Mediastinum

brak

“CERITA SEKARANG!!!” Raya langsung menggebrak meja sesampainya ia di kantin.

“Iyaa, sini duduk dulu” Kata celio.

Raya pun duduk di sebrang celio dengan sakti di sebelah raya.

“Jadi, gua balikan sama ale”

“Hah ale siape? Ale-ale?”

“Devan ray” Saut sakti.

“HAHH!!??? KALIAN EMANG PERNAH PACARAN!!??”

“Ish raya kecilin lohh suaranya, gue malu” Kata celio.

“Eh iya maap maap, lanjut”

“Dulu pas smp gua sama dia pernah pacaran, terus ya pisah gara-gara temen-temennya ngejelekin gue di depan mukanya sendiri, tapi dia sama sekali ga belain gue padahal posisinya disitu gue sm dia pacaran, berakhir dengan gue yang nganggap kalo dia cuma main-majn aja sama gue” Celio bercerita tentang masa lalunya dengan devan.

“OOO ANAK ASUUU!! KEMANE DEVAN MANE!! ANAK ANJING!! BISA-BISANYA IYO GUA YANG GEMES INI DIGITUKAN, ANJING BAKU HANTAM AJA KITA LAH” Raya bangun dari tempat duduknya dengan ranggas, tapi sebelum ia beranjak ia ditahan oleh celio dan sakti.

“Ray anjing udah!! Dengerin dulu lanjutannye anjing jangan marah dulu” Kata celio.

“Iya anjir ray! Lu mah emosian!” Saut sakti.

Raya yang melihat kedua temannya menahannya pun akhirnya duduk dan mendengarkan lagi.

“Ape! Langsung lanjut, sebelum gue samperin tu minuman gelas ale-ale”

Celio terkekeh, raya memang sangat sayang padanya. Walaupun mereka baru bertemu di masa SMA, tetapi rasanya ia dan raya sudah sangat lama berteman.

“Ya gitu deh, intinya tenyata gua salah paham. Ternyata si devan cuma mau ngelindungin gua dari papanya. Dia ngejelasin panjang lebar ke gua, dan akhirnya setelah dua minggu, gua nerima dia balik karena jujur gua juga masih sayang sama dia”

“Hueee iyo ku sayang, kalo aja kita satu smp udah gue buat babak belur dah mereka. Iyo kuat bangett” Raya mengelus surai celio.

“Hehe maaci rayaa”

“Yauda deh anjir gua lapar ini, kalian pada mau cilok pak mamang kan? Biar gua traktir kali ini, perdana iyo akhirnya punya pacar lagi” Kata sakti.

“Aseeek! Gue 8 ribu!” Raya bersorak.

“Gue 10 ribu!” Iyo nimbrung.

“Memang anak gatau diri, iye-iye”

Setelah sakti pergi, raya melanjutkan obrolannya dengan celio.

“Iyo, kalo devan macam-macam sama lu, kasitau gue, oke?”

Celio tersenyum.

“Iyaa raya~”


“Nehhh ciloknyee” Sakti menempatkan mangkok cilok di meja mereka, celio langsung mengambil mangkok tersebut. Tetapi belum sempat ia memegang sendok untuk memakan ciloknya, tiba-tiba..

HOEKKK

“IYO!!” Ujar sakti dan raya bersamaan.

“Iyo anjir lu kenapa!!” Raya menepuk-nepuk punggung celio agar ia bisa muntah lebih enak.

“Iyo anjir!!” Sakti bergegas mencari tisu di kantin.


Devan sekarang tengah berada di depan kelas celio, saat hendak masuk mencari celio, langkahnya dihalangi oleh sakti.

“Mau ngapain lo kesini?” Sakti menyilangkan tangannya di dada, menghalau devan masuk ke kelasnya dan celio.

“Gue butuh ngomong sama celio sak, tolong minggir”

“Sinting ya lo, after what you said di kantin dan lo mau ketemu sama celio!!?” Sakti sedikit meninggikan suaranya.

“Sak please gue mohon, gue sama sekali ga maksud ngomong gitu sak, lo harus percaya sama gue”

“Percaya sama lo? Setelah lo bikin sahabat gue nangis? Sinting kali gue kalo gue percaya sama lo dev!”

“Sak sumpah sak, gue ngomong kayak gitu cuma buat ngelindungin celio” Devan lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan handphonenya.

“Lo bisa liat sendiri hp gua sak, *inside, you can only see celio, all my life are revolve around celio, celio is my world sak, please trust me, please..”

Melihat devan yang sangat putus asa, sakti akhirnya pun merasa kasihan. Dari devan dihalau sakti untuk masuk ke kelas, mereka sudah menjadi perhatian anak kelas dan siswa-siswi yang berada di lorong. Bahkan saat semua mata mengarah pada mereka, devan tidak sedikitpun malu atau ragu berkata bahwa celio adalah dunianya.

Sakti pun menghela nafas kasar.

okay, you can go in tapi gua gabisa mastiin iyo bakal mau dengerin lo”

Thank you sak, thank you

Previously

Celio mencoba berdiri dan berjalan ke kamar mandi, sebelum..

bruk


Devan terlonjak mendengar suara keras orang terjatuh di sebelahnya.

“Iyo!!” Melihat celio yang terduduk di lantai, devan bergegas bangun dan membantu celio berdiri.

“Sakit???? Gapapa??? Yang mana yang kena???” Setelah mendudukkan celio di kasur, devan tak henti-hentinya membanjiri celio dengan pertanyaan sambil memperhatikan tubuh celio kalau-kalau ada lebam atau luka.

i'm okay, could you put some clothes on please!?” Pipi celio memerah melihat devan yang naked di depannya. Devan tersenyum miring.

you've seen and even touched my naked body last night, what's the shy for” Goda devan.

Ah, whatever!

Devan terkekeh melihat celio yang malu-malu kucing, lalu dia merentangkan tangannya dan mengambil selimut di belakang celio untuk menutupi dirinya.

“Devan...” Panggil celio kecil.

“Devan?” Devan menatap celio, bertanya.

“A-ale..”

Good boy” Devan mengelus pipi celio lembut.

“Kenapa iyo?”

“E-em.. Itu..”

“Apaa?” Tangan devan masih setia mengelus pipi celio.

“Bisa tolong gendong aku ke kamar mandi?” Cicit celio.

Devan tersenyum simpul mendengar celio meminta kepadanya.

Sure, bentar ya aku nyalain air anget dulu” Devan berjalan ke arah kamar mandi, menyalakan air panas dan dingin agar celio dapat langsung berendam di bathub nya.

Setelah bathub terisi, devan lalu mengangkat celio dari kasur menuju kamar mandi dan meletakkan celio di dalam bathub.

Thank you” Ucap celio.

You are most wellcome, iyo

Em.. Devan, bisa tolong ambilin hp aku di nakas?

Mendengar celio mulai memakai aku-kamu, hati devan kembali berdebar, ia tersenyum, senyum senang, sangat.

sure

Jam sudah menunjukkan pukul 04.30 sore, haikal juga sudah wangi dan siap untuk ke kampus.

Haikal pun keluar dari kamar kos nya, dan tentunya saat keluar gerbang ia sudah disambut oleh pujaan hatinya dengan mobil ranger rover hitam andalannya.

“Udah siap?”

“Udah!!” Haikal mengangguk antusias.

“Gemes banget sii!” Marka mengusap pucuk kepala haikal.

“Yaudah ayo masuk” Lanjutnya.


Sama seperti biasanya, perjalanan mereka dihiasi dengan haikal yang menyanyi mengikuti lagu yang terputar di radio marka.

Marka tidak mengeluh, tentunya. Mendengar suara indah haikal itu bagai obat pereda lelah eksklusif untuknya, ya.. Hanya untuknya.

“Nanti pulang jam berapa?” Marka membelokkan mobil ke arah parkiran kampus.

“Hmmm, keknya jam 7 deh”

“Oke, nanti tunggu di wifi corner aja ya, aku antar pulang”

“Eh gausaa, aku entar pulang sama gojek ajaa”

“Selama ada aku, gausah pake gojek, oke?” Marka mencubit hidung haikal gemas, sedangkan haikal hanya mengangguk saja.

“Haikal?”

“Hmmm??” Haikal sekarang sedang sibuk melepas seatbeltnya dan merapikan bajunya, ia tidak memperhatikan marka.

“Coba buka dashboard di depan kamu”

Haikal pun mengikuti perkataan marka. saat ia membuka dashboard di depannya ada sebuah kotak kecil yang mirip kotak perhiasan.

“Ini apa?”

“Buka deh”

Haikal membuka kotak tersebut, ternyata isi kotak itu adalah dua buah gelang yang sangat indah.

“Ka-”

“Haikal, coba hadap sini lagi”

Haikal tidak menoleh ke arah marka, ia malu. Lalu marka pun mengulurkan tangannya ia menggenggam tangan haikal, tangan satunya marka pergunakan untuk memegang pipi haikal dan mengarahkan pandangan haikal padanya.

Dejavu satu kata yang sekarang ada di pikiran haikal.

“Haikal, Aku, Marka Vance Melrion mau minta izin untuk menjadi pacar dari Haikal Runa Chandra. Aku bisa melihat masa depan aku dengan kamu, dan di dalam rencana-rencana yang aku buat kedepannya, selalu ada nama Haikal yang ada di dalam rencana aku.”

Haikal menatap marka dengan wajah yang merona dan mata yang sebentar lagi berkaca-kaca.

“Jadi, boleh aku jadi pacar kamu? Aku janji akan selalu jagain kamu, walaupun nantinya pasti akan ada kesalahpahaman yang terjadi, aku bakal selalu mengutamakan mendengarkan kamu. So, may i?

Haikal pun langsung maju dan memeluk marka, marka yang dipeluk langsung kaku, benar benar tak tau harus berbuat apa, bahkan tangannya pun masih melayang di udara, tak tau harus ditempatkan kemana.

“Iya aku mau!” Haikal berkata di ceruk leher marka.

Marka yang mendengarnya pun senang luar biasa, marka pun menempatkan tangannya pada pinggang haikal, membalas pelukan haikal tak kalah erat.

“Terimakasih sudah nerima aku ya, my bear.”

Diskoria tampak padat, seperti malam-malam biasanya. Ada yang make out di sudut ruangan, orang-orang yang berdansa dengan liar di dance floor, beberapa orang patah hati yang minum-minum sampai mampus di bar, serta beberapa yang sudah KO di lantai diskoria.

Celio, raya, dan sakti baru saja sampai ke diskoria. Celio menoleh kearah kanan dan kiri mencari keberadaan hendri yang mengajaknya. Saat matanya menangkap sosok yang melambaikan tangan kearahnya, iapun mengajak teman-temannya menghampiri hendri.

“Ray, sak, yok sini, itu ka hendri di sana”


“Iyoo, manis, akhirnya datang juga” Hendri meletakkan tangannya di pundak celio, merangkulnya.

Bau banget alkohol, ni orang wasted ya udah? batin celio.

“Iya kak hehe macet”

“Nih minum iyoo~ hari ini semua gue yang bayar~” Hendri mengarahkan gelas yang berisi tequila ke arah celio, tetapi celio menolak.

“Kak, gue keknya ke dance floor aja deh, nyusulin raya, takut dia kenapa-napa hehe” Celio dengan cepat bangkit berdiri dan menyusul raya menuju dance floor.

Matanya menangkap raya yang sedang berdansa dengan mesra entah dengan siapa dan sakti yang duduk di meja bar menggoda bartender disana.

Jangan salah kawan, biarpun sakti selalu bercinta dengan buku-bukunya, tak jarang ia bercinta dengan lelaki tampan yang ia gait dalam waktu tak lebih dari 15 menit. Sakti itu definisi kutu buku di sekolah, liar diluar.

Celio yang melihat teman-temannya sedang have fun pun akhirnya bergerak ke tengah dance floor dan menari dengan liar.

Selang 15 menit ia menari, tiba-tiba ada tangan yang menarik pingganya dan meremas bokongnya. Ia pun mengadah keatas dan benar saja, ia mendapati hendri yang sedang mabuk berat di depannya.

“Iyoo~ lu cantik banget sumpah~” Hendri mendekatkan kepalanya pada ceruk leher celio, mengecupnya kecil.

“Kak, lu mabok parah ini, mending lu pulang deh” Celio berusaha melepaskan rengkuhan hendri, tetapi naas, hendri tentu lebih kuat darinya.

Celio ingin kasar pada hendri, memukul atau menendang kemaluannya agar ia melepasnya. Tetapi, entah kenapa ia tidak bisa melakukannya.

Hendri melonggarkan rengkuhan pada pinggang celio, lalu memandang netra celio, dekat. Tak lama kemudian ia mendekatkan wajah mereka dan menyatukan bibir mereka, belum sampai 5 detik bibir mereka menyatu.

Bugh

Sebuah tendangan kasar dilayangkan oleh seseorang pada pinggang hendri.

Hendri pun jatuh tersungkur di lantai dansa dan jatuh pingsan.

“Kak hendri!!”

Celio bergerak menuju ke arah hendri, tetapi sebuah lengan yang lebih besar darinya menarik tangannya menjauh dari sana.

“Lepas!! Devan!!” Celio menghentakkan tangannya agar cengkraman dari devan lepas, tetapi cengkraman devan masih kokoh menarik pergelangan tangan celio.

“Devan!!”

Mereka kini telah sampai di parking lot, tepat di samping mobil devan.

“Masuk” Ucap devan dingin.

“Gak mau!!”

“Celio ambrose, masuk” Devan mengeluarkan suara rendah dominannya yang membuat celio bergidik ngeri. Mau tak mau ia pun masuk ke mobil devan.

“Lo mau bawa gue kemana si!!”

“Devan!”

“Jawab gue devan!”

Celio sendari tadi bergerak gelisah sambil terus mengoceh karena jujur ia takut dengan devan yang diam di sebelahnya sekarang.

“Devan, gue lompat ya dari mobil!”

“Diam, ambrose sebelum gue yang buat lo diam”

Celio pun akhirnya terdiam, ia benar-benar tidak tau bagaimana nasibnya, atau mau dibawa kemana dia.

Sudah seminggu semenjak kejadian celio muntah di kantin yang kebetulan kejadiannya diabadikan di gawai devan yang kemudian dijadikan sebagai alat untuk devan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Dan semenjak hari itu, devan selalu mengajak celio bertukar kecupan atau lumatan setiap harinya tanpa jeda, dan celio tentunya merasa lelah, katanya.

“Lu yakin mo disini? Ini tempat terbuka loh, kalo ada siswa lain lewat bisa ngeliat”

“Yakin, sini iyo..” Devan merentangkan tangannya, memberi sinyal untuk celio masuk ke dalam dekapannya.

Celio pun berjalan pelan kearah devan, tak sabar, akhirnya devan yang maju dan mendekap celio.

Devan menaruh kepalanya pada ceruk leher celio, menghirup aroma yang selalu membuatnya tenang.

Devan menjauhkan kepalanya hingga berada tepat di depan muka celio lalu mengecup bibir celio sekali.

Setelahnya devan kembali memeluk celio lama, celio pun merasa agak aneh dengan itu.

“Dev-”

“Ale.. Panggil gue ale, please iyo..”

Celio terdiam.

“Devan, kalo lo mau main-main udah deh jangan sama gue, gue udah cape dev” Celio mendorong tubuh devan, berusaha melepaskan dekapan devan yang sangat erat.

“Gue gapernah main-main sama lo iyo”

Celio tersenyum miring

Gak pernah main-main?

“Iyo.. Jangan jalan sama hendri itu lagi..”

Devan berkata tanpa menjauhkan kepalanya dari ceruk leher celio.

Celio yang akhirnya muak pun mendorong devan dengan kencang hingga pelukan mereka terlepas.

“Gini ya devan, lu ga ada hak apa-apa buat ngatur gue. Mau gue jalan sama siapa kek, mau gue ngewe sama siapa kek, bukan urusan lu, jadi please stop.”

“Gue tau devan, gue tau lo straight, jadi lo gaperlu pura-pura perduli sama gue.” Lanjut celio.

“Iyo..”

“Udah mau bel, gue mau masuk kelas ada kuis” Celio pun meninggalkan devan sendiri dan berjalan ke kelasnya.

Sudah hampir 20 menit haechan menunggu, ia duduk di sofa yang tersedia di kamarnya. Lalu derap langkah terdengar di telinga haechan disertai ketukan kecil di pintu kamarnya.

Haechan pun membuka pintu kamarnya, memperlihatkan seorang pria, pria muda dengan senyum yang terukir di wajahnya dengan pakaian casual. ah, ia terlihat lebih cocok dengan pakaian seperti ini.

“Hai” Pria itu menyapa.

“Hai, king” Jawab haechan, bercanda.

“Haha, aku datang kesini sebagai jaehyun, bukan raja, so, may i?

Jaehyun mengulurkan tangannya, sedikit membungkuk untuk menyalurkan rasa hormat pada haechan.

Haechan yang melihat itu pun tersenyum, menyambut tangan jaehyun dengan tangannya. Jaehyun pun menuntun haechan ke tempat yang ingin ia tunjukkan padanya.

Mereka akhirnya sampai pada balkon yang dibatasi oleh pintu kaca yang tinggi dengan aksen biru di pinggirannya, khas kerajaan merld, biru, warna mereka.

Jaehyun melepaskan tangannya yang tadinya menuntun haechan, ia berhenti di belakangnya. Haechan pun menoleh ke arah jaehyun.

“Ada apa? Kenapa berhenti?”

“Aku ingin kamu yang membuka pintunya”

Haechan pun menatap jaehyun bingung, tetapi ia mempercayai nya, ia mempercayai jaehyun. Ia pun berjalan ke arah pintu kaca dan membukanya.

Angin laut langsung menyambutnya, tidak terlalu dingin karena sedang musim panas, sejuk pikir haechan. Ia berjalan ke arah pagar balkon.

“Waaahhh...”

Haechan menatap sekelilingnya, lautan yang sangat biru dengan bulan yang tampak seperti hampir ditelan oleh laut. Bintang yang bertabur berkerlap-kerlip di sekelilingnya, persis seperti sebuah lukisan.

Jaehyun menatap haechan dari belakang, indah.

I know you would like it

Jaehyun menyusul haechan yang berdiri di ujung balkon, membuat haechan tersadar dari lamunannya.

Yes, i love it, it's beautiful

Haechan menoleh ke arah jaehyun.

“Jadi apa yang ingin kamu bicarakan?”

“Tidak ada” Jaehyun menjawab tanpa menoleh kearah haechan. Ia menyandarkan tubuhnya pada pagar balkon, menatap pemandangan yang tadinya ditatap haechan.

“Jadi untuk apa kamu membawaku kesini?”

“Entahlah, aku hanya berharap dengan melihat pemandangan yang indah, beban serta penyesalan dalam matamu bisa sedikit menghilang”

Haechan menatap jaehyun tidak percaya.

penyesalan?

“Maksudmu?”

“Ingat saat aku pertama bertemu denganmu? Kamu menyelamatkanku. Saat pertama aku melihatmu, kamu terlihat terang, tidak tergapai, sangat indah. Aku sempat berpikir, apa aku bertemu dengan malaikat?” Jaehyun terkekeh.

Jaehyun mengarahkan pandangannya pada haechan, ia menatap haechan sebentar sebelum ia melanjutkan kata-katanya.

“Tetapi, saat mataku bertemu dengan matamu, aku dapat melihat penyesalan di dalamnya. Aku tidak tau apa yang terjadi padamu sebelumnya, juga tak mau memaksamu menceritakan kisahmu. Aku hanya berharap, kamu dapat melewatinya, dan melupakan segala kenangan buruk yang mungkin terjadi padamu dengan memperlihatkan pemandangan dari kerajaanku yang tidak seberapa”

Haechan terdiam, ia kembali menatap langit.

“Jaehyun?”

“Hmm?”

“Apa pendapatmu tentang masa lalu?”

“Sesuatu yang berada di masa lampau, membentuk kita menjadi diri kita yang sekarang tanpa disadari. Suatu hal yang tidak bisa kita ubah, tetapi dapat kita jadikan pelajaran.”

”..tidak bisa diubah” Haechan berkata dengan suara kecil, tapi terdengar di telinga jaehyun.

“Walaupun tidak bisa diubah, Tuhan memberi kita kesempatan lain, yaitu membangun masa depan.”

Haechan menoleh ke arah jaehyun yang juga sedang menatapnya.

“Aku tidak tau apa yang kamu takutkan, tapi jika itu masa lalu, maka kamu perlu berdamai dengannya.”

“Aku tidak bisa, aku lemah jae, aku hanya pangeran bodoh dari Chantrea

“Dimataku, kamu adalah seorang pemberani, baik, dan cemerlang haechan-ah, kamu bersinar, terang, hampir membutakan. Aku dapat melihatnya, hal yang tidak dapat kamu lihat”

Jaehyun menepuk pelan pucuk kepala haechan, lalu melanjutkan perkataannya.

“Jika kamu meragukan dirimu sendiri, lagi, datanglah padaku, aku akan selalu meyakinkan kalau kamu lebih dari apa yang kamu pikirkan. Anggaplah aku sebagai sosok kakak yang akan selalu ada untukmu”

“Dan untuk sekarang, lebih baik kita kembali, karena aku merasa belakangku seperti dicucuk-cucuk oleh binatang buas” Jaehyun tertawa.

Haechan pun menoleh, dan ia menangkap mark bersender di pintu kaca.

sejak kapan ia disana

Akhirnya geng Maba gemes berkumpul di aula bersama, untuk malam ini panitia membebaskan mereka untuk tidak berbaris dengan fakultas mereka oleh karena itu haikal, soren dan el akhirnya bisa satu barisan dengan nana.

“Halo semua! Akhirnya kita sampai di akhir acara ospek kali ini!! Oh iya tadi pasti sudah dikasitau kan tentang satu maba harus memberikan satu surat kepada panitianya. Ga harus nyantumin nama kok! Jadi gaperlu malu ya, oke dari barisan paling kanan ya silahkan maju, taruh suratnya di kotak yang sudah disediakan ya!” Kata mc di panggung.

Satu persatu maba maju dan menempatkan surat mereka kedalam kotak yang disediakan panitia.

“Terimakasih semua atas partisipasi kalian selama ospek! Kami segenap bem universitas neo mengucapkan selamat datang!!”

Riuh, suara maba dan suara kating yang bertepuk tangan. Gembira, karena akhirnya ospek berakhir dan antusias akan hari esok dimana mereka akan menjadi mahasiswa universita neo. Sudah bukan siswa lagi, sekarang mereka adalah mahasiswa.

“Eyo man!!” John menepuk bahu jay yang sedang berdiri mengawasi maba kedokteran.

“Ebuset kok elu? Marka mana?”

“Tukeran kita, dia mau di arsi”

“Hadaw, ko mau lu?”

“Katanya dia mo mintain nomor ka tena nanti” John nyengir, kesenangan.

“Idih seneng lo”

“Hehehe”


Gedung arsi hari ini adem ayem, belum kelihatan pandis yang datang. Mereka sekarang hanya duduk dan mendengarkan penuturan dari pemateri hari ini.

Sampai tiba-tiba pintu gedung terbuka dan memperlihatkan marka yang berjalan masuk, sontak maba yang melihat hal itu pun yang awalnya malas-malasan langsung menegakkan punggung mereka, yang awalnya tidak memegang buku dan pulpen sekarang entah dari mana buku dan pulpen sudah berada di tangan mereka.

“Loh katanya lain ka marka hari ini?” Haikal menyenggol soren di sebelahnya, berkata sambil berbisik.

“Ya mana gue tau anjir, orang gue beneran denger ko hari ini pandisnya lain ka marka” Jawab soren.

Marka yang awalnya berada di belakang akhirnya maju ke tempat dimana panitia dan mc duduk, haikal yang awalnya fokus mendengar pemateri sekarang tidak bisa fokus. Fokusnya sudah diambil oleh orang yang berada di samping kiri panggung yang juga menatap dirinya.


“Oke teman-teman gimana? Sudah dicatat poin-poin penting yang diberi oleh pemateri?” Ujar sang mc

“Sudah kak!” jawab anak arsi serempak.

“Oke, kalau begitu keluarkan buku panduan ospek ya! Buka halaman ke-12 kita akan menyanyikan himne universitas kita”

Haikal yang mendengar hal itu merogoh tasnya dan 'Astaghfirullah ini gua emang kaga pernah hoki dah ya'*.

Soren yang melihat haikal celingak-celinguk pun bingung.

“Kenapa kal?”

“Lupa bawa buku panduan gue anjir”

Marka yang sendari tadi memperhatikan haikal pun dapat melihat haikal tidak mengeluarkan buku panduannya, dan marka pun dapat menebak haikal tidak membawanya.

“Dis, lu ada buku panduan lebih ga?” Tanya marka pada salah satu panitia disana.

“Eh, ada, nih” Adis pun memberikan buku panduan itu pada marka.

“Oke, thanks ya”

Marka pun melangkah menuju barisan, anak-anak yang melihat marka berjalan mengelilingi barisan pun diam dan langsung tegap berdiri.

Sesampainya pada barisan haikal, marka berjalan dengan pelan.

'Ya Tuhan baru aja tadi pagi ka marka mendeklarasikan pdkt masa sekarang gua harus di hukum' batin haikal sambil memejamkan mata.

Marka terus berjalan sampai akhirnya ia berada tepat di samping haikal, ia melihat haikal yang memejamkan matanya dengan erat.

'Gemas' pikirnya, ia tersenyum tipis. Ia tau haikal pasti takut dapat hukuman lagi.

Marka memegang buku panduan di tangan kirinya, lalu menyelipkan buku panduan tersebut di kantong celana haikal, setelah itu ia kembali berjalan hingga barisan akhir.

Celio membuka pintu auditorium dengan hati-hati, suasana gelap langsung menyambutnya. Ia pun melangkahkan kakinya masuk kedalam, walaupun sebenarnya ia takut.

ale dimana sih?

“Devan??” Celio berjalan sambil mengedarkan pandangannya untuk mencari devan.

“Dev-hik”

Celio terkejut karena tiba-tiba pinggangnya ditarik dan diangkat agar ia terduduk di meja auditorium, dan pelakunya tentu saja devan.

“Hai”

“Lo mo buat gue jantungan hah!!” Celio memukul dada devan.

“Hehehe” Devan hanya tersenyum.

“Lo ingat kan gue minta apa?”

“Iya iya cepetan dah, sekali doang abistu udah kan?”

“Loh? Siapa bilang sekali?”

“Loh?”

“Lo si gue belum selesai ngomong langsung pergi”

Devan mendekatkan bibirnya ke telinga celio.

“Gue bilang.. Cium besok dan seterusnya”

Devan berkata dengan suara rendahnya, celio dibuat merinding olehnya.

“Gue gak mau!!”

“Video”

“Aish!!”