.”

anjing.”

dari sana, levi dapat dengar gimana farlan yang ketawa ngakak juga kencang.

otak lo, anjing yut. parah. isinya ranjang, lubang, kondom mulu.”

“manusiawi.”

manusiawi ya gak begitu juga, bangsat. sebel banget.

tangan tahan berapa lama, yut?” ini farlan yang tanya setengah teriak.”

“gak tau. intinya sih, tangan kram total.”

bisa keluar pake apa?

“foto bocil. bahan solo.” dan farlan ketawa ngakak untuk kedua kali.

ya anjing. disini eren gertakan gigi tahan emosi. pandangi levi yang masih sedikit tertawa dengan wajah datar— menyerempet marah. levi yang peka dengan perubahan wajah pacarnya itu spontan naikkan satu alisnya.

“kenapa, cil?”

aku matiin kalo masih bahas begituan.”

“marah?”

iya, marah. kenapa? gak suka?

“bercanda tadi, cil. suer.”

bercandaamu gak lucu, tau?

“iya, maaf. gak maksud git—”

ya terus maksudnya apa? udah dari kemarin loh, obrolan isinya ranjang terus. otakmu kenapa sih? masih waras gak aku tanya?

oke. eren betulan marah. dan farlan agaknya jadi lumayan takut juga merasa bersalah. maka buru-buru dirinya berdiri sambil bawa teo ke teras luar. prahara rumah tangga orang, bos. kan gawat.

“iya, oke maaf.”

ya kamu bercandanya jangan gitu terus lah. lama-lama ngeselin, gak suka aku, vai. beneran.” “niatmu kalo vc cuma mau bahas begituan mending gak usah vc sekalian, anjing. mampus sana.”

ponsel diletakkan di lantai. sambungan video call masih menyala dan levi cuma bisa lihat plafon kamar kos milik farlan.

eren dongakkan kepalanya lalu ambil nafas banyak-banyak. kemudian hela nafasnya kasar. lepas kontrol. dan bahkan eren hampir teriak efek tahan amarahnya.

ya oke, bercanda. eren berusaha mengerti.

pikirnya dengan video call keduanya bisa lepas rindu satu sama lain. namun yang didapat justru obrolan nyeleneh. levi bercanda, dan sebisa mungkin eren maklum.

manusiawi, iya. tapi gak begitu juga kan?

siapa salah?

“iya, oke. aku yang salah disini. tahan, oke?” ucap levi setelah hening cukup lama.

“ren?” yang punya nama masih diam. “dek?”

aku gak suka kalo bercandanya gitu terus, vai.”

“iya, maaf. aku yang salah, oke? handphone diangkat, cil. masa dikasih liat platfon terus?”

gak mau.”

“adek?”

bangsat. eren rasanya mau nangis.

berakhir ponsel diambil kembali. tunjukkan separuh wajahnya yang mana buat levi hela nafasnya panjang.

“gak gitu lagi, janji. mana sini mukanya. mau lihat.”

eren mengalah. wajahnya ia tunjukkan walaupun matanya menatap ke arah lain.

“mata mu merah, kenapa?” yang ditanya masih diam. matanya tambah berair dan sedikit lagi air matanya turun.

“kebiasaan, kalo marah pasti nangis sendiri,” levi hela nafas berat. merasa bersalah telak. “jangan nangis. aku lagi jauh, siapa mau peluk kamu kalo nangis?”

sialan. pertahanannya runtuh. air matanya tumpah saat itu juga. “kangen, bangsat.”

“ya sama. aku kerja disini buat kamu, tahan sebentar, ya?”

gak bisa. nyatanya air matanya mengalir tambah deras. dan berakhir sambungan diputus sepihak oleh eren.

levi reflek kelabakan sendiri. pacarnya masih di kondisi menangis dan levi gak bisa buat apa-apa kali ini.

ah bangsat, pengin peluk bocil. tapi ya sadar diri, disini levi masih butuh.

kangen, ya memang. dan itu pasti. setiap hari nempel sekalinya dipisah seberat ini ya ternyata?

awal fase baru

“senyum, dong.”

“gak ada yang ketinggalan, 'kan?”

suasana komplek sekitar rumah yeager terbilang ramai kali ini. lalu lalang orang berjalan dan pastinya lihat dua sejoli yang pasang raut berbeda. yang satu pancarkan raut sedih dan satunya lagi cuma pasang raut wajah datar seperti biasa.

“lengkap. aman.”

“pergi kemana, tho? masa aku gak boleh tau.”

“mau tau memang? kamu samper nanti, aku gak mau.”

“gak,” eren menggeleng. “gak bakal samper seriusan.”

levi hela nafasnya pasrah, lalu angguk kepala sekilas. “jogja.”

“ngapain?”

“cari kerja. buat nafkahin kamu.”

aih. kan eren jadi malu.

eren mendengus, cubit sekilas perut levi. “pembual.”

“adek,”

“apa?”

“deketan.” eren manut, beralih lengannya spontan naik melingkar di leher pacar. ciuman pertama untuk hari ini. bahkan bibir eren dicium berkali-kali sampai empunya terkikik geli.

ciuman diputus sepihak oleh yang lebih tua. netra levi lirik sekilas arlojinya.

“udah jam segini. pamit, ya?”

levi senyum ganteng liat wajah eren yang memelas. tangkup pipi eren lalu diusap halus. “manyun lagi, loh? barusan ketawa padahal.”

“hati-hati, ya?”

“siap. kamu jaga diri.”

“iya.”

“makan yang bener.”

“bawel.”

pelukan kedua, kali ini lebih kencang. sebab eren setengah hati belum rela ditinggal oleh kesayangan. “semangat kerjanya.”

disana levi manggut, balas pelukan eren di pinggang dan digoyang ke kiri dan kanan gemas.

“ikhlas. katanya mau dewasa, cil?”

“ya memang.”

“senyum coba. masa mau pergi malah yang dikasih muka jelekmu.”

“aku gak jelek.”

“iya, mana pernah. setiap hari ganteng, manis terus kok. makanya aku mau sama kamu.”

“berisik. udah sana pergi.” ngusirnya halus dengan bibirnya yang mengembang akibat dengar bualan levi barusan.

“ya, ya. dah?”

“dadah.”

levi senyum gemas. jembel pipi eren kencang sebelum usak surai pacarnya itu.

levi naik motornya lalu pasang helm. lambaian tangan sekilas jadi salam sampai jumpa untuk keduanya sebelum levi lajukan motornya menjauh dari pagar kediaman yeager yang kali ini juga jadi saksi.

eren masih disana, tatap punggung levi yang semakin lama menghilang dari jangkauan matanya. lalu balik badan dan masuk ke dalam rumah.

awal fase baru, ya?

dewasa? keduanya sedang belajar dengan kata itu.

dan perihal komunikasi? itu pasti. dan harus.

kencan terakhir

sesuai judul, ya? kencan terakhir mereka dihabiskan dari waktu sore hingga sekarang. berbagai tempat yang sekiranya dekat untuk dijangkau, mereka kunjungi untuk sesi kencan kali ini.

dan sekarang taman kota dijadikan tempat terakhir untuk kencan mereka malam ini. jalan berjejeran, bahkan gak ada space diantara mereka berdua.

eren menunduk, kakinya menendang kerikil kecil atau apapun itu yang menghalangi jalannya. tangannya disembunyikan di saku hoodie.

“kenapa manyun?” telunjuknya menoel dagu eren supaya pemuda itu mendongak. “kencan terakhir loh ini. malah merengut begitu.”

“gak tau. tetiba mood jadi kacau.” balas eren. wajahnya total menekuk. gondok setengah mampus begitu tahu beberapa jam lagi keduanya akan berpisah untuk jangka waktu yang lumayan lama. tanpa sadar kakinya dihentakkan sebal yang mana buat levi reflek ketawa gemas.

langkahnya berhenti tepat diundakan. karena posisi levi yang berada di depan, lantas dirinya berbalik untuk lihat wajah pacar yang masih menekuk.

“kenapa, si?” yang ditanya masih diam. “tuh, bibirnya tambah manyun. jadi kaya bebek.”

“diem, ah.” eren mendecak. pandangannya mengedar ke penjuru taman.

sialan. rasanya gak ikhlas sekali.

wajahnya merunduk begitu tengkuknya ditarik oleh levi. bibirnya dicium lama sebelum keduanya saling melumat halus bibir satu sama lain. total abai jika ada orang yang lewat dan lihat keduanya yang berbuat mesum di tempat umum.

ciuman diputus oleh levi. jempolnya mengusap bibir bawah dan dagu eren: hilangkan untaian saliva keduanya yang turun basahi dagu pemuda itu.

“udah ayo. jalan lagi.”

:

“perginya lusa aja.” celetuk eren lirih. levi menoleh sekilas untuk mencubit pipi pacarnya itu.

“gak. perginya besok, aku.”

dengar jawaban levi nyatanya buat eren merengek sebal. agaknya ditampar dengan kenyataan bahwa memang lelaki favoritnya itu akan pergi besok juga. berakhir lengannya peluk leher levi, senderkan kepalanya di bahu sang pacar.

“gak ikhlas. seriusan.” racau eren. “takut, kak.”

levi bukan tipikal cowok yang terlalu bodoh untuk gak menangkap apa maksud dari perkataan eren barusan.

levi hirup nafasnya panjang sebelum dihembuskan pelan. pelukannya sedikit direnggangkan lalu tangkup pipi pacarnya itu.

“takut kenapa? aku gak bakalan macem-macem disana. niat ku buat pergi itu baik asal kamu tau,” lalu sentil dahi eren lumayan keras. “pikiranmu yang enggak-enggak dibuang. jangan bebanin pikiran sendiri.”

“tetep gak bisa, kak.”

“disini kamu percaya gak sama aku?”

kicep. eren total bungkam dengar omongan levi.

“kamu mikir jelek tentang aku dari semua hal yang ada di gelar hubungan jarak jauh, berarti kamu ragu sama aku disini. sakit hati loh, cil.”

“bukan gitu,” sontak gelengkan kepalanya cepat. takut-takut kalau levi salah tangkap dengan maksud omongannya.

“nah, lalu?” bungkamnya eren buat levi lilit lidahnya di dalam mulut. lumayan emosi, bos.

tau rasanya gak dipercaya sama kesayangan?

“sendirinya juga tau aku gak suka sama yang namanya main belakang. terus kamu pikir aku bakal begitu? iya? disini bukan tentang aku, tapi kita. kamu segitu negatif thingking nya sampe lupa kenapa gak mikirin kamu sendiri, kalau andai aja, amit-amit. malah kamu yang berulah?”

“aku ingetin sekali lagi. niat ku baik, dek,” disini, intonasi levi berubah jadi lembut. “ya, tau. namanya hubungan jarak jauh susah dan pasti ada aja rintangannya. terlebih ini pertama buat kita berdua. makanya disini aku pengin, apapun nanti berita atau kabar jelek tentang aku. jangan langsung kepancing. paham?” eren manggut patuh. jari levi mangamit dagu eren yang sedari tadi menunduk.

“aku segini sayangnya sama kamu sampe gak ada pikiran buat bikin ulah apalagi main belakang. janjiku sama ayahmu satu tahun lalu buat gak bikin kamu sakit hati bakalan aku pegang sampe tua nanti. dan andaikata aku ngelanggar, kamu boleh pukul aku se puasmu— bahkan sampe mampus sekalipun,” levi tatap lembut eren telak di mata.” satu bulan aku gak disini, aku kasih kepercayaan sama kamu segede itu. bisa amanah?”

bukan menjawab, justru yang ditanya malah berjongkok. levi kerutkan dahi bingung sebelum ikut berjongkok di hadapan eren.

“kenapa kamu? kesemutan?” lagi-lagi kena kacang. kepalanya sedikit merunduk untuk lihat wajah eren yang disembunyikan, setelahnya ketawa serak.

“yeh, nangis si bocil.”

“diem, bangsat.”

“pacarnya dibilang bangsat.”

“rewel.”

levi putar matanya jengah. “lagi kencan loh, malah mellow begini? kacau, bos.”

“kamu yang bikin dramatis.”

“ya, padahal bilang sesuai fakta.”

eren diam, hapus air matanya yang keluar pakai hoodie sebelum tatap levi yang menyipitkan matanya jiji.

“jorok. ingusnya mbeleber kemana-mana, tuh.”

“biarin,” begitu juga hoodie ditarik ke atas supaya gak kelihatan bekas ingusnya. “nginep di kos ya?”

“ngapain? tempat udah kosong sama barang ku. kangen tau rasa.”

“ya memang tujuanku. biar mengenang.”

levi mendecih. “kalo mau sex boleh nginep.”

satu geplakan kencang sukses mendarat. “ya bangsat omongannya kesitu terus. kemarin udah, brengsek.”

“mumpung sekarang malam jum'at. itung-itung sunnah.”

“sunnah matamu. sunnah yang dimaksud tuh ya, yasinan, dzikir.”

“wah kok pinter?”

“pinter lah. gak kaya kamu, begonya gak ada tanding. otak selangkangan sih.”

“bego gini bisa muasin kamu sampe desah keras, kok.”

ya astaga bahasanya.

“baj—”

omongannya berhenti. levi dengan sadis tarik tali hoodie eren kencang sampai buat empunya meringis. berdiri dari posisinya dengan tangan yang masih menyekal kedua tali itu, abai total sama eren yang merengek. kemudian jalan.

eren persis sapi yang ditarik.

______________________ ya aduh mau juga dong pacaran — gue

packing

“mau sampe kapan, sih, cil?” levi putar matanya malas. pandangi eren yang duduk lesehan sambil mengecek barang bawaannya. “ini udah kelima kalinya loh, kamu cek barang bawaanku. hadeh.”

eren mendecak. “udah loh, kamu diem. nanti ada yang ketinggalan kan repot sendiri.” katanya, lalu tarik gesper tas untuk ditutup dan diletakkan di pojok kamar. “lagian— ini serius cuma satu tas doang?”

yang ditanya mengangguk. “kenapa?” tanya levi setelah kepulkan asap rokoknya.

“kamu pergi berapa lama?”

“belum jelas,” hendikkan bahu acuh. “satu atau dua bulan, mungkin?”

“nah ya kalo gitu mending pake koper daripada tas, bego.”

“ribet. harus ditarik. males banget.”

“kamu nge kos disana?” kakinya diseret untuk duduk di sebelah levi.

“numpang di rumah temen.”

“kaya punya temen aja.”

“yeh, ngeremehin,” sentil kening pacarnya itu pelan. “koneksiku banyak kalau mau tau.”

“sombongnya, najis.”

levi ketawa dengar cibiran eren. “bukan sombong. salah satu keahlian ku ya itu, tenar dimana-mana.”

dapati respon kernyitan jiji dari eren buat levi ketawa lebar.

“seriusan, om. gak ngerepotin temen mu emang?”

“gak,” levi menggeleng. gerus rokoknya yang sudah habis di asbak sebelum benarkan posisinya jadi menghadap ke eren. “temen ku juga tinggal sendiri. mau ada temen katanya.”

“ldr segitu lama kira-kira tahan, gak, cil?” lanjut levi. suasana berubah hening. eren gigit bibir bawahnya dengan pandangan yang berpendar asal. hindari mata levi yang masih menatapnya.

“mungkin?” sahut eren lirih. yang lebih tua senyum tipis, tangannya diangkat untuk usak rambut eren. setelahnya berdiri dan ambil gitar yang terletak di samping kasur.

“udah sini aku nyanyiin.”

kacau

“aku mau pergi jauh. siap ldr?”

berujung dengan levi yang didiamkan telak oleh eren. terhitung dari keduanya selesai sarapan hingga pada sekarang, eren masih gak mau buka mulut. total merajuk— mendominasi kesal juga marah.

paginya kacau.

dengar penuturan dari mulut levi yang enteng sekali ucapkan kata 'ldr' itu, sialan. eren marah sekali tadi. pikirannya semrawut. memikirkan bagaimana jika kemungkinan buruk yang menyandang gelar di kata hubungan jarak jauh pun spontan muncul saat itu juga. dan eren total belum— atau bahkan gak siap jika salah satu dari itu terjadi. betulan.

posisi di kamar setelah insiden eren yang mengamuk tadi pagi di lantai bawah. bahkan sampai membentak ayah grisha yang sedang minum kopinya santai. dan terpaksa levi menyeret pergelangan eren untuk dibawa ke kamar.

“marahnya sama aku, jangan ke ayah. pikirmu ngebentak orang tua begitu, bagus?” tanya levi. “durhaka kamu sama orang tua.”

“bacot.”

“ngomong lagi.” levi dengan suara rendah itu buat eren takut, kalau boleh jujur. maniknya menatap takut levi sebelum kembali menunduk kala dapat tatapan tajam dari pacar. “aku masih punya otak buat gak langsung ninggalin kamu pergi tanpa bilang sepatah kata pun ke kamu.” levi menjeda. hela nafasnya berat untuk redakan emosinya.

“reaksi kamu bakalan marah waktu aku bilang tadi memang sesuai dugaan. kamu marah, wajar. tapi sampe ngebentak ayah di depan muka, menurutmu wajar gak aku tanya?”

gelengan kepala eren berikan. “ya.. habisnya kamu sampe kesetanan begitu tadi malem, pasti ada sangkut pautnya sama aku.”

“ya memang.”

“tuh, kan!” eren reflek mendongak. beri tatapan tajam ke arah levi yang malah putar matanya malas. “ayah ngomong apa ke kamu?”

“kepo. urusan cowok.”

“terus menurutmu aku apa, anjing?”

“pacar. rumah. dunia.”

“huek. geli.”

“bangsat.” levi terkekeh singkat. lempar bantal sofa ke arah eren yang balas tertawa juga. “udah marahnya?”

“udah.”

levi berdiri, hampiri eren yang duduk di ranjang dan berdiri tepat di hadapan pacarnya itu. “turun sana, minta maaf sama ayah.”

“temenin,” kata eren, mendongak sambil pasang puppy eyes ke arah levi yang naikkan satu alisnya. eren mendecak pelan, ujung baju levi ditarik pelan. “malu, temenin, ya?”

hadeh. anak zaman sekarang.