liauchiha

*Untuk Sai. Jagoan kecil kesayangan Nenek.

Sai, kalimat pertama yang ingin Nenek katakan adalah maaf. Dipenghujung nafas Nenek, Nenek masih belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu. Nenek belum bisa memberikan kehangatan kasih sayang orang tua yang selalu kamu inginkan dari kecil. Nenek minta maaf telah membiarkanmu tumbuh tanpa cinta dari seorang ayah dan ibu. Nenek minta maaf membiarkanmu menjadi sebatang kara setelah Nenek pergi.

Dari dulu sekali, Nenek selalu berpikir akan seberuntung apa orang tua yang meninggalkanmu, akan seindah apa kehidupan orang tua yang meninggalkanmu jikalau mereka bisa dengan bijaksana tidak meninggalkanmu. Nenek selalu mengaduh, mengapa dunia begitu kejam kepada anak selembut dirimu?

Ketika Nenek akan mengadopsimu, Nenek begitu terharu menyaksikanmu tumbuh ceria di panti asuhan, dengan tanpa sosok Ibu dan Ayah kamu dapat tumbuh menjadi anak yang luar biasa. Lalu Kesempatan yang nenek dambakan itu datang. Dengan mantap nenek mengadopsimu. Membiarkanmu mewarnai hidup Nenek yang sangat membosankan ini. Menemani Nenek hingga dipenghujung waktu Nenek.

Nenek hanya tersenyum ketika melihatmu akhir-akhir ini salah tingkah menatap layar ponsel. Jagoan kecil kesayangan Nenek akhirnya jatuh cinta. Siapa wanita yang amat beruntung bisa memiliki jagoan kecil Nenek ini? Nenek hanya berusaha menyembunyikan rasa penasaran itu hingga kamu sendiri yang akan memberitahukannya pada Nenek. Nenek tak keberatan sama sekali. Namun sayang, sepertinya sang waktu-lah yang keberatan hingga akhirnya Nenek meninggalkanmu tanpa bisa bertemu dengan gadis beruntung itu. Semoga gadis itu sungguh gadis yang baik. Gadis yang bisa menemanimu hingga nanti.

Mulai saat ini kehidupanmu akan lebih berat Sai, bahumu yang mulai sembuh dari pikulan berat dimasa lalu akan kembali membengkak karena menopang semua rasa pelik kehidupan. Sungguh diakhir kata Nenek hanya berharap kamu tetap mencintai nenek. Meskipun Nenek begitu jahat meninggalkanmu sendirian menghadapi kejamnya dunia ini.

Nenek mencintaimu.

“Sai, maafin mbak..”

Hanare menghampiri Sai yang sedang termenung dengan mata kosong di halaman belakang rumahnya. Setelah mengetahui kabar sang Nenek Sai hanya menampakan wajah datarnya. Ia bahkan tak menghiraukan semua ajakan dan ucapan kawan-kawannya.

“Ini bukan salah mbak.”

Itu adalah kalimat pertama yang Hanare—dan mungkin semua orang dengar setelah Sai keluar dari Rumah Sakit. Hanare menatap Sai sendu.

“Ini ada surat terakhir dari Nenek yang mbak temuin di laci kamar. Mbak nggak tahu isinya apa karena mbak belum pernah buka. Tapi, mbak yakin surat ini buat kamu.” Hanare bicara dengan hati-hati.

Dengan gemetar Sai mengambil tulisan tangan Nenek semata wayangnya itu.

Hanare tersenyum ketir, ia beranjak meninggalkan Sai.

Membiarkannya menyesapi kesedihan seorang diri.

Shikamaru mulai menghubungi aparatur Sekolah. Ia meninggalkan Sasuke Sakura dan Ino untuk mengurus surat kematian dan segala kebutuhan pemakaman Nenek Sai.

“Jadi lu yang sibuk. Gua bantu pak”

“Santai aja, gua tahu Sai gak akan kuat buat ngurus ini semua sekarang. Biar gua yang urus, lu jagain Sakura sama Ino aja disini”

“Ino ditemenin gue doang juga gak masalah kok. Sasuke, kamu bantu Shikamaru aja” Sakura masih memeluk tubuh lesu Ino.

Sasuke menatap Sakura khawatir.

“Udah bantuin Shikamaru sana” Sakura tersenyum lembut meyakinkan Sasuke.

Sasuke tersenyum kecil lalu mengacak-acak rambut Sakura pelan.

“Kalo ada apa-apa inget?”

“Iya iya bawel udah sana pergi itu Shikamaru mulai kelabakan”

Sasuke menyusul langkah Shikamaru untuk mengurus peristirahatan terakhir Nenek Sai.

“Date hari ke 3 kita gagal. Maaf ya, Ino”

Tak banyak bicara. Sepersekian detik setelah menyapa, Ino langsung memeluknya erat. Membiarkan tubuhnya yang kaku dan dingin menemukan titik nyaman untuk mengahangat. Tubuh Sai membeku, namun Ino enggan melepaskan pelukannya hingga perlahan Ino merasakan tubuh Sai mulai mengendur—balik memeluknya lemah.

Sasuke dan Shikamaru yang baru datang dengan setengah berlari keluar dari lift tertahan oleh Sakura di ujung lorong. Mereka bertiga memberi sedikit ruang untuk Sai dan Ino, melihat dari kejauhan berharap semua baik-baik saja.

Tak lama setelahnya, dengan lunglai Ino mendorong tubuh Sai cepat.

“Lo emang keterlaluan! Kenapa nggak pernah cerita? Kenapa ngilang tanpa ngasih kabar? Kenapa..” Ino tercekat.

“Kenapa nyembunyiin semua rasa sedih dan sakit lo dari temen-temen dan bahkan gue?”

“Ino..aku..”

“Katanya lo janji bakal bahagiain gue sampai kita menua. Terus lo pikir hal itu bisa terjadi? Terus lo pikir gue bisa bahagia ketika tahu lo nyimpen beban berat yang gak pernah lo bagi ke gue?”

“Ino... aku minta maaf..”

Sakura berjalan pelan menghampiri Ino, sedikit berbisik menyebut nama kawannya lalu mengusap bahu Ino perlahan.

“Ino udah...”

“Gue khawatir banget sama lo” Ino menahan isak tangisnya.

Lama Shikamaru 'menonton' akhirnya ia menghampiri kerumunan kecil di ujung ICU tersebut. Menengahi perdebatan kawannya itu dengan nada sebal yang tertahan.

“Oke gua udah dapet benang merahnya. Sai, lu anjing banget emang. Gua kira setelah bertahun-tahun kita temenan, lu mau terbuka sama kita. Gua ngerti perasaan Ino, siapa emang yang nggak sedih dan kesel liat kawan karibnya nyembunyiin rasa sakit sendirian. Gua udah ngomong berkali-kali tiap kita sebat ditongkrongan. Rasa seneng yang lupada rasain bisa dibagi. Termasuk rasa sakit dan kecewa yang lupada rasain juga”

“Dan lo Ino. Gue ngerti perasaan lo, tapi dengan kelakuan lo yang kayak begini gaakan bikin Sai lebih membaik. Yang lo lakuin cuman bikin Sai makin sakit”

“Shikamaru!” Sakura menaikan nada bicaranya. Kalimat terakhir yang Shikamaru ucapkan pasti menyakiti hati kawannya.

“Lu semua norak. Berantem depan ruang ICU, gak mikirin di dalem ada nenek Sai kalo denger bakal se-sedih apa? Bubar.” Sasuke yang mulai gemas akan tingkah kawan-kawannya mulai menengahi dengan paksa.

Tak lama setelah mereka terdiam—dengan kegaduhan isi kepala masing-masing, Hanare—perawat yang biasa menjaga Nenek Sai membuka pintu ICU perlahan. Dalam raut wajahnya tersirat kesedihan luar biasa yang bisa dilihat bahkan oleh orang yang tak mengenalinya dengan baik sekalipun.

Semua menahan nafas. Menunggu sang-pemilik wajah sedih bicara. Namun Hanare tetap terdiam mempertahankan raut kesedihannya.

“Mbak....”

Sai memberanikan diri untuk bicara dengan suara bergetar.

Hanare menggeleng pelan.

“Nenek udah gak ada”

“Date hari ke 3 kita gagal. Maaf ya, Ino”

Tak banyak bicara. Sepersekian detik setelah menyapa, Ino langsung memeluknya erat. Membiarkan tubuhnya yang kaku dan dingin menemukan titik nyaman untuk mengahangat. Tubuh Sai membeku, namun Ino enggan melepaskan pelukannya hingga perlahan Ino merasakan tubuh Sai mulai mengendur—balik memeluknya lemah.

Sasuke dan Shikamaru yang baru datang dengan setengah berlari keluar dari lift tertahan oleh Sakura di ujung lorong. Mereka bertiga memberi sedikit ruang untuk Sai dan Ino, melihat dari kejauhan berharap semua baik-baik saja.

Tak lama setelahnya, dengan lunglai Ino mendorong tubuh Sai cepat.

“Lo emang keterlaluan! Kenapa nggak pernah cerita? Kenapa ngilang tanpa ngasih kabar? Kenapa..” Ino tercekat.

“Kenapa nyembunyiin semua rasa sedih dan sakit lo dari temen-temen dan bahkan gue?”

“Ino..aku..”

“Katanya lo janji bakal bahagiain gue sampai kita menua. Terus lo pikir hal itu bisa terjadi? Terus lo pikir gue bisa bahagia ketika tahu lo nyimpen beban berat yang gak pernah lo bagi ke gue?”

“Ino... aku minta maaf..”

Sakura berjalan pelan menghampiri Ino, sedikit berbisik menyebut nama kawannya lalu mengusap bahu Ino perlahan.

“Ino udah...”

“Gue khawatir banget sama lo” Ino menahan isak tangisnya.

Lama Shikamaru 'menonton' akhirnya ia menghampiri kerumunan kecil di ujung ICU tersebut. Menengahi perdebatan kawannya itu dengan nada sebal yang tertahan.

“Oke gua udah dapet benang merahnya. Sai, lu anjing banget emang. Gua kira setelah bertahun-tahun kita temenan, lu mau terbuka sama kita. Gua ngerti perasaan Ino, siapa emang yang nggak sedih dan kesel liat kawan karibnya nyembunyiin rasa sakit sendirian. Gua udah ngomong berkali-kali tiap kita sebat ditongkrongan. Rasa seneng yang lupada rasain bisa dibagi. Termasuk rasa sakit dan kecewa yang lupada rasain juga”

“Dan lo Ino. Gue ngerti perasaan lo, tapi dengan kelakuan lo yang kayak begini gaakan bikin Sai lebih membaik. Yang lo lakuin cuman bikin Sai makin sakit”

“Shikamaru!” Sakura menaikan nada bicaranya. Kalimat terakhir yang Shikamaru ucapkan pasti menyakiti hati kawannya.

“Lu semua norak. Berantem depan ruang ICU, gak mikirin di dalem ada nenek Sai kalo denger bakal se-sedih apa? Bubar.” Sasuke yang mulai gemas akan tingkah kawan-kawannya mulai menengahi dengan paksa.

Tak lama setelah mereka terdiam—dengan kegaduhan isi kepala masing-masing, Hanare—perawat yang biasa menjaga Nenek Sai membuka pintu ICU perlahan. Dalam raut wajahnya tersirat kesedihan luar biasa yang bisa dilihat bahkan oleh orang yang tak mengenalinya dengan baik sekalipun.

Semua menahan nafas. Menunggu sang-pemilik wajah sedih bicara. Namun Hanare tetap terdiam mempertahankan raut kesedihannya.

“Mbak....”

Sai memberanikan diri untuk bicara dengan suara bergetar.

Hanare menggeleng pelan.

“Nenek udah gak ada.”

kita coba ya

#SorrowfulEyes

Boruto Sarada

1

Aku tersentak ketika kesadaranku kembali. Aku berusaha mengingat kembali apa yang terjadi padaku hingga berakhir dengan tubuh terikat disebuah kursi reyot.

Astaga, aku diculik!

Seseorang menghampiriku lalu menyiramku lagi dengan segelas air es. Membuat tubuhku basah sepenuhnya

“Kau sudah bangun Sarada? Maaf ya orang ternama sepertimu harus ku jamu dengan cara yang berbeda dari biasanya”

“Brengsek kau Kawaki! Apa yang kau lakukan”

Aku begitu panik ketika mengingat Kawaki menculik ku saat berada diatas panggung. Ini gila! Dia langsung membawaku pergi dan menembak semua bodyguard yang menghalangi jalannya

Berita terkini, Aktris muda Sarada Uchiha diserang seseorang berinisial KW. KW menyerang beberapa bodyguard yang berjaga ketika konser dan membawa pergi Akrtis cantik Sarada Uchiha. Pihak polisi sedang mengusut penculikan in....

Kawaki mematikan TV sambil berdecak

“Aku benar benar pemberani bukan untuk menculik aktris terkenal sepertimu?” Kawaki terkekeh “Ini hanya urusan masa lalu kita Sarada, kalau kau tidak menolak perjodohan itu mungkin kau tidak akan berakhir seperti ini”

“Kau gila! Aku jelas tidak pernah mau menikah denganmu!” Tenggorakanku tercekat. Marah bercampur takut.

Sebelum Kawaki menjawab pernyataanku lampu gudang tempatku disekap tiba-tiba meledak membuat gelap seluruh ruangan

“Sial apakah polisi sudah menemukanku?” Kawaki berdecak sebal

Hanya ada satu jendela di gudang ini. Kawaki membuka jendela perlahan dan melihat kesekitar, lalu kawaki menembak atap gudang hingga membuatku berteriak ketakutan.

“Cih ada beberapa tikus menyusup ternyata” Kawaki tersenyum jahat.


“Boruto ada panggilan dari komandan”

Mitsuki-rekan Boruto memberikan waklie talkie pada rekan sekaligus sahabat baiknya itu

“Lapor Boruto Uzumaki ditempat”

“Laporan diterima. Markas pusat memberi misi untuk melakukan misi penyelamatan atas nama Sarada Uchiha. Umur 20 tahun berkulit putih berambut hitam pendek. Ciri ciri khusus memakai kacamata merah. Lokasi terakhir yang bisa terlacak berada di Jakarta Selatan diblok C gudang tidak terpakai penggilan terigu”

“Perintah dimengerti. Pasukan Tera akan segera menuju ke TKP”

Tanpa banyak bicara Boruto Mitsuki dan tim Tera segera pergi ke tempat yang diperintahkan

“Boruto kau bisa melihat sanderaanya?”

“Ya. Mitsuki Rank C”

“Dimengerti!”

Mitsuki langsung menembak lurus satu satunya lampu yang ada di gudang lewat satu lubang tikus kecil disamping pintu. Setelahnya Kawaki langsung Membuka jendela dan melihat sekeliling. Boruto merayap masuk ke atap gudang dan menjatuhkan diri tepat didepan Sarada. Sarada terkejut ketika Boruto memangku Sarada dan langsung membawanya lari

Sarada tertegun melihat Boruto. Dia memandang lekat Boruto

Boruto tiba-tiba berhenti berlari dan menatap balik Sarada

“Berhenti menatapku. Itu sangat mengganggu”

Sarada gelagapan dan langsung menyembunyikan wajahnya dibalik tangan yang ia gantungkan pada bahu Boruto

Mitsuki terkejut melihat sikap Boruto. Ini aneh. Boruto tak pernah abai walau sedetik atas tugas yang dia sedang lakukan

Lalu tanpa menunggu lama Mitsuki mendobrak pintu dari depan dan menembak kaki Kawaki. Kawaki berteriak kesakitan

“Bajingan! Dasar Polisi pengecut!”

“Kami tidak muncul sebagai pahlawan yang mengancammu, Kawaki. Penyergapan ini sangat cocok untuk kriminal sepertimu” Mitsuki bersandar diujung pintu yang dia dobrak tadi dan memberi kode untuk pasukannya agara segera menyelesaikan misinya


Sarada berada didalam mobil Polisi. Beberapa Wartawan berkerumun ingin menghampiri mobil Polisi untuk mewawancarai Sarada. Mitsuki berada dimobil untuk menemani Sarada dan memberinya segelas teh hangat

“Kau sangat dikhawatirkan penggemarmu ya” Mitsuki tersenyum lembut

“Mereka hanya ingin meraup uang dari berita penculikanku” Sarada tertunduk lemas menjawab dugaan Mitsuki

“Hei rekanmu yang tadi ada dimana” Sarada malu-malu bertanya

“Oh Boruto? Dia paling sedang diam dimobil sebelah dan menjauh dari keramaian”

Sarada terdiam bertanya tanya dalam hatinya

“Dia memang seperti itu” Mitsuki menjawab pertanyaan yang Sarada tanyakan dalam hati. “Ketika selesai misi Boruto denganku biasanya duduk diluar mobil untuk hanya sekedar melihat langit dan terdiam bersama”

“Tapi seperti yang kau lihat, bahkan kita dikepung Wartawan” Mitsuki tersenyum berusaha meyakinkan Sarada agar tidak tersinggung. “Sudah jelas dia tidak akan mau keluar untuk.....”

Kalimat Mitsuki terpotong dengan teriakan seseorang diluar mobil

“Boruto?!” Mitsuki tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya

“Aku mengerti apa maksud dan niat baik kalian. Tapi bisakah kalian lebih mengerti etika kepada sesama manusia tentang apa itu empati pada seorang wanita yang baru saja selamat dari penyekapan?”

Para Wartawan terdiam

“Kalian bahkan bisa mewawancarainya hingga jurnal kalian penuh setelah dia bisa kembali pulang dan beraktivitas seperti biasa. Jadi para Wartawan yang terhormat, kalian tahu bukan apa yang harus kalian lakukan sekarang?”

Para Wartawan tetap terdiam, sebagian ada yang saling berbisik. Tak lama setelah itu mereka membubarkan diri

“Ini luar biasa” Mitsuki membuyarkan Sarada yang sedang terpaku melihat Boruto dibalik kaca mobil

“Eehh memang kenapa”

“Berpuluh puluh tahun aku berkawan dengannya baru pertama kali aku melihatnya mau terlibat dalam urusan orang lain diluar tugas yang bahkan bersangkutan dengan banyak orang”

Sarada hanya terdiam

“Namaku Mitsuki. Senang berkenalan denganmu, Sarada” Mitsuki tersenyum mengulurkan tangan untuk bersalaman

“Ah ya, kita bahkan belum berkenalan dengan baik. Namaku Sarada. Senang berkenalan denganmu juga, Mitsuki”

“Aku rasa kita akan sering bertemu dan berkawan baik” Mitsuki melihat keluar mobil. “Apakah itu managermu?”

“Ah ya dia managerku. Sepertinya aku harus kembali” Sarada mulai merapihkan dirinya yang berantakan. “Terimakasih banyak Mitsuki, aku tak tahu kepolisian di negara kita begitu mengagumkan”

“Aku harap kau bicara seperti pada atasanku. Kau tahu artis sepertimu bisa sangat mempengaruhi karir kami hanya dengan memberi ulasan atas kinerja kami dilapangan” Mitsuki bicara dengan nada bercanda

Sarada tersenyum renyah. “Tentu akan aku lakukan. Aku berhutang budi padamu dan tim Tera”

“Baiklah Mitsuki sekali lagi terimakasih banyak, aku pergi dulu”

“Sampai jumpa” Mitsuki tersenyum

Sarada membuka pintu mobil dan melihat sekeliling. Dimana Boruto?

Telah jauh Sarada melangkah pergi tiba-tiba dia berlari kembali menuju mobil tempat dimana Mitsuki dan dirinya tadi memgobrol.

“Mitsuki!”

“Ehh ada apa Sarada?”

“Aku.....