sher little place

  1. Ucapan Pertama

Wonwoo menenteng kandang momogi, sementara Hoshi menyalakan motornya. “Itu muka lo jangan ditekuk,” protes Wonwoo sambil naik ke atas motor.

“Protes lagi lo gue turunin nih.”

Sisa perjalanan dilalui dengan keheningan, Hoshi yang masih baper dan Wonwoo yang sedang memikirkan nasib momogi.

Motor akhirnya berhenti di depan petshop. “Lo mau nunggu disini atau ikut kedalem?”

“Lama gak?”

“Cuma mau nganter momogi doang, tadi gue udah chat yang punya toko,”

“Oh yaudah, gue nunggu diluar aja. Sekalian mau ngerokok,” Wonwoo menatap Hoshi sejenak, sebelum membuka pintu petshop. Membiarkan Hoshi sibuk dengan pikirannya.

Gue udah gila rasanya...

Wonwoo keluar dari petshop dan mendapati Hoshi telah menghabiskan 3 batang rokok.

“Eh goblog, lo tuh calon dokter. Kurang-kurangin rokok. Gue sering dengar ya Jihan ngomel-ngomel perkara lo ngerokok terus,” kata Wonwoo.

Hoshi mendengus, sebelum menjawab dengan sinis, “hah, emang dia masih peduli sama gue? Gue chat aja enggak dibales dari tadi pagi, padahal centang 2,”

“Lo kenapa?”

Dan tarikan di kerah baju Wonwoo seakan memberikan jawaban, “kemana aja lo anjing baru nanya kabar gue?”

“Ya lo daritadi ngurung diri di kamar bangsat, sampai Vernon gak bisa masuk. Serius lo kenapa? Bang Irwan sampai nanya ke gua.”

“Gue hari ini ulang tahun.” Wonwoo terdiam sebelum akhirnya tertawa.

“Kok lo ketawa sih?!”

“Ya lo konyol banget, jadi alesan lo daritadi kayak orang marah-marah gegara belum ada yang ngucapin lo selamat ulang tahun?”

Hoshi memilih diam yang justru membuat Wonwoo semakin ngakak.

“Hoshi, hoshi, udah mau jadi calon dokter anak kok beneran kayak anak-anak sih,”

“Diem Won.” Wonwoo tersenyum dan kemudian menjulurkan tangannya.

“Happy birthday bro,” Hoshi menghela nafas sebentar dan kemudian menjabat tangan Wonwoo.

“Makasih. Lo orang pertama yang ngucapin gue selamat ulang tahun.”

“Gue anggap suatu kehormatan. Udah ayo pulang, Milo katanya udah masak enak buat makan malam,”

Wonwoo merangkul sahabatnya tersebut, “nanti lo sampai kosan jelasin enggak usah mencak-mencak kayak tadi, ngerti gak?”

“Ngerti,”

“Yaudah sini gantian gue aja yang bawa motor.”

🐯💫

  1. Lupa atau lupa?

Jam menunjukkan pukul 06:30 saat Hoshi terbangun dan langsung membuka jendela.

“SELAMAT PAGI DUNIA!!”

Ia langsung mengambil baju dan handuk untuk mandi, meninggal Vernon yang sedang me loading apa yang terjadi.

“Itu siapa yang lari? Berisik woy!” Omel Irwan yang sedang menikmati kopinya di pantry.

💫🐯

Hoshi turun ke bawah dengan setelan kaos hitam, celana loreng dan beanie hitam. Anak kos yang lain sudah bangun, sebagian sedang makan sambil menonton film warkop di tv, sebagian masih antri ambil nasi di dapur.

“Keren amat dandanan lo, mau kemana coba?” Tanya Eji sambil menggeleng kepala melihat outfit Hoshi.

“Hari spesial harus pakai baju spesial.” Jawab Hoshi sambil cengar cengir mengambil piring. Eji menaikkan sebelah alisnya, bingung.

“Hari spesial? Spesial apaan orang cuma hari senin gini,”

Hoshi tertawa mendengar jawaban Eji, “ah elu pura-pura lupa aja,”

Dan jitakan mendarat tepat di jidat Hoshi, “emang enggak ada yang spesial goblog.”

Hoshi hanya menyipitkan matanya ke Eji, sebelum akhirnya memilih untuk mengambil nasi dan sayur asem. Setelah makan, hampir semua anak kos duduk di depan tv menonton film, kecuali Jun yang sibuk sendiri sama hpnya dan Johan yang memilih tidur di atas paha Milo.

“Gais,” kata Hoshi.

Hening.

“Ini gue ngomong sama manusia apa candi sih?”

“Kenapa calon dokter anak?” Tanya Wonwoo akhirnya saat iklan muncul.

“Lo pada inget gak sih sebenernya sama hari ini?” 12 pasang mata tersebut saling menengok satu sama lain.

“Ini hari senin,” Kata Irwan.

“Sekarang tanggal 15,” kali ini Johan.

“OH GUE INGET!” Dan ini teriakan Arkan.

“Akhirnya ada yang inget, apa itu Arkan Ramadhan?” Tanya Hoshi, oke tidak jadi badmood dia.

“Gue harus ke sekte MC jam 1, makasih bang untung lo ingetin.”

Muka Hoshi langsung sendu seketika.

Ini beneran enggak ada yang inget? Satupun?

Hoshi beranjak dari duduknya dan menuju balkon lantai 2, membuka wa dan mengechat seseorang.

Please lo harus berbeda dari yang lain...

💫🐯

Hal kecil

Jun menatap daun mapple yang berjatuhan. Dia sejenak tersenyum, mengingat seseorang yang jauh disana.

🌙

“Kalo lo yang ajarin gue tentang cinta gimana?” Goresan pulpen Alea langsung terhenti seketika.

“Maksudnya?”

Jun memainkan bolpoinnya, menatap wajah Alea yang bingung. “Ajarin gue biar tau rasanya mencintai seseorang. Mau?”

🌙

“Happy birthday! Ayo tiup lilinnya,” Jun tertawa dan meniup lilin secara virtual. Alea meniup lilin dia atas kue yang dia pegang, kemudian ikut bertepuk tangan.

“Konyol banget gak sih kayak gini?”

“Konyol,” keduanya kemudian tertawa.

“Kapan kira-kira kamu balik ke Indonesia?” Tanya Alea sambil memakan kue tersebut.

“Lusa kayaknya, Eh itu kue aku,” omel Jun sambil memanyunkan bibirnya.

“Belum ada teknologi pindahin makanan, jadi ini kue aku. Orang aku yang niup, aku juga yang beli, dih,” ledek Alea yang menyebabkan Jun semakin memanyunkan bibirnya.

“Yaudah gini deh, kalo kamu nanti balik ke Indonesia, bakal aku beliin kue yang BUANYAK POKOKNYA,”

Mata Jun langsung berbinar mendengarnya, “serius?”

“Serius, makanya cepetan baliknya.”

🌙

Alea tidak pernah menyangka bahwa dia akan jatuh cinta kepada Jun, cowok yang bahkan sering dirumorkan aneh-aneh seantero prodi manajemen.

Tidak pernah mengira juga dia akan duduk berdampingan, di atas kap mobil sambil memandang bulan yang bersinar terang, dengan kepala yang bersandar kepada bahu Jun.

“Makasih.” Alea mengangkat kepalanya, menatap Jun yang masih memandang bulan.

“Untuk?”

Jun menatap Alea, tersenyum, “semuanya.”

Alea tertawa sejenak, “apaan sih, berasa aku abis berbuat hal paling keren di dunia aja,”

Jun menangkup pipi Alea, “kamu tuh emang berbuat hal paling keren di dunia tau,”

“Kalo kamu enggak nawarin bantuan makalah manajemen, enggak akan ada aku yang sering chat buat nanya, enggak akan ada kita belajar di plaza internet sampai sore, enggak akan ada hari aku minta tolong kamu buat ajarin aku tentang cinta.”

Alea terdiam. Jun menarik Alea ke dalam pelukannya. Keduanya terdiam sebelum sejenak.

“Mungkin memang semua dimulai dari hal kecil, namun hal kecil tersebut yang membawa kita sejauh ini,”

“Aku sayang kamu.”

🌕💕

What you did in the past maybe just a little thing, but who knows, the little will be grow bigger in your hearth

Happy Jun day🥰🌙

Hal kecil

Jun menatap daun mapple yang berjatuhan. Dia sejenak tersenyum, mengingat seseorang yang jauh disana.

🌙

“Kalo lo yang ajarin gue tentang cinta gimana?” Goresan pulpen Alea langsung terhenti seketika.

“Maksudnya?”

Jun memainkan bolpoinnya, menatap wajah Alea yang bingung. “Ajarin gue biar tau rasanya mencintai seseorang. Mau?”

🌙

“Happy birthday! Ayo tiup lilinnya,” Jun tertawa dan meniup lilin secara virtual. Alea meniup lilin dia atas kue yang dia pegang, kemudian ikut bertepuk tangan.

“Konyol banget gak sih kayak gini?”

“Konyol,” keduanya kemudian tertawa.

“Kapan kira-kira kamu balik ke Indonesia?” Tanya Alea sambil memakan kue tersebut.

“Lusa kayaknya, Eh itu kue aku,” omel Jun sambil memanyunkan bibirnya.

“Belum ada teknologi pindahin makanan, jadi ini kue aku. Orang aku yang niup, aku juga yang beli, dih,” ledek Alea yang menyebabkan Jun semakin memanyunkan bibirnya.

“Yaudah gini deh, kalo kamu nanti balik ke Indonesia, bakal aku beliin kue yang BUANYAK POKOKNYA,”

Mata Jun langsung berbinar mendengarnya, “serius?”

“Serius, makanya cepetan baliknya.”

🌙

Alea tidak pernah menyangka bahwa dia akan jatuh cinta kepada Jun, cowok yang bahkan sering dirumorkan aneh-aneh seantero prodi manajemen.

Tidak pernah mengira juga dia akan duduk berdampingan, di atas kap mobil sambil memandang bulan yang bersinar terang, dengan kepala yang bersandar kepada bahu Jun.

“Makasih.” Alea mengangkat kepalanya, menatap Jun yang masih memandang bulan.

“Untuk?”

Jun menatap Alea, tersenyum, “semuanya.”

Alea tertawa sejenak, “apaan sih, berasa aku abis berbuat hal paling keren di dunia aja,”

Jun menangkup pipi Alea, “kamu tuh emang berbuat hal paling keren di dunia tau,”

“Kalo kamu enggak nawarin bantuan makalah manajemen, enggak akan ada aku yang sering chat buat nanya, enggak akan ada kita belajar di plaza internet sampai sore, enggak akan ada hari aku minta tolong kamu buat ajarin aku tentang cinta.”

Alea terdiam. Jun menarik Alea ke dalam pelukannya. Keduanya terdiam sebelum sejenak.

“Mungkin memang semua dimulai dari hal kecil, namun hal kecil tersebut yang membawa kita sejauh ini,”

“Aku sayang kamu.”

🌕💕

What you did in the past maybe just a little thing, but who knows, the little will be grow bigger in your hearth

Happy Jun day🥰🌙

  1. Sekte Pers

Hao membuka pintu sekte, menampilkan Tiyan dan Intan yang sepertinya sedang berdiskusi, langsung menengok ke arah Hao.

“Dateng juga lo akhirnya,” kata Intan sambil menggeser posisi duduknya.

“Lo yang nyuruh ke sini tan?” Tanya Tiyan.

“Iya, gue rasa Hao juga pasti bakal tertarik.”

“Tunggu, tertarik apaan?” Tiyan menyondorkan laptop yang sejak tadi ia pangku.

“Mahasiswa turun ke jalan? Ini masih 1 topik sama masalah yang kemarin?” Tanya Hao. Dia duduk si sebelah Tiyan dan membaca artikel tersebut.

“LAH ASU?!”

Tiyan dan Intan langsung tertawa mendengar umpatan Hao. “Enggak cocok lo ngomong asu,” kata Intan sementara Tiyan masih tertawa.

“Enggak jelas lagian pemerintah, emosi banget bacanya,” kata Hao, sambil mengembalikan laptop kepada Tiyan.

“So?”

“So apaan?”

“Lo mau turun enggak? Gue sih turun, soalnya ketua BEM per fakultas disuruh turun. Termasuk itu, yang punya kosan lo, si Ir_”

“Gue mau ke kantin. Hao gue beliin batagor aja ya.” Intan langsung keluar sekte meninggalkan Tiyan dan Hao yang sama-sama heran.

“Lah, si Intan masih esmosi tiap denger nama Irwan?”

“Gue lebih heran kok lo bisa tau bang kalo kak Intan mantannya bang Irwan.”

Tiyan tertawa sebelum menjawab pertanyaan Hao, “gila, rahasia umum anjir di kalangan petinggi BEM. Jadi gimana? Pertanyaan gue belum dijawab soal lo mau turun atau enggak,”

Hao terdiam sejenak. Sebenarnya dia sih mau saja ikut turun, hanya ... maminya belum tentu mengizinkan.

Tapi kan gue ngekos ya...

“Gue turun deh.”

🌻🌻💫

  1. Dino dan sahabatnya

Dino menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul 10:07.

“Bismillah enggak di usir,” Dino mengetuk pintu di hadapannya dan masuk, membuat Juri Sensei dan teman sekelasnya melihat ke arahnya.

“Maaf, saya terlambat. Tadi alarm saya ternyata tidak menyala.” Kata Dino.

Juri Sensei menatap Dino dengab tatapan mengintimidasi, sebelum akhirnya berbicara, “Baiklah, namun pertemuan berikutnya tidak ada lagi yang boleh terlambat. Silahkan duduk di tempat yang kosong.”

Dino melihat Farhan menunjuk kursi di sebelah kirinya dan segera duduk.

“Lo kenapa bisa telat sih?” Bisik Hanif yang duduk di sebelah kanan Farhan.

“Gue ketiduran abis subuh hehe,”

“TEMANKU! KUBACA KAU TERLAMBAT SAAT KELAS PERTAMA.” Baru keluar kelas Dino sudah dipertemukan dengan si pecinta sastra.

Mark hanya menghela nafas melihat tingkah Lucas, “Makan yuk? Gue laper.”

“Pertanyaan gue belom dijawab,” kata Lucas sambil memanyun-manyunkan bibirnya.

“Cas, badan gede jangan kayak bayi gede.”

“Lo juga bayi gede ya dangduters!”

Farhan dan Dino tertawa melihat perdebatan Hanif dan Lucas, membuat Mark kembali menghela nafas.

“Udah jangan malu-maluin, ayo makan.”

Dino pertama kali kenal mereka saat pkkmb, karena kebetulan saja mereka berada di kelompok yang sama. Hal tersebut yang membuat mereka jadi akrab hingga saat ini.

Hanif si dangduters, Farhan manusia receh, Lucas si pecinta sastra, Mark si receh yang terkadang waras. Ya setidaknya, kehidupan kuliah Dino lebih berwarna dengan adanya mereka berempat.

🌻🌻💫

  1. About Us

Aku sebenarnya tidak tau apa yang telah terjadi. Tiba-tiba saja aku menjadi istri kedua seorang raja.

Iya kalian enggak salah baca, kedua benar-benar kedua.

Walaupun menjadi istri kedua, hubunganku dengan Shella, istri pertama, baik. Mungkin karena aku memang tipe orang yang pengalah? Aku juga tidak mengerti.

Atau karena Reyhan, si raja, dia berlaku adil. Maksudnya baik aku ataupun Shella, kami diperlakukan adil. Kadang kita malah jalan-jalan bertiga dan menghadiri acara benar-benar bertiga. Sampai dipertanyakan oleh para bangsawan yang lain.

Shella yang membantu aku menyesuaikan diri di istana, Reyhan sibuk mengurus negara ini.

Aku pernah bertanya sekali pada Shella, “kamu, enggak keberatan dengan keadaan seperti ini?”

“Tidak. Aku justru senang setidaknya tidak lagi sendirian. Kastil ini cukup sepi, sehingga agak menyeramkan jika sendirian disini.”

Namun sepertinya Shella menyadari raut wajahku yang sedih. “Hey,” dia menggenggam kedua tanganku.

“Aku kan sudah bilang sejak awal, sebelum kamu naik ke altar, bahwa aku baik-baik saja. Serius. Ibuku sudah bilang, kamu janganlah terkejut jika raja memiliki wanita yang lain. Lagipula...” Shella menghentikan ucapannya dan menatap dalam kepadaku.

“Pernikahan kalian sudah diatur sejak lama.”

Aku kira, perjodohan aku dengan Reyhan yang telah diatur sejak aku belum lahir itu akan gagal ketika keluargaku mengetahui bahwa Reyhan telah menikahi Shella.

Nyatanya tidak.

Aku sudah menolak sejak mengetahui pernikahan mereka. Aku tidak ingin kebahagiaan mereka rusak karenaku. Setidaknya tidak ada utang, atau janji aneh-aneh dalam perjodohan tersebut. Benar-benar hanya dijodohkan saja.

Namun, kalian tau siapa orang yang keesokan harinya datang ke mansion keluargaku, memohon agar perjodohan itu tidak dibatalkan?

Shella.

Sampai sekarang pun, aku tidak mengerti mengapa Shella melakukan hal tersebut. Aku berusaha menanyakan hal tersebut, tapi Shella tetap menutup rapat mulutnya. Mungkin memang belum waktunya.

Reyhan adalah suami yang baik. Selain adil, dia tetap memperlakukan ku sebagaimana mestinya. Tapi memang sifatnya misterius. Dia baik padaku, pada Shella. Sehingga aku sama sekali tidak tau, siapa yang ia cintai.

Mungkin Shella, karena mereka cukup lama bersama.

Ini tentang Shella, sang istri pertama, Reyhan, sang raja, Dan aku, Merliana, sang istri kedua.

To be continue

Lamaran Part 1

Hoshi membuka pintu cafe, menengok dan menemukan Dino, Arkan, Vernon dan Wonwoo yang sudah datang.

“Yo~” Hoshi bertosan terlebih dahulu dengan ke empatnya sebelum duduk.

“Jadi, lo masih bingung?” Yaing ditanya hanya mangut-mangut.

“Lo mau ngelamar cewek aja bikin ribet abang-abang lu, heran gue.” Abis itu kepala Arkan kena jitak Wonwoo.

“Ngaca goblog dulu siapa yang panik pas mau ijab kabul, sampai gemetaran ditanya penghulu dikira bakal mati.” Yang lain langsung tertawa mengingat seberapa memalukannya momen nikahan Arkan.

Sneak peak “Tsundere”

“JANGAN BERLARI DI RUMAH SAKIT!”

Persetan dengan kalimat itu, pikiran Eji sudah kalang kabut sejak di motor. Sampai hampir menabrak pembatas jalan.

Matanya menangkap pacarnya yang baru langsung keluar dari sebuah ruangan.

“Eve!” Cewek tersebut membeku di tempat.

“Eji, kamu ngapain_” belum selesai berbicara, Eji mencengkram bahu Eve. Matanya sudah menunjukkan beragam perasaan.

Marah, kecewa, sedih.

“Kenapa lo enggak pernah bilang sama gue?” Eve menggigit bibirnya. Sudah tidak tau harus bilang apa.

“KENAPA LO ENGGAK PERNAH BILANG?!”

“GIMANA GUE MAU BILANG? GUE TAKUT EJI!” Air mata mulai membasahi pipinya.

“Gue takut lo bakal pergi dari gue. Gue takut gue enggak akan selamat. Gue takut orang-orang bakal ninggalin gue.”

Eji terdiam. Cengkramannya pada bahu Eve pun melemah.

“Bodoh.”

Eve menatap Eji. “Apa?”

“Lo bodoh.”

Eji langsung memeluk Eve. Yang dipeluk kaget.

“Kamu bilang aku bodoh,”

“Kamu bodoh. Bisa-bisanya mikir kayak gitu. Mau gimanapun keadaannya, aku bakal stay. Aku enggak beralih ke orang lain. Aku cuma sayang sama kamu doang. Aku enggak tau harus gimana lagi kalo sampai kamu kenapa-kenapa.”

Eve merasakan basah di bahunya, “Eji kamu nangis?” Eve ingin melepas pelukan tersebut namun ditahan.

“Jangan,” Kata Eji

“Biarin aja kayak gini.”

Keduanya hanya saling terdiam berpelukan di lorong rumah sakit yang sepi ini.

“Aku juga sayang kamu.”

🌻🌻

Sneak peak “Tsundere”

“JANGAN BERLARI DI RUMAH SAKIT!”

Persetan dengan kalimat itu, pikiran Eji sudah kalang kabut sejak di motor. Sampai hampir menabrak pembatas jalan.

Matanya menangkap pacarnya yang baru langsung keluar dari sebuah ruangan.

“Eve!” Cewek tersebut membeku di tempat.

“Eji, kamu ngapain_” belum selesai berbicara, Eji mencengkram bahu Eve. Matanya sudah menunjukkan beragam perasaan.

Marah, kecewa, sedih.

“Kenapa lo enggak pernah bilang sama gue?” Eve menggigit bibirnya. Sudah tidak tau harus bilang apa.

“KENAPA LO ENGGAK PERNAH BILANG?!”

“GIMANA GUE MAU BILANG? GUE TAKUT EJI!” Air mata mulai membasahi pipinya.

“Gue takut lo bakal pergi dari gue. Gue takut gue enggak akan selamat. Gue takut orang-orang bakal ninggalin gue.”

Eji terdiam. Cengkramannya pada bahu Eve pun melemah.

“Bodoh.”

Eve menatap Eji. “Apa?”

“Lo bodoh.”

Eji langsung memeluk Eve. Yang dipeluk kaget.

“Kamu bilang aku bodoh,”

“Kamu bodoh. Bisa-bisanya mikir kayak gitu. Mau gimanapun keadaannya, aku bakal stay. Aku enggak beralih ke orang lain. Aku cuma sayang sama kamu doang. Aku enggak tau harus gimana lagi kalo sampai kamu kenapa-kenapa.”

Eve merasakan basah di bahunya, “Eji kamu nangis?” Eve ingin melepas pelukan tersebut namun ditahan.

“Jangan,” Kata Eji

“Biarin aja kayak gini.”

Keduanya hanya saling terdiam berpelukan di lorong rumah sakit yang sepi ini.

“Aku juga sayang kamu.”

🌻🌻