#Last wish
Sudah 5 bulan sejak perpisahan Dyaksa dan Sita. Masing masing sibuk dengan kehidupan pribadinya. Dyaksa masih menempati rumah yang sama tapi tanpa Sita, karena memang dari awal rumah itu milik Dyaksa. Rumah nya akhir akhir ini begitu sepi tanpa Sita.
Sebenarnya dari lubuk hati Dyaksa yang paling dalam, dia masih sayang Sita. Cinta mati malah, tapi dia merasa Sita sudah tidak membutuhkan Dyaksa lagi. Dyaksa butuh Sita, selama 3 tahun Sita selalu melayani nya apapun itu.
Sita tidak salah meninggalkan Dyaksa, karena dia sendiri pun tau kalau dia ini masih sering mementingkan dirinya sendiri. Jadi ya bisa dibilang belum terlalu siap untuk berkeluarga.
Pada suatu kesempatan, Dyaksa ingin bertemu Sita. Sita pun mensetujui menemui Dyaksa.
Atmosfer sore itu terasa sangat berat dan suram, Dyaksa berpakaian sangat rapi untuk bertemu mantan istrinya itu. Terlihat Sita yang berjalan dengan cantiknya diluar cafe.
“Dyaksa.”
“Sita.” Kata Dyaksa melayangkan senyum kepada Sita, Sita terlihat lelah dan berantakan saat kacamata hitam dan maskernya di lepas.
“So how was your day lately?” Tanya Dyaksa.
“Baik sa, kamu sendiri?”
“Baik. Pulang kerja?”
“Iya.”
Mereka kembali terdiam. Dyaksa memainkan tangannya diatas meja dengan ragu, sedangkan Sita menyeruput kopinya.
“Dyaksa capek?” Tanya Sita.
“Haha, lumayan sih. Setelah kamu gaada capeknya kerasa.”
“Oh istirahat jangan lupa ya, kalo pegel krim nya kayanya masih ada diatas kulkas kalo ga kamu pindahin.” Kata Sita, Dyaksa ingin menangis saja mendengarnya. Bagaimana bisa Sita masih mengingat detail rumah mereka. Padahal sudah 5 bulan lalu mereka berpisah, dan mungkin Sita dengan lelaki yang dia ceritakan malam itu.
“Haha iya nanti aku cari, jadi gimana kamu sama Medi?” Sita kaget saat Dyaksa menanyakan Medi. Medi adalah lelaki yang Sita ceritakan dulu.
“Hmm Medi ya..dia nikah sama Maha.” Sekarang Dyaksa yang kaget setengah mati. Katanya dulu Medi sempat tertarik pada Sita, kok nikah nya malah sama Maha?
“Sorry aku ga bermaksud Sit.”
“Gapapa Sa, kamu kan juga gatau.”
Dyaksa dan Sita kembali berbincang tentang segalanya, rumah yang Sita tinggali ternyata jauh sekali dari Dyaksa, pekerjaan Sita yang tidak terlalu susah dan kadang membosankan, makanan kantin kantor yang berbagai macam. Semuanya mereka ceritakan hari itu.
Dyaksa melihat jam nya, sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam.
“Sita, aku balik ya? Ada sesuatu yang mau aku kerjain.”
“Sa,” Panggil Sita agak ragu.
“Iya? Kamu butuh sesuatu?” Tanya Dyaksa lembut.
“Dulu waktu cerai- maaf waktu kita pisah,” Kata Sita menundukkan kepalanya, Dyaksa menghampirinya dan memegang pundak Sita sehingga membuat kepalanya mendongak melihat wajah Dyaksa.
“Iya kenapa?”
“Boleh minta sesuatu?” Tanya Sita.
“Anything.”
“My last wish, Sa. Takut ga bisa ketemu lagi.”
“Apa itu?”
“Boleh ga? Genggam tanganku bentar? Peluk Sa? Cium kening sekali aja sebelum pisah hari ini?”
Untuk kedua kalinya Dyaksa ingin menangis. Bisa bisanya Sita meminta hal seperti itu sekarang.
Dyaksa memposisikan tubuhnya di depan Sita dan memeluknya erat dibalas Sita pelukan erat juga. Lalu selesai dengan pelukan, Dyaksa meraih tangan Sita dan mengenggamnya lalu mengecup kening Sita cepat.
Bisa di dengar Sita menangis. Dyaksa yang menyadarinya pun langsung memeluk Sita lagi. Sita berbisik.
”Dyaksa benci aku ga? Aku harap engga ya? Aku berusaha lupa kamu, Sa. Susah ya ternyata.” Dyaksa mati matian menahan tangisnya.
”Maafin aku ya Sa, padahal aku yang pengen pisah tapi aku sendiri yang sakit.” Sambung nya.
“Sita udah Sit, coba sini liat mukanya. Jangan nangis disini, jelek.” Kata Dyaksa sambil terkekeh dan mengusap air mata Sita.
Sita pun ikut terkekeh melihat mantan suaminya ini. Digenggamnya tangan yang masih ada di pipinya itu lalu tersenyum.
“Kamu itu ya orang tepat waktunya aja salah.” Ujar Dyaksa
“Aku juga ga berhak maksa kamu terus cinta sama aku, Sita. Gapapa.” Sambungnya.
“Kalo butuh apa apa aku disini ya Sit? Langsung bilang aja ya?”
Sita mengangguk pelan, dia kembali menangis. Disini padahal Dyaksa yang tersakiti tapi kenapa ini sangat menusuk bagi Sita.
Perpisahan kedua kalinya ini diakhiri dengan lambaian lembut Sita kepada punggung gagah Dyaksa.
Bagaimana pun, dia sudah tercatat dalam buku kehidupan Sita, memberi cerah walaupun hanya sementara.
xxpastelline