monokrowm

lee haechan — gryffindor tingkat dua. — salah satu siswa yang mendapat julukan sunshine from gryffindor karena sifatnya serta tingkahnya yang membuat orang tersenyum. — jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang slytherin di tahun pertamanya saat haechan baru saja masuk ke dalam aula besar untuk sarapan. — “masuk gryffindor itu sebuah bonus, tapi menyukai lee jeno itu harus!” seru haechan ketika diminta berhenti menyukai kulkas berjalan oleh sahabatnya.

“aku ingin membuat sebuah penawaran. jika asramamu menang atas asramaku pada pertandingan quidditch akhir pekan ini, aku tidak akan mengejarmu lagi. sebaliknya, jika asramaku menang, maka kau harus jadi pasangan ku pada acara yule ball.”

“baik, aku terima penawaranmu.”

lantai dua. habis dari tangga, kalian belok kanan. jalan sedikit nanti kalian bisa liat ayah lagi duduk.

begitu isi pesan dari jaehyun, selaku ayah dari mark dan jeno. kini kedua kakak beradik itu sudah sampai di rumah sakit tempat sang papi akan melakukan pemeriksaan kesehatan. entah lah, keduanya merasa gugup. takut-takut jika pemikiran mereka tadi menjadi kenyataan. untuk berjaga-jaga, si bungsu jeno membawa sebuah paperbag berukuran sedang yang berisikan mangga muda.

“berhenti, berhenti, kak itu ada yang jualan mangga muda. gue mau beli.” ucap jeno saat diperjalanan menuju rumah sakit.

mark menepikan motornya, “buat apaan mangga muda?”

“buat papi. udah jangan banyak nanya kayak abang bakso.”

kalau bukan saja jeno itu adiknya, ingin sekali mark meninggalkan jeno di pinggir jalan begitu saja.”

dan, ya, begitu lah cerita singkat dimana jeno sekarang membawa mangga muda di tangannya. bahkan saat jaehyun melihat isinya saja sampai bingung bukan main mengetahui tingkah anak bungsunya.

“kamu beneran bawa mangga muda? buat apa, dek?”

“buat jaga-jaga aja, ayah, hehehehehe.”

jaehyun menggeleng pelan, lalu mengajak kedua anaknya untuk duduk disamping kanan dan kirinya.

“papi masuknya udah lama?” tanya si sulung.

“belum, kak. pas papi masuk tadi terus gak lama kalian dateng.”

“kok bisa papi sampe periksa di rumah sakit gini? parah, yah?” giliran si bungsu bertanya.

menyenderkan tubuhnya kepada senderan bangku, jaehyun menggeleng, “gak parah. cuma papi sendiri yang minta periksa langsung. tadi pas kalian udah berangkat, gak lama papi mual lagi. makin siang makin gak enak badan. akhirnya papi minta kesini.” jelas jaehyun perlahan supaya kedua anaknya mengerti dan tidak terlalu khawatir.

sebenarnya jaehyun sendiri juga khawatir. bahkan pikirannya sudah kemana-mana, apalagi melihat gelaja yang dialami doyoung. seperti sudah pernah dialami sebelumnya.

sepuluh menit berlalu, doyoung pun keluar dari ruang pemeriksaan. spontan jaehyun, mark, dan jeno bangkit dari tempat duduk dan mendekati doyoung.

tau jika akan di serbu banyak pertanyaan, doyoung berucap, “nanti papi jelasin di rumah, ya.”

promise, quidditch, and yule ball

kau tau, ini adalah sebuah penawaran yang sangat menguntungkan untuk kita berdua. ya tentu saja jika menang. aku tidak akan mengejarmu lagi jika asramamu menang atas asramaku di pertandingan quidditch akhir pekan ini. sebaliknya jika asramamu kalah, maka kau harus menjadi pasanganku di perta yule ball nanti.”

dua pemuda berbeda asrama terlihat terlibat percakapan cukup serius di tengah jembatan kayu penghubung kastil dengan jalan menuju quidditch pitch. sebenernya bisa saja mereka berdua berbincang di tempat yang lebih hangat, mengingat sudah memasuki pertengahan bulan desember dimana udara perlahan bertambah dingin dari bulan sebelumnya. tapi, mereka memilih tempat ini karena sepi. mereka berdua harap tidak ada orang lain yang mendengar percakapan keduanya, atau bahkan iseng dengan menggunakan jubah tak terlihat dan semacamnya.

jadi, bagaimana? terima atau tidak?” satu pemuda yang menggunakan seragam berwarna hitam dan merah itu membuka suara setelah beberapa menit terjadi keheningan diantara mereka berdua. sedikit membenarkan letak syal berwarna merah khas asrama yang ia huni, gryffindor. pemuda itu kembali berujar, “cepatlah sedikit, tuan lee jeno. aku kedinginan disini dan sebentar lagi aku harus pergi ke kelas mantra.”

pemuda yang diketahui bernama lee jeno mendelik kepada pemuda gryffindor didepannya, tapi yang di tatap begitu tidak merasa takut sama sekali. justru ia menceletuk, “kau tampan.”

diamlah, lee haechan. aku sedang berfikir.” ucap jeno. pemuda yang masih menggunakan seragam latihan quidditch lengkap berwarna hijau dan perak serta tak lupa sapu terbang pada satu tangannya karena ia baru saja selesai berlatih quidditch itu menghela nafas panjang. ini bukanlah pilihan yang mudah, tapi juga tidak terlalu sulit. jeno tau betul, haechan —pemudah gryffindor dihadapannya saat ini— suka padanya sejak tahun pertama. dan kini kedua sudah menginjak tahun kedua di hogwarts.

haechan menjentikkan jarinya di hadapan wajah jeno saat melihat jeno terlihat terlalu larut dalam pikirannya. sesulit itu kah penawaran darinya? tanya haechan dalam hati.

sadar dari lamunannya, jeno menatap haechan dengan intens. wajahnya tampak serius. “kenapa harus menjadi pasangan saat yule ball?

huh? itu— bukannya sangat jelas? tentu aku ingin kau yang menjadi pasanganku saat pesta yule ball nanti! aku mengatakannya jauh hari seperti ini karena takut kau akan di ambil duluan. tidakkah kau tau jika kau masuk kedalam salah satu most wanted untuk di ajak ke yule ball? itu akan sulit untukku, terlebih jika sudah sangat mendekati acara. huft, bersaing dengan siswa atau siswi hogwarts saja aku tidak yakin sanggup apalagi jika harus bersaing dengan para beauxbatons.” jawab haechan jelas. kedua pipi gembilnya perlahan memunculkan semburat merah muda saat membayangkan ia berhasil menggandeng jeno ke acara yule ball dan berjalan beriringan memasuki aula saat pesta nanti.

tanpa haechan ketahui, jeno terus memperhatikan bagaimana haechan terus mengoceh —itu menurut jeno— dan bagaimana semburat merah muda muncul pada kedua pipi pemuda yang di kenal sebagai salah satu sunshine from gryffindor.

manis.

merasa cukup dengan jawaban haechan, jeno sedikit berpikir kembali. dan ia sudah memutuskannya.

“hey.” panggil jeno. sontak haechan tersadar dari imajinasinya, lalu menatap jeno tepat di mata dengan wajah bingungnya.

“aku terima penawarannya.”

bujuk.

haeziel duduk mepet dengan tembok, sedangkan jevierno duduk hampir mendekati ujung sofa yang tengah keduanya tempati. sebenernya jarak antara keduanya tidaklah jauh, tapi tetap saja orang yang melihatnya akan cepat menangkap jika keduanya sedang bermusuhan.

jevierno menopang dagunya dengan tangan kiri guna melihat haeziel yang asik menyantap oreo bingsu, satu dari tujuh varian bingsu yang akan datang ke meja mereka. melihat haeziel tampaknya mulai fokus pada es serut di hadapannya —karena sebelumnya haeziel makan bingsu sembari sesekali memberikan death glare kepada sena dan rico yang duduk di seberang kiri— perlahan jevierno mengarahkan tangan kanannya mendekati wajah haeziel, jari telunjuknya terangkat lurus lalu mendarat di pipi kiri haeziel.

merasa pipi ditempeli sesuatu, haeziel berhenti makan dan menengok ke arah kiri. sedikit menggerakkan kepala guna melepaskan jari telunjuk jevierno yang bertengger di pipinya.

one again, bukan jevierno elrana namanya kalau mudah menyerah. apalagi terhadap haeziel chandratama.

“jangan ngambek.”

“engga ada yang ngambek.”

“ga ngambek tapi kok itu bibirnya manyun begitu?”

“suka-suka.”

“suka jevierno juga ga?”

“Ih!”

tanpa sadar haeziel berseru. ekspresi wajah ketara kesal serta menahan malu dan juga kedua pipinya yang memunculkan semburat merah muda.

jevierno tertawa gemas, “salting, hm?”

“engga.”

bohong, buktinya kini haeziel salah tingkah.

“ya udah. tunggu sebentar.” jevierno beranjak dari tempat duduknya menuju kasir. haeziel tidak tau apa yang sedang pacarnya lakukan karena terhalang beberapa pengunjung lainnya.

tak sampai lima menit, jevierno kembali. duduk dengan jarak yang lebih dekat ke arah haeziel, laki-laki april itu menusuk pelan pipi haeziel, lagi.

“kenapa?” tanya haeziel.

“jangan bilang ke orang lain kalau kamu jomblo. orang paling ujung dekat kasir daritadi ngeliat kamu terus.”

setelah jevierno berucap begitu, haeziel sontak mencari orang yang di maksud. benar saja, orang itu sedang memperhatikannya namun dengan cepat mengalihkan pandangan saat tertangkap basah memperhatikan haeziel. tanpa pikir panjang, haeziel menarik jevierno mendekat, bahkan mengatur supaya tubuh jevierno dapat menutupi dirinya. jujur, menurutnya agak menyeramkan saat di perhatikan begitu saja oleh orang asing.

“takut?”

“sedikit. cuma waspada aja.”

“kamu kan bisa berantem. kalau ada yang macem-macem tinggal pukul aja.”

“iya sih.. tapi kalau ada kamu ya ngapain aku repot-repot harus kotorin tangan aku.” haeziel kembali melanjutkan memakan bingsu miliknya yang sebagian sudah mencair. sedangkan jevierno diam-diam tersenyum.

“aku udah diakuin lagi nih jadi pacar?”

“udaahh, jangan di bahas.”

“asik udah diakuin lagi jadi pac—”

“diem.”

ucapan jevierno terpotong karena haeziel tiba-tiba memasukkan satu sendok penuh bingsu rasa coklat kedalam mulutnya lalu mengecup ringan pipi kanannya.

kacau.

“kakaknya mau pesan apa?”

“mau pesan—”

“semua menu bingsu masing-masing satu, ya!”

sang waitress yang sedang mengambil pesanan haeziel dan renda pun terkejut dan sontak menoleh ke asal suara. bahkan rendra juga tak kalah terkejut mendengar jawaban dari haeziel yang duduk di hadapannya. rendra kira saat haeziel bilang ingin mencoba semua menu bingsu itu cuma omong kosong. ternyata itu semua sungguhan.

“m—maaf, kak, bisa diulang?” pinta waitress tersebut secara hati-hati. takut jika ia salah mendengar pesanan.

“kita pesan semuaaaa menu bingsu yang ada disini. masing-masing satu hehehehe.” jawab haeziel dengan senyumannya yang lebar memperlihatkan deretan giginya. bahkan kedua kakinya kini bergoyang beriringan, ketara sekali laki-laki kelahiran bulan juni itu sangat senang saat ini.

moodnya lagi bagus, batin renanda.

waitress pun mencatat pesanan haeziel. “itu aja, kak? atau ada tambahan lain?”

“itu aja.”

“baik, saya ulang. pesannya semua menu bingsu masing-masing satu. berhubung bulan ini kami sedang mengadakan diskon besar-besaran, salah satunya yang paling besar adalah diskon untuk para single. jika kakak berdua single kami akan memberikan diskon sebesar 45% pada semua pesanan yang kakak pesan. jadi, kakak berdua ini singel?“.

inilah yang haeziel tunggu-tunggu, dengan semangat menggebu haeziel pun menjawab pertanyaan dari waitress. “iya kita berdua ini jomb—”

“saya pacarnya.”

ucapan haeziel terpotong sebab mendengar suara yang sangat ia kenal. sontak menoleh ke belakang, alangkah terkejutnya ia melihat sang kekasih berdiri di belakangnya dengan teman-temannya yang lain. bahkan ada sena dan mirza sedang dadah-dadah kepadanya dan renanda.

kacau sudah misi haeziel.

waduh gawat, moodnya jadi jelek nih, batin renanda.

all

dua pasang kekasih itu kini sudah berkumpul bersama di sebuah cafe tak jauh dari hotel tempat mereka menginap selama beberapa hari ini. sebenarnya bisa saja mereka berempat berkumpul di restaurant tempat jayden dan darrel menyantap makan malam. tapi, yang lebih muda dari keempatnya meminta di cafe saja yang suasana lebih nyaman dan santai dibandingkan restaurant dengan suasana formal dan berkelas.

lucunya, yang termuda memberi kode kepada jayden dan darrel lewat kaca besar di depan restaurant dengan cara menunjuk cafe diseberang tetapi posisinya belum turun dari gendongan piggyback jeano.

“jadi, kapan mau pulang ke jakarta?” pertanyaan meluncur dari bibir jayden sesaat setelah pesanan milik semua yang di meja sampai.

“besok atau lusa mungkin, gimana?” jawab darrel sembari berusaha menggapai minumannya. karena saat ini sebelah kiri tubuhnya tengah di peluk erat oleh haileen.

“gue ikut aja.” ujar jeano. matanya tak lepas dari sang kekasih yang asik menempel dengan darrel. ya, jeano berharap ia ada di posisi darrel sekarang.

“haileen?” panggil darrel karena tinggal haileen saja yang belum menjawab.

“besok aja bisa engga? mau cepet pulang. disini engga ada makanan kesukaan gue. ” haileen menjawab, setelahnya kurva bibir melengkung ke atas, cemberut.

hal itu sontak membuat tawa terdengar dari masing-masing orang di meja itu.

“ya udah, besok aja. ambil flight sore atau malem biar bisa santai beres-beres.” ucap final dari jayden.

setelahnya, keempat orang di meja itu kembali melanjutkan obrolan lainnya. cerita soal jeano dan haileen yang sudah berbaikan, masing-masing cerita tentang acara yang dihadiri jayden dan jeano, dan tak tertinggal cerita dari darrel soal festival di kampus. suasana sangat seru dan santai. terlihat sangat mereka menikmati malam terakhir di negara dengan julukan big apple.

darrel haileen malah panik.

“kak, gawat!”

“gawat kenapa?” tanya darrel disela kunyahannya memakan cemilan yang ia beli sesampainya di new york.

haileen mendekati kakak sepupunya itu lalu menunjukkan ruang percakapan antara dirinya dengan pacarnya. darrel dengan cepat membaca dan dapat menangkap hal penting yang ingin di sampaikan haileen.

“bagus dong?”

haileen bingung dengan reaksi darrel, “bagus apanya? ini sebentar lagi kak jay sama jean mau kesini, masa bagus?”

dengan santai darrel kembali memakan cemilan miliknya yang sempat tertunda. “ya kan kita kesini buat ketemu mereka. berarti bagus sebentar lagi mau ketemu.”

sadar jika posisinya hanya dirinya sendiri yang panik, haileen turun dari tempat tidur dan terlihat mondar-mandir sembari bergumam, “kalau gue keluar sekarang, takut nanti cepet ketemu di luar. kalau di sini terus ya sama ketemu juga. ck!”

mata kelinci darrel terus mengikuti langkah haileen, sampai haileen menuju lemari pakaian di kamar hotel mereka, membukanya dan hendak masuk ke dalam. sepertinya haileen ingin bersembunyi disana.

“heh, mau ngapain masuk kesitu?!”

please, kak. gue mau ngumpet aja rasanya. engga mau ketemu jean.”

“lo sendiri yang nantangin jean, udah begini malah ngumpet? haileen, keluar.”

“engga mau!”

“haileen, astaga.”

kini terlihat darrel dan haileen saling tarik-menarik pintu lemari. haileen ingin pintu lemari tertutup guna menyembunyikan dirinya, sedangkan darrel ingin pintu lemari terbuka lebar sehingga dirinya dapat menarik sang adik sepupu keluar.

aksi tarik-menarik pintu lemari tak berlangsung lama, sebab keduanya berhenti bersama ketika mendengar ketukan pada pintu kamar hotel keduanya.

hening. tak ada yang bersuara. sampai ketukan pada pintu kembali terdengar bersamaan dengan suara seseorang memanggil haileen.

“ai? kamu disana?”

itu suara jeano.

Bukannya menjaga suara agar tidak ketahuan, haileen justru berteriak 'engga mau!' karena darrel mengambil kesempatan untuk menarik dirinya keluar dari dalam lemari.

jaedo family

jam sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari. disaat semua orang memilih istirahat, tapi tidak dengan keluarga satu ini. semua anggota keluarga sudah berkumpul pada satu ruangan. jaehyun dan doyoung duduk bersampingan dengan mark dan jeno juga duduk bersampingan di sebrangnya.

“mark, jeno, ada yang mau dijelasin?” tanya jaehyun sebagai pembuka percakapan malam ini.

yang ditanya menundukkan kepala. saling melirik satu sama lain sampai akhirnya yang tertua diantara keduanya angkat bicara.

“aku— aku sama jeno minta maaf, ayah, papi.”

hening sesaat setelah mark berucap. jaehyun dan doyoung tidak ada yang berniat angkat bicara, karena melihat si bungsu yang sedang bersiap ingin berucap.

“hari ini aku kalah olimpiade lagi. tim basket kak mark juga kalah. kita berdua cuma bisa dapet juara dua, padahal udah janji bisa dapet juara satu.” ujar jeno.

mark melanjutkan, “kita berdua ngerasa tertekan. sekolah berharap banyak ke tim aku dan juga jeno. mereka minta kita bisa dapet juara satu, terutama aku karena ini pertandingan terakhir sebelum aku fokus ujian. kita akuin, kita salah. gak kabarin ayah atau papi, gak angkat dan bales chat atau telfon dari ayah sama papi, dan ngerokok yang jelas-jelas papi udah ngelarang kita.”

“kita bingung mau ngelampiasin rasa kesel dan stress ini kemana.. dan berujung ngerokok sampai ga inget waktu.” tambah jeno.

“maaf..” ucap mark dan jeno bersamaan.

kedua anak remaja itu terlihat sangat menyesal. keduanya masih tidak berani mengangkat kepala untuk melihat reaksi dari kedua orangtuanya.

mengambil sikap lebih dulu, doyoung meraih masing-masing satu tangan dari kedua anaknya lalu ia genggam bersamaan. “mark, jeno, lihat papi sama ayah, nak.”

sedikit ragu, mark dan jeno akhirnya mengangkat kepalanya dan melihat kedua orangtuanya. tak seperti yang mereka bayangkan, justru sang ayah dan sang papi menunjukkan wajah tenang. bahkan sang ayah tersenyum kecil saat ini.

“kalian tau kan kenapa dari awal kalian masuk sma, papi udah larang buat sentuh rokok?”

mark dan jeno mengangguk.

“coba kenapa?” tanya doyoung, lagi.

“karena papi takut aku sama kak mark kecanduan rokok terus sakit di masa yang akan datang.” jawab jeno.

“betul. terus sekarang, kakak sama adek udah berapa kali ngerokok?”

“aku baru kali ini.” ucap jeno, lalu ia melirik ke samping, tepatnya ke arah mark yang belum menjawab pertanyaan dari doyoung.

“kakak?” panggil doyoung sembari mengusapkan ibu jarinya pada punggung tangan si sulung.

merasa gugup, mark refleks kembali menundukkan kepala. “ini udah yang ketiga kalinya.” kata mark lirih.

doyoung seketika menghela nafasnya. satu tangannya ia gunakan untuk mengambil sesuatu pada saku celananya, lalu ia berikan pada mark dan jeno.

“ini permen buat kakak sama adek kalau lagi ada masalah dan belum siap buat cerita ke ayah atau papi. simpan baik-baik, ya. kalau habis, langsung minta ke ayah atau papi. paham jagoan?” jelas doyoung dengan senyum lembutnya.

mark dan jeno sama-sama terkejut dengan pemberian dari doyoung. alih-alih berucap, kedua justru menangis yang membuat doyoung dan jaehyun bingung.

dengan cepat, doyoung dan jaehyun berpindah di samping kedua anaknya. doyoung memeluk erat jeno serta jaehyun memeluk erat mark.

“kalian kenapa kok malah nangis? ayah udah ga marah, maafin ayah ya dari tadi cuma diem aja.” ucap jaehyun. setelahnya dapat ia rasakan pelukan erat dari mark.

“papi juga udah maafin kalian. udah ya nangisnya? adek masa nangis lagi sih. bilang pelan-pelan coba ya, ini papi sama ayah beneran bingung loh.” tawa sedikit terdengar dari bibir doyoung lalu disusul jaehyun. menurut mereka, kejadian ini menggemaskan.

“aku kira ayah marah banget sampa cuma ngomong pas tadi doang. aku bingung kenapa papi masih perhatian ke aku sama kak mark, kenapa papi ga marah dan sampe papi kasih permen ke aku sama kak mark— aku beruntung punya ayah sama papi sebagai orang tua.” selesai berkata demikian, tangis jeno agaknya sedikit lebih keras dari sebelumnya.

kini jaehyun dan doyoung termenung, keduanya saling bertatapan. benarkah kedua putranya merasa beruntung memiliki orang tua seperti keduanya?

“aku janji habis ini aku gak akan sentuh rokok lagi. aku mau lihat ayah dan papi lebih lama.”

pecah sudah, suasana haru melingkupi keluarga ini setelah ucapan barusan keluar dari bibir si sulung.

kedua mata doyoung sudah berkaca-kaca dan siap menumpahkan isinya kapan saja. sedangkan jaehyun menepuk punggung milik mark.

“ayah juga beruntung punya kakak dan adek di hidup ayah. kalian berdua jagoannya ayah. kakak udah keren banget bisa bawa nama sekolah ke pertandingan basket dimana-mana, bahkan bisa menang terus dan masuk tiga teratas.” ujar jaehyun sembari menatap lekat anak pertamanya.

“adek juga hebat, berhasil masuk tim olimpiade dan ikut olimpiade dimana aja bahkan semester kemarin ikut olimpiade di luar kota, seleksi olimpiade itu gak gampang loh, dek.” kini giliran jaehyun menatap anak keduanya.

berhasil menarik atensi kedua putranya supaya menatap balik dirinya, jaehyun kembali berujar, “pokoknya kakak dan adek harus bangga sama apa yang udah kalian berdua capai sampai sekarang. usaha gak akan mengkhianati hasil. kalau belum sesuai goals berarti kalian harus usaha lebih keras lagi. paham, ya?”

dua remaja disana pun mengangguk paham.

good, itu baru jagoan ayah sama papi. masih mau nangis atau gimana nih? atau ayah panggil haechan sama nana aja ya biar kalian berhenti nangis.” canda jaehyun untuk mencairkan suasana. dan berhasil.

“ayah jangaaannn!” protes jeno dengan bibirnya mengerucut sebal. hal ini mengundang tawa untuk jaehyun dan doyoung.

“emang haechan sama nana dimana?” tanya mark yang kini tengah mengusap bekas air matanya.

“haechan sama nana lagi di rumah haechan, tuh. tadi papi chatan sebentar sama mereka, terus mereka bilang kalau lagi bareng. mau papi panggil?” tanya doyoung yang mendapat gelengan dari mark dan jeno.

“kenapa gak mau? kan biar ayah sama papi bisa berduaan.” celetuk jaehyun.

“papi punyaku.”

“punyaku juga.”

kini doyoung tengah dipeluk oleh mark dan jeno, dan kedua anaknya itu mendelik tak suka ke arah jaehyun dengan mata sembab keduanya.

jaehyun terkekeh, “ayah yang berjuang buat dapetin papi tapi malah kalian rebut.”

menggeleng pelan dan tau jika ini akan berlangsung lama, doyoung angkat bicara. “udah, udah, papi punya ayah, punya kakak juga, sama punya adek.”

“asik, ayah nomor satu.” menjulurkan lidahnya guna meledek kedua anaknya, lalu jaehyun tertawa puas.

“jae, astagaaaa.”

“papi, aku mau nomor satu!”

“aku aja, papi!”

“gue duluan.”

“gue.”

“lah gue duluan yang ngomong?”

“gue lahir duluan.”

“tua emang.”

“minta dipiting nih anak.”

doyoung menggeleng lalu perlahan berlalu dari mark dan jeno yang sedang ribut kecil. ia mendekati jaehyun yang tak jauh dari ruang tengah. ikut memperhatikan kedua putranya mereka.

“ini kayaknya aku beneran harus panggil haechan sama nana, deh.” kata doyoung sembari mengeluarkan ponselnya.

“panggil aja, sayang. mereka kalau rebutan kamu gak akan ada selesainya.” jaehyun menggeleng heran melihat kelakuan anaknya. sedari kecil hingga remaja tidak ada yang berubah dalam hal merebutkan sang papi.

“udah aku bilang. sebentar lagi paling sampe.”

“ya udah, yuk ke atas. aku udah ngantuk.” ujar jaehyun yang kini satu tangannya sudah bertengger pada pinggang doyoung.

“ayo.”

kedua orangtua itu berlalu meninggalkan dua remaja yang masih saja ribut. bahkan kini keduanya tengah memegang bantal sofa guna menjadi alat perang bantal. tapi tiba-tiba ketukan pada pintu utama menghentikan aksi keduanya.

“malem-malem gini siapa yang dateng?” heran mark.

“coba buka aja.”

mark dan jeno jalan berbarengan menuju pintu, dan mark membukanya.

“hai!”

kaget bukan main saat pintu terbuka menunjukkan haechan dan jaemin datang ke rumah mereka dengan menggunakan piyama.

mark dan jeno menatap satu sama lain dan langsung terpikirkan satu nama.

“ayaaahhh!”

jaedo family.

mark dan jeno kini berdiri tak jauh dari ruang makan. memperhatikan bagaimana sang papi tengah menyiapkan makanan untuk keduanya, sedangkan sang ayah masih belum masuk ke dalam rumah.

doyoung sibuk dengan menghangatkan kembali makanan yang tadi sore sudah ia masak sebagai bentuk ucapan selamat kepada anak-anaknya. namun sayang, sejak sore sampai hampir tengah malam, makanan yang ia buat belum tersentuh sama sekali. alhasil semua makanan menjadi dingin dan ia harus menghangatkan semua.

saking sibuknya, doyoung tidak menyadari jika mark dan jeno memperhatikannya sedari tadi. sampai doyoung sudah selesai dengan urusan masak memasak dan hendak memanggil kedua anaknya, ia terkejut kala melihat sosok yang ingin ia panggil sudah ada di ambang pintu.

“astaga! papi kaget.. kenapa disini? udah bersih-bersih?” doyoung berjalan menghampiri mark dan jeno yang perlahan menundukkan kepala seiring doyoung mendekat ke mereka.

tersenyum hangat, satu tangan doyoung terulur guna mengusap lembut rahang tegas si sulung, sedangkan satu tangan lainnya mengusap helaian halus si bungsu. “kakak sama adek ke atas dulu, ya? bersih-bersih habis itu turun kebawah buat makan. pasti kakak sama adek belum makan, kan?”

bukannya jawaban yang doyoung dapatkan, tapi justru tangisan lirih dari si bungsu yang doyoung dapatkan.

“adek kok nangis? kenapa, sayang?” satu tangannya turun perlahan menuju pipi jeno. ia usap air mata yang mengalir disana.

“papi—”

“jangan nangis, dong. nanti kalau di ledekin sama haechan terus dibilang anak papi, gimana?” doyoung tertawa kecil, harap dapat sedikit mencairkan suasana, namun sepertinya gagal.

mark tetap menundukkan kepalanya dan jeno masih menangis dalam diam.

si sulung memang jarang menunjukkan tangisnya dibandingkan dengan si bungsu. terlebih jika sudah menyangkut soal sang papi. seperti saat ini.

menghela nafas pelan tanpa melunturkan senyumannya, doyoung merengkuh mark dan jeno ke dalam pelukannya yang erat. masing-masing kedua tangannya mengusap punggung lebar kedua anaknya.

“dua jagoan papi.. sejak kapan kalian udah sebesar ini, hm? tangan papi ngga cukup buat peluk kalian berdua.” sesaat setelah doyoung berkata demikian, mark dan jeno secara bersamaan membalas pelukan doyoung tak kalah erat dengan kepala menyender pada pundak sang papi. doyoung pun bergantian menumpu kepalanya pada kedua pundak anaknya sembari memejamkan kedua matanya.

kejadian itu tentu tak luput dari pandangan jaehyun. ia berdiri tak jauh dari ketiga orang yang tengah mengungkapkan serta menenangkan perasaan masing-masing melalui tindakan.

rumahnya kini kembali lengkap. bagaimana cara ia akan menegur kelakuan kedua anaknya tadi, akan ia pikirkan nanti. yang terpenting sekarang adalah semua sudah pulang.

sempat terbersit pikiran negatif dalam kepala jaehyun, terlebih setelah mengetahui penyebab kedua putranya seperti ini. bagaimana jika dua jagoannya tidak dapat di temukan dengan cepat? bagaimana jika dua jagoannya mendapat hal buruk di luar sana? bagaimana jika dua jagoannya tidak pulang?

jaehyun sama paniknya dengan doyoung, walaupun ia tidak terlalu menunjukkan.

terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, jaehyun agaknya sedikit sadar jika sedang diperhatikan. mengangkat wajahnya kedepannya, tatapan jaehyun langsung mengarah pada doyoung yang tengah memperhatikannya. jaehyun dan doyoung saling tersenyum bersamaan, mengisyaratkan sesuatu. hingga jaehyun terlebih dulu naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar.

sepeninggalan jaehyun, doyoung pun melepaskan pelukannya pada mark dan jeno, “nanti lagi, ya? sekarang ayo cepet bersih-bersih, nanti makanannya keburu dingin.” ucap doyoung lalu mengecup masing-masing kening kedua anaknya secara bergantian.

mark dan jeno mengangguk paham dan berlalu pergi meninggalkan doyoung sendiri.

doyoung terdiam dengan arah mata mengikuti langkah kedua putranya pergi menujunya kamar masing-masing. setelah memastikan mark dan jeno sudah masuk ke dalam kamar, kini giliran doyoung melangkahkan kakinya menuju kamar yang ia tempati bersama jaehyun.

baru saja doyoung membuka pintu, ia sudah disambut oleh jaehyun yang sedang berdiri di tengah ruangan dengan kedua tangan terbuka lebar serta senyuman hangat.

secepat kilat doyoung menutup pintu kamar, berlari kecil menuju jaehyun dan berhambur ke dalam pelukannya. ia benamkan wajahnya pada ada pundak jaehyun.

“jae, aku—”

it's okay, sayang. everything will be fine.”

tak lama, dapat jaehyun dengar isakan kecil dari doyoung. tanpa berkata sepatah kata, jaehyun mengeratkan pelukannya, mulai mengusap lembut kepala pasangan hidupnya, sesekali menepuk pelan pinggang ramping doyoung atau membubuhkan kecupan ringan pada kening doyoung.

keduanya bertahan dengan posisi seperti itu untuk beberapa menit. saat dirasa doyoung sedikit tenang, jaehyun menangkup kedua sisi wajah doyoung dan mengarahkan agar menghadapnya.

doie, lihat aku.”

doyoung memberanikan diri menatap netra tegas nan teduh milik jaehyun dengan kedua matanya yang masih sedikit mengeluarkan air mata.

“merasa kecewa sama diri sendiri itu boleh, tapi jangan salahin diri sendiri ya, sayang. kamu orang tua yang baik. paling hebat. kalau kita kecolongan kayak sekarang, anggap aja hal yang baik. kita jadi tau lebih cepat apa yang udah kakak dan adek lakuin di luar rumah, kan?”

pria berwajah mirip kelinci itu sedikit mengigit kecil bibirnya dan mengangguk kecil. doyoung merasa beruntung memiliki jaehyun di sisinya. sebelum doyoung menjelaskan apa yang sedang ia rasakan, jaehyun lebih dulu dapat mengerti dirinya.

“tugas kita sekarang tanya ke kakak sama adek, kenapa mereka lakukan hal itu. aku yakin mereka pasti punya alasan sendiri. mereka juga masih remaja yang berusaha cari apa yang mereka suka, terutama gimana caranya lampiaskan stress.” jelas jaehyun secara hati-hati sembari mengusap jejak air mata yang ada di pipi tembam doyoung.

“masih ada yang kerasa menjaggal, hm?”

doyoung menggeleng pelan, lalu jaehyun mengangguk paham.

“sekarang gantian kamu yang bersih-bersih, ya. aku mau ke bawah buat liat anak-anak.” jaehyun pun melangkahkan kakinya menuju pintu, saat hendak meraih gagang pintu, pergerakannya terhenti.

“jae.”

“ya?”

“anak-anak jangan dimarahin..”

“ga akan, sayang.”