#Bekas Luka#
oleh leviaphile
dalam rangka merayakan genap setahun di Obey Me bahasa: bahasa Indonesia fandom: Obey Me pairing: Leviathan x Arciel (MC) warning: NSFW untuk tema berat, kata-kata jorok, unsur ketelanjangan, dan selfharm
Tidak perlu menjadi demon pembaca pikiran untuk mengetahui Arciel sedang tidak baik-baik saja. Leviathan tahu, tetapi dia belum berani bertindak karena bingung harus bagaimana. Dia hanya mengikuti alur kekasihnya yang masih tertawa, bersikap tenang, dan beraktivitas normal.
Leviathan membuka hingga 38 tabs internet demi mencari petunjuk cara menjadi lelaki yang bisa diandalkan. Semua tampak seperti retorika belaka. Sisi inferior demon berwujud sea serpent tersebut tergugah; Jangan-jangan dia pacar yang tidak berguna dan cuma menambah masalah.
“Pray, impart unto me the knowledge on how to fill this abyss.”
Suara yang sangat Leviathan kenal terdengar di luar pintu. Itu adalah password baru kamarnya, kutipan Lord of Shadow dari Tales of Seven Lords. Secara otomatis pintu terbuka, menampakkan sumber keresahan si Demon Ketiga dari Tujuh Bersaudara. Levi bergegas menghampirinya.
Rambut putih yang biasanya ikal mengembang kini basah dan kuyu. Poninya nyaris menutupi mata, selain efek basah mungkin Arciel belum sempat memotongnya. Tanpa mengatakan basa-basi, Arciel memeluk Leviathan. Bagian bahu dan lengan kaosnya basah. Kulitnya dingin. Levi bertanya-tanya dalam hati, apa dia berlama-lama di kamar mandi?
“A-Arc?” panggil Leviathan terbata. Dia balas merengkuh tubuh mungil yang tenggelam dalam pelukannya.
Arciel mendongak, mata warna-warninya mengintip pedih di celah-celah poni. Bibirnya pucat, gemetar mengatakan kalimat kotor yang kali ini tak mampu membakar hasrat Levi. “I want you to rail me. Fuck me until I forgot everything but screaming your name.”
Leviathan menggeleng. Kesedihan terpancar sejelas ini. Nada putus asa itu menusuk jantungnya. Dia memang demon, tapi dia tak ingin mengambil keuntungan dari rasa sakit seseorang.
“You don't need that, Arc.” Leviathan menyibak poni basah itu ke atas, lalu merendahkan badan untuk mendaratkan sebuah kecupan di dahinya. “Biar kukeringkan rambutmu. Kamu bisa pinjam bajuku dulu. Sebentar, kuambilkan hair dryer.”
****
Leviathan menggigit lidah tepat sebelum ia berteriak gugup bercampur malu melihat Arciel duduk telanjang di tempat tidur dan mendekap bantal Azuki-tan. Ia nyaris menjatuhkan hair dryer gara-gara itu. Meski tidak bisa mengendalikan warna wajahnya, ia bisa menjaga tindakannya. Leviahan membungkus Arciel dengan selimut Ruri-chan.
“N-nanti kamu masuk angin,” ucapnya. Arciel menoleh sebentar, mengangguk, dan mengucapkan terima kasih dengan pelan. “Rambutmu kukeringkan dulu, ya?” Kelanjutan pertanyaan Leviathan hanya dijawab dengan anggukan.
“Sudah. Arc mau kubuatkan cokelat panas?” tanyanya lagi, Arciel menggeleng.
“Kalau kamu mau bercerita, I'm all ears. But if you don't want to, don't force yourself. I'm always here.” Leviathan mendekap Arciel dari belakang.
“Soon, I'm gonna get a new scar.” Satu kalimat itu membuat Leviathan membalik badan Arciel dan memeriksa tangannya. Leviathan takut Arciel melukai dirinya secara harfiah, beruntung tidak ada luka atau bekas luka baru.
“Hanya kiasan kok. Maaf membuatmu cemas, Lev.” Arciel mengusap pipinya.
“Jangan meminta maaf!”
Leviathan meraih tangan kiri Arciel, mencium bekas luka sayatan di pergelangan tangannya. Bekas luka yang membuat Leviathan berjanji pada diri sendiri untuk terus menjaga seseorang yang sangat dia cintai. Dia tidak ingin hal buruk terjadi. Dia tidak mau bekas luka itu bertambah.
Rona mulai kembali ke wajah pucat Arciel. Kehangatan Levi merasuk ke jiwanya, bahkan mencapai waktu-waktu yang hilang. Dia menggigit bibir, berdebat dengan diri sendiri mengapa datang ke kamar Leviathan .... Mengapa dia ingin bercerita, tapi sekaligus enggan melakukannya? Mengapa melihat Leviathan memberinya kekuatan bahwa semua akan baik-baik saja, bahkan tanpa satu pun kata?
“Bolehkah aku melihat bekas lukamu?”
Arciel menanyakan itu sebagai gantinya. Leviathan membuka baju, terdapat beberapa bekas luka sisa perang dan jatuh. Arciel menelusurinya dengan jari dan mengecup bekas luka yang letaknya tertinggi, di sekitar selangka.
Mereka belum bertemu ketika semua itu terjadi, mereka hanya berbagi cerita. Mereka tahu mengapa luka-luka itu ada, tetapi mereka hanya bisa mencegah agar tak ada luka baru.
Kulit mereka bertemu, kehangatan tersalur. Air mata membanjir. Kata-kata meluncur lamat-lamat ibarat gerimis, sebagian bernostalgia, selebihnya berbagi momen yang baru terjadi.
Dua orang dengan bekas luka berbeda, baik yang kasat dan tidak oleh mata ... saling memeluk hingga pagi tiba.
—end