74 Johnny dan Hara
.
.
.
Semua orang pergi, makan di kantin, bersantai di taman sekolah, belajar di perpustakaan, menyelinap ke gedung olahraga, berpacaran, dan entahlah. Sementara Hara hanya duduk diam di dalam kelas. Menunggu seseorang untuk datang. Dia dengar dari Taeyong, bahwa orang itu akan datang di siang hari karena sengaja melewati kelas paginya. Hara tidak mengerti, sesungguhnya apa yang dipikirkan oleh orang itu di tahun ketiganya sekolah yang harusnya sangat krusial.
Orang itu menampakkan dirinya di depan pintu. Rapi dengan seragam dan menyampirkan tasnya di bahu. Wangi, seperti yang sudah Hara duga. Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat. Hara dari tempat duduknya dan orang itu di depan pintu. Sampai orang itu masuk, duduk di kursinya, bahkan tidak menyapa Hara walaupun dengan sebuah 'hai'.
Hara menarik dirinya, duduk di kursi depan orang itu. Bertatapan lagi. “Mau lu apa?” tanya Hara. “Karena lu tau gua enggak bakal ngizinin lu pergi, makanya yang lu chat Karen kan? Karena Karen masih baru dan enggak tau apa-apa kan? Lu sadar gak sih—”
“Kalo mau ngomongin soal tanggung jawab gua, gua sadar. Sorry.” Orang itu menyandarkan punggungnya ke kursi. Masih menatap Hara. “Cuma pelarian kok. Pas kebetulan Bang Yeol manggil gua karena DJ yang biasa di sana enggak bisa manggung. Jadi selesai latihan gua langsung ke sana aja. Terus tadi pagi, gimana?”
“Huh.” Hara mendengus, wajahnya masih marah. Tapi orang yang di hadapannya terlihat begitu santai. “Gua enggak tau kenapa lu masih bisa sesantai ini, Johnny Suh. Tapi tadi Qian Kun ikut marah, Lee Taeyong ngambek, dan Nakamoto … males banget ngomonginnya.”
Johnny, yang mendengar penuturan Hara, tertawa kecil. Mereka seperti itu. Ada kekuatan yang saling tarik-menarik antara mereka sehingga membutuhkan satu sama lain. Jadi dia menunggu sebentar, barangkali Hara akan melanjutkan dialognya.
“Lu itu, satu-satunya pitcher kelas 3. Paham dong harusnya gimana? Mereka semua butuh lu. Kim Jungwoo, dia catcher tapi dia masih kelas 2, apalagi dia yang terus jadi battery-lu setahun ini. Tunggu sampe musim panas selesai, abis itu terserah lu mau ngapain. Gua enggak ngelarang, yang lain enggak ngelarang.”
Johnny diam. Masih menatap Hara. Wajahnya tak berekspresi. Hara pun ikut diam. Masih tidak tahu lagi.
“Kalo kita enggak masuk nasional tahun ini—”
“Jangan dilanjutin.” Johnny menyelak. Dia tahu apa yang akan dikatakan Hara. Bahkan, dia memahaminya. “Semua orang mau masuk ke nasional, gua, bahkan kalian manajer. Kalo ada gua nge-DJ lagi, gua bakal tetep latihan pagi kok, gua usahain. Ini bakal jadi musim panas terakhir, dan kalo enggak masuk nasional, apa artinya musim panas gua selama 3 tahun. Sedikit lagi summer camp. Pak Pem juga udah mulai bikin janji latih tanding. Tenang, gua tau tanggung jawab gua. Jangan khawatir lagi, Hara. Musim panas tahun ini, lu harus bahagia. Kita harus bahagia.”