lafie

Hi.


Akan aku perkenalkan seseorang yang tepat satu tahun belakang ini selalu hadir dalam hari-hariku, melengkapinya dengan lucu dan kadang menyebalkan.

Dia seorang perempuan yang terlihat jutek, juga seperti orang yang cuek. Tapi—

“Bara kenapa? Bara di mana? Haduh ngeselin deh kamu nih. Kamu yang loyo aku jadi ikutan sedih.” Beserta gif panda atau kucing untuk melengkapi gambarannya yang turut sedih denganku.

—dia selalu peduli denganku. Menunjukkan rasa khawatirnya dengan cara yang lucu. Terkadang mengumpat karena terlalu kesal.

Kesal karena ia tidak berani bertanya lebih, sementara aku sendiri tidak bicara lebih banyak jika tidak ditanya. Hahaha, bukankah dia lucu?


Tepatnya setahun yang lalu kami berada di ruangan yang sama— dengan aku yang memainkan ponsel dan dia yang sedang… uhm, olahraga katanya.

Hari sudah menunjukkan pukul empat dini hari. Ku lihat seorang teman satu grup kami menyatakan perasaannya melalui sebuah video yang di post dalam aplikasi burung biru.

“Kak, liat deh. Kinza sama Abian jadian,” katanya yang sedang dalam posisi plank dengan layar ponsel di bawahnya.

“Mhm, iya.” jawabku singkat.

Lalu tiba-tiba saja terlintas di otakku.

“Karena Abian confess, aku juga mau confess deh.”

“Hah? Ke siapa?”

Aku duduk di tepi kasur sambil melihatnya yang masih saja serius menatap layar persegi empat itu dengan posisinya yang masih sama, melakukan plank.

“Kamu.”

Belum ada reaksi. Sekali lagi aku pertegas.

“Aku suka kamu, mau jadi pacarku?”

Bugh!

“EH?!”

“BARA IH AKU KAGET HUEEE SAKIT BANGET JATOH!”

Huft. Sounds so cheesy and like a joke, but yeah it happens like that.


Ah iya. Satu lagi akan aku ceritakan.

Beberapa waktu lalu kami— oh, lebih tepatnya aku, sempat merasa kesal karena suatu hal.

Ku sadari memang aku yang selalu menghindar dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja, tidak ada yang buruk atau salah ketika si manis itu menanyaiku, “kamu kenapa? Marah ya?”

Yeah, my bad.

Aku terlalu takut untuk mengatakan bahwa aku marah tentang cara dia dan teman-temannya bermain.

Banyak sekali jokes yang tidak lucu dan membuatku agak tersinggung dalam beberapa hal.

Don't I look like a possessive person?

Maybe it looks a little possessive. But it (their jokes, I mean) feels uncomfortable for me.

Jadi ku putuskan untuk membicarakannya saja, walaupun sebelumnya kami sedang membahas sesuatu yang ringan.

Dan ini lah kejadian aneh sebelum sesi serius dimulai.

“Cel,”

“Hum?”

“Let's talk about yesterday?”

“BARA DIEM DEH.”

Aku bingung. Apa ada yang salah?

“JANGAN BULE MODE ON.”

“Loh... Kenapa emang?”

“GANTENG.”

Ah tuhan… astaga bahkan aku masih tertawa ketika menulis catatan ini.


Namanya adalah Gisella lafienda, aku biasa memanggilnya sela atau cela.

Si Jutek, yang manis sebenarnya.

Orang yang agak enggan menanyakan banyak hal tentangku secara gamblang.

Orang yang aneh, dan keanehan itu hanya miliknya seorang.

Perempuan yang banyak bicara juga berisik, ditambah hobi mengomel —apa lagi ketika dia tau aku hanya makan sehari sekali atau tidak makan sama sekali.

Perempuan yang bisa membuat hari sepiku terasa lebih ramai karena kehadirannya, dengan sukarela bersedia menjadi pendengar dan penyemangat untukku, mau membagi ceritanya untukku pula. Singkatnya, perempuan yang aku sayang.

Albara Geovan.


Akan aku perkenalkan seseorang yang tepat satu tahun belakang ini selalu hadir dalam hari-hariku, melengkapinya dengan lucu dan kadang menyebalkan.

Dia seorang perempuan yang terlihat jutek, juga seperti orang yang cuek. Tapi—

“Bara kenapa? Bara di mana? Haduh ngeselin deh kamu nih. Kamu yang loyo aku jadi ikutan sedih.” Beserta gif panda atau kucing untuk melengkapi gambarannya yang turut sedih denganku.

—dia selalu peduli denganku. Menunjukkan rasa khawatirnya dengan cara yang lucu. Terkadang mengumpat karena terlalu kesal.

Kesal karena ia tidak berani bertanya lebih, sementara aku sendiri tidak bicara lebih banyak jika tidak ditanya. Hahaha, bukankah dia lucu?


Tepatnya setahun yang lalu kami berada di ruangan yang sama— dengan aku yang memainkan ponsel dan dia yang sedang… uhm, olahraga katanya.

Hari sudah menunjukkan pukul empat dini hari. Ku lihat seorang teman satu grup kami menyatakan perasaannya melalui sebuah video yang di post dalam aplikasi burung biru.

“Kak, liat deh. Kinza sama Abian jadian,” katanya yang sedang dalam posisi plank dengan layar ponsel di bawahnya.

“Mhm, iya.” jawabku singkat.

Lalu tiba-tiba saja terlintas di otakku.

“Karena Abian confess, aku juga mau confess deh.”

“Hah? Ke siapa?”

Aku duduk di tepi kasur sambil melihatnya yang masih saja serius menatap layar persegi empat itu dengan posisinya yang masih sama, melakukan plank.

“Kamu.”

Belum ada reaksi. Sekali lagi aku pertegas.

“Aku suka kamu, mau jadi pacarku?”

Bugh!

“EH?!”

“BARA IH AKU KAGET HUEEE SAKIT BANGET JATOH!”

Huft. Sounds so cheesy and like a joke, but yeah it happens like that.


Ah iya. Satu lagi akan aku ceritakan.

Beberapa waktu lalu kami— oh, lebih tepatnya aku, sempat merasa kesal karena suatu hal.

Ku sadari memang aku yang selalu menghindar dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja, tidak ada yang buruk atau salah ketika si manis itu menanyaiku, “kamu kenapa? Marah ya?”

Yeah, my bad.

Aku terlalu takut untuk mengatakan bahwa aku marah tentang cara dia dan teman-temannya bermain.

Banyak sekali jokes yang tidak lucu dan membuatku agak tersinggung dalam beberapa hal.

Don't I look like a possessive person?

Maybe it looks a little possessive. But it (their jokes, I mean) feels uncomfortable for me.

Jadi ku putuskan untuk membicarakannya saja, walaupun sebelumnya kami sedang membahas sesuatu yang ringan.

Dan ini lah kejadian aneh sebelum sesi serius dimulai.

“Cel,”

“hum?”

“Let's talk about yesterday?”

“BARA DIEM DEH.”

Aku bingung. Apa ada yang salah?

“JANGAN BULE MODE ON.”

“Loh... Kenapa emang?”

“GANTENG.”

Ah tuhan… astaga bahkan aku masih tertawa ketika menulis catatan ini.


Namanya adalah Gisella lafienda, aku biasa memanggilnya sela atau cela.

Si Jutek, yang manis sebenarnya.

Orang yang agak enggan menanyakan banyak hal tentangku secara gamblang.

Orang yang aneh, dan keanehan itu hanya miliknya seorang.

Perempuan yang banyak bicara juga berisik, ditambah hobi mengomel —apa lagi ketika dia tau aku hanya makan sehari sekali atau tidak makan sama sekali.

Perempuan yang bisa membuat hari sepiku terasa lebih ramai karena kehadirannya, dengan sukarela bersedia menjadi pendengar dan penyemangat untukku, mau membagi ceritanya untukku pula. Singkatnya, perempuan yang aku sayang.

— Albara Geovan.

21 September.


Akan aku perkenalkan seseorang yang tepat satu tahun belakang ini selalu hadir dalam hari-hariku, melengkapinya dengan lucu dan kadang menyebalkan.

Dia seorang perempuan yang terlihat jutek, juga seperti orang yang cuek. Tapi—

“Bara kenapa? Bara di mana? Haduh ngeselin deh kamu nih. Kamu yang loyo aku jadi ikutan sedih.” Beserta gif panda atau kucing untuk melengkapi gambarannya yang turut sedih denganku.

—dia selalu peduli denganku. Menunjukkan rasa khawatirnya dengan cara yang lucu. Terkadang mengumpat karena terlalu kesal.

Kesal karena ia tidak berani bertanya lebih, sementara aku sendiri tidak bicara lebih banyak jika tidak ditanya. Hahaha, bukankah dia lucu?


Tepatnya setahun yang lalu kami berada di ruangan yang sama— dengan aku yang memainkan ponsel dan dia yang sedang… uhm, olahraga katanya.

Hari sudah menunjukkan pukul empat dini hari. Ku lihat seorang teman satu grup kami menyatakan perasaannya melalui sebuah video yang di post dalam aplikasi burung biru.

“Kak, liat deh. Kinza sama Abian jadian,” katanya yang sedang dalam posisi plank dengan layar ponsel di bawahnya.

“Mhm, iya.” jawabku singkat.

Lalu tiba-tiba saja terlintas di otakku.

“Karena Abian confess, aku juga mau confess deh.”

“Hah? Ke siapa?”

Aku duduk di tepi kasur sambil melihatnya yang masih saja serius menatap layar persegi empat itu dengan posisinya yang masih sama, melakukan plank.

“Kamu.”

Belum ada reaksi. Sekali lagi aku pertegas.

“Aku suka kamu, mau jadi pacarku?”

Bugh!

“EH?!”

“BARA IH AKU KAGET HUEEE SAKIT BANGET JATOH!”

Huft. Sounds so cheesy and like a joke, but yeah it happens like that.


Ah iya. Satu lagi akan aku ceritakan.

Beberapa waktu lalu kami— oh, lebih tepatnya aku, sempat merasa kesal karena suatu hal.

Ku sadari memang aku yang selalu menghindar dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja, tidak ada yang buruk atau salah ketika si manis itu menanyaiku, “kamu kenapa? Marah ya?”

Yeah, my bad.

Aku terlalu takut untuk mengatakan bahwa aku marah tentang cara dia dan teman-temannya bermain.

Banyak sekali jokes yang tidak lucu dan membuatku agak tersinggung dalam beberapa hal.

Don't I look like a possessive person?

Maybe it looks a little possessive. But it (their jokes, I mean) feels uncomfortable for me.

Jadi ku putuskan untuk membicarakannya saja, walaupun sebelumnya kami sedang membahas sesuatu yang ringan.

Dan ini lah kejadian aneh sebelum sesi serius dimulai.

“Cel,”

“hum?”

“Let's talk about yesterday?”

“BARA DIEM DEH.”

Aku bingung. Apa ada yang salah?

“JANGAN BULE MODE ON.”

“Loh... Kenapa emang?”

“GANTENG.”

Ah tuhan… astaga bahkan aku masih tertawa ketika menulis catatan ini.


Namanya adalah Gisella lafienda, aku biasa memanggilnya sela atau cela.

Si Jutek, yang manis sebenarnya.

Orang yang agak enggan menanyakan banyak hal tentangku secara gamblang.

Orang yang aneh, dan keanehan itu hanya miliknya seorang.

Perempuan yang banyak bicara juga berisik, ditambah hobi mengomel —apa lagi ketika dia tau aku hanya makan sehari sekali atau tidak makan sama sekali.

Perempuan yang bisa membuat hari sepiku terasa lebih ramai karena kehadirannya, dengan sukarela bersedia menjadi pendengar dan penyemangat untukku, mau membagi ceritanya untukku pula. Singkatnya, perempuan yang aku sayang.

— Albara Geovan.


Akan aku perkenalkan seseorang yang tepat satu tahun belakang ini selalu hadir dalam hari-hariku, melengkapinya dengan lucu dan kadang menyebalkan.

Dia seorang perempuan yang terlihat jutek, juga seperti orang yang cuek. Tapi—

“Bara kenapa? Bara di mana? Haduh ngeselin deh kamu nih. Kamu yang loyo aku jadi ikutan sedih.” Beserta gif panda atau kucing untuk melengkapi gambarannya yang turut sedih denganku.

—dia selalu peduli denganku. Menunjukkan rasa khawatirnya dengan cara yang lucu. Terkadang mengumpat karena terlalu kesal.

Kesal karena ia tidak berani bertanya lebih, sementara aku sendiri tidak bicara lebih banyak jika tidak ditanya. Hahaha, bukankah dia lucu?


Tepatnya setahun yang lalu kami berada di ruangan yang sama— dengan aku yang memainkan ponsel dan dia yang sedang… uhm, olahraga katanya.

Hari sudah menunjukkan pukul empat dini hari. Ku lihat seorang teman satu grup kami menyatakan perasaannya melalui sebuah video yang di post dalam aplikasi burung biru.

“Kak, liat deh. Kinza sama Abian jadian,” katanya yang sedang dalam posisi plank dengan layar ponsel di bawahnya.

“Mhm, iya.” jawabku singkat.

Lalu tiba-tiba saja terlintas di otakku.

“Karena Abian confess, aku juga mau confess deh.”

“Hah? Ke siapa?”

Aku duduk di tepi kasur sambil melihatnya yang masih saja serius menatap layar persegi empat itu dengan posisinya yang masih sama, melakukan plank.

“Kamu.”

Belum ada reaksi. Sekali lagi aku pertegas.

“Aku suka kamu, mau jadi pacarku?”

Bugh!

“EH?!”

“BARA IH AKU KAGET HUEEE SAKIT BANGET JATOH!”

Huft. Sounds so cheesy and like a joke, but yeah it happens like that.


Ah iya. Satu lagi akan aku ceritakan.

Beberapa waktu lalu kami— oh, lebih tepatnya aku, sempat merasa kesal karena suatu hal.

Ku sadari memang aku yang selalu menghindar dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja, tidak ada yang buruk atau salah ketika si manis itu menanyaiku, “kamu kenapa? Marah ya?”

Yeah, my bad.

Aku terlalu takut untuk mengatakan bahwa aku marah tentang cara dia dan teman-temannya bermain.

Banyak sekali jokes yang tidak lucu dan membuatku agak tersinggung dalam beberapa hal.

Don't I look like a possessive person?

Maybe it looks a little possessive. But it (their jokes, I mean) feels uncomfortable for me.

Jadi ku putuskan untuk membicarakannya saja, walaupun sebelumnya kami sedang membahas sesuatu yang ringan.

Dan ini lah kejadian aneh sebelum sesi serius dimulai.

“Cel,”

“hum?”

“Let's talk about yesterday?”

“BARA DIEM DEH.”

Aku bingung. Apa ada yang salah?

“JANGAN BULE MODE ON.”

“Loh... Kenapa emang?”

“GANTENG.”

Ah tuhan… astaga bahkan aku masih tertawa ketika menulis catatan ini.


Namanya adalah Gisella lafienda, aku biasa memanggilnya sela atau cela.

Si Jutek, yang manis sebenarnya.

Orang yang agak enggan menanyakan banyak hal tentangku secara gamblang.

Orang yang aneh, dan keanehan itu hanya miliknya seorang.

Perempuan yang banyak bicara juga berisik, ditambah hobi mengomel —apa lagi ketika dia tau aku hanya makan sehari sekali atau tidak makan sama sekali.

Perempuan yang bisa membuat hari sepiku terasa lebih ramai karena kehadirannya, dengan sukarela bersedia menjadi pendengar dan penyemangat untukku, mau membagi ceritanya untukku pula. Singkatnya, perempuan yang aku sayang.

— Albara Geovan.

21 September 2021.

—-

Akan aku perkenalkan seseorang yang tepat satu tahun belakang ini selalu hadir dalam hari-hariku, melengkapinya dengan lucu dan kadang menyebalkan.

Dia seorang perempuan yang terlihat jutek, juga seperti orang yang cuek. Tapi—

“Bara kenapa? Bara di mana? Haduh ngeselin deh kamu nih. Kamu yang loyo aku jadi ikutan sedih.” Beserta gif panda atau kucing untuk melengkapi gambarannya yang turut sedih denganku.

—dia selalu peduli denganku. Menunjukkan rasa khawatirnya dengan cara yang lucu. Terkadang mengumpat karena terlalu kesal.

Kesal karena ia tidak berani bertanya lebih, sementara aku sendiri tidak bicara lebih banyak jika tidak ditanya. Hahaha, bukankah dia lucu?

—-

Tepatnya setahun yang lalu kami berada di ruangan yang sama— dengan aku yang memainkan ponsel dan dia yang sedang… uhm, olahraga katanya.

Hari sudah menunjukkan pukul empat dini hari. Ku lihat seorang teman satu grup kami menyatakan perasaannya melalui sebuah video yang di post dalam aplikasi burung biru.

“Kak, liat deh. Kinza sama Abian jadian,” katanya yang sedang dalam posisi plank dengan layar ponsel di bawahnya.

“Mhm, iya.” jawabku singkat.

Lalu tiba-tiba saja terlintas di otakku.

“Karena Abian confess, aku juga mau confess deh.”

“Hah? Ke siapa?”

Aku duduk di tepi kasur sambil melihatnya yang masih saja serius menatap layar persegi empat itu dengan posisinya yang masih sama, melakukan plank.

“Kamu.”

Belum ada reaksi. Sekali lagi aku pertegas.

“Aku suka kamu, mau jadi pacarku?”

Bugh!

“EH?!”

“BARA IH AKU KAGET HUEEE SAKIT BANGET JATOH!”

Huft. Sounds so cheesy and like a joke, but yeah it happens like that.

—-

Ah iya. Satu lagi akan aku ceritakan.

Beberapa waktu lalu kami— oh, lebih tepatnya aku, sempat merasa kesal karena suatu hal.

Ku sadari memang aku yang selalu menghindar dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja, tidak ada yang buruk atau salah ketika si manis itu menanyaiku, “kamu kenapa? Marah ya?”

Yeah, my bad.

Aku terlalu takut untuk mengatakan bahwa aku marah tentang cara dia dan teman-temannya bermain.

Banyak sekali jokes yang tidak lucu dan membuatku agak tersinggung dalam beberapa hal.

Don't I look like a possessive person?

Maybe it looks a little possessive. But it (their jokes, I mean) feels uncomfortable for me.

Jadi ku putuskan untuk membicarakannya saja, walaupun sebelumnya kami sedang membahas sesuatu yang ringan.

Dan ini lah kejadian aneh sebelum sesi serius dimulai.

“Cel,”

“hum?”

“Let's talk about yesterday?”

“BARA DIEM DEH.”

Aku bingung. Apa ada yang salah?

“JANGAN BULE MODE ON.”

“Loh... Kenapa emang?”

“GANTENG.”

Ah tuhan… astaga bahkan aku masih tertawa ketika menulis catatan ini.

—-

Namanya adalah Gisella lafienda, aku biasa memanggilnya sela atau cela.

Si Jutek, yang manis sebenarnya.

Orang yang agak enggan menanyakan banyak hal tentangku secara gamblang.

Orang yang aneh, dan keanehan itu hanya miliknya seorang.

Perempuan yang banyak bicara juga berisik, ditambah hobi mengomel —apa lagi ketika dia tau aku hanya makan sehari sekali atau tidak makan sama sekali.

Perempuan yang bisa membuat hari sepiku terasa lebih ramai karena kehadirannya, dengan sukarela bersedia menjadi pendengar dan penyemangat untukku, mau membagi ceritanya untukku pula. Singkatnya, perempuan yang aku sayang.

LAF’s MOOTS.

A : abi, atal, adir, alma, amoy, angel, adam, abriy, athena, aldo, aziel, ayin, ara, aila, ani, avel, ann, asyaa, aliando, agam, amaw, aling, aleandra, aya, adjie, alen, ayara, acha, ansel, aca, aresh, anna, abby, al, ayena, andra, annelies, abyaz, abie, arael, aksal, ale, arya

B : bebek, byan, biby, bara, bee, becala, biru

C : cia, cilbe, carla, cav, chaca, cami, ceyav, cecee, cicay, crab, caryn, claires, belva, cilav, cikydil, cira, cessa, clau, calysza, cuwa, chilla

D : delys, dedes, dika , damar, depo, defne, dio, dante, dena, dami, dewiii, dyfan

E : eleanore, el, lula, eliza, esther, enjel, ell

F : fira, fika, felli, fajar, faal

G : gica, gerhana, gaven, galuh, getta, geri, getapel

H : haise, helena

I : isel, iya, iqbal, ipey, ibas

J : juju, jeyra, jena, jola, jihan, joris, jeje, jobar, joanne, jules, jane, jeline, jey, javi, jean, janu, jodhis, jevais, jesa, jian, jade, jojo, jonas

K : key, katya, kayeen, kielll, kaia, kairee, kenn, kica, keiko, karina, kaye, kila, ken

L : licaa, lex, luna, lily, lilia, luse, lala, lean, lyra, leya

M : maddy, mao, mac, meya, marsa, milo, messes, mou, millie, marcha, mii, miw, moi

N : nanda, niel, niel, nyala, naze, navyndra, nana, navya, nara, nanas, nyinya, nata, nida

O : ongah, ody, ojik, oci, olaa, orel

P : poly, pani, paris

R : riak, rey, rebecca, ragib, ryry, raven, rayy, razzan, rara, ravindra, reksa, rayga, rua, risa, rabel, robert, runa

S : sasi, seren,shaine, sherin, sabel, saima, seraluna, syahla, shaa, sekar, saleta, sadam, sarga, sadim, sagin

T : tokyo, tere, trixie, triyan, tipay, thaca, taniya

U : utara, ujang

V : vine, vi, vera

W : wenda

X : xey

Y : yasmin, yaya

Z : zayy, zico, zie, zora, zion, zicko, zélie