Of A Bet and His Random Pick-Up Lines
Lee Juyeon mengubah posisi tubuh serta mengatur napasnya, berkali-kali. Sepasang netranya masih tertumbuk pada permainan yang sedang jadi objek fokus utamanya. Barangkali ada sekitar sepuluh atau limabelas menit waktu mereka yang terbuang di tempat ini.
Lelaki tinggi itu masih belum ingin menyerah.
Tidak akan pernah menyerah ketika dengung suara Changmin terus menggema di kepalanya. Dia harus memenangkan taruhan konyol ini. Ya, konyol. Tapi toh, Juyeon tetap mengiakan saja?
“Juyo? Lo beneran nggak mau pindah?” tanya sosok yang lebih pendek—sejak tadi dia hanya berdiri di belakangnya dengan kedua tangan tersilang di depan dada.
Alih-alih menjawab, Juyeon rupanya masih sibuk membidik objeknya dengan tembakan di tangan. Jemarinya berisik. Dia harus bisa mendapatkan boneka jerapah raksasa itu. Dia harus mengalahkan Changmin.
“AH SIAL, GAGAL LAGI!!”
“Juyo, stop!” pekik Changmin akhirnya, tangannya menahan lengan Juyeon yang sudah bersiap membayar demi mencoba permainannya lagi. Mereka bersitatap, lalu Changmin merutuk dalam hati begitu Juyeon masih terdiam, menunggunya bicara.
“Udahan, ya? Lo udah ngabisin berapa duit hari ini, huh? Masih banyak yang bisa dicoba, kenapa kita harus stuck di satu tempat, sih?”
Lee Juyeon menghela napas. Ia menyerah pada akhirnya, sebenarnya dia pun sudah tak dapat menghitung berapa kali dia mencoba permainannya demi boneka jerapah besar itu. Pun entah berapa banyak uang yang sudah dia habiskan di tempat itu. Sighs. Memalukan. Changmin bahkan hanya mencoba sekali dan berhasil mendapatkan sebuah boneka kucing hitam lucu.
Juyeon payah.
Keduanya kemudian sudah merajut langkah tinggalkan spot permainan tadi. Mungkin saja salah satu dari keduanya sadar atau tidak, jemari Changmin masih menggandeng lengan Juyeon. Tak ada percakapan yang mengisi udara, hanya detak jantung Changmin yang sedikit menggebu—entah karena sedikit kepanasan atau karena berjalan sambil menggandeng cowok di sebelahnya, dia juga tak mengerti.
“Changmin,” ucap Juyeon memecah keheningan di antara keduanya. “Ada yang nggak beres dengan jantungku. Sepertinya gara-gara terlalu deket sama kamu, deh?”
“EH?” Spontan lelaki manis itu melepaskan telapak tangannya dari lengan Juyeon. Mundur beberapa langkah sebelum memekik tertahan kala si wira Lee kembali meraih telapak tangannya sembari terkekeh.
“Kalau aku nggak bisa napas dan pingsan di sini, kamu yang harus tanggung jawab, hm? Siapa suruh deket-deket aku terus?”
“Cih! Malah nggombal,” cibir Changmin malas.
Dia menghentak kaki kemudian sedikit mempercepat langkahnya, tinggalkan Juyeon yang masih terkekeh setelah berhasil menggodanya. Sebetulnya Changmin hanya ingin menyembunyikan rona kemerahan yang bisa saja muncul di pipinya yang memanas. Gawat kalau sampai Juyeon melihatnya tersipu seperti ini.
Huh, Juyeon tuh, nyebelin banget, sih.
“Changmin. Hey?”
Tak sulit bagi Juyeon untuk mengejar langkah cowok kesayangannya, dia lantas menarik pergelangan tangan Changmin—membuat badan cowok yang lebih kecil hampir terjatuh sempurna ke dalam pelukannya. Dan lagi-lagi Juyeon tersenyum, manis. Dia berhasil melihat semburat kemerahan itu di pipi Changmin.
Lucu.
“Jangan jauh-jauh dari aku juga, dong. Nanti dadaku makin sesak dan malah makin susah napas, tahu!” Juyeon mengakhiri kalimatnya dengan menyematkan sebuah kecupan singkat di sudut bibir Changmin.
Kejadiannya berlangsung terlalu cepat, Changmin bahkan belum sempat memproses semuanya dengan benar ketika Juyeon kembali menggenggam tangannya dan melanjutkan langkahnya lagi. Sementara si pelaku hanya tertawa kecil melihat reaksi lucu sang pacar. Cuma sebentar sih, tapi Juyeon bisa merasakan bibir Changmin yang semanis cherry, dan dia cukup senang dengan pencapaiannya itu.
“Hih, ngeselin! Taruhan kita masih berlaku, ya,” gerutu Changmin, tak terima. “Juyo, lo kalah, lo bahkan nggak dapet satu boneka pun. Jadi, mulai besok jadwal lo bersihin apartemen selama seminggu, terus bantuin gue ngerjain tugas yang numpuk kayak gunung.”
“Iya, bawel. Kalau lo ngamuk dan cerewet gitu gue jadi makin gemes, makin pengin cium.”
Changmin mencubit pinggang cowok yang lebih tinggi itu sementara bibirnya masih menggerutu, berpolah kesal. Padahal, jantungnya sudah berdetak semakin cepat sejak tadi. Sial, Changmin masih saja deg-degan.
Jadi pacar Juyeon itu sangat tidak baik untuk kesehatan jantung rupanya. Ji Changmin sudah membuktikannya.
.
-fin.
milkyuways © 2021