Bunda
Setelah acara donor darah tengah malam tadi, bunda dari marka pun akhirnya tersadar tepat pukul 06.23 pagi hari.
Marka senang luar biasa tentunya, bundanya tersadar dari koma. Cel pun sudah pulang setelah ia mendonorkan darahnya, tak lupa ia mengingatkan marka soal party malam ini.
Marka sangat lelah, tetapi melihat bundanya akhirnya membuka matanya dan tersenyum, marka pun lega.
Setelah membaca text dari haikal, marka tersenyum cerah. Haikalnya akan kemari.
“Aduh anak bunda, senyumnya udah dari ujung telinga kanan sampe telinga kiri”
Marka yang mendengar bundanya berbicarapun langsung mendekat ke arah bundanya.
“Siapa itu nak? Anak gadis tadi malam?”
Bunda marka melihat raut marka yang menunjukkan ketidaknyamanan saat bundanya berbicara soal cel.
“Oh bukan ya, jadi siapa perempuan yang berhasil buat anak bunda sebahagia ini”
Marka terdiam. Ia belum ngomong soal haikal ke bundanya, bahkan ia pun tidak tau ia akan jatuh pada insan yang indah seperti haikal.
“Bundaa” Marka mendusel kearah bundanya.
“Apa anakku??” Bunda marka mengelus pelan surai marka.
“Bunda, maaf”
“Loh? Ada apa ini kok minta maaf?”
“Bunda, yang buat anak bunda ini senyum sangat lebar bukan seorang perempuan.”
Bunda marka tediam, tidak menjawab. Sedangkan marka tidak berani mendongkak dan menatap wajah bundanya.
“Terus memang kenapa kalau bukan perempuan?”
Saat mendengar perkataan bundanya, otomatis marka langsung berdiri dan menatap bundanya.
“Anak bunda, bunda yang membawa kamu ke dunia ini. Karena kemauan dan ke-egoisan bunda akhirnya kamu terlahir di dunia ini sebagai anak bunda.
Bunda melahirkan kamu, karena bunda sudah merasa siap. Bunda bisa dan mampu membesarkan kamu menjadi manusia yang baik dengan kasih sayang yang cukup.
Bunda tentunya tidak mau melarang anak bunda ini untuk mencintai siapapun yang dia mau. Bunda sayang marka, bunda mau marka bahagia.
Kalaupun nanti ada rintangan yang datang, bunda sudah siap menjadi tameng untuk melindungi kebahagiaan anak bunda ini.
Jadi siapa yang bisa buat anak bunda ini sebahagia ini?”
Bunda marka berkata sambil tersenyum lembut, marka pun ikut tersenyum dan menjawab.
“Laki-laki bunda, namanya haikal”
Bertepatan dengan itu, pintu pun terbuka.
“Permisi, ini ruangan bundanya marka?”
Itu haikal, memunculkan kepalanya, mengintip.