Crazy Bastard
Oneshot – Chanjin Title: Crazy Bastard tw // suicide, blood
Bagi Hyunjin, selama Chan ada di sisinya, ia tak perlu khawatir akan semua ketakutan yang selalu menghantuinya.
Tapi tidak hari ini.
Hyunjin tidak bisa menghubungi Chan sama sekali, bahkan pesan yang ia kirimkan sejak kemarin malam belum juga dibalas.
Hingga Hyunjin mendapat sebuah pesan dari nomor tak dikenal soal Chan yang sedang bersama seorang perempuan di bar.
Hyunjin benci, Hyunjin tidak suka ditinggalkan.
Ia memiliki trauma akan hal itu, dan Chan seharusnya tau jika Hyunjin tidak bisa ditinggalkan lebih dari satu hari tanpa kabar sama sekali.
Dari pada ditinggalkan lebih baik ia yang meninggalkan, pikirnya.
Dan hari itu, Hyunjin menulis sebuah surat terakhirnya untuk sang kekasih diiringi air mata yang terus menetes dari pelupuk matanya.
Hari itu juga, Hyunjin menggores tangannya dengan pisau, membiarkan darah mengalir deras dari tangannya dan menetes membasahi lantai.
Hari ini tepat dua tahun setelah kepergian Hyunjin, dan Chan masih belum bisa pergi untuk menemui Hyunjin di tempat peristirahatan terakhirnya.
Chan terus saja menyalahkan dirinya atas kepergian sang kekasih, meski pihak keluarga Hyunjin tidak menyalahkan dirinya sama sekali.
Chan tetap menyalahkan dirinya sendiri, kerap kali temannya menemukan Chan yang tengah mencoba untuk melakukan hal-hal tak masuk akal untuk menyusul Hyunjin, katanya.
“Demi Tuhan, Chan. Dengan lo begini bukan berarti Hyunjin bakal seneng, nggak! Dia mungkin aja sedih karena lo nggak bisa ngejalanin hidup dengan baik, Chan..” ujar sang sahabat, Changbin.
Tapi Chan seolah tuli, ia kembali menggoreskan pecahan kaca yang baru saja ia pecahkan tadi ke lengannya dan membiarkan cairan merah pekat itu mengaliri tangannya.
Changbin menghela nafas, “Hyunjin nggak akan suka kalau lo begini,” ucapnya.
Chan bosan mendengar kalimat itu. Kalimat yang mengatakan jika Hyunjin tidak akan suka jika dirinya menyakiti diri sendiri. Padahal ia telah menyakiti Hyunjin, dan seharusnya Hyunjin senang melihat Chan tersiksa, bukan?
“Chan, udah ya?” bujuknya.
Chan diam, ia lalu menatap kosong ke arah jendela dan air matanya menetes secara perlahan.
“Gue brengsek banget ya Bin? Udah tau Hyunjin punya trauma ditinggal tapi malah gue tinggal,”
“Iya, lo brengsek banget Chan. Makanya sekarang lo harus hidup dengan baik, sesuai dengan permintaan Hyunjin ya?”
Chan tertawa, “apa gue masih bisa dimaafin setelah apa yang gue lakukan ke dia?”
“Bisa Chan, bisa..”
Chan menundukan kepalanya, ia lalu bangkit, berjalan ke kamar mandi—lebih tepatnya ke depan wastafel.
Ia menutup saluran wastafel dengan sumbatan, lalu mengisinya dengan air hingga penuh, dan kemudian menenggelamkan kepalanya di sana.
Changbin melihatnya, namun ia membiarkannya. Biarkan Chan melakukan apa yang ia inginkan agar pemuda itu tidak lagi melakukannya nanti.
Ya, lihat saja nanti.
Sial, pikir Changbin.
Ia kecolongan.
Pagi ini, dirinya menemukan Chan yang telah melompat dari rooftop apartemennya sendiri dan meninggalkan selembar surat di atas meja kerjanya.
Bin, gue udah nggak sanggup. Tiap gue liat ke jendela, gue pasti liat Hyunjin di sana lagi senyum ke gue. Gue nggak bisa tahan lebih lama lagi, dia seakan ngajak gue untuk ikut dia dengan raut ketakutannya. Hyunjin masih trauma ditinggal, Bin. Dia masih takut sendirian. Dan gue, akan nyusul dia, buktiin kalau gue nggak akan pernah ninggalin dia lagi. Selamanya.
'Sial sial sial,' pikir Changbin.
Air matanya menetes kala dirinya membaca pesan itu.
“Chan, gue harap kalian bisa bahagia di sana..” ujarnya.
—FIN