Paper Plane
Hogwarts tidak pernah sepi. Semua penjuru kastil akan tampak hidup meski seperempat dari penghuninya sedang berkumpul di lapangan Quidditch.
Dan ketika semua orang bersama-sama menuju lapangan Quidditch, lelaki dengan surai pirang keemasan itu akan berjalan melawan arus menuju perpustakaan. Bukankah aneh? Siapa yang rela melewatkan pertandingan seru Quidditch antara Slytherin dan Griffindor? Tentu saja pemuda kutu buku yang kini asik membuka buku ramuan.
Sorak sorai lapangan yang terdengar dari luar menandakan pertandingan sudah dimulai. Dan pemuda itu akan asik tenggelam dalam setiap komposit racikan ramuan yang akan ia coba di kelas ramuan nanti.
Zale tidak akan terusik pada apapun ketika fokusnya sudah berkumpul pada buku, namun sebuah gedebug keras yang menabrak jendela perpustakaan seketika membuatnya berpaling. Ia berdiri dengan cepat, menghampiri jendela terbuka demi mendapatkan seorang pemuda sedang melayang terjatuh dari kastil perpustakaan.
Tentu saja Zale panik. Maka dengan sekejab ia mengambil sapunya dan ikut terjun menyelamatkan pemuda itu sebelum tubuh tak berdayanya menghantam tanah.
Zale berpikir keras, kecepatan sapunya tak akan bisa mengalahkan kecepatan tubuh yang terjatuh, maka dengan rasa paniknya ia melayangkan mantra pelambat bagi tubuh si pemuda hingga ia dapat menangkap tubuhnya.
Hap..
Tubuh jangkung itu tertangkap. Sapunya yang sebelumnya stabil tiba-tiba tak terkendali karena menambah bobot.
Zale berusaha keras. Jangan sampai niat menolongnya menyebabkan ia terkena bahaya juga.
Setelah sapu kembali stabil dan ia menyamankan posisi mereka berdua, Zale dengan cepat bergegas menuju Hospital Wings.
Kalian tahu? Zale tak pernah absen mengunjungi Hospital Wings demi membantu Madam Pomfrey mengurus apapun yang bisa ia kerjakan, namun baru kali ini ia datang ke Hospital Wings lengkap dengan pasien.
Kedatangannya di Hospital Wings disambut heran oleh Madam Pomfrey.
“Dia kenapa, Zale?”
Madam Pomfrey bertanya sembari menarik sebelah tangan pemuda itu, membantu Zale memapah tubuh tingginya menuju salah satu bangsal.
“Aku mendengar suara tabrakan kencang ketika membaca buku yang kau rekomendasikan, lalu mendapati ia sedang meluncur bebas.”
Tubuh si pemuda sudah berbaring nyaman. Madam Pomfrey dengan gesit memeriksa keadaan pemuda tersebut.
“Apa ia jatuh ke tanah?”
Zale menggeleng sebagai jawaban. “Aku menangkapnya dengan semua kemampuanku.”
Madam Pomfrey tersenyum sedikit, “terimakasih atas kebaikanmu, Zale.”
Zale ikut tersenyum. “Tak masalah.”
Setelah memeriksa, Madam Pomfrey berdiri dan bergegas pergi ke suatu tempat. Langkah tergesa nya lalu terhenti ketika Zale bertanya sembari berteriak.
“Apakah ia baik-baik saja Madam?!”
“Tentu saja ia sedang kesakitan.” Balas Madam Pomfrey teriak. “Dan hey, kecilkan suaramu, ini rumah sakit Zale!”
Zale tersenyum menanggapi. Bukankah ia juga berteriak tadi?
“Ohya Zale, aku memintamu untuk berdiam menunggunya hingga aku kembali.”
Zale membalasnya dengan wajah yang memberenggut suram.
“Apakah kau tau? Bahkan buku nya belum aku baca barang setengah halaman.”
“Diam disini atau aku tak akan membiarkanmu membantuku lagi.”
“Oke...”
Lalu selanjutnya adalah langkah Madam Pomfrey yang semakin menjauh dan rasa kesalnya yang muncul.
Dipandanginya wajah pemuda yang kini terbaring damai. Zale merasa ia bukan pingsan melainkan hanya tertidur karena wajahnya sangat damai.
Pandangannya tanpa sadar beralih pada baju dan jubah yang ia kenakan.
“Oh sial, kamu ternyata pemain Quidditch. Apakah tadi kamu menabrak kastil karena mengindari bludger?”
Zale bertanya satu arah sembari menarik kursi disamping ranjang.
“Tidak, aku menabrak kastil ketika mencoba menangkap snitch.”
“Astaga kaget!” Bokongnya yang baru saja menempel pada kursi tiba-tiba terjungkal saking kagetnya.
“Apakah kau baik-baik saja?”
Suara tegas itu seketika menyadarkan Zale yang sebelumnya mengaduh kesakitan menyayangkan bokongnya yang mencium lantai.
“Ini semua karena mu!” Zale berseru tak suka.
“Maaf, apakah begitu mengagetkan hingga kau terjatuh?”
Zale berdiri dengan kesal. “Tentu saja!”
Pemuda itu tertawa sebentar. Hei apa yang lucu?
“Maafkan aku.”
“Ya tidak apa-apa lagian ini salahku juga karena terlalu berlebihan.”
Kini yang terbit pada wajah pemuda itu senyum manis, dengan mata yang tenggelam membentuk bulan sabit.
Sejak kapan ada lelaki setampan ini? Pikir Zale dengan random.
“Apakah kamu dari Slytherin?” Tanya pemuda tampan itu.
“Bukankah sudah jelas?Apa karena menabrak kastil mata mu menjadi tidak bisa melihat?” Aneh, mengapa pemuda ini menanyakan hal-hal yang bahkan tak perlu ditanyakan.
“Bukan, maksudku, mengapa aku seperti tak pernah melihatmu?”
“Apakah aku adalah hantu yang akan berkeliaran dimanapun?”
Pemuda itu menghela nafas sebentar, “Maksudku, kita bahkan satu asrama?”
Zale berfikir sebentar. Betul juga. Pemuda inipun memakai seragam Slytherin.
“Mungkin karena aku jarang berinteraksi? Entahlah aku bahkan tak pernah tau ada kau di Slytherin.” Zale menjawab tak peduli.
“Hei kau tak mengenalku?”
Zale mengernyit bingung. “Apakah semua orang harus mengenalmu?”
Pemuda itu tertawa lagi.
“Aku seeker terbaik Slytherin kau tak tau?”
“Aku bahkan tak peduli pada Quidditch.”
Pemuda itu membiarkan bola matanya membulat sempurna. Bagaimana bisa ada yang tidak menyukai Quidditch?
“Halo... Wah kau sudah bangun rupanya, apa yang kau rasakan sekarang, bagian mana yang sakit?” Madam Pomfrey yang baru datang memberi pertanyaan beruntun pada pemuda itu.
Karena dirasa kehadirannya sudah tak diperlukan, Zale berdiri hendak meninggalkan Hospital Wings.
“Mau kemana kau?”
Langkahnya yang sudah setengah menuju pintu keluar terhenti. Badannya berbalik lagi.
“Bukankah aku sudah cukup membantu mu Madam, kasian sekali buku ku tidak ada yang membaca.”
Madam hanya menggeleng dan membiarkan Zale pergi.
“Siapa dia?”
Tanya pemuda itu kepada Madam Pomfrey ketika Madam Pomfrey sedang menyiapkan ramuan.
“Bukankah kalian satu asrama? Mengapa kau bertanya padaku?”
Pemuda itu tersenyum kikuk.
“Sepertinya tulang bahumu ada yang retak. Minum ini dan beristirahatlah.” Tangan Madam Pomfrey memberikan cangkir berisi ramuan pekat.
“Baunya sangat jelek.”
“Jangan berkomentar dan minum saja sebelum retaknya semakin parah.” Jawab madam galak.
Pemuda tersebut akhirnya meminum ramuan sembari memikirkan siapa lelaki tadi.
“Hei Zale, kemana saja? kupikir kau tertidur lagi di perpustakaan.”
Langkahnya di lorong sayap kiri kastil terhenti ketika ia berpapasan dengan Jamie, seorang Griffindor yang tanpa sebab mau berteman dengannya.
Memang sejak selesai nya perang antara Harry Potter dan you know who dulu, asrama di Hogwarts menjadi akur, bahkan Draco dan Harry pun menjadi sahabat. Menurut cerita kakeknya setiap ia berkunjung.
“Aku bahkan tak sempat menempelkan pipiku pada meja perpustakaan.”
“Kenapa?”
“Aku mengantar pasien ke Hospital Wings, dan kau tau? Madam Pomfrey akan memintaku ini itu sesukanya.”
“Bukankah kau menyukainya?” Jamie tersenyum ringan.
“Tentu saja aku suka, tapi pemuda tadi menyebalkan. Ia bersikap sok tau sekali.”
Tanpa sadar mereka melangkah bersama dengan Jamie yang menuntunnya menuju aula karena jam makan siang akan datang.
“Hey aku akan ke perpustakaan!” Ujar Zale kesal.
“Sebentar lagi jam makan siang Zale, aku tidak akan membiarkanmu melewatkan jam makan siang lagi.” Jawab Jamie sembari mendorong pelan bahu Zale yang berhenti.
“Tentu saja aku akan makan. Ah aku sangat lapar, aku ingin makan paha ayam.”
“Kau dapat memakan apapun Zale.”
“Bisakah aku duduk disebelahmu Jamie?”
“Kau sudah menanyakan ini puluhan kali Zale.”
Wajah Zale kembali suram. “Mengapa aku menjadi Slytherin, harusnya aku Griffindor saja bersamamu.”
“Tanyakan saja pada topi seleksi.”
“Aku bahkan tak punya ambisi seperti Slytherin.”
“Belum.”
Mereka sampai di aula. Banyak orang sudah berkumpul dan bersiap makan siang sedangkan Zale masih mencari tempat dimana ia bisa menikmati paha ayam.
Zale berpisah dengan Jamie, ia menuju meja Slytherin dan mencari ruang kosong disebelah siapapun karena ia bersumpah ia sangat lapar sekarang. Namun sepertinya para Slytherin tak bisa membiarkan ia duduk.
Demi Merlin, Zale ingin pindah asrama sekarang.
Tangannya tiba-tiba ditarik pemuda yang ia tidak tahu siapa dan memberi nya tempat duduk dengan cepat. Hingga ia menyadari jika pemuda ini adalah pemuda yang sama di Hospital Wings tadi.
“Untuk apa kau menarikku?” Bisik Zale tak terima. Wajahnya sangat menunjukkan penolakan.
“Kalau aku tak membawamu duduk, kau tak akan mendapat tempat. Lihat sekelilingmu, apakah ada yang mau berbagi tempat?”
Zale membuang muka kesal. Yang dikatakan pemuda itu adalah benar.
“Namaku Noel.” Ucap pemuda itu berbisik-bisik.
“Aku bahkan tak bertanya?” Zale menjawab dengan berbisik pula.
“Hanya jaga-jaga kau membutuhkan aku nanti.”
Zale tak menanggapi. Ia malas berurusan dengan pemuda ini karena bahkan sekali tatap pun Zale yakin ia sangat menyebalkan.
“Noel, kau dari mana saja? Kabur ketika bertanding huh?”
Noel dan Zale sama-sama berbalik menghadap pemuda lain yang kini menyerobot duduk disamping Noel.
“Aku dari Hospital Wings bodoh, kau tidak tau kan aku menabrak kastil perpustakaan.”
Zale hanya mendengarkan mereka karena ya Zale sungguh tak tau ia harus apa sekarang, lagipula makan belum dimulai karena para profesor belum berkumpul.
“Bagaimana bisa? Kami pikir seeker terbaik Slytherin kabur karena takut melawan seeker Griffindor.”
“Opini yang sangat bodoh, Ver.”
Vero tertawa kecil. Tatapannya menjelajahi sekelilingnya lalu menangkap kehadiran asing disamping Noel.
“Siapa dia? Aku belum pernah melihatnya?”
Tangan kanan Noel refleks memukul Vero. “Pelankan suaramu bodoh, kau ingin dilempar piring oleh Snape?”
“Ya ya sorry aku lupa. Jadi, siapa dia?”
Noel mengedikkan bahunya acuh. “Tak tau.”
Zale yang mendengarnya melotot. Tapi mengingat ia tak pernah menyebut namanya pada Noel, ia memaklumi.
“Dia yang menolongku dan mengantarku menuju Hospital Wings.”
“Oh balas budi?”
Noel mengangguk.
Zale ikut mengangguk. Oh.. hanya balas budi rupanya.
Tak lama setelah itu para profesor berkumpul dan makan siang dimulai. Zale tak ingin mengambil banyak pemikiran lain karena ia hanya ingin makan ayam namun sepertinya tidak bisa. Tiba-tiba perasaan nya menjadi tidak enak dan kesal.
Ruang rekreasi Slytherin tak pernah sepi karena para Slytherin sangat senang membuat keributan dan bercengkrama. Waktu-waktu seperti inilah yang akan membuat Zale kabur dari asrama, menuju menara cahaya dan membaca beberapa buku sembari menunggu jam malam datang.
Namun entah mengapa pertemuannya tadi siang seakan menjadi awal mula dari pertemuan-pertemuan lain antara dirinya dan Noel.
“Bukankah ini waktunya berkumpul di ruang rekreasi atau di kamar?”
Zale hanya diam tak mengindahkan lalu melanjutkan langkahnya menuju menara cahaya.
“Hei pirang!”
Zale berbalik murka. Apa-apaan itu pirang?! Bahkan rambut Noel lebih pirang!
“Namaku Zale, hanya panggil Zale atau jangan memanggilku!”
Noel tertawa.
Sepertinya semuanya akan lucu bagi Noel.
“Maaf, aku tak tau namamu.”
Zale kembali berbalik, namun kini ia tak sendiri. Noel mengikutinya dari belakang.
“Berhenti mengganggu ku Noel!”
“Aku tak berniat mengganggu mu Zale.”
Zale menggeram kesal.
“Lalu stop mengikutiku!”
“Aku tak mengikutimu!”
Zale kembali berbalik dengan kesal. Kini ia mengambil langkah panjang dan tergesa. Ia tak ingin Noel menyebalkan itu mengikutinya.
Namun sepertinya Noel adalah pemuda keras kepala, ia ikut mengambil langkah besar bahkan hampir berlari demi menyeimbangkan langkahnya dengan Zale.
“Noel!”
“Zale.”
“Arghhh mengapa kau menyebalkan sekali?!”
“Aku hanya ingin menemani mu.”
“Aku. Tak. Butuh. Kau. Temani. Noel! Jadi berhenti mengikuti dan pergi!” Ucap Zale frustasi dengan penekanan di setiap kata.
“Aku tak bisa pergi. Bagaimana jika Dementor datang lalu menculikmu? Atau pelahap maut? Atau para penyihir jahat lain?”
“Aku bahkan sudah berkeliaran seperti ini setiap malam selama dua tahun dan tidak ada apapun yang kau sebutkan tadi?”
“Apakah kau tidak mau aku temani?”
Zale mengangkat satu alisnya. “Ya, tentu saja?”
“Kalau begitu, mari kembali ke asrama!”
Tangan Zale ditarik kuat oleh Noel.
“Hei berhenti kau dasar tidak sopan! Lepaskan aku bodoh aku ingin ke menara cahaya!”
“Kau bisa kesana besok pagi!”
Adegan tarik menarik tak dapat dihindari. Zale yang bertekad kuat ingin pergi ke menara cahaya, dan Noel yang tidak tahu datang darimana mencampuri urusannya dan kekeuh ingin membawanya ke asrama.
Ketika adegan tarik menarik itu terjadi, terdengar suara kucing yang sangat khas.
Mereka berdua, Zale dan Noel mematung seketika.
“Itu Mrs. Norris!” Ucap Noel dengan cepat. “Ayo kembali ke asrama atau Filch akan menghukummu.”
Arghhh, Noel sangat menyebalkan! Gara-gara ia ritual malamnya gagal.
Mereka berdua lari menuju asrama sebelum Filch memergoki mereka atau halaman belakang akan menjadi teman mereka berdua selama sebulan.
“Ini semua karena mu, argh aku sangat membencimu Noel!” Teriak Zale sembari tetap berlari menuju asrama.
“Sama-sama Zale, tak perlu khawatir.”
Zale benar-benar benci fakta ia harus mengenal Noel.