Yang Menolak Ia Hilang
author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me pairing: Leviathan x Arciel setting: angel(-demon) AU. Di sini Arciel adalah malaikat dan yang berperang CR dengan Devildom. rating: 17+ (cuma ciuman tapi temanya agak berat) note: – Ditulis untuk meramaikan #PYDYumefic dengan subtema Tak Ada Logika – Merupakan bagian terakhir dari dwilogi Malaikat di Langit Pekat
Mereka mengira, kondisinya masih terlalu lemah untuk bertindak gila. Mereka tidak mengerti, tanpa Leviathan, dunia Arciel kehilangan warna.
Kabar kematian Lilith dan jatuhnya enam malaikat bersaudara terlambat sampai ke telinga Arciel yang baru bangun dari koma. Dia tidak ingin percaya sebelum memastikan sendiri. Simeon dan Raphael yang sedang menjenguk Arciel berusaha menenangkan.
“Aku harus meminta penjelasan pada Beliau. Mereka tidak layak diperlakukan seperti itu.”
Suara Arciel bergetar menahan sakit. Cairan bening merebak di pelupuk mata. Tubuhnya sukar digerakkan, efek samping salah satu kutukan yang dia terima saat perang belum hilang.
“Kamu bisa melakukannya setelah sembuh, sekarang beristirahatlah,” bujuk Simeon, sementara Raphael memanggilkan healer.
Malaikat Penjaga Alam sengaja mengurus izin seminggu—dengan alasan tubuhnya masih lemah— untuk misi yang sanggup ia tuntaskan kurang dari sehari. Tujuan asli Arciel adalah mengunjungi Devildom via jalur ilegal di Dunia Manusia. Sangat sulit mengurus perizinan ke Devildom langsung dari Celestial Realm. Walau dua dunia berdamai, sentimen pasca perang belum reda.
Persiapan telah matang; perbekalan, ramuan pendukung, peta Devildom, hingga menghafal sejumlah pasal peraturan Devildom dan Celestial Realm yang bisa membenarkan tindakannya. Karena terus dihalangi sampai tidak bisa bertemu dengan Pimpinan Celestial Realm, Arciel memilih datang sendiri ke Devildom.
Tidak ada matahari di Devildom. Sekujur badan Arciel berkeringat dingin ditelan kegelapan yang mencekam. Takut. Cemas. Trauma. Luka fisik pasca perang saja belum pulih total.
Sambil mengingat Leviathan dan saudara-saudaranya, Arciel menguatkan hati untuk bergerak menuju Demon Lord's Castle. Di luar dugaan, reaksi Pangeran Devildom, Diavolo cukup hangat. Dia mengutus Barbatos agar mengantar Arciel ke House of Lamentation, tempat para iblis-mantan-malaikat bersaudara tinggal.
Sesampainya di sana, Arciel hanya melihat Lucifer dan Mammon. Kata Lucifer, lima saudara lain masih mengurung diri di kamar. Mereka perlu waktu sampai terbiasa dengan hidup baru. Mammon langsung pergi usai mengantarkan Arciel ke depan pintu kamar Leviathan.
“Levi, apa kamu di dalam?”
Ketukan hati-hati Arciel dibalas dengan pintu yang dibuka kasar, nyaris dibanting. Leviathan dalam wujud iblis menggeram gusar, “Mammon sialan! Berani sekali kau memainkan trik padaku—Arciel? Ini benar kamu?”
Ekspresi iblis ular laut seketika melunak. Tangan mencengkeram dua sisi bahu Arciel, lalu memperhatikan sang Gadis dari atas sampai bawah. Arciel berubah ke wujud malaikat guna meyakinkan Leviathan bahwa ini benar dirinya.
“Arciel ... Arciel ... Arciel ...”
Ditariknya Arciel ke dalam rengkuhan. Merasakan jantung mereka berdegup seirama. Menghirup wangi tubuh yang senantiasa dia damba. Dalam kondisi normal, Leviathan perlu menanyakan kabar, tetapi sang Iblis justru berbisik, “Jangan pergi, Arci.”
Pelukan Leviathan bertambah erat, seolah Arciel lenyap jika ia lepaskan. Arciel tergeming kaku, merenung bolehkah dia membalas pelukannya. Kemudian, Arciel memekik tertahan begitu ekor Leviathan turut melingkari badan.
Leviathan menilainya sebagai isyarat untuk mundur. Tatapan sang Mantan Malaikat hampa. Netra jingga itu berair dan bahu pun berguncang. Ekornya terkibas lemah seperti anak kucing terbuang.
“A-apa kamu benci padaku? Takut? Jijik? Maaf .... Maaf, aku demon lancang. Aku rendahan, tidak tahu diri, tidak berguna—”
Arciel menggeleng, memotong rentetan kalimat rendah diri Leviathan. Dia terbang, menyamakan tinggi badan mereka, lalu memeluk punggungnya yang dingin.
Bingung memilih kata penghiburan, malaikat memeluk iblis dalam diam. Arciel tahu sekarang Leviathan lebih membutuhkan keberadaannya daripada kata-kata. Dia menangis membayangkan sesakit apa luka yang Leviathan tanggung. Tidak ada sedikitpun rasa takut atau jijik—kalau boleh jujur, wujud iblis Leviathan tetap indah di mata Arciel.
“Kamu tetaplah Leviathan dan selalu menjadi Leviathan yang kucintai,” ucap Arciel, mengakui perasaan yang telah lama dipendam.
Bisakah kita menjadi Leviathan dan Arciel saja tanpa semua embel-embel? lanjutnya dalam hati.
Pernyataan cinta Arciel membuat badan Leviathan menegang. Sang Iblis melonggarkan pelukan, sekadar untuk saling bertatapan. Mata jingga Leviathan berkilat penuh hasrat, selaras dengan warna dosa yang mengaliri hakikatnya. Iri hati.
Leviathan iri pada Celestial Realm karena memiliki orang yang dia sayang. Di langit ada banyak malaikat. Pemimpin di sana terkesan gampang membuang dan mengorbankan malaikat. Jadi tidak masalah, kan, kalau dia menginginkan satu? Cinta Leviathan bahkan lebih besar dari kepedulian seisi Celestial Realm terhadap Arciel jika digabungkan.
“Aku mencintaimu, Arciel, sangat mencintaimu. Karena kamu juga mencintaiku, hal lain tidak penting lagi.”
Gejolak dalam suara Leviathan menyebabkan Arciel merinding, tetapi dia tidak menolak. Tangan mungil Arciel mengelus tanduk Leviathan, berlanjut ke helaian rambut biru keunguan, pipi, dan berakhir di sisik leher. Arciel bermaksud menunjukkan bahwa dia tidak keberatan dengan apapun wujud Leviathan.
Rahang Leviathan mengeras menahan sentuhan lembut yang membakar hati. Dia mulai hilang kewarasan.
Kabut jingga imajiner menebal, menyelubungi otak sang Iblis. Leviathan iri pada orang-orang yang bisa melihat Arciel setiap hari. Dia cemburu membayangkan Arciel bertatapan mata dengan malaikat lain. Dia tidak kuasa memikirkan suatu hari ada pria asing memegang tangan itu. Dia tidak mau Arciel melupakannya sepulang dari sini.
Rasa iri hati menggelegak tak terkendali, merayu Leviathan untuk mengambil yang harus menjadi miliknya. Miliknya. Miliknya. Persetan dengan hal lain. Sudah banyak yang diambil dari Leviathan. Kini, Avatar Iri Hati tidak mau kehilangan cinta juga.
Iblis mengajari malaikatnya bercumbu. Bertaut bibir, bertukar saliva, berpeluk lekat. Sesaat dia gentar, tetapi bara di mata jingga Leviathan menepis niat Arciel untuk kembali menjadi malaikat taat.
“Arciel, tetaplah di sini,” pinta Leviathan, napasnya memburu.
Yang diajak bicara tidak sempat menjawab karena kembali terbungkam oleh ciuman. Namun, Arciel mengangguk. Mata pelangi yang sayu sekarang terpejam, berserah pada cinta.
Perasaan mereka melampaui segala batas, menghapus pembeda identitas. Jikalau Leviathan dilarang ke surga kembali, biarlah Arciel yang turun mencari. Arciel tidak peduli meski itu berarti dia harus ikut berkubang dosa.
—Arciel melemparkan diri ke neraka karena dia jatuh cinta.