Pamit.

Acrux membiarkan butiran hujan membasahi diri, mengguyur segala luka. Derai air mata pun sudah tak memiliki arti. Semesta seperti tahu, bahwa sedang ada yang terluka hatinya. Membiarkan air hujan turun, menyamarkan air mata yang terjatuh tanpa henti.

Hatinya telah patah, dihancurkan oleh pukulan keras berdasar cinta. Acrux tak tahu, bahwa mencintai akan menjadi sesakit ini. Bahwa tersirat kata pisah, pada tutur dan rasa sayang. Acrux baru menyadari, bahwa ia telah jatuh ke dalam lubang gelap yang ia ciptakan. Sulit baginya untuk merangkak keluar, tanpa harus mengoyak hati.


“Seharusnya, aku tak menaruh rasa padamu sejak awal.”

“I never should've said I love you. Jika pada akhirnya, aku lah satu-satunya orang yang merasa. Jika pada akhirnya, kata cinta hanya akan menyakiti. Itu menyakitkan, untukku.” Acrux bergetar, menahan segala sakit yang perlahan mengambil alih rasa.

Netra nya menatap sang terkasih, menelusuri tiap inci paras rupawannya. Surai hitam yang dibiarkan terurai, sangat mengundang untuk dibelai. Namun, Acrux menahan keinginan itu. Sudah cukup. Acrux ingin menjadikan malam ini, sebagai epilog dalam kisah mereka.

“Acrux, maaf. Iya, aku berbohong. Atas semuanya, aku berbohong. Tapi aku juga berusaha, Acrux.”

“Berusaha? Bahkan untuk kembali merengkuhku, kamu tak mampu. Bahkan untuk mengatakan kembali kalimat aku cinta kamu, kamu pun tidak sanggup. Lalu, mana yang harus aku anggap sebagai usaha?”

Sang terkasih terdiam. Yang diutarakan Acrux benar adanya. Hanya Acrux yang selalu berusaha, hanya Acrux yang selalu mencinta. Kata cinta tak pernah sekalipun terbalas. Bodoh, benar Acrux bodoh. Ia mencinta, untuk sebuah omong kosong.

“Selamat tinggal. Kita sudahi saja, ya? Ini terlalu menyakitkan, dan aku sudah cukup hancur karenanya. Aku tak membencimu, bahkan, aku masih menyayangimu. Tapi, sepertinya semesta tak setuju. Kita hanya menciptakan luka, untuk satu sama lain. Cinta yang kita ucap, hanya akan menambah luka pada hati. Kita sudahi saja. Kita selesai. Kamu tidak perlu lagi berbohong pada hatimu. Memaksakan rasa yang tak seharusnya.” Tutur Acrux akhirnya.

“Bahagia selalu ya.”


Melepaskan sesuatu yang berharga memang meninggalkan luka yang dalam. Terlebih, ketika cinta sudah mengambil alih hati sepenuhnya. Selama ini, Acrux mencintainya sepenuh hati. Hingga Acrux tak menyadari, bahwa cintanya itu mendorongnya ke dalam lubang gelap. Lubang yang penuh dengan rasa sakit dan kecewa, namun terbungkus dalam kata sayang.

Acrux memandang langit malam, hujan telah berhenti dan tak ada bintang yang bersinar. Langit seakan ikut merasakan kekosongan pada hatinya. Meredupkan cahayanya, agar Acrux dapat membagi sedihnya.

“I never should've said I love you..” ulangnya, kini pada semesta. Selama ini, segala rasa terucap sia-sia.

Selama ini, Acrux hanya tahu rasanya mencintai, tanpa tahu rasanya dicintai sebanyak ia mencintainya.


vlessingtae.