Jam sudah menunjukkan angka sepuluh malam. Tapi seorang Lintang belum juga terlihat.
Lintang. Adik Pond selaligus kakak Beam, anak kedua dari Jay dan Thana. Lintang adalah orang spesial, dia mengidap Dory Syndrome, dimana penderitanya mempunyai ingatan jangka pendek.
Dari kecil Lintang selalu di jaga oleh Pond. Pond sayang sekali dengan Lintang, bahkan sedetik pun dia tidak ingin meninggalkan adik lelakinya itu.
Tapi semakin bertambahnya usia Lintang, jarak mulai terbentuk antara Pond dan Lintang. Lintang beranjak remaja dan mulai mempunyai urusannnya sendiri.
Tapi Pond masih sering mengawasinya. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi kepada Lintang.
Seperti keluar rumah dan mengerjakan tugas, Pond masih membantu dengan semangat.
Dan hari ini adalah kali pertama Lintang pergi keluar dengan teman temannya. Lintang bilang dia bisa kali ini. Bodohnya Pond percaya pada Lintang.
Bukan capek mengurus, hanya saja dia memberi Lintang kesempatan dan ruang untuk mengontrol dirinya.
Tringgg~~ dering telpon terdengar.
“Ma? Udah ketemu Lintang?” Tanya Pond sambil wira wiri seperti setrika.
Jay dan Thana sedang keluar mencari Lintang. Mereka tidak tau harus kemana tapi setidaknya mereka berusaha.
“Belum, di rumah ada tanda tanda?”
“Gaada ma.”
Seminggu kemudian dari hilangnya Lintang dikeluarga ini membuat Jay dan Thana frustasi. Anak tengah yang mereka yang sangat spesial tidak kunjung pulang ke rumah.
Tidak hanya Jay dan Thana, Pond dan Beam juga frustasi menunggu adik sekaligus kakak mereka tidak kembali juga.
Sudah melapor kepada polisi tapi nihil, Lintang belum juga di temukan.
Karena Jay dan Thana sangat tertekan dan kehilangan, sifat mereka pun berubah. Yang awalnya lemah lembut menjadi keras seperti batu.
“Kalo kamu nemenin Lintang hari itu, dia gabakal ilang kaya gini.” Ujar Thana dengan jelas sambil menangis.
Beam tidak bisa apa apa, hanya menenangkan mama nya yang sedang menangis itu.
“Tapi ini bukan sepenuhnya salah aku, ma.” Balas Pond. “Mama kenapa ga ngasih location tracker sama Lintang?”
“Papa sudah kasih. Tapi sinyalnya ilang. Gaada.” Kata Jay menyilangkan tangan.
“Udah coba tanya temennya kak?”
“Udah. Kata mereka, waktu di taman mereka udah ga sama Lintang. Mungkin lintang lupa lagi jalan sama temen temennya.” “Mereka udah nyari juga.”
Sekarang, keluarga Jay ini sedang terpuruk. Tapi diantara semuanya Pond yang paling merasa bersalah.
Hari demi hari mereka menunggu kabar dari siapapun yang mungkin menemukan Lintang.
Menjelang sore hari itu, salah seorang teman Lintang mendatangi rumah Jay.
“Kamu? Temennya Lintang kan? Yang seminggu lalu bareng Lintang?” Tanya Pond tegas, dia berharap ada kabar baik yang dibawa pemuda ini.
“Kak maafin aku, tapi Lintang-” Belum selesai dia berbicara sudah di potong oleh Thana.
“Lintang kenapa!” Teriaknya sambil menggoyang goyang pundak pemuda itu.
“Lintang ketemu.” Kabar ini membawa kebahagiaan sesaat pada keluarga Jay. “Aku ajak kalian ke tempat Lintang di temukan ya kak.”
“Ditemukan?” Senyum keluarga yang tadinya ada sekarang sirna. Kenapa ditemukan? Bukannya harusnya bertemu?
Jay, Thana, Pond dan Beam mulai berpikiran yang tidak tidak, dan benar saja ketika mereka sampai di tujuan, terlihat mayat yang di bungkus kantung oren milik polisi.
“Lintang?” “LINTANG!” Teriak Pond.
“Pak! Jangan lewati garis kuning, ini area terlarang.” Kata salah satu polisi yang bertugas.
“TAPI ITU ADIK SAYA PAK!”
“Kak Lintang!” Teriak Beam sambil terisak.
“L-lintang.” Thana memanggil nama anak tengahnya itu dengan ragu dan terisak. Sekarang mereka dibanjiri air mata yang tiada henti.
Bagaimana bisa Lintang meninggalkan mereka tanpa ucapan selamat tinggal.
“Boleh saya tau? Apa kasus adik saya pak?” Tanya Pond kepada salah satu polisi disana.
“Terdapat luka tusukan di bagian jantung dan pukulan di area mata dan pipi.” “Biasanya ini motif pencopetan. Kami masih berusaha mencari pelakunya lewat cctv dan saksi mata.”
“Tidak usah pak. Tutup saja kasus ini. Saya tidak mau masalah ini jadi besar.” Kata Jay yang masih lemah setelah menenangkan Thana.
“Pa!”
“Pond! Diam. Apa iya Lintang mau masalah ini jadi panjang? Papa yakin engga.”
Pond hanya bisa membungkam mulutnya dan menangis. Adik kesayangannya selama ini telah tiada karena orang yang tidak bertanggung jawab.
Setelah pemakaman Lintang, kesedihan masih berlanjut. Mereka masih belum terlalu ikhlas Lintang di kebumikan.
Kenapa harus dia yang menerima perlakuan seperti ini. Lintang anak tidak bersalah. Tapi kenapa nasib nya seperti ini.
Sesampainya dirumah, Jay yang masih frustasi langsung menarik kerah baju hitam Pond dan meninju nya tepat di pelipis mata.
“KAMU INI JADI KAKAK GA PERNAH BECUS!” Teriak Jay. “LIAT? GARA GARA KAMU LINTANG GAADA. GARA GARA KAMU POND!” Sambungnya.
“Pa udah. Kak Pond ga sepenuhnya salah.” Bela Beam.
“Beam? Masih mau bela kakak mu yang ga becus ini? Sini kamu biar dapat hukuman juga. Mau? MAU?!”
Beam memundurkan dirinya karena takut tiba tiba tangan kuat papa nya mendarat ke wajahnya juga.
“Kamu. Gaakan pernah papa perlakukan baik lagi.” Kata Jay sambil menunjukk wajah Pond dan tatapan dendam.
Pond hanya bisa menahan sakit bekas tinjuan Jay. Dia tidak punya kekuatan apa apa sekarang. Mau melawan juga tidak ada gunanya.
Kejadian ini membuat keluarga Jay trauma. Karena kejadian ini pun, Pond sering di ragukan oleh orang tuanya.
Beberapa tekanan pun dia terima setiap harinya. Tidak apa apa katanya, karena ini adalah konsekuensi nya. Dia siap menerima.
Karena terlalu banyak caci dan maki yang dia terima, mental nya goyah. Dia melemah, sehingga harus menemui psikolog dan psikiater secara diam diam.
Pond yang saat itu masih duduk di bangku kelas 3 smp sulit untuk fokus pada pelajaran karena kesehatan mentalnya.
Untungnya di keluarga ini masih ada yang peduli pada Pond, adiknya, Beam.
Beam berusaha dewasa lebih cepat agar bisa menemani kakak nya ini. Pond amat sangat bersyukur karena Beam masih di sisi nya.
xxpastelline