Luna:r ——
“Kill this love before it kills me too.”
Sure, My lord, i will.
.......................................................
Tw: bxb, abo universe, fantasy, mcd, blood scene, harsh words
......................................................
Donghyuck hanya memasang raut santai ketika menerima pengusiran kesekian dari sosok laki-laki tampan di hadapannya.
Pun Donghyuck ingin meraung dan mencakar wajah rupawan itu, dia tak mampu.
Egonya berkata itu tindakan yang tidak berkelas. Tapi hatinya bilang bahwa Donghyuck tak boleh menyakiti pasangan hidupnya.
Tidak seincipun.
“Oke, aku pergi. Jaga dirimu Minhyung-ah, beberapa orang akan datang ke apartemenmu untuk menagih hutang mendiang ibumu. Panggil aku kalau kau sudah tidak mampu. Sampai jumpa,” ucap Donghyuck pelan dan datar. Lalu melenggang pergi seakan tak terjadi masalah apapun.
“Sial.”
Sebesar apapun ego seorang Minhyung, di setiap keadaan mendesak, hanya nama Donghyuck yang terlintas.
Dan lelaki itu akan muncul di depannya.
[OoO]
“Selamat siang, Tuan Lee.”
“Ya, siang.”
“Hari ini kami akan meminta baik-baik, jadi bayar hutang Ibumu itu.”
Minhyung mendecih. Lintah darat yang selalu mengganggu hidupnya sungguh membuat jengkel.
“Dengar keparat, aku sudah bayar lunas hutang mendiang ibuku beserta bunganya. Jadi segera pergi dari sini!” serunya marah. Minhyung tak bohong ketika mengatakannya.
Kecuali orang-orang di depan pintu apartemennya yang berbohong.
“Hooo? Sudah bayar? Tapi kenapa Bos bilang tidak ada, ya?” tantang lelaki itu dengan senyum remeh yang memuakkan.
“Itu karena kalian pakai uangku untuk menyewa perempuan murah di kelab kotor, bajingan.
Jika ingin menggelapkan dana dariku, bisakah digunakan untuk hal yang lebih bersih? Menjijikan.”
Kalimat provokator dari Minhyung menyulut emosi empat orang berbadan besar itu.
Lantas mereka menggeram, hendak melayangkan satu pukulan dan tendangan lain jika saja tubuh mereka tidak terpental jauh menghantam pembatas besi.
“Terlalu cepat seribu tahun bagimu untuk menyentuh mate dari Sang Alpha Pemimpin sari klan Suh, Donghyuck Suh. Enyah, manusia kotor.”
“M-m-monster!”
Minhyung menyeringai culas, berdiri bersidekap di belakang serigala besar berbulu seputih salju dengan mata semerah delima. Cakar kuat berwarna hitam dan taring tajam yang mengkilap.
Sedang keempat orang yang terluka parah itu langsung jatuh pingsan karena syok. Minhyung tak mau tahu urusan selanjutnya, Donghyuck akan menyelesaikannya untuknya.
Semudah itu hidupnya.
Tapi Minhyung tetap merasa kesusahan.
“Sudah kubilang, panggil aku,” kata Donghyuck sembari berubah wujud menjadi manusia—lelaki anggun berambut ash-grey.
“Kau akan datang sendiri.”
“Ya, tidak seorang—apapun yang boleh melukai mate-ku.”
“Katakan itu pada tanganku, menusia serigala. Aku bukan matemu. Cari saja beta atau omega lain.”
“Kau kira aku bisa rikues ke Dewi Bulan?” seru Donghyuck jengkel, tetapi raut wajahnya tidak menunjukkan kerutan apapun. Tetap datar bahkan ketika Minhyung menutup pintu apartemennya masa bodoh.
Donghyuck menghela napas lelah.
[OoO]
Namanya Lee Minhyung, seorang dentist di Green Medical Centre of Seoul. Namun dia sendiri membuka praktek di sekitaran Seoul, klinik dentist mahal yang tak pernah sepi pengunjung.
Uang bukan masalah untuk Minhyung. Mau sebanyak apa digelapkan uangnya untuk membayar hutang mendiang Ibunya, Minhyung tak masalah.
Baginya itu bentuk rasa terima kasih pada Ibunya.
Tapi Minhyung punya masalah dengan bedebah sialan itu. Minhyung tak suka diusik dan diganggu. Dia suka sendiri saja dan langsung pada intinya.
“Selamat siang Dokter Lee, saya mau kontrol kawat gigi saya.”
“Selamat siang, silakan duduk dahulu, Nona Kang.”
Ini pekerjaan biasa untuk Minhyung, kontrol, memeriksa, melakukan perawatan, lalu mendapat uang.
“Ayo makan siang bersama, Dokter Lee.”
Termasuk ajakan kencan dari Kang Mina. Sudah biasa, tapi Minhyung akan selalu menolak.
Penyebabnya adalah rasa sakit yang sudah Minhyung tahan selama bertahun-tahun. Rasa sakit itu muncul pertama kali ketika pubertasnya—mimpi basah pertama.
Itu saat bulan purnama dan rasa panas menjalar di sekujur tubuhnya. Angin malam bertiup kencang menerbangkan tirai kelabu jendelannya, seakan menunjukkan bahwa bulan purnama tengah menatapnya.
Lalu lolongan serigala terdengar di telinganya, dan sesosok wanita cantik muncul. Tersenyum manis dengan iris sewarna ametis yang menyala dalam gelapnya malam, kulit seputih salju yang bersinar. Dan rambut emas yang menjuntai lembut.
“Lee Minhyung, putra dari Lee Seunghyung dan Kwon Boah dari klan BoA, Sang Keturunan BoA, di Malam Suci ini aku memberkatimu sebuah tanda suci dari Alpha yang menjadi Matemu,
Sang Alpha Pemimpin dari klan Suh, Donghyuck Suh.”
Saat itu Minhyung tak mengerti ucapan wanita cantik itu, bahkan ketika seekor serigala sewarna salju dengan iris delima yang berpendar muncul dari balik wanita itu, Taeyong masih tak mengerti. Kecuali rasa sakit bercampur panas yang kini serasa melubangi dadanya.
Untuk pertama kalinya, Minhyung tahu bahwa dia bukan seutuhnya manusia.
“Tidak, terima kasih Nona Kang. Aku makan siang dengan karyawanku,” tolaknya sopan. Sembari melakukan kontrol dengan telaten.
Kang Mina hanya tersenyum tipis.
“Ya ... tak masalah.”
[OoO]
“Donghyuck .... ” panggil Minhyung pelan pada sosok serigala anggun yang sedang meringkuk damai di atas singgasananya. Bulu-bulu halus sewarna salju itu bergerak seirama dengan hembusan angin yang masuk dari celah celah gua. Mahkota emas kecil yang bersemayam di kepalanya nampak bersinar.
Pun singgasana Sang Serigala Putih Bermata Merah itu, nampak berkilau sekalipun hanya tumpukan batu berlumut yang dirimbuni semak belukar nan sulur menjuntai bunga.
Lalu kelopak mata itu terbuka seiring dengan panggilan pelan dari Minhyung, memperlihatkan iris semerah delima yang tajam dan menghanyutkan.
Untuk sejenak Minhyung terpana.
”.... ya, rajaku?” suara alpha Donghyuck mengalun di telinga Minhyung, membuat bulu khuduknya berdiri.
Panggilan itu membuat susuatu dalam diri Minhyung tersanjung—merasa disentuh dengan agung.
“Ada yang ingin aku katakan,” kata Minhyung lugas.
“Katakan, waktuku untukmu.” Donghyuck tak mengubah posisinya, hanya mengayunkan ekor sekali dan kepala terangguk. Sebuah gestur yang mana sangat Minhyung hapal—
“Tunggu sebentar.” Tapak kaki Minhyung menggema, menaiki satu persatu susunan batu menuju singgasana Donghyuck, lalu duduk dan memangku kepala Donghyuck, mengusap bulunya lembut dan mendayu.
Elusan sayang yang mendamaikan.
“Aku rindu sentuhan ini ....”
“Aku tidak bisa melanjutkannya lagi, Hyuck,” bisik Minhyung pelan, membuat kibasan ekor nyaman Donghyuck terhenti dan mengambang di udara.
Lalu geraman terdengar, ekor kembali dikibas nyaman.
“Apanya, rajaku?”
“Hubungan ini. Rasa sakit ini, aku tidak bisa menahannya lagi.”
“Maka jadilah omegaku sepenuhnya, jadilah mateku seutuhnya. Biarkan aku menandaimu dan menghilangkan semua sakitmu.”
Minhyung menggeleng tegas. Menolak keras perkataan Donghyuck dan elusannya terhenti di pipi serigala Donghyuck.
“Sampai seribu tahun lagipun, aku tidak akan mau, Hyuck. Tidak akan pernah!”
“Kenapa?”
“Kau masih bertanya? Aku tidak sudi menjadi bagian dari para pemburu daging sepertimu! Para pemburu daging yang hanya akan melenyapkan banyak nyawa!” Minhyung berseru marah, napasnya memburu. Kilat matanya asing.
Tapi Donghyuck tetap dalam posisinya. Rasa sabarnya menghadapi Minhyung memang butuh diapresiasi.
“Karena perang, Rajaku? Bangsaku tidak memburu manusia, Rajaku. Tidak juga berperang dengan manusia. Lalu apa yang membuatmu terluka?” Perlahan namun pasti, Donghyuck bangkit dari baringnya. Menjilati wajah Minhyung yang tak menolak, pun ekornya yang tetap mengibas lugas.
Wajah Minhyung pias. Itu memukulnya telak.
“Kau membunuh semua keluargaku,” desis Minhyung.
“Bukan, bukan aku Sang Alpha Suh yang membunuh keluargamu, rajaku. Perang 400 tahun lalu melibatkan Serigala dan Vampire. Lalu mendiang Kakek dan Nenekmu yang merupakan Werewolf dan Vampire berhasil kabur.
Ibumu lahir. Menikah dengan seorang manusia biasa. Manusia tidak hidup abadi, Rajaku. Meninggalnya ayahmu bukan salah siapapun.” Donghyuck menuruni singgasananya. Menatap setiap dinding gua yang berhias sulur tanaman dan bunga bunga indah, lalu kolam mata air jernih yang riaknya sedamai langit sore.
“Bohong! Lalu bagaimana bisa kakek, nenek, dan ibuku mati mengenaskan!?” Minhyung berseru, air matanya perlahan menetes. Rasa sakit akan kehilangan membuatnya menutup mata.
“Tentu, Vampire dan Werewolf tidak ditakdirkan bersama. Menurutmu, apa Dewi Bulan akan memaafkan Alpha yang membunuh matenya demi seorang Vampire? Itu hukumannya.
Dan Ibumu terkena imbasnya, menikahi manusia, tak bertemu dengan matenya, anak dari persilangan vampire dan werewolf,
Keluargamu rusak, Rajaku. Silsilahmu ternodai. Dan aku di sini untuk memperbaikinya,” ucap Donghyuck, berjalan anggun menuju mulut gua dan menghadap luar, membelakangi Minhyung yang tengah menangis pedih.
“Omong kosong ... aku benci kau! Bangsamu! Serigala! Vampire! Persetan dengan rasa sakit!”
“Kau mau menolak anugrah cinta dari Dewi Bulan, rajaku?” Donghyuck menoleh, menatap Minhyung dari sudut ekor mata merahnya.
Mengirim sinyal bahaya.
“Cinta? Kau membual? Siapa yang mencintai siapa, huh?”
“Aku. Mencintaimu, rajaku.”
“Omong kosong!”
“Atas dasar apa? Jika aku memang mencintaimu, apa aku harus menolak juga?”
“Kalau begitu ... bunuh saja cinta itu. Aku tidak butuh.” Detik itu, Donghyuck memejamkan matanya, kakinya melangkah ke luar gua.
“Sebaiknya kau pulang, rajaku. Vampire dan succubus berkeliaran saat petang, hati-hati.” Lalu pergi meninggalkan Minhyung sendirian di sana.
[OoO]
Donghyuck benar-benar pergi. Dia menghilang dan tak kunjung kembali. Harusnya Minhyung senang.
Tapi ada yang mengganjal. Rasa sakit itu muncul semakin sering dan semakin menyiksanya. Minhyung seperti ditusuk ribuan kali dengan pisau panas dan dibakar dalam kobaran api unggun.
Tiap malamnya terasa diadili, peluh mengucur bersama ringisan pedihnya, ketika mata terpejam—hari berubah esok dan tubuhnya bugar seperti sedia kala. Minhyung tak mau lagi menatap remangnya rembulan, dia tolak eksistensi Sang Luna dan berharap tiap harinya adalah fajar yang dingin.
“Selamat pagi, Dokter Lee,” sapa Mina ramah. Hari ini jadwalnya mencabut dua gigi untuk membantu giginya rapi dan mundur usai pemakaian kawat gigi.
Seperti biasa, Mina akan menggoda.
“Selamat pagi Nona Kang. Mohon berbaring di sana,” perintah Minhyung. Mulai sibuk menghidupkan mesin dan menyiapkan peralatan seorang diri. Asistennya libur.
“Mari periksa dahulu.”
“Ya ... sayang, periksa yang benar,” bisik Mina, tangannya mulai mengelus lengannya. Minhyung tak goyah, ini hal biasa.
Tapi satu nama terlintas.
Donghyuck.
Bukankah ini hal yang pantas karena Donghyuck sudah menghilang tanpa sepengetahuannya? Bukankah membuat Donghyuck cemburu dan mendapat ganjarannya akan bagus?
“Tidak ... bukan cemburu. Ini cara agar dia berhenti mendekatiku dan memintaku jadi matenya ... ya, begitu.” Rapalan itu terus Minhyung ulang-ulang.
Ketika pada akhirnya mereka berakhir di apartemen Mina. Tak ada gigi yang dicabut, semua selesai di saat Mina mulai menggoda. Dan Minhyung yang duduk di atas ranjang menunggu Mina terus menggumamkan hal yang sama.
Hatinya gelisah seperti rakit di tengah samudra, banyak rasa yang dia artikan berbeda. Hidupnya berantakan seketika.
[OoO]
“Aku sudah bertemu dengan para alpha pemimpin dari tiga klan yang menguasai hutan ini.
Daerah Utara; klan Azzure Daerah Selatan; Klan Na, Dan Daerah Barat; Klan Strauss. Ditambah kita, Suh di Daerah Timur.
Mulai saat ini kita adalah aliansi untuk melindungi Hutan ini dari Vampire atau sesama Werewolf liar. Sudah ada perjanjian yang berlaku selama tiga ratus tahun, tidak ada yang bisa diubah.
Kita semua dalam lindungan surat perjanjian, para Alpha Pemimpin.” Jisung menggeram tak suka ketika Kakaknya, Donghyuck, menjabarkan hal penting di depan packs mereka.
Jisung tak suka ketika Kakaknya berubah menjadi sosok pemimpin seperti ini.
Karena pasti akan ada hal yang terjadi.
“Mulai sekarang, perang dan kekerasan dalam bentuk apapun dilarang, dan jika kita mendapat serangan, maka keempat klan akan maju. Tanpa Alpha Pimpimpun, kalian akan aman,” tutup Donghyuck, lalu menatap iris delima Jisung yang menatap kecewa. Serigala muda berbulu kelabu jenggala itu lantas berbalik dan berlari menjauh ke dalam hutan.
Menabrak semua eksistensi lewat di dalam hutan, menatapnya pias dan iba dalam suara-suara putus asa. Jisung tak mau berlama-lama di sana.
Dia melolong dan menyumpah serapahi kakaknya sendiri; Donghyuck Suh.
[OoO]
“Kau terlihat sedih,” katanya. Sosok cantik, tampan, anggun—parasnya tidak bisa dideskrisan dengan kata-kata, kosa kata kurang dan terasa tidak tepat bagai dewa dalam buku cerita. Ia terlihat bertelanjang dada dengan binar bias rembulan malam. Hanya sulur tanaman dan lumut berbunga yang menutupi area dadanya.
Bersandar pada pinggir Telaga di mana sosok serigala Donghyuck duduk mendongak menatap bulan—membingkai langit dalam lensa merah yang menduka.
“Ya.”
“Kenapa? Cintamu ditolak lagi?” Air terciprat secara acam akibat ekor berkilau yang diliukkan.
Rambut silver lepeknya memantulkan cahaya rembulan. Nampak berkilau bagai permata yang membuat silau.
Sang Putra Duyung—siren tengah menemani Sang Alpha Pemimpin menyenandungkan musik duka di bawah sinar rembulan purnama yang sinarnya lebih redup dari patah hati siapapun.
“Ya, setiap hari. Aku sedang mengingat semuanya,” kata Donghyuck tanpa memalingkan wajahnya.
“Apa yang perlu kau ingat?” Putra Duyung terakhir di Telaga luas nan dalam itu berenang-renang di sekitaran Donghyuck, baginya yang keturunan terakhir kaum Siren, Sang Alpha terasa begitu menderita. Wajahnya muram melebihi debu jelaga. Ia hanya berenang mencipratkan air dan meliukkan badan seolah menghibur Alpha Donghyuck.
“Semua, Renjun, semua.”
“Adikmu pasti sangat sedih. Yah ... lakukan apapun, Kau seorang Alpha Pemimpin paling ditakuti, pilihanmu yang terbaik,” Renjun berhenti, menggenggam kaki depan Donghyuck yang memaksa tegar dengan lembut, mengusapnya, lalu mengecup sayang leher berbulu lembut itu.
Memejamkan mata seolah meresapi setiap detik yang ada.
Perasaanya meluruh, antara suka dan duka jadi samar, Renjun tidak bisa menebak yang mana Donghyuck pilih. Alpha tegar itu terlalu rapuh untuk disentuh, kecupan sayangnya bahkan terasa dingin meskipun menapak pada bulu putih yang lebat.
“Kami saling menyakiti. Dia tersiksa ... akupun juga. Rajaku mungkin akan dalam bahaya,” kata Donghyuck. Memejamkan mata menikmati kecupan lembut temannya di leher berbulunya. Mengingatnya dengan baik dan menyimpannya dalam sudut hatinya.
Berusaha mengingat lebih keras karena takut terlupakan.
“Dia egois,” bisik Renjun, meraih telinga runcing Donghyuck dan mengusapnya, membelainya dengan sayang seolah rasanya lebih tinggi dari kasta manapun.
“Ya, aku mencintainya. Tidak ada yang salah.”
“Tidak ada yang salah di mata pria yang sedang jatuh cinta, Alpha ....”
Malam purnama itu, ketika para werewolf berubah wujud dan berburu di hutan, langkah kaki mereka seakan terhenti dipaksa hati.
Para kelelawar vampire yang terbang ke sana kemari dalam hutan bertengger di dahan pohon untuk berhenti dalam hening.
Semua akibat sebuah lolongan sarat kesedihan dan keputusasaan yang Donghyuck keluarkan. Lolongan emas dari Sang Alpha Berbulu Salju dan Bermata Delima; Donghyuck Suh.
[OoO]
“Kau tampan .... ” Napas dingin Mina berhembus di tengkuk Minhyung yang mulai bergetar.
Minhyung melakukannya agar Ia terbebas dari Donghyuck, kan?
“Tampan sekali ....” satu jari naik.
“Tampan ... sampai rasanya aku ingin .... ” Mina menjauh, memfigur sosok Minhyung tanpa kemeja yang hanya duduk diam tanpa ekspresi.
Mina sudah menantikan ini selama dua tahun. Hari ini Ia berhasil ... benar, harus jadi miliknya.
”... mencabik dadamu dan memeras jantungmu, jus darah yang segar!”
Minhyung terkejut, Mina tiba tiba melesat maju dengan jari berkuku tajam yang hendak menusuk dadanya, mencengkram jantungnya dan mengoyak dadanya;
“Monster!” pekik Minhyung dengan kejut, berguling ke kiri dan tersungkur.
“Keh. Kukira kau semahal itu, Lee Minhyung. Aku tidak perlu menunggu dua tahun hanya untuk darah langka nan menggiurkan darimu,” kata Mina. Taringnya mencuat, kawat gigi yang Minhyung pasang dua bulan lalu lepas bagai benang.
Mata semerah darah itu menyorotinya bagai lampu panggung.
Minhyung ketakutan.
“Darah langka apanya?!”
“Oh? Kau tak tahu? Keturunan BoA dan Qian—werewolf dan vampire. Anak dari persilangan dan manusia.
Sekarang kau adalah mate dari Alpha Pemimpin dari Suh. Betapa diberkatinya darahmu, tampan.”
Minhyung merangkak mundur untuk setiap kata yang Mina ucapkan. Semakim mencekam suasana dan kakinya bergetar gemetar.
“Kasihan sekali si serigala putih, ditolak oleh manusia setengah vampire serigala rendah sepertimu. Kau tak tau setinggi apa posisi matemu?”
Tidak. Minhyung tak mau dengar. Pun kilatan taring dan nyaringnya kuku tajam Mina.
Minhyung mulai bangkit, menuju pintu dan berusaha membukanya dengan panik. Terkunci!
“Kau tidak tahu? Dasar manusia bodoh. Dia Suh, klan paling ditakuti. Dia Alpha Pemimpin dari Suh, satu-satunya pria alpha yang memimpin packs dengan mewarisi bulu putih tanpa noda.
Dan kau menyia-nyiakannya.”
“Omong kosong! Aku tidak peduli bualanmu! Enyah kau! Pergi!!” Seru marah Minhyung, tak mau mendengar cerita tentang Donghyuck yang mana semakin menyudutkan hatinya.
Srat!
Tiba-tiba Mina sudah ada di depan wajahnya, menjepit kedua pipinya dengan tangan berkuku tajam. Menyeringai seram seolah Minhyung adalah anak kecil yang takut hantu.
“Kau tak tahu betapa merepotkannya kisah cinta werewolf, ya? Tidak mating setelah tahu mate adalah hal paling menyakitkan untuk omega sepertimu,” katanya, lalu tertawa remeh begitu mendapati wajah pias Minhyung.
“Aku tidak sudi mating dengan dia! Denganmu! Atau mahkluk mengerikan lainnya! Karenanya aku sakit!” serunya marah, menggeram dan menepis tangan Mina.
Mina tertawa keras—lugas seolah humornya tiada batas. Memegang kepalanya seolah itu adalah hal terlucu yang pernah dia dengar selama ratusan tahun hidup.
“Kau pikir setelah rasa sakit itu, kenapa kau masih bisa hidup, huh?
Oh, tentu, karena ketika kau terlelap tidur, kau tidak tahu kalau Si Alpha selalu menjilatimu dengan liur ajaibnya itu, kan? Dia mengawasimu dan menyembuhkan sakitmu. Menyebalkan, aku jadi tidak bisa menyentuhmu.”
Minhyung terdiam. Tidak, tidak mungkin! Tidak mungkin rasa sakitnya menghilang di pagi hari karena liur Donghyuck.
Omong kosong.
“Bedebah, enyah!” Minhyung mendorong Mina menjauh, berhasil membuka pintu dan berlari keluar. Dia panik, tak tahu arah dan tiba-tiba saja muncul di atap tinggi apartemen itu.
“Lari yang lambat, tampan. Aku sungguhan kasihan dengan Si Serigala, menahan sakit hanya untukmu,” kata Mina lagi. Tiba-tiba sudah berdiri di depan Minhyung. Memojokkanya hingga Ia tak lagi punya tempat untuk mundur.
“Kubilang diam!”
“HAHAHA!! Lihat wajahmu! Kau pasti tak tahu bahwa Donghyuck juga ingin jadi seorang Luna, kan? Biar aku yang membebaskan Donghyuck dari manusia hina sepertimu!”
Mina menerjang maju dengan kuku tajam yang siap menusuk dadanya—lagi. Siap mencengkram jantung Minhyung untuk diperas darahnya.
Darah terciprat di mana-mana. Rasa panas di dadanya kian terasa.
“Kau bilang, agar aku membunuh cinta ini, rajaku. Kau benar, kau tersiksa selama ini. Maka biarkan aku pergi dan membebaskanmu dari kutukan yang kau benci.
Alphamu sudah mati, omegaku, kau bebas. Aku sudah membunuh cinta ini—diriku sendiri.”
Mina gemetar bukan main. Matanya membola sempurna bersamaan dengan tangannya yang menghangat oleh rendaman darah.
Dada yang ia tusuk jauh meleset dari target—tangannya bersarang pada dada menusia serigala yang adalah Sang Alpha Suh, Pemimpinnya : Donghyuck Suh. Mina tak tahu secepat apa sosok lelaki anggun itu berdiri di depan Minhyung untuk melindunginya.
Donghyuck jelas akan langsung mati; kelemahan werewolf ada pada jantungnya, terlebih Mina yang seorang vampire memiliki racun di kukunya.
“Tidak ... tidak ... aku dalam masalah!” Mina menjerit histeris. Dia hanya vampire liar—dia akan mati! Nyawanya akan direnggut-
“Terlalu cepat seribu tahun untukmu menyentuh Omegaku, vampire rendah. Aliansi Hutan Hangang akan menghabisimu tepat setelah hembusan napasku berhenti.
Kau pikir, jantung siapa yang kau remas?” Perlahan namun pasti, tubuh ringkih Donghyuck berubah menjadi serigala putih bermata merah. Di depan Minhyung yang gemetar bukan main. Matanya membelalak penuh kejut, jatuh bersimpuh tanpa tenaga.
Bruk!
“Kkh ... Omegaku, cintaku ... mati di pangkuanmu ... terasa begitu menyenangkan. Maaf sudah membuatmu sakit. Alphamu akan mati, kau bebas .... ” Serigala Donghyuck terjatuh di pangkuan Minhyung. Air mata jatuh tanpa permisi, tangan bergetarnya mencoba meraih wajah Donghyuck, mengusap bulu putih yang ternoda darah.
Putih salju yang terekam begitu suci dan halus dalam ingatan Minhyung berubah laksana delima merah yang direndam cat merah. Terlalu kotor dan bernoda, Alphanya meregang nyawa.
“Hyuck ... Donghyuck ....”
“TIDAKK! SIALAN! BEDEBAH! AKU AKAN MATI! SIAL-
BRAK!!
Tubuh Mina terhempas dalam sepersekian sekon kedipan mata. Dikoyak kasar dan dienyahkan dari perputaran roda dunia—
Oleh seekor serigala alpha muda yang menangis, meraung pilu dalam lolongan penuh duka—Jisung Suh.
“Donghyuck, hyuck, bangun. Jangan bercanda!” Minhyung berseru panik. Tangannya mengguncang tubuh serigala yang sudah lemah.
“Darahku menodaimu, Rajaku,” katanya. Suara lemah alpha Donghyuck yang menyempatkan diri menjilat noda darah pada tangan Minhyung.
“Berhenti lakukan ini-berhenti lakukan ini ... aku tidak tahu! Aku tidak tahu harus apa, Donghyuck-ah .... ”
Jisung berjalan pelan, mendudukkan diri di depan kakaknya dengan kepala tertunduk, jiwa alphanya bersedih, pun dia yang berduka secara singkat—dia kehilangan alpha pemimpin sekaligus kakaknya. Serigala muda itu mengaing dengan pilu seolah tuli pada jeritan Minhyung yang kacau.
“Rajaku, aku masih ingin jadi seorang luna, tapi aku bukan alphamu lagi .... ”
Luna? Luna apa?
Minhyung tidak bisa berpikir rasional, jilatan serigala Donghyuck pada lengannya terasa makin dingin dan lambat, jantungnya tersendat dan lolongan Jisung makin memekakkan telinga.
Minhyung kalut, rasa sakit di hatinya kalah jauh dengan rasa takutnya.
“Donghyuck maaf, maaf aku-”
“Aku mencintaimu,” potong Donghyuck. Lidahnya berhenti menjulur dan kepalanya dengan lunglai terjatuh pada pangkuan Minhyung.
Dentist itu syok, tangannya mengambang, tak sempat mengelus bulu ternoda itu untuk terakhir kalinya.
Alpha Donghyuck gugur, demi Omeganya yang tidak mau menerima takdir.
“Kakak,”
Jisung mengendus feromon penuh duka yang tertinggal, menggoyangkan tubuh kaku itu dengan moncongnya berharap Donghyuck terbangun.
Sia-sia, Sang Alpha Pemimpin memisahkan diri dengan dunia. Minhyung terluka, Jisung dirundung duka.
Malam itu, Hutan Hangang terasa sepi dan dingin. Para serigala duduk menatap rembulan dari masing-masing tempat di hutan, menyorot luka pada cahaya remang yang seolah bilang ‘aku turut berduka.’
Alpha Tertinggi sudah pergi. Serigala Putih Bermata Merah sudah mati.
Sang Siren; Putra Duyung terakhir duduk di atas batu telaga, mendongak ke arah rembulan dengan mata terpejam, air mata yang mengalir jatuh menetes ke atas air telaga.
Teman alphanya sudah mati. Berkorban demi cinta. Dia ditinggal selamanya.
[OoO]
“Selamat siang .... “
Hari-hari biasa yang Minhyung alami. Monoton. Tak ada hal menarik.
“Sekali saja, aku ingin menjadi seorang Luna.”
Kalimat terakhir Donghyuck terus berputar di ingatan Minhyung.
Nyatanya ... Minhyung tak bahagia. Harusnya Minhyung tak membunuh cinta itu. Harusnya Minhyung jadi omega bahagia dengan seorang Luna yang cantik dan anggun.
| fin.
Pernah dipublish di wattpad dalam katakter berbeda.