liauchiha

1 Minggu berlalu.

Neji diam-diam selalu gusar akan hari perlombaan Tenten. Takut perasaan yang Tenten rasakan padanya mulai berubah dan memudar. Takut akan keterlambatan yang ia hampir lewatkan. Jika saja Lee tidak berterus-terang kala itu, mungkin mereka berdua masih menjadi sepasang insan bodoh yang saling menyukai dalam diam.

Hari ini akhirnya terjadi. Neji menunggu dengan tidak sabaran bus rombongan peserta lomba didepan gerbang sekolah. Bahkan Shikamaru yang sering memberinya saran untuk tetap bersikap tenang kini membiarkannya.

“Ini adalah hari yang penting buat Neji. Biarin dia melakukannya dengan insting alami dari hati kecilnya sendiri” Ucap Shikamaru saat memberitahu yang lainnya.

Maka di sanalah Neji. Mondar-mandir tak jelas, mengobrol absrud dengan pak satpam untuk mengurangi rasa gundahnya, dan melakukan hal lain yang tidak biasa Neji lakukan. Diam diam teman-teman yang lain menunggu dengan cemas didalam Lab Kimia. Di sana adalah tempat yang tepat untuk melihat parkiran sekolah. Mereka menunggu di sana.

Bus sekolah yang ditunggu-tunggu akhirnya memasuki parkiran. Neji benar-benar seperti tukang parkir karena bediri tepat didepan bus.

Neji melihat Tenten keluar dengan wajah datar. Neji tidak melihat sedikitpun segurat senyum di wajahnya.

“Ini buruk...” Neji berguman dalam hati.

Dengan tiba-tiba Tenten merubah air mukanya secara drastis. Ia berlari tertawa lepas sambil mengeluarkan mendali emas yang disembunyikannya didalam lipatan jaket.

Mata Neji membulat sempurna. Terlebih lagi ketika Tenten tiba di tempat ia berdiri dan memeluknya erat.

“NEJI GUE PULANG BAWA MENDALI!!”

“GUE MENANG!”

Teriakan Tenten disambut riuh tepuk tangan dari adik kelas yang ternyata sedari tadi menonton di lantai 2 kelas mereka.

“Tenten, gue pengen ngomong serius sama lo.” Neji berkata serius.

“Ya Tuhan kenapa harus sekarang....” Lirih Tenten dalam hati.

“B-biasanya juga kan suka langsung ngomong. Lo kenapa sih tiba-tiba mode serius gini” Tenten berusaha menyembunyikan degup jantungnya dengan bicara ketus pada Neji.

“Ah ya, gue keluar dulu bentar ya, kayaknya Sasuke manggil gue tadi.” Lee langsung menjauhkan dirinya dari Neji dan Tenten. . . . . “Gue cinta sama lo, Tenten.”

Kalimat yang selama ini Neji tahan akhirnya terucap.

Kalimat yang selama ini Tenten harap akhirnya terucap juga dari lelaki yang ia cintai.

“Gue juga.” Tenten menjawab pelan.

“Hah apa? Gila lo?!” Neji terperanjat mendengar jawaban cepat Tenten.

“Yang Lee omongin tadi bener.” Tenten menambahi.

“Ya Allah..” Mulut Neji ternganga, ia mengusap wajahnya pelan.

“Kok lo kayak yang frustasi gitu?” Tenten heran melihat kegusaran Neji sedari tadi.

“GUA KIRA LO DEMENNYA SAMA LEE!”

“HAH KOK LO BISA MIKIR GITU? GAK KELIATAN JELAS APA TIAP WAKTU GUA SELALU PENGEN NIMBRUNG KE KEHIDUPAN LO?”

“HABISNYA LO KAYAK YANG KLOP BANGET SAMA LEE. LO BERDUA KAYAK PASANGAN SERASI SALING MENCINTAI.”

“SERASI DARIMANA USTAD YA ALLAH LEE YANG BANTUIN GUE BIAR BERANI CONFESS SAMA LO!”

Neji dan Tenten menghela nafas frustasi.

“Kok kita bisa kayak gini sih.” Neji bertanya dengan nada lelah.

“Gue juga gangerti.” Tenten menimpali sama lelahnya.

“Terus kita mau gimana sekarang?”

Pertanyaan terakhir Neji membuat wajah Tenten bersemu merah.

“Gue bakal kasih keputusan pas selesai lomba nanti.” Tenten memberanikan diri.

“Kalo gue menang gue bakal nerima lo.”

“Kalo kalah?”

Tenten hanya membalas dengan cengiran tanpa dosa.

“Kan lo juga suka sama gue.”

“P-POKOKNYA LIAT AJA NANTI! INTINYA GUE MASIH BELUM NGASIH JAWABAN YA BUAT CONFESS LU TADI!” Tenten menaikan nada bicaranya. Berusaha menyembunyikan rasa malu yang ia coba tahan sedari tadi.

Neji tersenyum lembut.

“Iya gue tunggu. Gue udah tau jawabannya karena gue yakin lo pasti menang.”

Sebelum bangkit dari duduknya Neji mengacak-acak rambut Tenten lembut. Tentu hal itu bukan sesuatu yang baru bagi mereka berdua. Hampir setiap waktu Neji selalu melakukannya atas dasar keusilan seorang sahabat.

Namun kali ini jelas berbeda. Baik Neji maupun Tenten tak bisa menahan semu merah di pipi mereka. perasaan keduanya begitu merekah, begitu membuncah.

Begitu bahagia.

“Semangat untuk lombanya, my lovely.” Neji bangkit dari duduknya dan meninggalkan Tenten yang masih mengatur nafas dan degup jantunya agar kembali tenang.

“Neji! Neji! Neji! bangun!!”

Seseorang memanggil namanya samar. Neji tak mengingat apapun setelah pukulan terakhir Sasuke mengahantam rahang kanannya. Ia berusaha mengumpulkan kesadarannya kembali.

“Tenten jangan keras-keras. Luka lebam Neji masih sakit banget kalo keguncang.”

Sakura memeras kapas yang ia rendam dalam air alkohol dan mulai mengusapkannya pelan pada luka-luka Neji.

Neji berusaha membuka kedua matanya. Pandangannya terhalangi oleh benjolan besar di kelopak matanya. Ia meringis kesakitan ketika berusaha memaksa kedua matanya terbuka sempurna.

Kesadarannya kembali. Neji melihat dirinya terbaring dikelilingii oleh beberapa orang.

“NEJI ASTAGA LO NGAPAIN SIH PAKE ACARA NANTANG SASUKE TINJU SEGALA?! LO TAHU KAN DIA PASTI GAAKAN MAEN MAEN KALO UDAH DI ATAS RING”

Omelan Tenten samar terdengar. Fokusnya malah tertuju pada pelukan erat Tenten.

Tenten memeluknya. Erat sekali.

“Sori buat lo kesel.” Neji masih belum membalas pelukan Tenten.

“Mana ada! Gue khawatir banget tahu!” Tenten tetap memeluk Neji erat.

Sakura menyenggol Sasuke. Memberi instruksi agar mereka berdua mundur. Sasuke yang langsung mengerti kemudian mengajak Sakura keluar dengan alasan ingin membeli beberapa makanan.

“Neji lo hebat bisa berdiri di atas sana.” Lee berkomentar.

Ah ya, jangan lupa. Lee juga ada disana.

“Thanks Lee, ini nggak ada apa apanya dibanding keahlian lu.”

“Nggak, ini bukan tentang keahlian, gue memuji lo atas dasar keputusan seorang lelaki sejati.”

“Lo bisa seberani itu demi Tenten. Sekarang gue bener-bener ngerti kenapa Tenten secinta itu sama lo, stad”

“Eh?”

Neji berusaha mencerna kalimat terakhir yang Lee katakan.

Sepersekian detik dengan cepat Tenten memukul bahu Lee keras. Ia begitu malu karena Lee membeberkan perasaannya di depan Neji langsung.

“LEE! KOK LO EMBER SIH!” Wajah Tenten memerah sempurna.

Neji tidak percaya ini.

“Lee, coba lu ulang kata-kata yang tadi.”

“UDAH STOP!” Tenten membungkam mulut Lee kasar.

“Tenten?” Neji akhirnya bertanya.

“KENAPA KETAUANNYA HARUS SEKARANG SIH” Tenten berteriak frustasi. Ia benar-benar merasa malu sekarang.

“Tenten mencintainya..”

Neji diam-diam tersenyum.

Neji memakai sarung tinju dengan mantap. Setibanya di tempat biasa Sasuke berlatih Neji langsung mengutarakan keinginannya pada Sasuke tanpa ragu sedikitpun. Sasuke hanya terkekeh melihat antusiasme sahabatnya yang satu ini.

“Gua mau mengalahkan elu hari ini.”

Luar biasa sekali.

Walaupun super bingung, Sasuke tetap meladeni semua 'omong kosong' Neji. Sasuke memberi saran kepada sahabatnya itu untuk pemanasan lebih dahulu, Namun saran–lebih tepatnya anjuran Sasuke tak digubris penting oleh Neji.

Tanpa pikir panjang Neji meloncat masuk kedalam ring box dan memasang kuda-kuda ngasal.

“Oke gua ready. Bismillahirrahmanirrahim ayo Sas, serang gua.”

Sasuke tertawa. Tak habis pikir akan tingkah laku sahabatnya.

“Gua gak mau.”

“Dih apaan kok cemen begitu. Katanya atlet tinju.”

“Stad, elu inget gak, Pak Guy suka ngomel-ngomel kalo tiap mau olahraga kita kagak pemanasan dulu?” Sasuke bersandar diujung gelanggang berusaha menjelaskan hal dasar yang diremehkan sahabatnya itu. “Pemanasan tuh penting banget. Elu mau olahraga gimana bentukannya pemanasan gak boleh lu skip.”

Neji mengangguk kecil tanda mengerti. Ia akhirnya melompat keluar ring dan mulai menggerakkan tubuhnya asal, berlari mengelilingi ring beberapa kali dan melakukan olah nafas selama 3 menit. Setelah cukup 'panas' Neji kembali ke ring dan memasang kuda-kuda ngasalnya, kembali.

“Sebelumnya fight gua mau nanya dulu deh.” Sasuke masih belum ingin memulai pertandingan. Ia begitu penasaran dengan tingkah aneh Neji sore ini. Karena momentum ini jelas sangat langka untuk terjadi.

Seorang Hyuga Neji anak rohis Konoha BS ada di ring box tinju? Itu mustahil.

“Yang membawa lu masuk ke sini apa karena cibiran anak-anak di grup UTS tadi?”

Neji mendengus tak menjawab.

“Pertanyaan gua tepat sasaran berarti.” Sasuke terkekeh mengambil ancang-ancang untuk memulai.

“Bukan.”

“Bukan itu alesan gua ada di sini.”

Sasuke mengendurkan tubuhnya. Ini mungkin akan menjadi sesi curhat paling aneh karena dilakukan diatas ring box tinju.

“Gua gak mau kalah dari Lee. Gua akui Lee emang sekeren itu sampe bikin Tenten jatuh cinta. Makanya gua gak mau ngaku kalah gitu aja. Gua juga bisa se keren Lee. Gua bakal buktiin ke Tenten.”

“Elu mengambil keputusan yang tepat tapi memilih jalan yang salah, stad.” Sasuke bicara serius.

“Gua tau. Gua konyol banget kan sas?”

“Gua mengerti kenapa lu mengambil jalan bodoh ini. Gua gak bisa membenarkan tapi gua mengerti.”

“Makasih bro.”

Sasuke menepuk-nepuk sarung tinjunya keras. Memecah atmosfer melankolis diatas ring boxing yang mereka naiki. Ini aneh sekali. Mungkin mereka adalah pencetak baru. Sepasang manusia yang bercengkrama pasal hati diatas ring.

“Yosh karena gua mengerti gua bakal ngelawan lu dengan sekuat tenaga.” Sasuke mengambil kuda-kuda mantap. “Siap, stad?”

“B-bentar... b-bentar d-dulu... anjir pas fight kok lu bisa garang begini sas? nyali gua mendadak ciut lu percaya gak?” Sasuke tertawa melihat kaki Neji yang mulai gemetar.

“Itu salah satu skill unggulan gua. Ayo mulai!”

Sasuke mulai melayangkan beberapa hantaman. Dalam beberapa detik—bahkan tak sampai satu ronde Neji ambruk tersungkur diujung ring.

Sasuke menghujamnya habis-habisan. Berbanding terbalik dengan Neji yang hanya mampu melayangkan satu tinju lembut dipipi kanan Sasuke.

Neji mungkin akan pingsan. Sasuke tertawa melihat temannya se nekat ini, ia membopong tubuh Neji lalu menidurkannya di tempat duduk official.

Tentu seperti pertarungannya dengan Naruto dulu, ia yakin Neji akan merasa lebih baik ketika sadarkan diri nanti.

Neji mematung. Rantang bekal Tenten yang ia bawa kini digenggamnya erat. Menjadi pelampiasan akan kesedihan—mungkin juga kekesalan yang ia rasakan ketika melihat pemandangan indah nan menyenangkan didepannya.

“Lee jangan keras-keras. Gue gak bawa minyak urut, gue gak mau cidera hari ini.”

Tenten bicara dengan nada tertawa yang hanya dijawab gelak tawa oleh Lee. Mereka nampak sibuk saling membanting tubuh satu sama lain. Berusaha saling menumbangkan tubuh keatas matras.

Sangat menyenangkan.

Sangat serasi.

Tenten menangkup kepala Lee dengan tanganya, berusaha membanting tubuh Lee dengan sekali putaran salto sambil terus mengompori Lee untuk tidak mau kalah. Dengan gelak tawa tertahan Lee membalas serangan dengan menendang kaki kiri Tenten yang membuat tubuh Tenten limbung terjatuh keatas matras.

Tenten mencengkeram bahu Lee erat sebagai pertahanan terakhir, ia berharap tubuhnya tak jatuh ke atas matras yang membuat poinnya berkurang satu. Namun, dengan kuda-kuda yang tidak setegap tadi akhirnya tubuh Lee ikut limbung dan hampir menindih tubuh Tenten di atas matras.

Syukurlah, dengan kedua tangannya Lee menahan tubuhnya agar tidak menindih tubuh Tenten. Mereka tetap mempertahankan posisi ambigu tersebut sambil terus tertawa. Entah menertawakan apa, mungkin menertawakan kecerobohan masing-masing saat sparing tadi.

Neji tetap mematung ditempat. Ia sudah sampai di halaman GOR mungkin setengah jam yang lalu. Sebelum sparing dimulai, bahkan ketika mereka berdua memulai pemanasan. Neji hanya menonton latihan mereka dari jendela GOR. Tentu saja melihat keseruan tersebut Neji tidak berani menjadi pendatang baru dan menganggu keseruan latihan mereka.

Neji menggenggam rantang bekal Tenten kuat-kuat.

Perlahan Neji mundur meninggalkan GOR, menitipkan rantang bekal Tenten pada satpam dan bergegas pulang dengan perasaan berkecamuk dalam hati.

“Ino, aku minta maaf.”

Ino hanya bisa menahan tangis ketika mendengar kalimat pertama yang ia dengar setelah Sai keluar Rumah Sakit. Bagaimana bisa ia membiarkan Sai terus meminta maaf atas kesalahan yang bahkan bukan sebuah kesalahan. Ino sadar, ia terus-menerus memaksa Sai untuk memenuhi semua egonya.

“Maaf buat gagalnya janji yang aku ucapin, maaf buat semua keegoisanku, maaf atas semua kebohongan yang selama ini aku umpetin dari kamu dan kawan-kawan yang lain, aku bahkan gak punya harapan lagi buat bisa berkawan sama kamu dan kawan-kawan yang lain tapi Ino..” Sai memotong kalimat panjangnya sendiri dengan helaan nafas pelan.

“Maaf, aku gak bisa berhenti buat sayang sama kamu”

Tangis Ino yang ia tahan sedari tadi pecah sudah.

“I-ino plis jangan nangis. Maafin aku lancang banget ngomong kayak gitu, k-kamu boleh kok benci sama aku. Yang aku omongin tadi jangan dipikirin” Sai terpatah-patah bicara. Panik melihat Ino begitu histeris.

Ino merasa begitu jahat. Yang seharusnya bersedih, yang seharusnya menangis, yang seharusnya meminta maaf dan menenangkan jelas bukan dirinya. Namun yang terjadi malah sebaliknya.

Ino menyeka air matanya kasar. Ia berusaha menguatkan dirinya untuk bicara. Walau cukup berhasil, air matanya tetap tak berhenti mengalir membasahi pipi.

Ino membalas dengan kalimat usil andalannya.

“Terimakasih pangeran, atas kerja kerasmu dalam mencintaiku”

Kalimat terakhir yang Ino katakan sukses merubuhkan pertahanan terakhir Sai.

Ino tersenyum lembut menatap wajah Sai yang mulai memerah karena isakan kecil yang mungkin sudah sekian lama ia tahan. Ino melebarkan kedua tangannya. Menatap Sai dengan segenap yakin.

Seakan-akan mata itu berkata.

“Kemarilah, rumahmu siap menerima dirimu seutuhnya”

Sai memeluk Ino erat. Menumpahkan semua perasaan yang selama ini ia pendam sendirian.

Membagi semuanya. Sepenuhnya.

Seutuhnya.

“Ino, gak akan coba lagi buat ketemu Sai?”

Ino menggeleng pelan. Sepulangnya mereka dari Rumah Sakit Sai memisahkan diri dari Shikamaru dan yang lainnya.

“Gua mau sendiri dulu. Makasih udah dateng buat jenguk Nenek, maaf Nenek gak bisa langsung ngucapin terimakasih ke kalian semua. hehe lu semua juga tahu kan ya”

Siapapun yang melihat pasti langsung mengetahui bahwa Sai sedang berpura-pura baik-baik saja.

“Gak keren anjing.” Sasuke emosi hampir menonjok wajah Sai.

“Gue duluan ya, semua” Lagi-lagi. Sebelum Sai benar-benar pergi, ia kembali menyunggingkan senyum palsu penuh kesedihan. Sasuke begitu muak melihat kebohongan kawannya itu. Ia berniat mengejar lalu memukulinya. Beruntung Sakura menahan tubuh tegang Sasuke mencegah pertengkaran bodoh yang hampir saja terjadi di lorong Rumah Sakit.

Setelah itu mereka semua terpisah. Meskipun Ino tahu Sai berada dimana sekarang, ia masih mengurungkan niat untuk menghampirinya.

“Gue rasa lo gak bisa kayak gini terus” Sakura menegakan tubuh lunglai Ino.

“Lo harus ada buat Sai sekarang”

“Gak bisa ra, gue gapantes...”

“Kok gitu? Sejak kapan lo jadi gapede-an gini?”

Ino masih menunduk. Wajah ceria yang biasanya ia tunjukan kini berubah sendu.

“Pergi. atau lo bakal nyesel”

“Justru gue rasa Sai bakal nyesel karena ngebiarin gue sayang sama dia”

“Ino”

“Gue gabisa, ra”

Sakura menghela nafas kasar.

“Ino..”

Belum selesai Sakura gemas menimpali, terdengar suara lemah memanggil nama Ino dari belakang.

“Sai?” Sakura tak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat Sai mulai mendekat ke tempat duduk mereka berdua.

“Halo, cantik” Sai menyapa lembut.

Untuk Sai. Jagoan kecil kesayangan Nenek.

Sai, kalimat pertama yang ingin Nenek katakan adalah maaf. Dipenghujung nafas Nenek, Nenek masih belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu. Nenek belum bisa memberikan kehangatan kasih sayang orang tua yang selalu kamu inginkan dari kecil. Nenek minta maaf telah membiarkanmu tumbuh tanpa cinta dari seorang ayah dan ibu. Nenek minta maaf membiarkanmu menjadi sebatang kara setelah Nenek pergi.

Dari dulu sekali, Nenek selalu berpikir akan seberuntung apa orang tua yang meninggalkanmu, akan seindah apa kehidupan orang tua yang meninggalkanmu jikalau mereka bisa dengan bijaksana tidak meninggalkanmu. Nenek selalu mengaduh, mengapa dunia begitu kejam kepada anak selembut dirimu?

Ketika Nenek akan mengadopsimu, Nenek begitu terharu menyaksikanmu tumbuh ceria di panti asuhan, dengan tanpa sosok Ibu dan Ayah kamu dapat tumbuh menjadi anak yang luar biasa. Lalu Kesempatan yang nenek dambakan itu datang. Dengan mantap nenek mengadopsimu. Membiarkanmu mewarnai hidup Nenek yang sangat membosankan ini. Menemani Nenek hingga dipenghujung waktu Nenek.

Nenek hanya tersenyum ketika melihatmu akhir-akhir ini salah tingkah menatap layar ponsel. Jagoan kecil kesayangan Nenek akhirnya jatuh cinta. Siapa wanita yang amat beruntung bisa memiliki jagoan kecil Nenek ini? Nenek hanya berusaha menyembunyikan rasa penasaran itu hingga kamu sendiri yang akan memberitahukannya pada Nenek. Nenek tak keberatan sama sekali. Namun sayang, sepertinya sang waktu-lah yang keberatan hingga akhirnya Nenek meninggalkanmu tanpa bisa bertemu dengan gadis beruntung itu. Semoga gadis itu sungguh gadis yang baik. Gadis yang bisa menemanimu hingga nanti.

Mulai saat ini kehidupanmu akan lebih berat Sai, bahumu yang mulai sembuh dari pikulan berat dimasa lalu akan kembali membengkak karena menopang semua rasa pelik kehidupan. Sungguh diakhir kata Nenek hanya berharap kamu tetap mencintai nenek. Meskipun Nenek begitu jahat meninggalkanmu sendirian menghadapi kejamnya dunia ini.

Nenek mencintaimu.

Untuk Sai. Jagoan kecil kesayangan Nenek.

Sai, kalimat pertama yang ingin Nenek katakan adalah maaf. Dipenghujung nafas Nenek, Nenek masih belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu. Nenek belum bisa memberikan kehangatan kasih sayang orang tua yang selalu kamu inginkan dari kecil. Nenek minta maaf telah membiarkanmu tumbuh tanpa cinta dari seorang ayah dan ibu. Nenek minta maaf membiarkanmu menjadi sebatang kara setelah Nenek pergi.

Dari dulu sekali, Nenek selalu berpikir akan seberuntung apa orang tua yang meninggalkanmu, akan seindah apa kehidupan orang tua yang meninggalkanmu jikalau mereka bisa dengan bijaksana tidak meninggalkanmu. Nenek selalu mengaduh, mengapa dunia begitu kejam kepada anak selembut dirimu?

Ketika Nenek akan mengadopsimu, Nenek begitu terharu menyaksikanmu tumbuh ceria di panti asuhan, dengan tanpa sosok Ibu dan Ayah kamu dapat tumbuh menjadi anak yang luar biasa. Lalu Kesempatan yang nenek dambakan itu datang. Dengan mantap nenek mengadopsimu. Membiarkanmu mewarnai hidup Nenek yang sangat membosankan ini. Menemani Nenek hingga dipenghujung waktu Nenek.

Nenek hanya tersenyum ketika melihatmu akhir-akhir ini salah tingkah menatap layar ponsel. Jagoan kecil kesayangan Nenek akhirnya jatuh cinta. Siapa wanita yang amat beruntung bisa memiliki jagoan kecil Nenek ini? Nenek hanya berusaha menyembunyikan rasa penasaran itu hingga kamu sendiri yang akan memberitahukannya pada Nenek. Nenek tak keberatan sama sekali. Namun sayang, sepertinya sang waktu-lah yang keberatan hingga akhirnya Nenek meninggalkanmu tanpa bisa bertemu dengan gadis beruntung itu. Semoga gadis itu sungguh gadis yang baik. Gadis yang bisa menemanimu hingga nanti.

Mulai saat ini kehidupanmu akan lebih berat Sai, bahumu yang mulai sembuh dari pikulan berat dimasa lalu akan kembali membengkak karena menopang semua rasa pelik kehidupan. Sungguh diakhir kata Nenek hanya berharap kamu tetap mencintai nenek. Meskipun Nenek begitu jahat meninggalkanmu sendirian menghadapi kejamnya dunia ini.

Nenek mencintaimu.*

*Untuk Sai. Jagoan kecil kesayangan Nenek.

Sai, kalimat pertama yang ingin Nenek katakan adalah maaf. Dipenghujung nafas Nenek, Nenek masih belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu. Nenek belum bisa memberikan kehangatan kasih sayang orang tua yang selalu kamu inginkan dari kecil. Nenek minta maaf telah membiarkanmu tumbuh tanpa cinta dari seorang ayah dan ibu. Nenek minta maaf membiarkanmu menjadi sebatang kara setelah Nenek pergi.

Dari dulu sekali, Nenek selalu berpikir akan seberuntung apa orang tua yang meninggalkanmu, akan seindah apa kehidupan orang tua yang meninggalkanmu jikalau mereka bisa dengan bijaksana tidak meninggalkanmu. Nenek selalu mengaduh, mengapa dunia begitu kejam kepada anak selembut dirimu?

Ketika Nenek akan mengadopsimu, Nenek begitu terharu menyaksikanmu tumbuh ceria di panti asuhan, dengan tanpa sosok Ibu dan Ayah kamu dapat tumbuh menjadi anak yang luar biasa. Lalu Kesempatan yang nenek dambakan itu datang. Dengan mantap nenek mengadopsimu. Membiarkanmu mewarnai hidup Nenek yang sangat membosankan ini. Menemani Nenek hingga dipenghujung waktu Nenek.

Nenek hanya tersenyum ketika melihatmu akhir-akhir ini salah tingkah menatap layar ponsel. Jagoan kecil kesayangan Nenek akhirnya jatuh cinta. Siapa wanita yang amat beruntung bisa memiliki jagoan kecil Nenek ini? Nenek hanya berusaha menyembunyikan rasa penasaran itu hingga kamu sendiri yang akan memberitahukannya pada Nenek. Nenek tak keberatan sama sekali. Namun sayang, sepertinya sang waktu-lah yang keberatan hingga akhirnya Nenek meninggalkanmu tanpa bisa bertemu dengan gadis beruntung itu. Semoga gadis itu sungguh gadis yang baik. Gadis yang bisa menemanimu hingga nanti.

Mulai saat ini kehidupanmu akan lebih berat Sai, bahumu yang mulai sembuh dari pikulan berat dimasa lalu akan kembali membengkak karena menopang semua rasa pelik kehidupan. Sungguh diakhir kata Nenek hanya berharap kamu tetap mencintai nenek. Meskipun Nenek begitu jahat meninggalkanmu sendirian menghadapi kejamnya dunia ini.

Nenek mencintaimu.*