jaedo family
jam sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari. disaat semua orang memilih istirahat, tapi tidak dengan keluarga satu ini. semua anggota keluarga sudah berkumpul pada satu ruangan. jaehyun dan doyoung duduk bersampingan dengan mark dan jeno juga duduk bersampingan di sebrangnya.
“mark, jeno, ada yang mau dijelasin?” tanya jaehyun sebagai pembuka percakapan malam ini.
yang ditanya menundukkan kepala. saling melirik satu sama lain sampai akhirnya yang tertua diantara keduanya angkat bicara.
“aku— aku sama jeno minta maaf, ayah, papi.”
hening sesaat setelah mark berucap. jaehyun dan doyoung tidak ada yang berniat angkat bicara, karena melihat si bungsu yang sedang bersiap ingin berucap.
“hari ini aku kalah olimpiade lagi. tim basket kak mark juga kalah. kita berdua cuma bisa dapet juara dua, padahal udah janji bisa dapet juara satu.” ujar jeno.
mark melanjutkan, “kita berdua ngerasa tertekan. sekolah berharap banyak ke tim aku dan juga jeno. mereka minta kita bisa dapet juara satu, terutama aku karena ini pertandingan terakhir sebelum aku fokus ujian. kita akuin, kita salah. gak kabarin ayah atau papi, gak angkat dan bales chat atau telfon dari ayah sama papi, dan ngerokok yang jelas-jelas papi udah ngelarang kita.”
“kita bingung mau ngelampiasin rasa kesel dan stress ini kemana.. dan berujung ngerokok sampai ga inget waktu.” tambah jeno.
“maaf..” ucap mark dan jeno bersamaan.
kedua anak remaja itu terlihat sangat menyesal. keduanya masih tidak berani mengangkat kepala untuk melihat reaksi dari kedua orangtuanya.
mengambil sikap lebih dulu, doyoung meraih masing-masing satu tangan dari kedua anaknya lalu ia genggam bersamaan. “mark, jeno, lihat papi sama ayah, nak.”
sedikit ragu, mark dan jeno akhirnya mengangkat kepalanya dan melihat kedua orangtuanya. tak seperti yang mereka bayangkan, justru sang ayah dan sang papi menunjukkan wajah tenang. bahkan sang ayah tersenyum kecil saat ini.
“kalian tau kan kenapa dari awal kalian masuk sma, papi udah larang buat sentuh rokok?”
mark dan jeno mengangguk.
“coba kenapa?” tanya doyoung, lagi.
“karena papi takut aku sama kak mark kecanduan rokok terus sakit di masa yang akan datang.” jawab jeno.
“betul. terus sekarang, kakak sama adek udah berapa kali ngerokok?”
“aku baru kali ini.” ucap jeno, lalu ia melirik ke samping, tepatnya ke arah mark yang belum menjawab pertanyaan dari doyoung.
“kakak?” panggil doyoung sembari mengusapkan ibu jarinya pada punggung tangan si sulung.
merasa gugup, mark refleks kembali menundukkan kepala. “ini udah yang ketiga kalinya.” kata mark lirih.
doyoung seketika menghela nafasnya. satu tangannya ia gunakan untuk mengambil sesuatu pada saku celananya, lalu ia berikan pada mark dan jeno.
“ini permen buat kakak sama adek kalau lagi ada masalah dan belum siap buat cerita ke ayah atau papi. simpan baik-baik, ya. kalau habis, langsung minta ke ayah atau papi. paham jagoan?” jelas doyoung dengan senyum lembutnya.
mark dan jeno sama-sama terkejut dengan pemberian dari doyoung. alih-alih berucap, kedua justru menangis yang membuat doyoung dan jaehyun bingung.
dengan cepat, doyoung dan jaehyun berpindah di samping kedua anaknya. doyoung memeluk erat jeno serta jaehyun memeluk erat mark.
“kalian kenapa kok malah nangis? ayah udah ga marah, maafin ayah ya dari tadi cuma diem aja.” ucap jaehyun. setelahnya dapat ia rasakan pelukan erat dari mark.
“papi juga udah maafin kalian. udah ya nangisnya? adek masa nangis lagi sih. bilang pelan-pelan coba ya, ini papi sama ayah beneran bingung loh.” tawa sedikit terdengar dari bibir doyoung lalu disusul jaehyun. menurut mereka, kejadian ini menggemaskan.
“aku kira ayah marah banget sampa cuma ngomong pas tadi doang. aku bingung kenapa papi masih perhatian ke aku sama kak mark, kenapa papi ga marah dan sampe papi kasih permen ke aku sama kak mark— aku beruntung punya ayah sama papi sebagai orang tua.” selesai berkata demikian, tangis jeno agaknya sedikit lebih keras dari sebelumnya.
kini jaehyun dan doyoung termenung, keduanya saling bertatapan. benarkah kedua putranya merasa beruntung memiliki orang tua seperti keduanya?
“aku janji habis ini aku gak akan sentuh rokok lagi. aku mau lihat ayah dan papi lebih lama.”
pecah sudah, suasana haru melingkupi keluarga ini setelah ucapan barusan keluar dari bibir si sulung.
kedua mata doyoung sudah berkaca-kaca dan siap menumpahkan isinya kapan saja. sedangkan jaehyun menepuk punggung milik mark.
“ayah juga beruntung punya kakak dan adek di hidup ayah. kalian berdua jagoannya ayah. kakak udah keren banget bisa bawa nama sekolah ke pertandingan basket dimana-mana, bahkan bisa menang terus dan masuk tiga teratas.” ujar jaehyun sembari menatap lekat anak pertamanya.
“adek juga hebat, berhasil masuk tim olimpiade dan ikut olimpiade dimana aja bahkan semester kemarin ikut olimpiade di luar kota, seleksi olimpiade itu gak gampang loh, dek.” kini giliran jaehyun menatap anak keduanya.
berhasil menarik atensi kedua putranya supaya menatap balik dirinya, jaehyun kembali berujar, “pokoknya kakak dan adek harus bangga sama apa yang udah kalian berdua capai sampai sekarang. usaha gak akan mengkhianati hasil. kalau belum sesuai goals berarti kalian harus usaha lebih keras lagi. paham, ya?”
dua remaja disana pun mengangguk paham.
“good, itu baru jagoan ayah sama papi. masih mau nangis atau gimana nih? atau ayah panggil haechan sama nana aja ya biar kalian berhenti nangis.” canda jaehyun untuk mencairkan suasana. dan berhasil.
“ayah jangaaannn!” protes jeno dengan bibirnya mengerucut sebal. hal ini mengundang tawa untuk jaehyun dan doyoung.
“emang haechan sama nana dimana?” tanya mark yang kini tengah mengusap bekas air matanya.
“haechan sama nana lagi di rumah haechan, tuh. tadi papi chatan sebentar sama mereka, terus mereka bilang kalau lagi bareng. mau papi panggil?” tanya doyoung yang mendapat gelengan dari mark dan jeno.
“kenapa gak mau? kan biar ayah sama papi bisa berduaan.” celetuk jaehyun.
“papi punyaku.”
“punyaku juga.”
kini doyoung tengah dipeluk oleh mark dan jeno, dan kedua anaknya itu mendelik tak suka ke arah jaehyun dengan mata sembab keduanya.
jaehyun terkekeh, “ayah yang berjuang buat dapetin papi tapi malah kalian rebut.”
menggeleng pelan dan tau jika ini akan berlangsung lama, doyoung angkat bicara. “udah, udah, papi punya ayah, punya kakak juga, sama punya adek.”
“asik, ayah nomor satu.” menjulurkan lidahnya guna meledek kedua anaknya, lalu jaehyun tertawa puas.
“jae, astagaaaa.”
“papi, aku mau nomor satu!”
“aku aja, papi!”
“gue duluan.”
“gue.”
“lah gue duluan yang ngomong?”
“gue lahir duluan.”
“tua emang.”
“minta dipiting nih anak.”
doyoung menggeleng lalu perlahan berlalu dari mark dan jeno yang sedang ribut kecil. ia mendekati jaehyun yang tak jauh dari ruang tengah. ikut memperhatikan kedua putranya mereka.
“ini kayaknya aku beneran harus panggil haechan sama nana, deh.” kata doyoung sembari mengeluarkan ponselnya.
“panggil aja, sayang. mereka kalau rebutan kamu gak akan ada selesainya.” jaehyun menggeleng heran melihat kelakuan anaknya. sedari kecil hingga remaja tidak ada yang berubah dalam hal merebutkan sang papi.
“udah aku bilang. sebentar lagi paling sampe.”
“ya udah, yuk ke atas. aku udah ngantuk.” ujar jaehyun yang kini satu tangannya sudah bertengger pada pinggang doyoung.
“ayo.”
kedua orangtua itu berlalu meninggalkan dua remaja yang masih saja ribut. bahkan kini keduanya tengah memegang bantal sofa guna menjadi alat perang bantal. tapi tiba-tiba ketukan pada pintu utama menghentikan aksi keduanya.
“malem-malem gini siapa yang dateng?” heran mark.
“coba buka aja.”
mark dan jeno jalan berbarengan menuju pintu, dan mark membukanya.
“hai!”
kaget bukan main saat pintu terbuka menunjukkan haechan dan jaemin datang ke rumah mereka dengan menggunakan piyama.
mark dan jeno menatap satu sama lain dan langsung terpikirkan satu nama.
“ayaaahhh!”