asxgirl

a writer who likes Stray Kids.

Oneshot – Chanjin Title: Crazy Bastard tw // suicide, blood


Bagi Hyunjin, selama Chan ada di sisinya, ia tak perlu khawatir akan semua ketakutan yang selalu menghantuinya.

Tapi tidak hari ini.

Hyunjin tidak bisa menghubungi Chan sama sekali, bahkan pesan yang ia kirimkan sejak kemarin malam belum juga dibalas.

Hingga Hyunjin mendapat sebuah pesan dari nomor tak dikenal soal Chan yang sedang bersama seorang perempuan di bar.

Hyunjin benci, Hyunjin tidak suka ditinggalkan.

Ia memiliki trauma akan hal itu, dan Chan seharusnya tau jika Hyunjin tidak bisa ditinggalkan lebih dari satu hari tanpa kabar sama sekali.

Dari pada ditinggalkan lebih baik ia yang meninggalkan, pikirnya.

Dan hari itu, Hyunjin menulis sebuah surat terakhirnya untuk sang kekasih diiringi air mata yang terus menetes dari pelupuk matanya.

Hari itu juga, Hyunjin menggores tangannya dengan pisau, membiarkan darah mengalir deras dari tangannya dan menetes membasahi lantai.


Hari ini tepat dua tahun setelah kepergian Hyunjin, dan Chan masih belum bisa pergi untuk menemui Hyunjin di tempat peristirahatan terakhirnya.

Chan terus saja menyalahkan dirinya atas kepergian sang kekasih, meski pihak keluarga Hyunjin tidak menyalahkan dirinya sama sekali.

Chan tetap menyalahkan dirinya sendiri, kerap kali temannya menemukan Chan yang tengah mencoba untuk melakukan hal-hal tak masuk akal untuk menyusul Hyunjin, katanya.

“Demi Tuhan, Chan. Dengan lo begini bukan berarti Hyunjin bakal seneng, nggak! Dia mungkin aja sedih karena lo nggak bisa ngejalanin hidup dengan baik, Chan..” ujar sang sahabat, Changbin.

Tapi Chan seolah tuli, ia kembali menggoreskan pecahan kaca yang baru saja ia pecahkan tadi ke lengannya dan membiarkan cairan merah pekat itu mengaliri tangannya.

Changbin menghela nafas, “Hyunjin nggak akan suka kalau lo begini,” ucapnya.

Chan bosan mendengar kalimat itu. Kalimat yang mengatakan jika Hyunjin tidak akan suka jika dirinya menyakiti diri sendiri. Padahal ia telah menyakiti Hyunjin, dan seharusnya Hyunjin senang melihat Chan tersiksa, bukan?

“Chan, udah ya?” bujuknya.

Chan diam, ia lalu menatap kosong ke arah jendela dan air matanya menetes secara perlahan.

“Gue brengsek banget ya Bin? Udah tau Hyunjin punya trauma ditinggal tapi malah gue tinggal,”

“Iya, lo brengsek banget Chan. Makanya sekarang lo harus hidup dengan baik, sesuai dengan permintaan Hyunjin ya?”

Chan tertawa, “apa gue masih bisa dimaafin setelah apa yang gue lakukan ke dia?”

“Bisa Chan, bisa..”

Chan menundukan kepalanya, ia lalu bangkit, berjalan ke kamar mandi—lebih tepatnya ke depan wastafel.

Ia menutup saluran wastafel dengan sumbatan, lalu mengisinya dengan air hingga penuh, dan kemudian menenggelamkan kepalanya di sana.

Changbin melihatnya, namun ia membiarkannya. Biarkan Chan melakukan apa yang ia inginkan agar pemuda itu tidak lagi melakukannya nanti.

Ya, lihat saja nanti.


Sial, pikir Changbin.

Ia kecolongan.

Pagi ini, dirinya menemukan Chan yang telah melompat dari rooftop apartemennya sendiri dan meninggalkan selembar surat di atas meja kerjanya.

Bin, gue udah nggak sanggup. Tiap gue liat ke jendela, gue pasti liat Hyunjin di sana lagi senyum ke gue. Gue nggak bisa tahan lebih lama lagi, dia seakan ngajak gue untuk ikut dia dengan raut ketakutannya. Hyunjin masih trauma ditinggal, Bin. Dia masih takut sendirian. Dan gue, akan nyusul dia, buktiin kalau gue nggak akan pernah ninggalin dia lagi. Selamanya.

'Sial sial sial,' pikir Changbin.

Air matanya menetes kala dirinya membaca pesan itu.

“Chan, gue harap kalian bisa bahagia di sana..” ujarnya.

—FIN

Oneshot – Jeonglix Title: Game Cw // harsh words


“Jeong, tod kuy!” ajak sang Sahabat, Kim Seungmin namanya.

“Ayo aja deh,”

“Truth or dare?” tanya Seungmin.

“Hm.. Gue mau truth tapi nanti lo nanya aneh-aneh, mau dare tapi nanti lo ngasih tantangan aneh-aneh juga..”

“Gue bukan Hyunjin ya,” balas Seungmin.

“Hhh.. Yaudah deh dare aja,”

“Nah gitu dong.. Tembak gebetan lo,” ucapnya santai.

Jeongin tersentak mendengarnya, ia lalu menoleh ke arah sang Sahabat dan langsung memukul lengannya keras.

“Duh, gak aneh loh itu. Justru lo bisa ngungkapin perasaan lo meskipun cuma dari dare aja. Seenggaknya lo lega,” jelasnya.

“Malu anjir gue,”

“Halah, otot doang gede, nyalinya kecil,” ejek Seungmin.

“Tai,”

“Lagian juga gue gak tau gebetan lo siapa,”

“Hah? Bukannya gue udah cerita?”

“Kapan anjing?”

“Eh iya belom ya?” tanya Jeongin.

“Halah bodo amat. Batas waktunya seminggu ya,”

“Yaudah iya. Lo gantian lah sekarang, truth or dare?” tanya Jeongin.

“Dare aja deh, biar lo ada temennya,”

“Bangsat,” umpatnya lalu tertawa.

“Apa ya.. Oh! Ajak Kak Chan pacaran,” ucapnya jahil.

“Ealah anjing, kalo gini mah sama aja lo sama Hyunjin,”

Jeongin tertawa, “dah ya, semoga berhasil, bye Seungminnie~”

“Bajingan emang tu anak satu,” gumam Seungmin sembari memandang kepergian Jeongin.


Jeongin bersiap untuk menyatakan perasaannya pada sang pujaan hati sesuai dengan dare dari Seungmin.

Langsung aja dijalanin, pikirnya.

Jeongin pun langsung menghubungi sang pujaan hati. Dan beruntungnya, ia mengiyakan ajakan Jeongin untuk keluar malam ini.

“Kak Lix..” panggil Jeongin.

“Kenapa Je?” tanya sang pujaan hati, Felix namanya.

“Kak Lix mau nggak jadi pacar Jeongin?” tanyanya sembari menatap tepat ke mata Felix.

Wajah Felix sontak memerah dan mengalihkan pandangan sementara Jeongin terkekeh gemas lalu mengusak puncak kepalanya.

“Jadi gimana? Mau apa nggak, Kak?” tanya Jeongin lagi.

“Um.. Iya..”

“Iya apa?”

“M-mau jadi pacar Jeongin,” jawabnya pelan.

Jeongin tertawa lalu menarik Felix dalam pelukannya dan mengecup puncak kepalanya gemas.

Dalam hati ia berterimakasih pada Seungmin yang telah memberikan dare itu padanya.

—FIN

Oneshot – Chanlix Title: The Blood


Felix tau sosok di hadapannya bukanlah manusia. Ia tau sejak pertama kali bertemu dengannya.

“Jadi kau sudah tau sejak awal ya?” ucapnya.

“Ya.”

“Lalu kenapa kau tak berlari, hm?”

“Untuk apa?”

“Kau tidak takut?”

“Tidak. Hidupku sebelumnya lebih menakutkan jika dibandingkan denganmu,” jawab Felix lalu membalik tubuhnya dan kemudian mendudukan dirinya di atas lantai balkon kamar.

“Menarik.”

Felix diam tak membalas, ia sebenarnya tidak peduli sih apapun yang akan terjadi padanya nanti. Makanya ia biasa saja sekarang.

“Kau tau, Chris? Ku pikir makhluk seperti kalian lebih suka bersembunyi dan keluar di malam hari,” ucap Felix kemudian.

“Hanya vampire murni yang tidak bisa keluar di siang hari,” balasnya.

“Kau?”

“Aku vampire dari hasil uji coba sebuah lab,”

“Apa yang mereka lakukan padamu?”

“Yah, secara umum mereka menyuntikan macam-macam obat ke tubuhku agar bisa bertahan di siang hari dan memakan makanan manusia. Mereka menyebutnya berbaur dengan manusia,”

“Kejam sekali,” desis Felix.

“Tak apa. Setidaknya aku bisa kabur,”

“Apa mereka masih mencarimu?”

“Mungkin. Aku tidak peduli sih, yang penting aku bersamamu. Pemilik darah paling manis yang pernah ku rasakan,” jawab Chris sembari mengusak hidungnya ke leher Felix dari belakang.

“Itu geli, Chris. Berhenti melakukannya. Lagi pula, dari mana kau tau kalau darahku manis?”

“Aku bisa mencium aroma darahmu, sweetie, dan itu sangat manis,”

“Kalau tidak sesuai dengan pikiranmu bagaimana?”

“Baiklah, mari kita buktikan,” ujar Chris sebelum menancapkan taringnya ke leher Felix.

Felix memekik pelan merasakan benda tajam itu menusuk permukaan kulitnya dan secara perlahan menghisap darah yang mulai mengalir dari luka tusukan itu.

“Dasar vampire gila, sudah hentikan, aku mulai pusing,” umpat Felix.

Chris di belakangnya terkekeh pelan setelah mencabut taringnya dari sana.

“Instingku tak pernah salah. Darahmu adalah yang ter-manis di antara semua korbanku,” ucapnya lalu mengecup bekas gigitannya di leher Felix.

“Dan lagi, jika kau tidak mengumpatiku tadi bisa jadi kau akan mati. Darahmu terlalu nikmat untuk disisakan,”

“Gila,”

“Hanya padamu,”

“Dasar gila,”

“Aku juga mencintaimu,”

—FIN

Oneshot – Hyunlix Title: Ghost tw // mention of grim reaper


Hyunjin seharusnya sadar jika sejak ia menginjakan kaki di apartemen sang sahabat, hal yang tak mungkin bisa menjadi mungkin.

Dan kini, Hyunjin rasanya menyesal sebab ia merekomendasikan sang sahabat untuk tinggal di unit apartemen ini.

“Hyunjiiiin, aku ikut yaa?” bujuk sang hantu.

Hantu?

Iya.

Hyunjin menyesal sebab hantu itu malah merengek dan meminta untuk ikut ke rumahnya entah mengapa.

Sebenarnya Hyunjin bisa saja pura-pura tidak melihat hantu itu saat ia muncul tadi. Namun hantu itu muncul tepat di depan wajahnya sehingga Hyunjin mau tak mau terkejut saat wajah hantu itu muncul tepat di depan matanya.

“Ya Hyunjin yaaa?” rengek sang hantu yang mengaku bernama Felix.

“Berisik,”

“Hah? Kenapa lo?” tanya sang sahabat kala Hyunjin bersuara, Jisung namanya.

“Yang menghuni apartemen lo berisik,”

“Anjing Hyunjin,”

“Ngaca,”

“Emang yang menghuni apartemen gue apaan?” tanya Jisung.

“Hantu,”

“Baik gak?”

“Nggak. Ngeselin, dia minta ikut balik sama gue,”

“Namanya siapa?”

“Katanya Felix?”

“Oh, oke. Felix lo kalo mau ikut Hyunjin ikut aja ya, nggak usah takut, Hyunjin sebenernya baik kok,” ujar Jisung.

Felix berseru girang sementara Hyunjin menatapnya tajam.

“Apa?” tanya Jisung seolah tanpa dosa.

Hyunjin menghela nafas, terlalu malas untuk bertengkar dengan sang sahabat sebab pertengkaran mereka tidak akan ada habisnya.


“Lo beneran ngikutin gue sampe rumah..” ujar Hyunjin.

“Hihi, habisnya tadi kata Jisung kalau mau ikut gapapa, makanya aku ikut,” balasnya.

“Nanti kalo gue mandi jangan ngintip lo,”

“Aku gak se-gila itu!”

“Ya kan siapa tau,”


Hyunjin sebenarnya tidak masalah tentang makhluk yang terus mengikutinya ini. Hanya saja terkadang ia mengganggu pekerjaan Hyunjin dan mengikuti Hyunjin kemana-mana, makanya Hyunjin terkadang agak merasa kesal.

Hanya sedikit, karena ternyata kalau dilihat-lihat hantu itu manis juga.

“Hyunjin!”

“Apaan?”

“Um.. Itu..”

“Kenapa?”

“Makasih udah mau biarin aku tinggal di sini..”

“Sama-sama,”

“Titip salam buat Jisung ya!”

“Lo mau kemana?”

“Sebenernya aku harus pergi karena sisa waktuku di sini udah hampir habis hehe..” jawabnya tanpa beban.

“Hyunjin kenapa diem aja?”

Hyunjin menggeleng pelan, “sisa waktu lo.. Berapa lama lagi?”

“Dua hari lagi,”

“Jam?”

“Dua belas malam,”

“Oke,”

“Hyunjin mau ngapain?”

Yang ditanya menggeleng lalu beranjak menidurkan tubuhnya di atas kasur.


Dua hari berlalu dengan cepat, dan tanpa terasa kini hari telah memasuki pukul sebelas malam.

Hyunjin memutuskan untuk duduk di balkon kamarnya bersama sang hantu manis itu—Felix.

“Lo beneran mau pergi?” tanya Hyunjin tiba-tiba.

“Iya.. Kenapa?”

Hyunjin menghela nafas pelan, “apa ada kemungkinan lo bakal reinkarnasi?”

“Nggak tau, tergantung Malaikat Maut aja itu mah,”

“Lo mau reinkarnasi?”

Felix mengangguk cepat, “aku mau ketemu Hyunjin lagi dalam wujud manusia!”

“Jangan lama-lama.. Gue tunggu..”

“Hyunjin..?”

“Kenapa?”

“Aku sayang Hyunjin!” ujarnya sembari memeluk Hyunjin.

“Gue juga, Felix..”

“A-apa?”

“Iya, gue sayang sama lo, makanya lo harus balik lagi nanti dalam wujud manusia,”

Felix terdiam mendengarnya.

“Oke, aku bakal cari Hyunjin nanti!”

“Gue juga bakal cari lo,”

“Hyunjin, aku pergi dulu ya..?”

“Iya.. Balik lagi ya Felix..”

Felix mengangguk pelan sebelum akhirnya sesosok Malaikat Maut datang.

Felix tersenyum sebelum ia pergi mengikuti sang Malaikat Maut.

Hyunjin membalas senyuman itu dan menangis dalam diam.

Kenapa rasanya sesakit ini?


Tiga setengah tahun kemudian..

“Permisi, maaf. Boleh saya tau jalan menuju apartemen Levanter?”

“Oh iya— tunggu, Felix?”

“Hyunjin?”

Kedua orang itu sontak berpelukan, mengabaikan kondisi trotoar yang sedang ramai dan juga tatapan beberapa orang yang mengarah pada mereka.

“Aku balik Hyunjin, aku balik..”

“Iya, Felix, selamat datang kembali,” ujarnya mengeratkan pelukan dan kemudian menangis bersama.

—FIN

Oneshot – Seungsung Title: Hari Libur


Hari ini harusnya jadi hari libur yang menyenangkan buat Seungmin jika saja sang sepupu tidak datang ke tempat tinggalnya.

Udah ganggu hari libur, bawa temennya lagi.

Hancur sudah ekspektasi Seungmin untuk dapat hari libur yang tenang.

“Ya, Seungmin ya?” izin sang sepupu via panggilan telepon.

Seungmin tidak bisa menolak kalau begini caranya.

“Yaudah. Awas aja lo berantakin apart gue,” ujarnya sebelum memutus sambungan.

Sepuluh menit kemudian..

“Seungmiiiiinn!” panggil sang sepupu dengan riang begitu ia masuk ke unit apartemen Seungmin.

“Berisik, Hyunjin! Ganggu aja lo!” balas Seungmin tanpa mengalihkan pandangannya dari PlayStation 2 yang tengah ia mainkan saat ini.

“Hehehe.. Btw kenalin nih temen gue, namanya Jisung,”

Seungmin menoleh sekilas lalu mengangguk, “gue Seungmin,” ujarnya.


“Gue pikir lo orangnya galak..” ujar Jisung.

“Khusus Hyunjin doang,”

“Anjir jahat banget lo sama gue,” sahut Hyunjin.

“Lo emang pantes digalakin,” balasnya.

Jisung tertawa melihat interaksi keduanya.

'Manis juga..' pikir Seungmin kala ia tak sengaja melihat tawa Jisung.

Jisung dan Hyunjin bermain di sana hingga malam.

Hyunjin yang memang biasa menginap dimana-mana pun memilih untuk menginap di tempat Seungmin, sementara Jisung memilih untuk pulang diantar oleh Seungmin.

Karena paksaan juga sih sebenarnya..

Seungmin mana tega membiarkan pemuda semanis Jisung pulang sendirian.


“Makasih ya,” ujar Jisung setelah turun dari boncengan motor Seungmin.

Seungmin mengangguk lalu bersiap untuk kembali ke rumahnya.

“Seungmin,” panggil Jisung.

“Kenapa?”

“Umm.. Buat pertanyaan Seungmin yang tadi..”

“Nggak usah dijawab juga gapapa kok,” balasnya.

Jisung menggeleng pelan lalu mendekat.

Cup!

“Aku mau kok, hehe..” ujarnya dengan senyuman polos setelah mencuri satu ciuman di bibir Seungmin.

'Bisa gila gue..' batin Seungmin yang kini wajahnya merona tipis.

“Nakal ya,” ucapnya lalu menggeleng, sementara Jisung terkekeh.

“Udah sana masuk,”

“Hati-hati Seungmin!” ucap Jisung riang sebelum menutup pagar rumahnya.

—FIN

Oneshot – Hanlix Title: Dijodohin


“Felix, udah siap belum?” tanya Mama Lee pada dari luar kamar sang anak yang kini tengah berkaca di depan cermin.

“Sebentar Ma!”

Felix segera membereskan barang-barangnya dan keluar dari kamar.

“Cantik banget kamu,” goda sang Mama.

Felix terkekeh pelan, dirinya memang sering dibilang cantik oleh orang-orang di sekitarnya.

Karena memang cantiknya Felix bahkan melebihi perempuan di sekolahnya. Bahkan ada beberapa siswi yang membuat fanclub khusus Felix.

Agak berlebihan, tapi Felix menyambutnya dengan baik. Dan itu membuat orang-orang semakin menyayanginya.

Terlebih lagi Felix adalah orang yang baik, membuat siapapun tak tega memarahinya, apalagi menyakitinya.

Kecuali satu orang,

Han Jisung.

Hanya Han Jisung yang berani memarahi Felix kala pemuda itu tak sengaja menabrak dirinya di koridor sekolah.

Dan entah kenapa Felix justru tertarik untuk mendekatinya.


Han Jisung mendecih kesal kala ia mendapat pesan dari orang tuanya.

Jujur, ia tidak ingin dijodoh-jodohkan seperti ini.

Rasanya aneh.

Lagi pula akhir-akhir ini ia merasa tertarik dengan seseorang dan berniat untuk mengungkapkan perasaannya besok.

Namun yang terjadi sekarang..

Jisung mengacak rambutnya frustasi lalu memilih untuk bersiap.

Dari pada dimarahin, pikirnya.

“Dahlah, liat nanti aja,” monolognya sebelum beranjak dari kasur.

Jisung mengambil jaket yang ia gantungkan di pintu kamarnya lalu keluar dari kamar setelah mengambil ponsel dan dompetnya

“Kamu ini loh, mau ketemu calonnya malah jaketan doang, ganti baju sana!” usir sang Mama tepat saat Jisung melangkah keluar dari kamar.

Dengan malas ia kembali ke kamar dan mencari pakaian yang sekiranya cocok ia gunakan.

“Nggak harus kemeja kan Ma?” tanya Jisung.

“Terserah, yang penting jangan jaket!”

Jisung mendengus kesal, padahal ia lebih suka pakai jaket. Tapi ya sudahlah, kali ini saja.

Tapi tetap saja, rasanya tak rela bagi Jisung meninggalkan jaketnya sendiri di kamarnya yang dingin..

Oke, abaikan, ia memang suka mendramatisir keadaan jika itu menyangkut jaket kesayangannya.

Dan pada akhirnya Jisung memilih untuk menggunakan hoodie.

Bagi Jisung hoodie dan jaket itu berbeda, jadi tidak masalah kan?

“Jisung kamu— astaga terserah lah..” ucap sang Mama putus asa kala Jisung keluar dari kamarnya.

Jisung terkekeh, dalam hati ia bersorak karena Mamanya tidak lagi memberi protes mengenai pakaiannya.


Jisung menahan nafas melihat siapa calon tunangannya.

Ia tak menyangka jika Lee Felix lah yang akan dijodohkan dengannya.

Begitu pula dengan Felix yang sejak tadi hanya diam.

Sialan, dunia bercanda ya?

Padahal mereka berdua sama-sama ingin menghabiskan waktu untuk saling mengejar, tapi lihat akhirnya, mereka malah dipertemukan dalam sebuah acara perjodohan yang tak mungkin bisa mereka tolak.

Benar kan?

—FIN

Oneshot – Minmin Title: Birthday Gift cw // mpreg


Seungmin menghela nafasnya untuk yang ke-sekian kalinya malam ini.

Entah sudah berapa lama ia berdiri di balkon kamar dengan helaan nafas tanpa akhir.

Isi pikirannya kali ini adalah tentang sang suami, Lee Minho. Dan bagaimana bisa ia menikah dengannya.

Itu hal biasa baginya.

Ia sudah dijodohkan dengan macam-macam lelaki sejak dulu, namun mereka semua menolak dengan alasan sudah memiliki pujaan hatinya sendiri.

Sementara Seungmin?

Ia tidak terlalu peduli akan hal itu sih, makanya ia bahkan tak pernah menolak.

Dan sekarang, ada seseorang yang secara tiba-tiba saja melamarnya saat pertama bertemu.

Dan orang gila yang melakukannya adalah Lee Minho.

Minho bilang, Seungmin tidak perlu khawatir untuk urusan persiapan, ia hanya perlu menunggu.

Tapi tetap saja, yang namanya Seungmin mana bisa disuruh menunggu, apa lagi berhubungan dengan pekerjaan.

Seungmin itu bukan tipe orang yang gabut.

“Sayang?” panggil sebuah suara.

Seungmin yang sejak tadi asik dengan pikirannya pun tersadar jika sang suami telah kembali.

“Kakak kapan pulangnya?”

“Barusan sih, kamu ngapain malem-malem di balkon? Nggak dingin?”

Seungmin menggeleng pelan.

“Kakak gimana harinya?” tanya Seungmin sembari mengambil tas milik Minho beserta jas yang baru saja dilepas olehnya.

“Ya begitu..” jawabnya.

Tenang, Seungmin sudah biasa mendengar jawaban seperti itu.

Ya tapi tetap saja ia kesal.

“Kakak mau tidur di luar?”

Minho melotot lalu menggelengkan kepalanya.

Sumpah, Seungmin saat marah sangat menyeramkan baginya.

“Kamu sendiri gimana?” tanya Minho balik—tidak ingin memperparah keadaan.

“Ya.. Begitu-begitu aja sih..”


Malamnya, maksudnya, di tengah malamnya, Minho dan Seungmin belum benar-benar tertidur.

Mereka masih berbicara sejenak tentang apa saja yang terjadi selama mereka tidak bertemu seharian ini.

Memang sudah jadi kebiasaan mereka.

“Ngomong-ngomong lima menit lagi Kakak ulang tahun kan?” tanya Seungmin.

“Iya, tau dari mana kamu?”

Seungmin terkekeh pelan dan kemudian bangkit untuk mengambil sesuatu dari dalam lemari.

Sebuah amplop berwarna cokelat.

“Ini apa?” tanya Minho setelah ia menerimanya.

“Hadiah ulang tahun buat Kakak. Buka aja..”

Minho menurut, ia membuka amplop di tangannya dengan perlahan lalu membacanya dengan teliti.

“Happy birthday Kak..” ucap Seungmin saat Minho beralih menatapnya.

“K-kamu beneran hamil?”

Seungmin tertawa ringan lalu mengangguk dan perlahan masuk ke dalam pelukan Minho.

“Ready to be a daddy?” tanya Seungmin.

Minho memeluk Seungmin dengan erat sembari mengucapkan 'terima kasih' berkali-kali.

Ini adalah hadiah terindah di hari ulang tahunnya.

—FIN

Oneshot – Hyunsung Title: Hwang Hyunjin Warn! Explicit content! cw // cursing


“Gila..” gumam Jisung kala ia melihat salah satu teman dari temannya yang tengah menggerakkan tubuhnya sesuai dengan irama.

“Sung—”

“Eh kenapa?”

“Lo— oh, ngeliatin Hyunjin,” ucapnya.

“Sst, diem elah, tar ketauan,”

“Wtf, kamar mandi dulu sana lo anjir,” ucapnya sembari mendorong Jisung mejauh.

Jisung terkekeh pelan dan kemudian berlari ke arah kamar mandi.


“Jin..” panggil seseorang.

“Eh iya kenapa?” sahutnya.

“Tadi ada yang ngeliatin lo,”

“Siapa?”

“Jisung, tau kan lo?”

“Jisung temen lo Lix? yang mirip tupai itu?” tanyanya mengingat-ingat.

“Wihh, kenal lo.. Bisa jingkrak-jingkrak kalo tau nih..”

“Jingkrak-jingkrak kenapa?”

“Ya gitu deh.. Btw nanti kalo ketemu dia jangan kasar-kasar ya,” ucapnya jahil sebelum pergi.

“Felix kenapa dah?”


“Han Jisung MIPA 2, ketemu juga lo akhirnya,” ucap seseorang membuat Jisung yang tengah memainkan ponselnya menoleh cepat.

“Nakal juga lo ya,” ucapnya.

Jisung menahan nafas kala orang di depannya mendekatkan wajahnya pada Jisung.

“L-lo mau ngapain?” tanya Jisung gugup.

“Mau hukum tupai nakal yang sering masturbasi sambil nontonin video dance gue,” ucapnya dengan seringai tipis.

Mata Jisung membola.

Dari mana ia mengetahuinya?

“Gue sering dapet laporan dari seseorang kalo lo suka ngeliatin gue, dan lagi lo pernah nggak ngunci toilet, untungnya desahan lo pelan,” jawabnya seakan tau isi pikiran Jisung.

Jisung gugup setengah mati.

Ia tidak tau jika ia pernah lupa mengunci pintu toilet.

“Jadi, ayo hukum tupai nakal ini,”


Ctak!

“Nhh.. Ah!”

“Count,” titahnya.

“Shh— one, akh!”

Ctak!

“Two— akh!”

Ctak!

“Three, ugh.. I'm sorry Hyun— akh, f-four,”

“Buat apa hm?”

Ctak!

“Ah! Five— a-aku nakal, ugh..”

“Nakal kenapa?”

“A-aku masturbasi sambil nonton video Hyunjin— akh!” jawabnya dengan wajah merona.

Dan tentu saja itu merupakan pengakuan dari Jisung yang kini tengah menungging di atas kasur dengan mata yang ditutup serta tangan terikat.

Hyunjin menyeringai, “let's start our game naughty boy,”

Jisung yang baru saja mengatur nafas kembali memekik kala milik Hyunjin mencoba masuk ke dalam dirinya.

Ia meremat seprai di bawahnya dengan kuat sembari meringis pelan.

Ukurannya tidak main-main!

Hyunjin terengah merasakan lubang Jisung yang terasa semakin ketat mencengkramnya. Ia meringis pelan kala Jisung semakin mengetatkan lubangnya.

Sungguh, rasanya nikmat!

“Eungh— Hyunjin! Ahh! Cum!”

Hyunjin mempercepat gerakannya kala mendengar perkataan Jisung.

Tiga hentakan terakhir dan Hyunjin menyemburkan cairannya dengan telak ke lubang Jisung, sementara cairan Jisung menyembur ke atas seprai.

“Jangan nakal lagi, gue nggak ada waktu buat hukum tupai nakal ini terus-terusan,” ucap Hyunjin sembari melepas tautan dirinya dengan Jisung dan kemudian mengecup pipi Jisung.

Jisung terkekeh dan mengubah posisinya menghadap Hyunjin setelah melepas blindfold yang menutup pandangannya.

“Gimana gue ga nakal kalo lo sexy banget?” tanya Jisung dengan tatapan menggodanya.

“Shit, Han Jisung, lo bener-bener ya..”

Yang diumpati terkekeh lalu menggesekkan hidungnya ke dada Hyunjin.

“Sung hh..”

“Hng?”

“Diem..”

“Hngg..”

“Lo ngapain sih?”

“Mau lolipop Hyunjin..” jawabnya lirih diiringi tatapan sayunya.

Milik Hyunjin kembali menegang mendengarnya.

Bagaimana bisa Jisung mengatakannya dengan wajah polos seperti itu?

“Please, dad..”

“Shh.. Astaga lo ini bertingkah terus ya?” balas Hyunjin sembari mencengkram pinggang Jisung.

“Then just fuck me again dad,”

Hyunjin menyeringai dan kembali mengukung Jisung di bawahnya.

“Akh!” pekik Jisung saat Hyunjin masuk tiba-tiba.

“Ugh, sakit Hyun— ah!”

“Kamu yang minta dikasarin sayang,”

—FIN

Oneshot – Chanmin Title: Confess cw // kiss


“Seungmin?”

Yang dipanggil menoleh, “eh iya kenapa Kak Chan?”

“Hari ini ada acara?”

“Nggak ada, kenapa Kak?”

“Boleh nyulik lo sebentar?” tanyanya gugup.

Seungmin tertawa, “boleh kok..”

“Nanti gue jemput ya?”

“Eh, emangnya kak Chan tau rumahku?”

“Blok Jiwaipi kan? Rumah nomor tujuh?”

“Tau dari mana?”

Chan menggaruk tengkuknya gugup, “waktu itu nggak sengaja liat,”

“Oh..”

“Yaudah ya, um.. Gue duluan,” pamitnya.

Seungmin mengangguk dan kemudian membiarkan Chan berlalu dari sana.


Kini Seungmin telah siap dengan setelan hoodie biru muda dan jeans putih, serta sepatu putih dilengkapi dengan kacamata bulatnya.

Setelan yang terlihat manis bahkan di matanya sendiri.

“Seungmin! Ada temen kamu!” panggil Mama Kim.

Seungmin berkaca sebentar lalu segera keluar dari kamarnya.

“Siapa tuh? Temen atau pacar?” ejek Mama Kim.

Seungmin memalingkan wajah dan memilih untuk segera pergi meninggalkan Mamanya yang sedang tertawa.

“Lama Kak?” tanya Seungmin setelah masuk ke dalam mobil Chan.

“Nggak kok, oh iya, tadi Mama lo?” tanya Chan.

“Iya, Mama nggak ngomong macem-macem kan?”

“Nggak sih.. Cuma bilang sering-sering ajak lo keluar, katanya lo ngamar mulu,”

“Yaampun..” gumam Seungmin.

Chan tertawa melihat Seungmin yang tengah menyumpah serapahi Mamanya dengan wajah kesal yang terlihat menggemaskan di matanya.

“Ngomong-ngomong lo dandan berapa lama deh?”

“Hm? Cuma lima belas menit. Kenapa?”

“Cantik,” ucapnya.

Seungmin menoleh.

Chan baru saja memujinya. Ia tidak salah dengar kan?

“Lucu,” gumam Chan yang masih bisa didengar oleh Seungmin.

Seungmin memilih untuk menatap keluar jendela sementara Chan tertawa melihat rona merah yang menjalar di wajah Seungmin.

Benar-benar menggemaskan.


“Gue nggak tau lo suka kemana jadinya gue bawa kesini, gapapa kan?”

Seungmin mengangguk dengan semangat dengan senyum manisnya yang membuat jantung Chan berdegup dua kali lebih cepat.

“Jadi, kita mau ngapain dulu?” tanya Chan.

“Nonton yuk Kak!”

Chan mengangguk mengiyakan lalu meraih tangan Seungmin dan menggenggamnya.

Seungmin tersentak.

“Kamu terlalu manis, ntar kalo diculik Kakak yang susah,” ucapnya lembut dengan senyuman.

Seungmin menundukkan kepalanya, mencoba menyembunyikan rona merah yang menghiasi wajahnya sekarang.

Chan terkekeh, “udah angkat kepalanya, jangan nunduk,”

Seungmin mengangkat kepalanya perlahan dan menatap ke depan.

Terlalu malu untuk menatap Chan.


“Seungmin..?”

“Iya kenapa Kak?” tanya Seungmin mengangkat pandangannya dan mengarah pada Chan.

“Aduh gimana ya..?”

Seungmin memiringkan kepalanya.

“Kenapa Kak?”

“Itu.. Aduh susah banget bilangnya..”

“Bilang aja Kak, gapapa..”

“Err— kamu mau jadi pendamping hidup Kakak nggak?” tanya Chan menatap lurus ke mata Seungmin.

'LANGSUNG PENDAMPING HIDUP ANJIR MAU NANGIS..' batin Seungmin.

“Seungmin?” panggil Chan karena Seungmin hanya diam menatapnya.

“Eh- iya Kak?”

“Kamu kenapa?”

“Nggak.. Gapapa.. Oh iya soal itu.. Kakak serius?”

“Serius dong, makanya Kakak langsung nanya, kamu mau jadi pendamping hidup Kakak atau nggak?” ulang Chan.

Seungmin menganggukkan kepalanya pelan sembari memainkan jarinya.

Chan yang melihatnya tersenyum gemas lalu mencuri satu ciuman dari bibir Seungmin.

—FIN

Oneshot – Jeongmin Title: Makan cw // missgendering


“Masih lama Seung?” tanya Jeongin saat ia mengintip ke dalam ruang osis.

“Sedikit lagi, masuk aja sini Je, nggak ada orang,” jawabnya.

“Ini maksudnya kode minta diapa-apain atau gimana?” goda Jeongin.

“Mati aja sana,”

Jeongin tertawa.

Sangat menyenangkan menjahili Seungmin.

Seungmin?

Iya, kekasihnya.

“Aduh, manis banget muka pacarku kalo lagi serius,” ucap Jeongin sembari memperhatikan wajah Seungmin.

Seungmin tetap fokus pada laptop di hadapan, namun tangannya mencari benda yang bisa ia lempar ke arah Jeongin.

Tapi ia mengurungkan niatnya mengingat tugasnya sebentar lagi selesai.


“Mau langsung pulang?” tanya Jeongin.

“Terserah,”

'Kenapa pada suka jawab terserah sih?' pikir Jeongin.

“Laper nggak?”

Seungmin mengangguk pelan, “tapi ngantuk,”

“Masih sore loh..”

“Iya tau, tapi kan semalem aku tidur sebentar doang,”

“Dasar, yaudah ke rumah kamu aja, aku masakin,”

“Emang kamu bisa masak?” tanya Seungmin.

“Liat aja nanti,” jawab Jeongin ragu.

Ia juga tidak tau apakah ia bisa memasak atau tidak.

Soalnya ia hanya bisa masak mi instan.

Seungmin langsung memakai helm yang Jeongin berikan padanya lalu naik ke atas boncengan.

Di perjalanan mereka hanya diam.

Bukannya tidak ada topik obrolan, tapi Seungmin melarang Jeongin berbicara saat di motor dengan alasan,

“Kalo mau mati sendiri aja, nggak usah ngajak aku,”

Agak berlebihan sih, tapi hal itu efektif.

Sekitar lima menit kemudian, mereka pun sampai di apartemen Seungmin.

Sebenarnya apartemen mereka berdua sih, hanya saja Seungmin yang menempatinya, jadi bisa dibilang kalau itu apartemen Seungmin.

“Jadi mau makan apa tuan putri?” tanya Jeongin.

“Apa aja deh, ntar aku minta aneh-aneh dapurnya malah meledak,” ejeknya.

Jeongin tersenyum miris.

Masalahnya ia pernah meledakkan dapur satu kali, makanya Seungmin selalu mengeluarkan death glare jika ia melihat Jeongin mulai menyentuh kompor.

“Tenang aja, yang ini nggak,”

Seungmin menatap Jeongin ragu, lalu segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.


“Lumayan.. Kamu belajar masak atau pake sihir, wahai tuan muda Yang Jeongin?” goda Seungmin.

“Belajar dong,”

“Pfft— kirain pake ilmu hitam gitu,”

“Yakali, ngapain juga aku ikut makan kalo pake ilmu hitam?”

“Lah iya juga, hahaha..”

“Astaga Seungmin, kalo makan pelan-pelan,” ucap Jeongin diiringi kekehan pelan.

Seungmin hanya memiringkan kepalanya sembari menatap Jeongin polos.

'Astaga tahan Jeong..' batin Jeongin.

Cup!

Jeongin mengecup sudut bibir Seungmin yang terkena noda.

Seungmin hanya menatap Jeongin polos dan melanjutkan makannya.

Tapi Jeongin bisa lihat dengan jelas jika wajah kekasihnya memerah.

“Lucu banget pacar aku,” ucap Jeongin.

Seungmin hanya meliriknya dan mencoba untuk fokus pada makanannya.

Bisa-bisanya Jeongin punya kekasih seimut Seungmin.

—FIN