Kegundahan Vanilla

Vanilla menggigit sedotan kuat saat mengingat kembali isi pesan dari admin menfess super ngeselin tiada tanding. Baru kali ini Vanilla menemukan sosok yang nyebelin seperti itu.

“Lo beneran nggak tau yang handle akun menfess?” tanya Vanilla kesekian kalinya setelah berhasil menyeruput teh hijau yang dipesan.

Merasa pertanyaan itu tertuju padanya, Stoberi mengangkat kepala dari ponsel. Meletakkan terlebih dahulu sebelum melemparkan tatapan tajam seolah memperingatkan agar tak bertanya lagi.

“Mau seribu kalipun lo nanya, gue tetap jawab, nggak! Gue nggak tau siapa yang handle! Gue dapat nomor admin itu dari grup angkatan ada juga dari instagram menfess,” beritahu Stoberi panjang lebar sambil memukul pelan meja.

Peach yang semula menyimak, kini mengangkat suara. “Lo kenapa pengin banget tau siapa dibalik akun itu? Lo mau pacarin semisal dia cowok?” Alis Pecah terangkat sebelah.

Sudut bibir Vanilla terangkat, setelahnya berlagak muntah setelah mendengar kalimat tanpa disaring dari Peach. “Sama sekali nggak terpikirkan!” geram Vanilla menunjuk Peach kesal. “Gue cuma mau perhitungan sama dia! Seenaknya aja share tentang gue! Yang lain aja nggak ada di spill sama dia!”

Stoberi menutup telinga, sedangkan Peach tertawa renyah.

“Langkah lo selanjutnya gimana?” Peach bertanya setelah meredakan tawa.

Vanilla mengaduk sedotan teh hijau, kedua matanya membesar selaras hidungnya mengeluarkan angin bak seekor banteng yang hendak menyeruduk.

“Gue... nggak tau,” balas Vanilla berubah lesu, kepalanya diletakkan di atas meja, tatapannya fokus ke arah pintu masuk kantin.

Stoberi menyentil sahabat yang duduk di sampingnya membuat decakan keluar dari bibir Vanilla, tapi tak ada niatan membalas.

“Udah deh, lo nggak perlu mikirin dibalik akun menfess. Toh, nggak ada untungnya juga, kan, buat lo?” Stoberi tak ingin Vanilla berpikir yang tak seharusnya dipikirkan.

“Hm,” balas Vanilla seadanya. Meskipun begitu, hatinya terdalam ingin mencari tau sosok dibalik akun menfess, tapi tidak tau harus melakukan apa.

Detik selanjutnya, Vanilla menegakkan tubuh. Jantungnya berdebar tak karuan selaras pipinya bersemu merah. Berusaha agar senyuman tak terbit di bibirnya.

“Lo kenapa, anjay?” Peach yang baru saja menelan mi ayam menatap ngeri pada Vanilla yang berubah 180°.

Vanilla tak menjawab, hanya menyelipkan rambut ke belakang telinga mendapat respons merinding dari kedua sahabatnya.

Stoberi yang pada dasarnya kepoan, mengikuti arah pandang Vanilla. Lantas mendengus sebal saat tau alasan Vanilla tersenyum.

Choco.

Lelaki yang disukai Vanilla datang bersama sahabat di sampingnya, Hazelnut. Keduanya berbeda tingkat. Choco kelas X-IPA 3, sekelas Vanilla dan kawan-kawan. Sementara Hazelnut XII-IPA 2.

Vanilla meneguk ludah susah payah saat kedua netra tak sengaja bertubrukan dengan milik Choco. Hanya sedetik, karena setelahnya Vanilla memalingkan wajah seraya mengulum bibir.

“Anjay, dilihatin doi,” sindir Peach ketika melirik sekilas Choco yang masih menatap sejenak ke arah Vanilla. Kemudian, Choco mengalihkan perhatiannya ke Hazelnut.

Vanilla menggigit sedotan kuat saat mengingat kembali isi pesan dari admin menfess super ngeselin tiada tanding. Baru kali ini Vanilla menemukan sosok yang nyebelin seperti itu.

“Lo beneran nggak tau yang handle akun menfess?” tanya Vanilla kesekian kalinya setelah berhasil menyeruput teh hijau yang dipesan.

Merasa pertanyaan itu tertuju padanya, Stoberi mengangkat kepala dari ponsel. Meletakkan terlebih dahulu sebelum melemparkan tatapan tajam seolah memperingatkan agar tak bertanya lagi.

“Mau seribu kalipun lo nanya, gue tetap jawab, nggak! Gue nggak tau siapa yang handle! Gue dapat nomor admin itu dari grup angkatan ada juga dari instagram menfess,” beritahu Stoberi panjang lebar sambil memukul pelan meja.

Peach yang semula menyimak, kini mengangkat suara. “Lo kenapa pengin banget tau siapa dibalik akun itu? Lo mau pacarin semisal dia cowok?” Alis Pecah terangkat sebelah.

Sudut bibir Vanilla terangkat, setelahnya berlagak muntah setelah mendengar kalimat tanpa disaring dari Peach. “Sama sekali nggak terpikirkan!” geram Vanilla menunjuk Peach kesal. “Gue cuma mau perhitungan sama dia! Seenaknya aja share tentang gue! Yang lain aja nggak ada di spill sama dia!”

Stoberi menutup telinga, sedangkan Peach tertawa renyah.

“Langkah lo selanjutnya gimana?” Peach bertanya setelah meredakan tawa.

Vanilla mengaduk sedotan teh hijau, kedua matanya membesar selaras hidungnya mengeluarkan angin bak seekor banteng yang hendak menyeruduk.

“Gue... nggak tau,” balas Vanilla berubah lesu, kepalanya diletakkan di atas meja, tatapannya fokus ke arah pintu masuk kantin.

Stoberi menyentil sahabat yang duduk di sampingnya membuat decakan keluar dari bibir Vanilla, tapi tak ada niatan membalas.

“Udah deh, lo nggak perlu mikirin dibalik akun menfess. Toh, nggak ada untungnya juga, kan, buat lo?” Stoberi tak ingin Vanilla berpikir yang tak seharusnya dipikirkan.

“Hm,” balas Vanilla seadanya. Meskipun begitu, hatinya terdalam ingin mencari tau sosok dibalik akun menfess, tapi tidak tau harus melakukan apa.

Detik selanjutnya, Vanilla menegakkan tubuh. Jantungnya berdebar tak karuan selaras pipinya bersemu merah. Berusaha agar senyuman tak terbit di bibirnya.

“Lo kenapa, anjay?” Peach yang baru saja menelan mi ayam menatap ngeri pada Vanilla yang berubah 180°.

Vanilla tak menjawab, hanya menyelipkan rambut ke belakang telinga mendapat respons merinding dari kedua sahabatnya.

Stoberi yang pada dasarnya kepoan, mengikuti arah pandang Vanilla. Lantas mendengus sebal saat tau alasan Vanilla tersenyum.

Choco.

Lelaki yang disukai Vanilla datang bersama sahabat di sampingnya, Hazelnut. Keduanya berbeda tingkat. Choco kelas X-IPA 3, sekelas Vanilla dan kawan-kawan. Sementara Hazelnut XII-IPA 2.

Vanilla meneguk ludah susah payah saat kedua netra tak sengaja bertubrukan dengan milik Choco. Hanya sedetik, karena setelahnya Vanilla memalingkan wajah seraya mengulum bibir.

“Anjay, dilihatin doi,” sindir Peach ketika melirik sekilas Choco yang masih menatap sejenak ke arah Vanilla. Kemudian, Choco mengalihkan perhatiannya ke Hazelnut.

Vanilla menggigit sedotan kuat saat mengingat kembali isi pesan dari admin menfess super ngeselin tiada tanding. Baru kali ini Vanilla menemukan sosok yang nyebelin seperti itu.

“Lo beneran nggak tau yang handle akun menfess?” tanya Vanilla kesekian kalinya setelah berhasil menyeruput teh hijau yang dipesan.

Merasa pertanyaan itu tertuju padanya, Stoberi mengangkat kepala dari ponsel. Meletakkan terlebih dahulu sebelum melemparkan tatapan tajam seolah memperingatkan agar tak bertanya lagi.

“Mau seribu kalipun lo nanya, gue tetap jawab, nggak! Gue nggak tau siapa yang handle! Gue dapat nomor admin itu dari grup angkatan ada juga dari instagram menfess,” beritahu Stoberi panjang lebar sambil memukul pelan meja.

Peach yang semula menyimak, kini mengangkat suara. “Lo kenapa pengin banget tau siapa dibalik akun itu? Lo mau pacarin semisal dia cowok?” Alis Pecah terangkat sebelah.

Sudut bibir Vanilla terangkat, setelahnya berlagak muntah setelah mendengar kalimat tanpa disaring dari Peach. “Sama sekali nggak terpikirkan!” geram Vanilla menunjuk Peach kesal. “Gue cuma mau perhitungan sama dia! Seenaknya aja share tentang gue! Yang lain aja nggak ada di spill sama dia!”

Stoberi menutup telinga, sedangkan Peach tertawa renyah.

“Langkah lo selanjutnya gimana?” Peach bertanya setelah meredakan tawa.

Vanilla mengaduk sedotan teh hijau, kedua matanya membesar selaras hidungnya mengeluarkan angin bak seekor banteng yang hendak menyeruduk.

“Gue... nggak tau,” balas Vanilla berubah lesu, kepalanya diletakkan di atas meja, tatapannya fokus ke arah pintu masuk kantin.

Stoberi menyentil sahabat yang duduk di sampingnya membuat decakan keluar dari bibir Vanilla, tapi tak ada niatan membalas.

“Udah deh, lo nggak perlu mikirin dibalik akun menfess. Toh, nggak ada untungnya juga, kan, buat lo?” Stoberi tak ingin Vanilla berpikir yang tak seharusnya dipikirkan.

“Hm,” balas Vanilla seadanya. Meskipun begitu, hatinya terdalam ingin mencari tau sosok dibalik akun menfess, tapi tidak tau harus melakukan apa.

Detik selanjutnya, Vanilla menegakkan tubuh. Jantungnya berdebar tak karuan selaras pipinya bersemu merah. Berusaha agar senyuman tak terbit di bibirnya.

“Lo kenapa, anjay?” Peach yang baru saja menelan mi ayam menatap ngeri pada Vanilla yang berubah 180°.

Vanilla tak menjawab, hanya menyelipkan rambut ke belakang telinga mendapat respons merinding dari kedua sahabatnya.

Stoberi yang pada dasarnya kepoan, mengikuti arah pandang Vanilla. Lantas mendengus sebal saat tau alasan Vanilla tersenyum.

Choco.

Lelaki yang disukai Vanilla datang bersama sahabat di sampingnya, Hazelnut. Keduanya berbeda tingkat. Choco kelas X-IPA 3, sekelas Vanilla dan kawan-kawan. Sementara Hazelnut XII-IPA 2.

Vanilla meneguk ludah susah payah saat kedua netra tak sengaja bertubrukan dengan milik Choco. Hanya sedetik, karena setelahnya Vanilla memalingkan wajah seraya mengulum bibir.

“Anjay, dilihatin doi,” sindir Peach ketika melirik sekilas Choco yang masih menatap sejenak ke arah Vanilla. Kemudian, Choco mengalihkan perhatiannya ke Hazelnut.