sher little place

3,5. Mantan

Waktu sudah menunjukkan pukul 23:00 WIB. Hoshi meletakkan kopi di sebelah Juna.

“Thanks.”

Hoshi pun duduk di sebelah Juna, “dulu awal-awal semester gue kalo curhat ke lo terus. Sekarang gantian ya hehe,”

“Sekarang bisa ngadepin perasaan lo ke cewek yang lo suka. Gue? Haha...”

Hoshi menyesap kopi hitamnya sebelum berbicara. “Lo gamon?”

“Iya? Enggak? Enggak ngerti juga sebenernya gue gamon atau enggak. Tapi kayak... perasaan gue ke dia tuh gimana ya,” Juna menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Perasaan lo berdebar, tapi lo juga kesal di saat yang bersamaan?”

“NAH IYA GITU!”

“Suara lo kegedean.” Omel Hoshi yang mendapat cengiran dari Jun.

“Gimana ya, dibilang lo masih suka tuh iya, cuma... lo juga kecewa. Rasa kecewanya besar,” Hoshi terdiam sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya.

“Intinya lo emang harus let go aja. Jangan gara-gara lo diselingkuhin, lo enggak percaya sama cinta-cintaan lagi. Gue udah dengar ya beberapa kali katanya ada anak FEB yang enggak mau berinteraksi sama cewek. Mau sampai kapan kayak gitu Juna?”

Apa yang dibilang Hoshi benar. Semenjak kejadian Juna diselingkuhi, cowok tersebut menutup diri dari perempuan, kecuali ibunya.

Juna hanya takut kembali sakit hati. Apa lagi jika harus melibatkan perasaan lagi. Sudah cukup harga dirinya terluka melihat foto pacarnya berciuman dengan pria lain.

Cukup sampai situ saja.

Hoshi menepuk pundak Juna, “apa yang terjadi di masa lalu, lepaskan. Waktu lo enggak berhenti di sana Jun, lo harus maju. Coba mulai terbuka perlahan-lahan terhadap perempuan lain. Apa yang terjadi di masa lalu lo, biarkanlah itu jadi pelajaran buat lo. You deserve someone much better than her.”

TBC🌻

Yang terlihat paling bahagia, menyimpan luka yang lebih dalam.

“Rin, gue balik duluan gapapa kan?”

“Gapapa Ji. Tumben balik duluan? Ada urusan?”

“Ada anak baru di kos, mau pada kenalan. Biasalah tradisi tiap ada anggota baru, duluan ya Rin!”

“Hati-hati Ji!” Erin hanya melihat teman se UKMnya tersebut mulai menjauh dari pandangannya.

Milo bisa dibilang koki di kos an ini, segala macam masakan dia bisa. Indonesia, chinese, japan, korea even western food is EASY~ for him.

Buktinya, ayam goreng bermodal bumbu seadanya dan tumis kangkung dari nyonya Jeon ludes seketika. Milo sudah memisahkan porsi untuk Eji, agar ia tidak berakhir 'hampir' ditimpuk gitar untuk kedua kalinya.

Wonwoo dan Vernon mencuci piring di dapur, sementara yang lainnya berkumpul di ruang tengah, dimana tv sedang menayangkan sinetron.

“Kok adegan tusuknya enggak ditampilin ya?” Kata Juna sambil menyomot japota milik Johan.

“Ntar berantem sama kpi yang ada.”

Terdengar suara pintu masuk dibuka, menampilkan sosok Fahrezi dengan muka datarnya.

“Bang, ayam buat lo udah gue sisain di meja makan, sama kangkung dari nyokapnya bang Wonwoo,” Kata Milo.

Eji membuka tudung saji dan benar apa yany dikatakan Milo. “Untung gue beli cola, cocok buat makan sama ayam.”

“MAU COLA!”

“MINGGIR GUE MAU MAKAN!”

“Ji cola ji, minta,” Hoshi memasang wajah memelasnya yang membuat Eji menghela nafas.

“Dikit aja.”

“YEAY!”

“Awas aja abis ini lo masih nunggak bayar uang kos.”

Semuanya duduk melingkar di depan tv. Johan, Eji, Juna dan Hao duduk di sofa, sisanya lesehan di karpet.

“Jadi, siapa yang mau mulai?”

Hening.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Irwan. Juna dan Hao sudah saling senggol menyenggol, Johan asyik dengan japotanya, Eji masih mengunyah ayam, Milo sok menggaruk kakinya, Joshua memperhatikan kaki Milo, Dino kebingungan, dan hal random lainnya.

“Gue duluan deh.” Kata Hoshi akhirnya, membuat sebagian penghuni menghela nafas lega.

“Nama gue Hoshi, calon dokter anak di masa depan, AMININ KEK!”

“Aamiin...”

“Mahasiswa kedokteran tapi pakai betadine aja nangis,” ledek Arkan yang mengundang tawa anak kos lainnya.

“Mana kerjaannya nunggak bayar uang kos lagi,” makin tertawalah penghuni rumah no 17 tersebut. Hoshi hanya manyun mendengar tawa teman-temannya.

“Orang selanjutnya Juna. Dia yang paling kenceng ngetawain gue,” Juna makin tertawa mendengar perkataan Hoshi. Sungguh, temannya yang satu ini memang mudah sekali merajuk.

“Nama gue Juna, enggak tau sih dulu kenapa ambil mene, orang selanjutnya yang lagi liatin kaki Milo, bang Josh.”

Joshua sudah hampir melempar bantal ke muka Juna walaupun akhirnya tidak jadi. “Nama gue Joshua, mau buka kantor notaris niatnya makanya masuk hukum, heum... selanjutnya,”

Yang lain mulai komat kamit agar tidak dipilih.

“Silahkan sultan di rumah ini, Xu Minghao.” Untunglah Hao tetap chill and cool.

“Nama gue Minghao. Panggil aja Hao, masuk DKV karena passion, selanjutnya Milo.”

Perkenalan terus berlanjut sampai akhirnya berhenti di Dino.

“So, karena lo maba, jadi jelaskan terperinci mengenai lo.”

Dino menarik nafas terlebih dahulu sebelum berbicara, “gue Dino Abraham Malik. Masuk Sastra Jepang karena minat. Alasan masuk UBN karena... yaudah lulus sbmnya disini masa ulang tahun depan, ogah.”

Irwan menepuk bahu Dino,

“Selamat datang di keluarga seventeen!”

“Seventeen?” Tanya Dino.

“Soalnya rumahnya no 17 hehe. Lagipula, 17 juga diartikan umur yang spesial karena buat ktp umur 17, kalo ulang tahun bilangnya sweet seventeen dan di umur 17 diharapkan bisa jauh lebih dewasa. Rumah no 17 ini akan jadi saksi jatuh bangunnya kita buat jadi orang yang sukses di masa depan.”

TBC🌻

“Kok naik sih harganya?!” Omel Hao sambil memasukkan sabun cuci piring ke keranjang.

Tau gitu tadi dia menolak segala macam permintaan deh, INI KENAPA HARGA NAIK SEMUA?!

“Di toko gue ini semua jauh lebih murah.” Kata Hao sambil mendorong troli sementara Juna melihat list yang harus dibeli.

“Kenapa lo enggak nyuruh keluarga lo kirim aja barangnya? Nanti kan kita tinggal bayar ke toko lo.”

“Maaf nih, DARI GLODOG KE PONDOK LABU LO KIRA DEKET?” Juna terkekeh mendengar omelan Hao.

Keduanya kembali fokus mengambil barang belanjaan. “Eh gua ambil cemilan dulu ya,”

“Hm,”

Juna meraih japota pesanan Johan, namun

...

“Juna?”

Hao menatap abangnya dari kaca motor. “Bang lo gapapa?”

“Gue gapapa.”

“Serius? Soalnya_”

“Gue gapapa. Udah fokus nyetirnya ini bawaaan kita banyak.”

Walau jalanan yang mereka lalui ramai. Itu tidak menghentikan keheningan yang terjadi antara mereka.

TBC

“YUHU~, MC ARKAN SUDAH PULANG!” Teriak Arkan di depan pintu masuk sambil menenteng totebag.

“minggir, gue mau lewat.” kata Wonwoo yang berada di belakangnya.

“tumben pulang bareng,” kata Johan yang sekarang sedang rebahan di sofa. Joshua sedang mandi sementara Juna mencari keberadaan Hao.

“gue turun di tanah abang, tiba-tiba ada yang nyolek, ternyata dia sambil nyengir enggak jelas,” kata Wonwoo sambil meletakkan bungkusan plastik di dapur.

“Nyokap gue bawain kita tumis kangkung.”

“Asyik! Lah, lo tumben naik kereta, biasanya juga naik mrt,” komen Hoshi yang duduk di karpet depan tv sambil makan ramyun. Lagi.

“gue mau nyoba naik kereta, lagi hemat__HEH SIAPA LU?!”

Dino yang sedang berjalan turun di tangga langsung kaget. siapa pula cowok ini, sebelas dua belas dengan yang tadi bantuin angkat koper, pikirnya.

“Anak baru yang nempatin kamar terakhir, temannya Vernon. Maba.” jawab Johan, padahal matanya sedang fokus pada adegan dimana sekelompok cowok mengejar 1 cewek.

“OH! Lo adek kelas yang sering bareng Vernon di taman obat ya?”

“Iya bang.”

Arkan langsung bertepuk tangan sendiri, membuat yang lain menatapnya bingung.

“ADEK BARU ALHAMDULILLAH!”

Dan Dino sekarang ingat, Arkan adalah seniornya saat SMA yang sering mengisi acara dengan nyanyian dan lawakannya.

“Lo kalo ada yang bingung, gue terbuka untuk segala pertanyaan, okay.” Kata Arkan sambil merangkul Dino.

Dino hanya tertawa canggung dan memilih duduk di sebelah Hoshi, kemudian mengambil toples emping di karpet. Sementara Arkan menuju kamarnya.

“WOY GUA MAU KE SUPERMARKET, ADA YANG DI TITIP ENGGAK?!” Sungguh Dino mulai berpikir penghuni kos kos an ini jelmaan toa.

“Berisik Junaidi. Japota yang honey butter.”

“Bang lo protes tapi ujung-ujungnya nitip juga.” Johan hanya terkekeh mendengarnya.

“Gue mau nori.”

“Teh kotak.”

“Won, kurang-kurangin minum teh kotak, enggak sehat.” Kata Eji yang bersiap berangkat ke kampus.

“Hosh, minjem motor ya,”

“Iya, EH! Isiin bensinnya sekalian!” Teriak Hoshi yang dibalas teriakan 'iya' dari Eji.

Setelah titip menitip yang diselingi teriakan dan omelan, Juna pun berangkat beli makanan, dengan Hao yang mengendari motor punya Joshua.

“Kalian gini tiap hari?” Tanya Dino.

“Iya, memang kenapa?”

“Hebat.”

Pantesan kata Sofia bang Vernon budeg kalo lagi di telfon, ini toh alasannya.

“Siapa namanya?”

“Gue lupa nanya, hehe.”

“Keburu ngamuk kan lo? Ngaku.”

“Hehe.”

Irwan langsung menyentil dahi adik semata wayangnya tersebut. “Lagian lo tuh jadi manusia jangan galak-galak. Heran gue cewek lo kok betah sih sama manusia kayak lu.”

Irwan segera berlari karena Eji sudah ancang-ancang akan memukul Irwan dengan map.

“SEKALI LAGI LO NGOMONG GITU GUE BOCORIN RAHASIA LO!”

Sudahlah, Irwan tidak mendengar teriakan Eji yang itu. Mari kita doakan saja semoga Irwan selalu sehat aamiin.

Perjalanan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ke parkiran kampus lumayan jauh, Irwan sesekali menyapa adik tingkat atau petugas kampus yang lewat.

“Irwan!”

Irwan menengok dan melihat Naya yang berlari ke arahnya.

“Kenapa Nay?”

“Lo bawa motor enggak? Mau balik ke kosan kan? Nebeng ya? Bawaan gue banyak,” kata Naya sambil menunjukkan 2 totebag yang isinya sudah penuh dengan kostum.

“Boleh kok, sini gue bantu bawain.” Kata Irwan sambil mengambil kedua totebag yang dibawa Naya.

“Eh, satu aja Wan jangan semuanya,” baru saja Naya akan mengambil totebag satunya Irwan menghentikan pergerakan Naya dan mengusak rambut Naya.

“Gapapa Nay, kasian juga lo bawa berat kayak gini.” Kata Irwan kemudian tersenyum dan berjalan, meninggalkan Naya yang tidak tau harus bereaksi apa.

“Cocok lo punya nama Irwansyah, bisanya bikin ambyar anak orang!”

Arkan sedang menyiram tanaman ketika melihat Irwan yang membonceng Naya dan menurunkannya di depan kosannya.

Fyi, memang depan kos kos an mereka terdapat kos putri.

Arkan memasang wajah meledek ketika Irwan membuka pagar dan memarkirkan motornya. “Ekhm.”

“Apa?”

“Kak Intan mau dikemanain?”

“Di hati aku,” Jawab Irwan menggunakan suara yang di imut-imutkan.

“Dih! Di hiti iki, halah! Tapi pedekate sama kak Naya juga, kerdus kamu bang, kerdus.” Kata Arkan sambil menggunakan nada khas sinetron.

Irwan menepuk bahu Arkan, “cam kata-kata gue. Pedekate tuh sama banyak cewek, jadi lo punya banyak pilihan siapa yang paling cocok. Biar lo kalo bosen, calon selingkuhan banyak.”

“Enggak usah sok-sok an ngomong selingkuhan, lo sendiri masih stuck kan sama cinta pertama lo, ngaku.” Irwan hanya mem-pout bibirnya dan memilih meninggalkan Arkan.

Bisa habis dia di depan Arkan, anak itu pasti bakal terus mengungkit cinta pertamanya yang ... sudah membenci dia.

TBC

“YUHU~, MC ARKAN SUDAH PULANG!” Teriak Arkan di depan pintu masuk sambil menenteng totebag.

“minggir, gue mau lewat.” kata Wonwoo yang berada di belakangnya.

“tumben pulang bareng,” kata Johan yang sekarang sedang rebahan di sofa. Joshua sedang mandi sementara Juna mencari keberadaan Hao.

“gue turun di tanah abang, tiba-tiba ada yang nyolek, ternyata dia sambil nyengir enggak jelas,” kata Wonwoo sambil meletakkan bungkusan plastik di dapur.

“Nyokap gue bawain kita tumis kangkung.”

“Asyik! Lah, lo tumben naik kereta, biasanya juga naik mrt,” komen Hoshi yang duduk di karpet depan tv sambil makan ramyun. Lagi.

“gue mau nyoba naik kereta, lagi hemat__HEH SIAPA LU?!”

Dino yang sedang berjalan turun di tangga langsung kaget. siapa pula cowok ini, sebelas dua belas dengan yang tadi bantuin angkat koper, pikirnya.

“Anak baru yang nempatin kamar terakhir, temannya Vernon. Maba.” jawab Johan, padahal matanya sedang fokus pada adegan dimana sekelompok cowok mengejar 1 cewek.

“OH! Lo adek kelas yang sering bareng Vernon di taman obat ya?”

“Iya bang.”

Arkan langsung bertepuk tangan sendiri, membuat yang lain menatapnya bingung.

“ADEK BARU ALHAMDULILLAH!”

Dan Dino sekarang ingat, Arkan adalah seniornya saat SMA yang sering mengisi acara dengan nyanyian dan lawakannya.

“Lo kalo ada yang bingung, gue terbuka untuk segala pertanyaan, okay.” Kata Arkan sambil merangkul Dino.

Dino hanya tertawa canggung dan memilih duduk di sebelah Hoshi, kemudian mengambil toples emping di karpet. Sementara Arkan menuju kamarnya.

“WOY GUA MAU KE SUPERMARKET, ADA YANG DI TITIP ENGGAK?!” Sungguh Dino mulai berpikir penghuni kos kos an ini jelmaan toa.

“Berisik Junaidi. Japota yang honey butter.”

“Bang lo protes tapi ujung-ujungnya nitip juga.” Johan hanya terkekeh mendengarnya.

“Gue mau nori.”

“Teh kotak.”

“Won, kurang-kurangin minum teh kotak, enggak sehat.” Kata Eji yang bersiap berangkat ke kampus.

“Hosh, minjem motor ya,”

“Iya, EH! Isiin bensinnya sekalian!” Teriak Hoshi yang dibalas teriakan 'iya' dari Eji.

Setelah titip menitip yang diselingi teriakan dan omelan, Juna pun berangkat beli makanan, dengan Hao yang mengendari motor punya Joshua.

“Kalian gini tiap hari?” Tanya Dino.

“Iya, memang kenapa?”

“Hebat.”

Pantesan kata Sofia bang Vernon budeg kalo lagi di telfon, ini toh alasannya.

“Siapa namanya?”

“Gue lupa nanya, hehe.”

“Keburu ngamuk kan lo? Ngaku.”

“Hehe.”

Irwan langsung menyentil dahi adik semata wayangnya tersebut. “Lagian lo tuh jadi manusia jangan galak-galak. Heran gue cewek lo kok betah sih sama manusia kayak lu.”

Irwan segera berlari karena Eji sudah ancang-ancang akan memukul Irwan dengan map.

“SEKALI LAGI LO NGOMONG GITU GUE BOCORIN RAHASIA LO!”

Sudahlah, Irwan tidak mendengar teriakan Eji yang itu. Mari kita doakan saja semoga Irwan selalu sehat aamiin.

Perjalanan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ke parkiran kampus lumayan jauh, Irwan sesekali menyapa adik tingkat atau petugas kampus yang lewat.

“Irwan!”

Irwan menengok dan melihat Naya yang berlari ke arahnya.

“Kenapa Nay?”

“Lo bawa motor enggak? Mau balik ke kosan kan? Nebeng ya? Bawaan gue banyak,” kata Naya sambil menunjukkan 2 totebag yang isinya sudah penuh dengan kostum.

“Boleh kok, sini gue bantu bawain.” Kata Irwan sambil mengambil kedua totebag yang dibawa Naya.

“Eh, satu aja Wan jangan semuanya,” baru saja Naya akan mengambil totebag satunya Irwan menghentikan pergerakan Naya dan mengusak rambut Naya.

“Gapapa Nay, kasian juga lo bawa berat kayak gini.” Kata Irwan kemudian tersenyum dan berjalan, meninggalkan Naya yang tidak tau harus bereaksi apa.

“Cocok lo punya nama Irwansyah, bisanya bikin ambyar anak orang!”

Arkan sedang menyiram tanaman ketika melihat Irwan yang membonceng Naya dan menurunkannya di depan kosannya.

Fyi, memang depan kos kos an mereka terdapat kos putri.

Arkan memasang wajah meledek ketika Irwan membuka pagar dan memarkirkan motornya. “Ekhm.”

“Apa?”

“Kak Intan mau dikemanain?”

“Di hati aku,” Jawab Irwan menggunakan suara yang di imut-imutkan.

“Dih! Di hiti iki, halah! Tapi pedekate sama kak Naya juga, kerdus kamu bang, kerdus.” Kata Arkan sambil menggunakan nada khas sinetron.

Irwan menepuk bahu Arkan, “cam kata-kata gue. Pedekate tuh sama banyak cewek, jadi lo punya banyak pilihan siapa yang paling cocok. Biar lo kalo bosen, calon selingkuhan banyak.”

“Enggak usah sok-sok an ngomong selingkuhan, lo sendiri masih stuck kan sama cinta pertama lo, ngaku.” Irwan hanya mem-pout bibirnya dan memilih meninggalkan Arkan.

Bisa habis dia di depan Arkan, anak itu pasti bakal terus mengungkit cinta pertamanya yang ... sudah membenci dia.

TBC

Bang berapa lama lagi sih?” Omel Dino, sambil menggeret kopernya.

“Dikit lagi kok, udah lo jangan protes.” Jawab Vernon, si bule campuran korea-amerika.

Dino menghela nafas saja. Vernon bilang bahwa kos-kos an tersebut berada di belakang kampus...

INI BAHKAN SUDAH JALAN LEBIH JAUH DARI BELAKANG KAMPUS!

Dino menyesali pilihannya memilih kampusnya saat ini. Bukan karena tidak nyaman, hari pertama ospek dia sudah mendapat 5 teman, pencapaian yang cukup baik.

Beratnya, anak bekasi tersebut mau tak mau harus memilih nge kos daripada menghabiskan 2 jam perjalanan dari bekasi ke lenteng agung. Belum lagi ongkos dari lenteng agung ke pondok labu, memikirkan itu saja sudah pening pala Dino.

“Kita sampai.” Dino memperhatikan rumah warna krem dengan pagar hitam tersebut. Terdapat mobil (ada anak sultan, pikir Dino), motor 4 dan 1 sepeda. Di teras, terdapat dua orang yang sedang adu bacot.

“Kok miring gini sih? Silinder ya lo?”

“Ini art. Lo diam aja deh, masa art aja enggak ngerti sih,”

“Ya emang ada art yang belok-belok?”

“ADA BEGO!”

“Daripada cekcok mending bantuin gue buka pagar.” Perkataan Vernon sukses membuat Milo dan Hao menghentikan perdebatannya sejenak.

Keduanya segera menghampiri Vernon. “Ini bocahnya?” Tanya Milo sambil membuka pagar.

“Iya, udah bantuin ini kasian anak orang kopernya berat banget kayak abis diusir dari rumah.”

“Gue enggak diusir dari rumah.” Omel Dino setelah mendengar perkataan Vernon.

Hao dan Milo membantu Dino mengangkat koper melewati tangga teras. “Juragan ada di rumah?” Tanya Vernon.

“Keluar, dia ada urusan di BEM, laporan ke bang Eji aja.” Jawab Hao.

“Yaudah, ayo Din masuk. Sepatu taruh di rak ya.” Dino segera melepas sepatunya dan mengikuti Vernon dari belakang.

Begitu masuk, langsung ruang tamu, dan mengarah ke ruang tv, dimana terdapat tiga orang yang asyik rebahan. 2 orang fokus dengan adegan Thanos menjetikkan jarinya sementara 1 lagi sibuk dengan HPnya.

“Bang, ada yang liat bang Eji?”

“Eji? Di kamar dia mah, sibuk nulis buat siaran ntar sore.” Jawab Johan yang fokus kepada HPnya.

“WIH ANAK BARU YA?!” Teriakan Dika sukses membuat Joshua, Juna dan Johan menengok ke arah Dino.

Hoshi yang asyik duduk ala warteg sambil makan juga ikut menengok ke arah Dino.

“NAMA LO SIAPA? ASAL MANA? FAKULTAS? PRODI?” Tanya Dika bagai kereta api, GAK ADA REMNYA!

“Dik, kasian anak orang bingung mau jawab apa,” Omel Johan.

“By the way, nama gue Johan.” Lanjutnya namun tetap dalam posisi rebahan.

“Udah ntar dulu kenalannya pas udah komplit. Arkan sama bang Wonwoo sampai sini kira-kira sore kan? Perkenalannya abis makan malam aja.” Kata Vernon.

“Sini gue bantu bawa kopernya ke atas,” kata Dika sambil mengangkat koper tersebut dengan Vernon.

“Bawa batu ya? Berat banget loh.” Kata Dika. Dua saja yang komen koper Dino berat.

Setelah membantu Vernon dan Dino, Dika langsung pergi ke kamarnya, katanya dia males berhadapan sama Eji di jam-jam seperti ini. Keduanya menyusuri lorong lantai dua, sampai berhenti di depan pintu yang bertulisan “Eji sama Johan.”

Vernon mengetuk pintu, sambil berkata “Bang! Bang! Buka woy! Cepet.” Pintu terbuka dan menampakkan Eji yang masih membawa kertas berisi script untuk siaran sore ini.

“Berisik. Lo enggak inget gue ada siaran ntar sore dan sempet-sempetnya lo gedor pintu gue. Ada apa?”

Untunglah Vernon memiliki nyali yang kuat, “ini anak baru,” kata Vernon sambil menarik Dino ke sebelahnya.

“Oh.” Eji langsung menjabat tangan Dino.

“Nama gue Eji. Nanti lo bayaran ke bang Irwan, orangnya lagi ke kampus sebentar, paling sore udah balik,”

“Kamar lo yang paling pojok. Gapapa kan sendiri?”

“Gapapa bang.”

“Good, kayak gini harusnya anak kos. Enggak batu kayak Hoshi,” Kata Eji yang langsung masuk kembali ke kamarnya.

“Ah iya, suruh Juna sama Hao belanja bahan makanan.” Kata Eji dari dalam kamar.

“Siap bang, ayo gue antar ke kamar lo. Kamar kita depan-depanan.”

Dino mengikuti Vernon dari belakang. Melihat penghuninya tadi, sepertinya kehidupan kos tidaklah buruk.

Maba, memang maba tuh identik sama lugu.

TBC

See you in next part uwu🌻