Seungwoo Seungwoo Seungwoo

Nama itu selalu terukir dengan indah dan rapi di dalam buku tulis usang milikku. Tak perlu bertanya alasanku melakukannya, ia spesial.

Jemariku kini berganti menari diatas lembaran kertas putih pemberian Ayah. Memoleskan warna warna indah, melukis pelangi dan kupu-kupu. Tak lupa, ku torehkan nama Seungwoo diantaranya.

“Bagus” ujar seorang wanita. Ia mengenakan pakaian putih, sama sepertiku. Cantik.

“Terimakasih” ucapku, membalas.

“Seungwoo, siapa?”

“Orang spesial” jawabku, sembari tersenyum. Wanita itu mengangguk kecil, lalu memberikanku sesuatu

“Vitamin, minumlah” aku mengangguk. Kata Ayah pagi ini, aku harus selalu minum vitamin. Dan wanita di hadapanku memberikan apa yang aku butuhkan. Padahal, aku sama sekali tak mengenalnya

Bosan, aku beranjak pergi dari kamar. Langkah kaki membawaku ke sebuah taman bunga indah. Aku duduk di bangku kuning, dengan buku tulis usang di pangkuan, aku mulai menulis beberapa kata.

:2019-10-17 Aku pergi ke taman bunga. Indah sekali. Banyak kupu-kupu menari diatas bunga-bunga cantik. Membuatku ingin menari bersama, namun aku tak bisa. Oh, sungguh aku tak ingin melupakan ini. Angin senja mulai menyapaku, langit berubah menjadi merah muda. Oh, indah sekali. Aku ingin mengingat ini selamanya.

Ku tutup buku usang itu. Tak terasa, hari ini akan segera berakhir. Bunyi gesekan dedaunan menggelitik indera pendengaranku. Hingga sebuah suara membuyarkan semuanya.

“Kau disini, rupanya” seorang pria berjalan mendekatiku. Ia tersenyum, manis sekali.

“Siapa?” tanyaku. Pertanyaan biasa yang selalu aku lontarkan, kepada siapapun.

“Seungwoo” ucapnya sembari tersenyum. Ah! Seungwoo. Si pemilik hatiku, si orang spesial.

“Ah, maaf. Lagi-lagi aku lupa”

Ugh. Benci sekali rasanya. Karena aku, yang selalu menuliskan namanya di setiap lembar, yang selalu menuliskan bagaimana kami bertemu. Tapi aku pula, yang selalu melupakannya.

Seungwoo duduk di sampingku. Kami memandang langit senja, menunggu sang fajar untuk bersembunyi dengan anggun. Seungwoo menoleh ke arahku, memberikan secarik gambar diri.

“Tempelkan pada bukumu. Agar kau ingat aku” ucapnya dengan senyuman manis. Aku hanya mengangguk

Gambar diri yang ia berikan, adalah potret dua insan yang sedang tersenyum lebar dengan dua buah kembang kapas di tangan masing-masing. Terdapat nama dan tanggal dibaliknya.

Seungwoo-Yoonsa. 2016/09/17.

Aku tersenyum. Menolehkan wajah menghadap Seungwoo, ternyata ia menatapku.

“Besok kita pergi, ya? Aku ingin ini” ucapku sembari menunjuk ke dua buah kembang kapas. Seungwoo mengangguk antusias

“Yuk, kembali ke kamar. Sudah mulai malam” ajaknya. Tangan kekarnya terulur, bermaksud menggandeng. Jemariku menyambut jemarinya, bertautan.

Langkah kaki menuntunku kepada sebuah bangunan besar dihadapan kami. Rumah Sakit khusus Alzheimer, begitu tulisan yang tertera di tengah bangunan.

Ah, benar. Aku menderita alzheimer.

Itulah alasan sebenarnya, aku menulis nama Seungwoo di setiap lembar buku usangku. Agar aku dapat terus menyelami kenangan baik dengannya, agar aku dapat terus membaca dan mengerti bahwa aku pernah dan masih dicintai, oleh perasaan yang sama.

Agar aku tahu, bahwa ada hati yang selalu menjadikanku pemiliknya. Meskipun ia tahu, bahwa ia sudah sepenuhnya hilang dari memoriku. Dan tahu bahwa aku tak akan pernah lagi menjadi sama.

Bahwa kami tak akan pernah lagi menjadi sama.